• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Peningkatan Stok Cumi Cumi (Photololigo Chinensis) Di Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Peningkatan Stok Cumi Cumi (Photololigo Chinensis) Di Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

chinensis) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA,

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

WAWAN OKTARIZA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Model Peningkatan Stok Cumi-cumi (Photololigo chinensis) di Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

(3)
(4)

WAWAN OKTARIZA. Model Peningkatan Stok Cumi-cumi (Photololigo chinensis) di Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN, MULYONO SUMITRO BASKORO, RAHMAT KURNIA dan SUGENG HERI SUSENO.

Perairan Kabupaten Bangka merupakan salah satu daerah penangkapan cumi-cumi. Penangkapan cumi-cumi di perairan daerah ini menggunakan alat tangkap pancing cumi dan bagan tancap. Penangkapan dengan pancing cumi dilakukan sepanjang tahun dan dengan bagan tancap 6 – 8 bulan dalam setahun. Perikanan cumi-cumi daerah ini mengalami tekanan penangkapan dan lingkungan yang tinggi. Meskipun demikan perikanan cumi-cumi daerah ini memiliki potensi untuk dikembangkan karena tersedianya teknologi atraktor cumi untuk meningkatkan stok cumi-cumi dan masih ada perairan pesisir dengan kualitas lingkungan yang baik. Pengembangan teknologi atraktor cumi untuk meningkatkan stok cumi-cumi memerlukan kajian lebih lanjut.

Tujuan penelitian ini yaitu: 1) mengkaji hubungan antara produksi cumi-cumi dengan parameter oseanografi; 2) mengkaji model pertumbuhan cumi-cumi-cumi-cumi; 3) mengkaji model bio-ekonomi perikanan cumi-cumi; 4) mengkaji hubungan jumlah telur pada atraktor cumi dan penetasan telur cumi-cumi dengan musim penangkapan cumi-cumi; dan 5) menyusun model peningkatan stok cumi-cumi dengan introduksi atraktor cumi.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Bangka dari bulan Oktober 2012 –

September 2014. Hubungan produksi dengan parameter oseanografi serta pengamatan jumlah dan penetasan telur cumi-cumi dianalisis secara deskriptif dan uji statistik; model pertumbuhan cumi-cumi menggunakan beberapa analisis yaitu analisis hubungan panjang-berat, analisis pertumbuhan, analisis struktur umur serta analisis laju mortalitas dan laju eksploitasi; model bio-ekonomi cumi-cumi dianalisis dengan analisis bio-teknik dan bio-ekonomi; model peningkatan stok cumi-cumi dianalisis menggunakan sistim dinamik dengan perangkat lunak Powersim.

CPUE cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka memiliki korelasi positif yang rendah dengan SPL (0,22) namun hubungan keduanya signifikan. CPUE cumi-cumi memiliki korelasi negatif yang sangat rendah dengan klorofil-a (-0,04) dan hubungan keduanya tidak signifikan. Cumi-cumi merupakan hewan karnivora dimana makanannya terdiri dari udang, ikan pelagis kecil, rebon, diatomae, protozoa dan larva kepiting. Rendahnya korelasi antara CPUE dengan kedua parameter tersebut diduga disebabkan ada parameter lain yang lebih berpengaruh seperti faktor teknis penangkapan dan faktor oseanografi lainnya.

Cumi-cumi Photololigo chinensis memiliki persamaan hubungan bobot tubuh dengan panjang mantel W = 0,0082 L1,803 untuk jantan dan W = 0,0008 L2,315 untuk betina. Berdasar nilai β diketahui pola pertumbuhan keduanya

(5)

tangkap standar yaitu y = -0,015x + 244,8 mengindikasikan perikanan cumi-cumi di daerah ini sudah overfishing secara biologi. Nilai parameter biologi dengan menggunakan model Schnute diperoleh tingkat pertumbuhan intrinsik (r) 95% per tahun, koefesien daya tangkap (q) 0,000082 kg per tahun, dan daya dukung lingkungan (K) 3.240,15 ton per tahun.

Berdasar analisis optimasi statik tingkat biomassa cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka pada kondisi MEY dan MSY masing-masing 1.684,21 ton dan 1.620,07 ton per tahun. Produksi pada kondisi MEY dan MSY masing-masing 767,13 ton dan 768,33 ton per tahun. Penangkapan cumi-cumi sudah mengalami tangkap lebih atau overfishing sejak tahun 2010 dimana produksi aktual tahun tersebut 890,80 ton. Upaya penangkapan pada kondisi MEY dan MSY masing-masing 5.544 trip dan 5.773 trip per tahun. Upaya penangkapan aktual tahun 2011 yaitu 5.985 trip per tahun, nilai tersebut lebih tinggi dibanding upaya optimal MEY dan MSY.

