• Tidak ada hasil yang ditemukan

Parameter Oseanografi Perairan Kabupaten Bangka 1) Suhu permukaan laut

2 HUBUNGAN PRODUKSI ALAT TANGKAP PANCING CUMI DENGAN PARAMETER OSEANOGRAF

2.3.2 Parameter Oseanografi Perairan Kabupaten Bangka 1) Suhu permukaan laut

Suhu merupakan salah satu parameter oseanografi yang menjadi faktor pembatas bagi ikan untuk hidup. Setiap ikan memiliki kisaran suhu tertentu untuk dapat hidup pada suatu lingkungan perairan (Nontji 2005). Suhu juga dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku ikan dalam mencari makan, memijah dan beruaya (Simbolon 2011).

Suhu permukaan laut di perairan Kabupaten Bangka bervariasi menurut waktu. Berdasar data terlihat bahwa pada periode 2005 – 2013 suhu yang tertinggi terjadi pada bulan April dan Mei 2010 yaitu 31,700C dan suhu terendah terjadi pada bulan Januari 2009 yaitu 27,10C. Rerata bulanan SPL tahun 2005- 2013 disajikan pada Lampiran 2. Perkembangan suhu permukaan laut perairan ini secara lengkap disajikan pada Gambar 5. Dari gambar tersebut juga terlihat bahwa SPL mengalami dua kali nilai minimum dan dua kali nilai maksimum setiap tahunnya. Nilai minimum pertama terjadi pada bulan Januari atau Februari disebabkan oleh angin musim Barat yang cukup keras, sedang nilai minimum kedua terjadi pada bulan Agustus atau September disebabkan oleh penguapan yang relatif tinggi akibat pengaruh angin musim Timur. Pada saat musim Barat ke perairan Kabupaten Bangka masuk SPL yang rendah dari Laut Cina Selatan yang akan masuk ke Laut Jawa dan terus menuju ke Selat Makassar dan Laut Flores. Sedang pada musim Timur terjadi sebaliknya dimana SPL yang rendah

masuk ke perairan daerah ini dari Selat Makassar dan Laut Flores melewati Laut Jawa dan akan menuju Laut Cina Selatan.

Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa SPL di perairan Kabupaten Bangka memiliki pola musiman. SPL pada musim Barat yaitu pada bulan Desember, Januari dan Februari lebih rendah dibanding bulan-bulan lainnya. Memasuki musim Peralihan 1, yaitu bulan Maret, April dan Mei, SPL mengalami peningkatan dan puncaknya akan terjadi pada bulan pertama musim Timur yaitu Bulan Juni. SPL yang juga cukup tinggi terjadi pada musim Peralihan 2 yaitu Bulan Oktober dan November, namun tidak setinggi pada musim Timur.

Dari Gambar 7 juga terlihat bahwa SPL pada tahun 2009 dan 2010 cenderung lebih tinggi dibanding tahun lainnya. Kisaran SPL pada tahun 2009 yaitu 27,10 – 31,200C dan tahun 2010 yaitu 28,5031,700C. Hal ini diduga merupakan efek dari fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang terjadi di Indonesia Timur dan pengaruh dari IODM (Indian Ocean Dipole Mode) positif yang terjadi di Indonesia Barat. Data dari BMKG menyebutkan bahwa ENSO terjadi selama 9 bulan yaitu pada April 2009 dan Juni 2009–Januari 2010, IODM positif terjadi selama 3 bulan yaitu Maret 2009 dan Maret–April 2010.

Fenomena ENSO timbul karena ada hubungan antara El Nino dengan southern oscillation. El nino merupakan pemicu munculnya fenomena ENSO (Amri 2012). El nino merupakan fase panas di Samudra Pasifik Equatorial Barat dan Timur (Riani 2012). Nontji (2008) menjelaskan mekanisme terjadinya fenomena tersebut. Pada kondisi normal terdapat angin pasar yang bergerak dari Pasifik Timur ke Pasifik Barat akibat perbedaan tekanan. Angin tersebut mendorong Arus Khatulistiwa Selatan dari Timur ke Barat. Pada saat perjalanannya, Arus Khatulistiwa Selatan mengalami pemanasan sehingga membentuk kawasan air hangat di Utara Papua. Kawasan air tersebut menghasilkan curah hujan yang tinggi di Indonesia. Garrison (2006) menjelaskan saat el nino kekuatan angin pasat semakin melemah namun belum diketahui penyebabnya. Kemudian angin pasat berubah arah dari Barat Pasifik menuju Timur Pasifik. Kondisi demikian mendorong kawasan air hangat menuju Pasifik Timur. El nino mengakibatkan terjadinya musim kemarau yang panjang di Indonesia dan jumlah curah hujan yang rendah.

IODM merupakan kondisi terbentuknya dua kutub anomali SPL antara perairan Samudra Hindia Timur dan perairan Afrika di sepanjang ekuator. IODM positif terjadi karena massa air hangat yang terdapat di timur Samudra Hindia bergerak ke arah barat. Pergerakan massa air tersebut disebabkan oleh angin yang berasal dari Tenggara menuju arah Barat Laut dibelokkan menjadi ke arah Barat. Pada saat terjadi IODM positif maka intensitas curah hujan akan berkurang akibat penguapan yang berkurang (Amri 2012).