Tingkat keuntungan atau rente optimal pada kondisi MEY dan MSY masing-masing Rp 18,87 milyar dan Rp 18,83 milyar per tahun, pada kondisi aktual nilainya Rp 17,29 milyar per tahun. Selisih jumlah rente tersebut disebabkan menurunnya jumlah produksi hasil tangkapan dan tingkat upaya penangkapan yang semakin tinggi, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan nilai hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini mengindikasikan perikanan cumi-cumi sudah mengarah pada gejala lebih tangkap secara ekonomi (economical overfishing).

Dari percobaan pemasangan atraktor cumi selama 7 bulan pengamatan (bulan November - Mei) diketahui jumlah telur cumi yang menempel sebanyak 3.449 kapsul telur atau 17.425 butir. Telur terbanyak menempel pada bulan November bersamaan dengan musim puncak penangkapan. Percobaan penetasan telur cumi-cumi menghasilkan dua nilai hatching rate yaitu 37% untuk telur tua dan 24% untuk telur muda. Umur telur cumi-cumi sampai menetas diduga berkisar antara 19– 30 hari. Anak cumi-cumi pada saat menetas telah memiliki tubuh yang lengkap, tanpa menjadi larva lebih dahulu.

Berdasarkan hasil simulasi introduksi atraktor cumi pada zona 1 (kedalaman perairan 3–7 m) sebanyak 4.875 paket atraktor cumi dan zona 2 (kedalaman perairan 3–10 m) sebanyak 9.375 paket atraktor cumi akan diperoleh peningkatan stok, produksi per trip, pendapatan per trip dan keuntungan per trip. Penempatan rumpon atraktor diprediksi akan meningkatkan ketersediaan stok pada zona 1 antara 0,78% - 39,63% dan pada zona 2 antara 7,91% - 52,33% dari kondisi stok cumi-cumi awal 1.900,85 ton. Produksi per trip diprediksi akan meningkat antara 0,69–52,08% dari tingkat produksi awal sebesar 0,144 ton per trip. Pendapatan per trip diprediksi akan meningkat antara 0,79 – 52,46% dari pendapatan awal sebesar Rp 5,09 juta per trip. Keuntungan per trip diprediksi akan meningkat antara 1,39–92,36% dari keuntungan awal sebesar Rp 2,88 juta per trip.

(6)

WAWAN OKTARIZA. Model of squid (Photololigo chinensis) stock enhancement in Bangka Regency water, Province of Bangka Belitung Islands. Supervised by BUDY WIRYAWAN, MULYONO SUMITRO BASKORO, RAHMAT KURNIA and SUGENG HERI SUSENO.

Bangka Regency waters is one of the squid fishing ground. Squid captured in this waters is used squid jigging and lift net. Captured with squid jigging throughout the year and with lift net 6-8 months a year. Squid fisheries in this area experienced high pressure from capture activities and environmental problems. Although the squid fishery in this area has the potential to be developed because the available of squid attractor technology for increasing the stock of squid and there are coastal waters that have good environmental quality. Based on this, further study required to elaborate the development of squid attractor technology to increase the stock of squid.

The purpose of this study are: 1) assess the relationship between the squid production with oceanographic parameters; 2) assess the growth model of squid; 3) assess the bio-economic model of squid fishery; 4) assess the relationship the number of eggs on squid attractor and hatching eggs of squid with squid fishing season; and 5) to model the increased of squid stock with the introduction of squid attractor.

The study was conducted in Bangka Regency from October 2012 -September 2014. Relations of production with the oceanographic parameters and monitoring the number and hatching eggs of squid were analyzed descriptively and statistically test; squid growth model using some analysis that is length-weight relationship analysis, growth analysis, age structure analysis, and mortality rate and exploitation rate analysis; bio-economic model of squid were analyzed by bio-technic and bio-economic analysis; models of squid stock enhancement was analyzed using dynamic systems with the software Powersim.

Squid CPUE in the waters of Bangka Regency have a low positive correlation with the SPL (0,22), but the correlation is significant. Squid CPUE has a very low negative correlation with chlorophyll-a (-0,04) and the correlation is not significant. Squids are carnivorous where the food consists of shrimp, small pelagic fish, rebon, diatomae, protozoa and crab larvae. The low correlation between CPUE with two oceanographic parameters might be were other paramater more influential such as capture technical factors and other oceanographic factors.

Squid of Photololigo chinensis have the relations equation between mantle lenght and body weight is W = 0,0082 L1,803for the males and W = 0,0008 L2,315

for the females. Based on the value of β is known growth patterns are both

negative allometric. Equation of P. chinensis squid growth in the waters of Bangka Regency is = 421,71 (1 , , ).The growth rate will be closed to L ∞at the age of 13 months. Long squid reached asimptot when the age of squid 49 months with L∞421,71 mm.

(7)

(q) 0,000082 kg per trip, and carrying capacity (K) 3.240,15 tons per year.

Based on the static optimization analysis the level of squid biomass in the waters of Bangka Regency at the level of MEY and MSY respectively 1.684,21 tons and 1.620,07 tons per year. Production at the level of MEY and MSY respectively 767,13 tonnes and 768,33 tonnes per year. Squid capture have been overfished since 2010, which the actual production in that year 890,80 tonnes. Fishing effort at MEY and MSY level respectively 5.544 trips and 5.773 trips per year. The actual fishing effort in 2011 is 5.985 trips per year, the value is higher than optimal effort at MEY and MSY level.

The level of optimal profits or rents on MEY and MSY conditions respectively Rp 18,87 billion and Rp 18,83 billion per year, the vaule of the actual condition Rp 17,29 billion per year. The difference in the amount of rents due to lower production quantities of catch and fishing effort levels are higher, so the cost is not worth the value of the catch. This indicates squid fisheries has led to economically overfishing.

From the experiment of squid attractor deployment for 7 months of observation (November - May) found that the number of eggs that stick to squid attractor as many as 3.449 capsules or 17.425 eggs. Most egg attaches in November in conjunction with the peak season of squid capture. Experiment hatching eggs squid produces two hatching rate of 37% for older eggs and 24% for young eggs. Age of squid eggs until they hatch estimated to range from 19-30 days. Squid juvenile when the hatch has had complete body, without being first larvae.

Based on the simulation results of the squid attractor introduction of zone 1 (3-7 m water depth) of 4.875 squid attractor packages and zone 2 (3-10 m water depth) of 9.375 squid attractor package will be obtained an increase in the stock, production per trip, revenues per trip and profits per trip. Deployment of attractor FADs is predicted to increase the stock in zone 1 between 7,91% - 52,33% and in zone 2 between 7,91% - 52,33% from the initial stock 1.900,85 tons per year. Production per trip is predicted to increase by between 0,69 – 52,08% from the initial production 0,144 tonnes per trip. Revenue per trip is predicted to increase between 0,79 – 52,46% from the initial income Rp 5,09 million per trip. Profits per trip is predicted to increase between 1,39 –92,36% from the initial profit Rp 2,88 million per trip.

(8)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)
(10)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

chinensis) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA, PROVINSI

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(11)

Peneliti Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan

2. Dr Mustaruddin, STP

Staf Pendidik Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK IPB

(12)
(13)

Puji dan syukur penulis panjatkan kekhadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilakukan yaitu “Model Peningkatan Stok Cumi-cumi (Photololigo chinensis) di Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung”.

Penulisan disertasi ini merupakan hasil kerja keras yang panjang dan dapat diselesaikan atas bantuan berbagai pihak, baik pada saat persiapan lapang, pengumpulan data di lapangan, analisis data, hingga penulisan hasil penelitian. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Komisi pembimbing yaitu Dr Ir Budy Wiryawan, MSc (Ketua), Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc, Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi dan Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi (masing-masing sebagai anggota) atas waktu dan sumbangan pemikiran yang sangat berharga serta kesabarannya dalam mengarahkan penulis untuk menyelesaikan penulisan disertasi ini;

2. Penguji dari luar komisi pembimbing pada ujian tertutup dan sidang promosi yaitu Prof Dr Ir Sonny Koeshendrajana, MSc dan Dr Mustaruddin STP atas saran dan masukan yang diberikan untuk perbaikan penulisan disertasi;

3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas beasiswa yang diberikan;

4. Staf pendidik pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana IPB, atas bekal ilmu yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa program doktor;

5. Ketua dan Sekretaris Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf administrasi akademik; 6. Ketua dan Sekretaris Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB beserta jajarannya atas segala fasilitas dan bantuannya;

7. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB beserta jajaran pimpinan fakultas;

8. Direktur dan Wakil Direktur Program Diploma IPB beserta jajarannya; 9. Dekan dan Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta jajarannya; 10. Rektor IPB beserta jajaran pimpinan IPB dan pimpinan unit terkait;

11. Orangtua Bp Romli Abdullah dan Ibu Rohmi, ibu mertua Urnati serta Bp Ana Sugia, atas segala dukungan, doa dan pengorbanannya;

12. Istri tercinta Yanti Herawati dan anak-anak tersayang Anugrah Reza Sutirna, Dinda Puteri Pertiwi dan Rafa Putera Pamungkas atas segala kesabaran, dukungan, dan doanya;

13. Dr Ir Akhmad Fahrudin, MSi, dan Taryono, SPi, MSi, atas sumbang saran pemikirannya;

14. Indra Ambalika Syari, SPi, MSi, atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam pengumpulan data lapangan;

(14)

kependidikan Program Diploma IPB atas dukungan dan doanya;

17. Koordinator Program Keahlian dan para dosen Program Keahlian MAB -Program Diploma IPB atas segala dukungan dan doanya;

18. Ibu Etty Eidman SH, Prof Dr Ir M Zairin Junior, MSc, dan Dr Ir Bagus P Purwanto, MAgr atas segala dukungan dan doanya;

19. Bapak Robani, MSi (DKP Provinsi Kepulauan Babel), Bp Rianto Yuswara dan Ibu Maya (PPN Sungailiat) atas bantuan dan dukungannya dalam pengumpulan data lapang;

20. Rekan-rekan Program Studi SPT dan TPT angkatan 2011 atas segala perhatian, kerjasama dan dukungannya;

21. Ibu Dra Irma RG Barus, MA dan Ira Resmayasari, SS, MPar, MMTHRL atas bantuanya dalam mengedit naskah jurnal internasional.