Dari Gambar 7 juga terlihat bahwa pada tahun 2010 - 2013 sebaran SPL lebih rendah atau menurun dibanding tahun lainnya. Menurunnya sebaran SPL pada periode tahun tersebut diduga disebabkan oleh fenomenala nina dan IODM negatif (DMI negatif). Berdasar data BMKG diketahui bahwa pada periode 2010 – 2013 terjadi la nina selama 24 bulan yaitu Maret 2010April 2011, Agustus 2011 – Maret 2012, dan JanuariFebruari 2013. Sedang IODM negatif terjadi selama 17 bulan yaitu Februari 2010, Mei 2010, Juli– November 2010, Februari 2011, Desember 2011, Februari 2012, April 2012, Februari – Juni 2013. Nontji (2008) menyatakan bahwa la ninamengakibatkan intensitas curah hujan menjadi

bertambah. Fenomena la nina selalu terjadi setelahel nino. IODM negatif mengakibatkan intensitas curah hujan meningkat.

IODM memberikan pengaruh terhadap curah hujan di Indonesia bagian Barat, sedang ENSO memberikan pengaruh terhadap curah hujan di Indonesia bagian Timur (Amri 2012). Walaupun demikian, saat DMI bernilai positif dan terjadi ENSO, masing-masing akan memperkuat dampak yang dihasilkan berupa semakin berkurannya curah hujan di Indonesia. SPL yang hangat disebabkan curah hujan yang rendah. Kondisi sebaliknya terjadi saat curah hujan tinggi menyebabkan SPL rendah.

Berdasar data SPL bulanan pada periode tahun 2005 – 2013 diketahui bahwa rata-rata suhu yang tinggi terjadi pada bulan April sampai Juni yaitu pada kisaran 30,40 – 30,800C. Pada bulan Maret, JuliOktober dan Desember SPL berkisar antara 29,10 – 29,90 0C. Pada bulan JanuariFebruari suhu berkisar antara 28,10–28,400C. Data rerata bulanan sebaran SPL disajikan pada Gambar 8. Hasil penelitian Nababan dan Simamora (2012) menyatakan bahwa SPL di perairan utara Pulau Bangka pada musim Barat berkisar antara 23.46-30.880C dan pada musim Timur berkisar antara 27,91-31,950C

Gambar 8 Rerata bulanan sebaran SPL di perairan Kabupaten Bangka SPL di perairan Kabupaten Bangka, berdasarkan Gambar 8 terlihat lebih hangat pada bulan April – Juni dibandingkan pada bulan JuliOktober. Musim hujan yang terjadi pada bulan September – Maret di daerah tersebut memungkinkan terjadinya hal tersebut. Faktor lain yaitu pengaruh arus pada bulan Maret – Mei yang masih dominan membawa massa air dari Laut Cina menuju Laut Natuna, serta adanya sisa massa air pada musim Barat (Desember – Februari) yang cenderung lebih hangat dibandingkan musim Timur (Juni – Agustus). Pada bulan Juli–September SPL cenderung lebih dingin. Keadaan ini diduga disebabkan oleh intrusi massa air yang mengalir dari Laut Jawa, dimana pada bulan-bulan tersebut suhunya relatif dingin.

2)Klorofil-a

Tingkat kesuburan perairan dapat diduga dengan melihat sebaran klorofil-a di perairan tersebut. Klorofil-a merupakan jenis klorofil yang lebih banyak ditemukan pada fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme planktonik yang mampu menghasilkan senyawa organik melalui reaksi fotosintesis sehingga dikatakan sebagai produsen primer (Nontji 2005). Populasi fitoplankton pada suatu perairan selanjutnya akan berpengaruh terhadap produktivitas sekunder.

Sebaran klorofil-a di perairan Kabupaten Bangka tahun 2005 – 2013 disajikan pada Gambar 9. Dari gambar tersebut terlihat sebaran klorofil-a beerfluktuasi setiap bulannya, dengan kisaran antara 0,27 – 1,21 mg/m3. Rerata bulanan sebaran klorofil-a disajikan pada Lampiran 3. Kandungan klorofil–a cenderung meningkat pada bulan Desember dan Januari atau saat musim Barat serta pada bulan Juni dan Juli atau saat musim Timur. Tinggi kandungan klorofil- a pada bulan Desember dan Januari disebabkan oleh tingginya curah hujan pada bulan-bulan tersebut. Hasil penelitian Nababan dan Simamora (2012) menemukan konsentrasi klorofil-a di bagian Utara Pulau Bangka berkisar antara 0,23 – 0,84 mg/m3, dengan nilai tertinggi terjadi pada musim Barat dan nilai terendah pada musim Timur. Hal ini diduga karena curah hujan mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sekitar pesisir daerah tersebut.

Pada tahun 2012 dan 2013 sebaran klorofil-a cenderung rendah dan tidak memiliki perubahan yang signifikan setiap bulannya. Kondisi ini diduga akibat pengaruh rendahnya curah hujan yang terjadi pada tahun 2012 dan 2013. Sebagaimana diketahui bahwa curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan kandungan nutrien dari deposisi atmosfir maupun aliran sungai ke perairan. Berdasar data stasiun BMKG Pangkalpinang (BPS 2016) diketahui bahwa pada tahun 2012 dan 2013 curah hujan di Provinsi Bangka Belitung yaitu 2.018 mm dan 2.839 mm. Nilai curah hujan tersebut lebih rendah dibanding tahun 2010 dan 2011 yang masing-masing mencapai 3.444 mm dan 2.921 mm.

Berdasarkan data rerata bulanan sebaran klorofil-a terlihat bahwa kandungan klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Desember (0.88 mg/m3) dan terendah terjadi pada bulan Maret (0,43 mg/m3) dan Oktober (0,44 mg/m3) seperti terlihat pada Gambar 10. Dari gambar tersebut terlihat bahwa klorofil-a relatif tinggi pada dua bulan awal musim Barat (Desember dan Januari) dan dua bulan awal musim Timur (Juni dan Juli).

2.4 Pembahasan