22. Andan Hamdani SP, MSi, Toni Junaedi SPi, Rahmat Jayanto, SPi (almarhum), Tiko Pajri, Marwaji dan Sofyan (almarhum) atas segala bantuannya dalam pengumpulan data lapang dan pengolahan data.

23. Segenap pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala bantuan dan sumbangan yang sangat berharga yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswa hingga penyelesaian penulisan disertasi ini. Semoga segala kebaikan dan jasa-jasa Bapak/Ibu/Saudara/Saudari semua mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Akhirnya penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan perikanan cumi-cumi pada khususnya dan pengelolaan sumberdaya perikanan pada umumnya di Indonesia.

Bogor, Agustus 2016

(15)

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xviii

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Manfaat Penelitian 7

1.5 Kerangka Penelitian 7

1.6 Kebaharuan 9

2 HUBUNGAN PRODUKSI ALAT TANGKAP PANCING CUMI DENGAN

PARAMETER OSEANOGRAFI 10

2.1 Pendahuluan 10

2.2 Metode 11

2.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 11

2.2.2 Pengumpulan Data 11

2.2.3 Analisis Data 11

2.3 Hasil 14

2.3.1 Perkembangan Jumlah Armada dan Produksi 14 2.3.2 Parameter Oseanografi Perairan Kabupaten Bangka 17

2.4 Pembahasan 23

2.4.1 Hubungan Sebaran SPL dengan Klorofil-a 23 2.4.2 Hubungan Produksi Cumi-cumi dengan Parameter Oseanografi 23

2.5 Simpulan 28

3 MODEL PERTUMBUHAN CUMI-CUMIPhotololigo chinensis 29

3.1 Pendahuluan 29

3.2 Metode 30

3.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 30

3.2.2 Alat dan Bahan 30

3.2.3 Metode Pengambilan Sampel 31

3.2.4 Analisis Data 31

3.3 Hasil 34

3.3.1 Rasio Jenis Kelamin dan Kelompok Umur 34 3.3.2 Distribusi Ukuran Panjang Mantel dan Bobot Tubuh 35 3.3.3 Hubungan Bobot Tubuh - Panjang Mantel 36

3.3.4 Faktor Kondisi 38

3.3.5 Pertumbuhan 39

3.3.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi 40

3.4 Pembahasan 41

(16)

KABUPATEN BANGKA 45

4.1 Pendahuluan 45

4.2 Metode 46

4.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 46

4.2.2 Metode Penelitian 47

4.2.3 Analisis Data 47

4.3 Hasil dan Pembahasan 50

4.3.1 Penangkapan Cumi-cumi 50

4.3.2 Estimasi Parameter Biologi 53

4.3.3 Estimasi Produksi Lestasi 54

4.3.4 Analisis Optimasi Statik 55

4.3.5 Analisis Optimasi Dinamik 57

4.3.6 Implikasi Kebijakan 59

4.4 Simpulan 60

5 VARIASI TEMPORAL JUMLAH TELUR DAN PENETASAN TELUR

CUMI-CUMI 61

5.1 Pendahuluan 61

5.2 Metode 62

5.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 62

5.2.2 Bahan dan Alat Penelitian 63

5.2.3 Metode dan Tahapan Penelitian 64

5.2.4 Analisis Data 64

5.3 Hasil 65

5.3.1 Penempelan Telur pada Atraktor Cumi 65

5.3.2 Penetasan Telur 66

5.3.3 Luas Areal Potensial 68

5.4 Pembahasan 69

5.5 Simpulan 74

6 MODEL PENINGKATAN STOK CUMI-CUMI 75

6.1 Pendahuluan 75

6.2 Metode 76

6.2.1 Waktu dan Tempat 76

6.2.2 Sumber dan Cara Pengumpulan Data 77

6.2.3 Identifikasi Sistem 77

6.2.4 Simulasi Sistem 78

6.2.5 Asumsi Model 80

6.3 Hasil 81

6.3.1 Model Awal Stok Sumberdaya Cumi-cumi 81 6.3.2 Model Peningkatan Stok dengan Introduksi

Atraktor Cumi 84

6.3.3 Verifikasi dan Validasi Model 86

6.3.4 Hasil Pemodelan dan Simulasi 88

6.4 Pembahasan 94

(17)

7.1 Pendahuluan 99

7.2 Upaya Pengelolaan Stok Cumi-cumi 105

7.3 Protokol Model Peningkatan Stok 107

8 SIMPULAN UMUM DAN SARAN 109

8.1 Simpulan Umum 109

8.2 Saran 110

DAFTAR PUSTAKA 111

(18)

1 Volume, nilai dan harga ekspor cumi-cumi, sotong dan gurita tahun 2014-2015

3 2 Penggolongan musim penangkapan ikan berdasarkan nilai indeks

musim penangkapan

13

3 Identifikasi koefesien korelasi 14

4 Persamaan hubungan bobot tubuh dengan panjang mantel 36 5 Faktor kondisi cumi-cumi jantan dan betina 38 6 Nilai dugaan mortalitas dan laju eksploitasi cumi-cumiP. chinensisdi

perairan Kabupaten Bangka

41 7 Komparasi parameter pertumbuhanP. chinensis 43 8 Rumus perhitungan pemanfaatan sumberdaya optimal statik 48 9 Hasil analisis optimasi statik pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di

perairan Kabupaten Bangka

55 10 Hasil analisis optimasi dinamik pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi

di perairan Kabupaten Bangka

58

11 Identifikasi koefesien korelasi 65

12 Parameter kimia dan fisika di lokasi penempatan atraktor cumi 66 13 Jumlah kapsul telur menurut waktu pengamatan 67 14 Data penetasan telur dan hatching rate menurut jenis telur 68 15 Luas areal potensial pemasangan atraktor cumi di perairan pantai

timur dan utara Kabupaten Bangka

69 16 Nilai elemen level dan konstanta model stok sumberdaya cumi-cumi

(kondisi awal)

81 17 Prediksi stok sumberdaya cumi, upaya tangkap, jumlah nelayan dan

produksi per trip tahun 2005-2044

84 18 Prediksi sediaan stok sumberdaya cumi-cumi (ton) menurut

kedalaman,hatching ratedan tingkat mortalitas alami

86 19 Perbandingan produksi aktual dan produksi hasil simulasi komoditas

cumi-cumi Kabupaten Bangka tahun 2005-2013

87 20 Prediksi peningkatan stok sumberdaya cumi menurut zona, hatching

ratedan mortalitas alami

89 21 Prediksi produksi per trip menurut zona, hatching rate dan mortalitas

alami

91 22 Prediksi pendapatan per trip menurut zona, hatching rate dan

mortalitas alami

93 23 Prediksi keuntungan per trip menurut zona, hatching rate dan

mortalitas alami

94

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan produksi cumi-cumi Kabupaten Bangka tahun 2005–

2013

5

2 Kerangka pemikiran penelitian 8

3 Perkembangan jumlah armada pancing di PPN Sungailiat tahun 2005

–2013

(19)

cumi di PPN Sungailiat tahun 2005 - 2013

5 Perkembangan CPUE penangkapan cumi-cumi tahun 2005–2013 16 6 Indeks musim penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten

Bangka

17 7 Sebaran SPL perairan Kabupaten Bangka tahun 2005–2013 19 8 Rerata bulanan sebaran SPL di perairan Kabupaten Bangka 20 9 Sebaran klorofil-a di perairan Kabupaten Bangka tahun 2005 - 2013 21 10 Rerata bulanan sebaran klorofil-a di perairan Kabupaten Bangka 22 11 Hubungan sebaran SPL dengan klorofil-a di perairan Kabupaten

Bangka tahun 2005-2013

24 12 Hubungan CPUE cumi-cumi dengan SPL di perairan Kabupaten

Bangka tahun 2005-2013

26 13 Hubungan CPUE cumi-cumi dengan klorofil-a di perairan Kabupaten

Bangka tahun 2005-2013

27 14 Peta Kabupaten Bangka (Desa Rebo lokasi penelitian) 30 15 FotoP. chinensistampak dorsal (A) dan tampak ventral (B) 31 16 Histogram frekuensi cumi-cumi P. chinensis di perairan Kabupaten

Bangka

35 17 Distribusi panjang cumi-cumi jantan dan betina 35 18 Distribusi berat cumi-cumi jantan dan betina 36 19 Grafik hubungan panjang bobot cumi-cumi jantan (a) dan betina (b) 37 20 Hubungan faktor kondisi dengan rata-rata berat P. chinensis jantan

dan betina berdasar kelas panjang mantel

39 21 Kurva pertumbuhan cumi-cumi P. chinensis di perairan Kabupaten

Bangka

24 Perkembangan produksi, upaya standar dan CPUE cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka tahun 2005–2013

52 25 Hubungan CPUE dengan upaya penangkapan sumberdaya cumi-cumi

di peraian Kabupaten Bangka

53

26 Perbandingan produksi aktual dan produksi lestari sumberdaya cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka

54 27 Kurva hubungan produksi lestari, produksi aktual dan effort

sumberdaya perikanan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka

55 28 Perbandingan pemanfaatan optimasi statik sumberdaya cumi-cumi di

perairan Kabupaten Bangka

56 29 Keseimbangan bioekonomi model Gordon Schaefer sumberdaya

perikanan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka

57 30 Hubungan tingkat discount rate dengan rente ekonomi optimal

dinamik sumberdaya cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka

58 31 Perairan Tuing lokasi pemasangan atraktor cumi 62 32 Desain atraktor cumi balok (a) dan drum bekas (b) 63

(20)

35 Anak cumi-cumi hasil penetasan di aquarium 68 36 Luas areal potensial pemasangan atraktor cumi kedalaman 3-7 m (a),

3-10 m (b) dan 3-12 m (c) di perairan Kabupaten Bangka

70 37 Hubungan antara indeks musim penangkapan dengan jumlah kapsul

telur cumi-cumi

71 38 Hubungan antara jumlah kapsul telur cumi-cumi dengan rata-rata

kandungan klorofil-a

72 39 Hubungan antara jumlah kapsul telur cumi-cumi dengan rata-rata

SPL

73 40 Causal loopmodel peningkatan stok sumberdaya cumi-cumi 77 41 Diagram alir model peningkatan stok sumberdaya cumi-cumi 79 42 Prediksi stok sumberdaya cumi-cumi 2005-2044 81 43 Prediksi upaya tangkap dan jumlah nelayan 2005-2044 82 44 Prediksi produksi cumi-cumi per trip tahun 2005-2044 83 45 Prediksi pendapatan, biaya operasi dan keuntungan per trip tahun

2005-2044

83 46 Prediksi stok sumberdaya cumi-cumi pengaruh penempatan atraktor

cumi pada zona 1-HR 0,35 (a) dan pada zona 2-HR 0,2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami (1 = kondisi awal; 2 = mortalitas alami 0,41; 3 = mortalitas alami 0,27; dan 4 = mortalitas alami 0,14)

88

47 Prediksi upaya tangkap dan jumlah nelayan pengaruh penempatan atraktor cumi pada zona 1-HR 0,35 (a) dan zona 2-HR 0,2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami (1 atau 5 = kondisi awal; 2 atau 6 = mortalitas alami 0,41; 3 atau 7 = mortalitas alami 0,27; dan 4 atau 8 = mortalitas alami 0,14)

90

48 Prediksi produksi per trip pengaruh penempatan atraktor cumi pada Zona 1-HR 0,35 (a) dan zona 2-HR 0,2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami (1 = kondisi awal; 2 = mortalitas alami 0,41; 3 = mortalitas alami 0,27; dan 4 = mortalitas alami 0,14)

91

49 Prediksi pendapatan, biaya penangkapan dan keuntungan per trip pengaruh penempatan atraktor cumi pada zona 1-HR 0,35 (a) dan zona 2-HR 0,2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami (1,5,9 = kondisi awal; 2,6,10 = mortalitas alami 0,41; 3,7,11 = mortalitas alami 0,27; dan 4,8,12 = mortalitas alami 0,14)

92

50 Ilustrasi musim bertelur, penetasan telur dan rekrutmen spesies berdaur hidup pendek (1–3 tahun)

95 51 Perkembangan produksi dan stocking ikan red sea bream di Jepang

tahun 1960-1995

96 52 Prediksi pergeseran kurva stok cumi-cumi setelah penempatan

atraktor cumi pada zona 1-HR 0,35 (a) dan pada zona 2-HR 0,2 (b) pada berbagai tingkat mortalitas alami

97

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi cumi-cumi bulanan yang didaratkan di PPN Sungailiat Kabupaten Bangka tahun 2005-2013

(21)

3 Rerata sebaran klorofil-a di perairan Kabupaten Bangka tahun 2005-2013

120 4 Nilai korelasi dan hasil uji korelasi variabel CPUE, SPL dan

klorofil-a

121 5 Hasil analisis model bio-ekonomi Schnute sumberdaya cumi-cumi di

perairan Kabupaten Bangka

122 6 Nilai korelasi dan hasil uji korelasi variabel jumlah kapsul telur

dengan SPL, klorofil-a dan IMP

124 7 Hasil persamaan powersim model awal stok cumi-cumi 125 8 Hasil persamaan powersim model peningkatan stok cumi-cumi

skenario zona 1–hatching rate0.35

126 9 Hasil persamaan powersim model peningkatan stok cumi-cumi

skenario zona 2–hatching rate0.20

(22)

Atraktor cumi : Alat yang dilengkapi dengan atraktor untuk menarik cumi-cumi menempelkan telurnya

Biological overfishing

: Suatu keadaan dimana upaya penangkapan melebihi kemampuan populasi untuk melakukan rekruitmen

BPS : Badan Pusat Statistik

CPUE : Catch per Unit Effort

Economic overfishing

: Suatu keadaan dimana jumlah input yang dibutuhkan lebih besar daripada jumlah input yang dibutuhkan untuk berproduksi pada rente ekonomi maksimum

F : Laju mortalitas penangkapan Hatching rate : Laju penetasan telur

K : Koefesien pertumbuhan von Bertalanfy KKP : Kementerian Kelautan dan Perikanan L∞ : Panjang infinitif cumi-cumi

M : Laju mortalitas alami

MEY : Maximum Economic Yield, hasil tangkapan ekonomi lestari

Model dinamik : Metode yang digunakan untuk mendeskripsikan, memodelkan, dan mensimulasikan suatu sistem yang dinamis (berubah dari waktu ke waktu)

MSY : Maximum Sustainable Yield, hasil tangkapan maksimum lestari

Nursery ground : Daerah asuhan atau pembesaran

Open access : Rezim pengelolaan perikanan yang bersifat terbuka Overfishing : Suatu keadaan dimana upaya penangkapan telah melebihi

upaya tangkap lestari

Pengkayaan stok : Pelepasan ikan ke alam yang ditujukan untuk menambah stok

Spawning ground : Daerah pemijahan

Stok : Bobot total seluruh individu dalam populasi WPP : Wilayah Pengelolaan Perikanan

(23)

1.1 Latar Belakang

Produksi perikanan tangkap dunia dalam sepuluh tahun belakangan ini dalam kondisi krisis seperti yang terlihat dari produksi yang terus menurun. Kecenderungan menurunnya produksi perikanan tangkap dunia mulai terlihat sejak tahun 1996, meskipun dengan fluktuasi yang besar. Pada tahun 2013 secara keseluruhan jumlah stok ikan yang tidak berkelanjutan diduga mencapai 31,4%, lebih tinggi dari tingkat yang terjadi pada tahun 1974 yang hanya 10%. Berdasar-kan laporan FAO (2014) produksi periBerdasar-kanan tangkap dunia pada periode 2003 – 2012 hanya mengalami peningkatan sebesar 0,04%. Produksi perikanan tangkap Indonesia masih lebih baik karena pada periode yang sama meningkat 36,3% yaitu dari 4.275.115 ton pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 5.829.000 ton pada tahun 2012 (KKP 2014a). Oleh karena itu stok sumberdaya ikan harus dijaga kelimpahannya diatas tingkat MSY untuk mencegah terjadinya tangkap lebih atauoverfishing. Krisis global perikanan tangkap dunia menurut Garcia dan Newton (1994) disebabkan oleh kebijakan open access dan pemberian subsidi -yang mendorong terjadinya kapitalisasi modal berlebih atauover capitalization.

Tangkap lebih (overfishing) tidak hanya menyebabkan dampak negatif terhadap ekologi, tetapi juga mengurangi produksi, yang selanjutnya menyebabkan dampak negatif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Diduga bahwa merehabilitasi stok sumberdaya ikan yang mengalami tangkap lebih dapat meningkatkan produksi sebanyak 16,5 juta ton dan keuntungan sebesar US$ 32 miliar per tahun (Ye et al.2013). Kondisi tersebut tentunya akan meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap keamanan pangan, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pesisir dunia. Namun kelestarian sumberdaya ikan merupakan hal sulit dicapai, populasi ikan makin terbatas, hasil tangkapan dunia makin sedikit dan hampir 70% stok ikan diseluruh dunia mengalami penurunan, dieksploitasi penuh atau dieksploitaasi lebih (Garcia dan Newton 1994)

Gejala overfishing telah terjadi pada beberapa wilayah perairan laut Indonesia (KKP 2015). Gejala tangkap lebih umumnya dicirikan oleh semakin sedikitnya hasil tangkapan maupun dari semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap. Suyasa et al.(2007) menyatakan bahwa di beberapa kawasan perairan Indonesia, seperti perairan Selat Malaka dan laut Jawa telah mengalami tangkap lebih (overfishing). Gejala tangkap lebih tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan telah terjadi di seluruh dunia akibat perkembangan aktivitas perikanan tangkap dan industri yang pesat (Murillas dan Chamorro 2006). Hasil penelitian Sadhotomo dan Atmaja (2012) menemukan bahwa peningkatan fishing capacity dan modernisasi alat bantu penangkapan mengakibatkan kemampuan pulih sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Laut Jawa semakin lemah sehingga penurunan produksi terjadi secara bertahap. Populasi ikan mencapai keseimbangan baru namun pada tingkat kepadatan yang lebih rendah.

(24)

mata jaring (gear restriction). Selain input control, pengelolaan perikanan menurut Charles (2001) juga dapat dilakukan dengan pengendalian output atau tangkapan (output/catch control), pengaturan teknis (technical measures), pengaturan berbasis lingkungan (ecological based measures) dan intrumen ekonomi (economic instrument).

Cumi-cumi merupakan salah satu komoditas penangkapan yang masih mengalami peningkatan produksi cukup besar dibanding komoditas perikanan tangkap lainnya di Indonesia. Pada periode 1996 – 2011 produksi cumi-cumi meningkat sebesar 13,51% per tahun. Produksi cumi-cumi pada tahun 1996 sebanyak 29.167 ton dan pada tahun 2011 produksi meningkat menjadi 141.423 ton. Hal ini menunjukan bahwa potensi sumberdaya cumi-cumi di perairan Indonesia masih relatif besar. Pada sisi lain dalam dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No KEP.45/MEN/2011 dinyatakan bahwa estimasi potensi sumberdaya cumi-cumi pada seluruh wilayah pengelolaan perairan Indonesia sebesar 28.400 ton per tahun (KKP 2014b). Hal ini berarti produksi cumi-cumi pada tahun 2011 sudah mencapai 498% dari potensi. Terhadap hal ini Atmaja (2013) menyatakan bahwa perkembangan perikanan cumi-cumi pada 5 WPP yaitu WPP 711, WPP 712, WPP 714, WPP 718 dan WPP 572 diluar skenario alokasi sumberdaya ikan dan kondisi stok cumi-cumi sehingga sulit melakukaan pendugaan stok. Perikanan cumi-cumi di WPP tersebut potensi unreported, disreported dan misreported sangat besar karena hasil tangkapan tidak dilelang dan tidak dilaporkan. Fauzi (2005) juga menyatakan bahwa pada sektor perikanan pendugaan stok lebih kompleks karena adanya dua sifat dominan perikanan yaitu sifat stok yang tidak statis dan kondisi stok sumberdaya yang tidak bisa diukur secara akurat.

(25)

Cumi-cumi merupakan salah satu komoditas perikanan tangkap yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Harga cumi-cumi di pasar dunia relatif tinggi, seperti di Jepang harga cumi-cumi mencapai US$ 6 untuk ukuran 21 - 25 ekor/kg, sedang di EU harganya mencapai US$ 3 per kg. Negara-negara tujuan utama pasar produk cumi-cumi meliputi Jepang, Hongkong, Perancis, Jerman dan Amerika Serikat. Ekspor cumi-cumi, sotong dan gurita Indonesia pada tahun 2014 dan 2015 mengalami peningkatan baik dari sisi volume maupun nilai. Volume ekspor pada periode tersebut meningkat 23,47% dan nilainya meningkat 27,63% seperti disajikan pada Tabel 1. Ekspor ketiga jenis komoditas tersebut dalam bentuk beku, hidup, segar, dingin, kering, dan asin. Harga rata-rata ekspor cumi-cumi, sotong dan gurita Indonesia periode 2014-2015 meningkat dari US$ 2,03 per kg menjadi US$ 2,10 per kg.

Tabel 1 Volume, nilai dan harga ekspor cumi-cumi, sotong dan gurita tahun 2014-2015

Uraian 2014 2015 Pertumbuhan (%)

Volume (ton) 60.376,48 74.546,15 23,47

Nilai (US$ 000) 122.515,15 156.360,41 27,63

Harga (US$/kg) 2,03 2,10

Sumber: KKP 2016

Cumi-cumi merupakan salah satu komoditas yang cukup penting bagi nelayan di beberapa daerah. Secara nasional upaya untuk mengembangkan perikanan cumi-cumi masih banyak menemui kendala dan permasalahan. Permasalahan bersumber dari dua pihak yaitu dari perilaku nelayan dan dari pembuat kebijakan. Permasalahan pengembangan perikanan cumi-cumi yang bersumber dari perilaku nelayan diantaranya yaitu: 1) penangkapan cumi-cumi (Loligo spp) dilakukan sepanjang tahun, seperti yang dilakukan oleh nelayan di perairan Selat Alas NTB (Hufiadi dan Genisa 2001); 2) penggunaan alat tangkap cumi-cumi oleh sebagian nelayan belum memperhatikan aspek keberlanjutan sumberdaya cumi-cumi. Hufiadi dan Genisa (2001) menyebutkan bahwa besar mata jaring payang oras hanya 0,5 inchi sehingga banyak cumi-cumi muda atau yang berukuran kecil tertangkap dengan alat tersebut; dan 3) kegiatan penangkapan cumi-cumi oleh para nelayan dilakukan intensif pada musim cumi memijah sehingga yang tertangkap sebagian besar cumi yang telah matang gonad (Tasywirudin 1999). Upaya penangkapan ini tentunya membahayakan keberlanjutan ketersediaan stok sumberdaya cumi-cumi di perairan.

(26)

Upaya untuk meningkatkan produksi cumi-cumi dapat dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan stok melalui upaya pengkayaan stok atau stock enhancementatau sea ranching seperti yang telah dilakukan oleh negara Jepang. Uno (1985) menyebutkan bahwa keberhasilan sea ranching udang Penaeus japonicas di Teluk Hamana-ko ditunjukan dengan tumbuhnya udang hasil penebaran yang hampir sama cepatnya dengan pertumbuhan udang alam dan tertangkapnya kembali udang-udang tersebut. Penangkapan udang di teluk tersebut menghasilkan produksi 2.4 kali lebih besar dari dari perairan alami lainnya. Produksi cumi-cumi pada suatu perairan juga dapat ditingkatkan dengan metode seperti pengkayaan stok, apalagi telah ditemukan teknologi pemasangan atraktor cumi-cumi oleh Baskoro dan Mustarudin (2006).

Dari hasil penelitian Baskoro dan Mustaruddin (2006) dan Tallo (2006) diketahui bahwa tempat dipasangnya atraktor cumi-cumi setelah beberapa waktu menjadi habitat cumi-cumi baik untuk menempelkan telurnya maupun untuk nursery ground. Bahkan pada penelitian Baskoro dan Mustaruddin (2006) ditemukan bahwa atraktor cumi-cumi juga menjadi habitat bagi ikan karang hias, bunga karang dan tumbuhan laut dari jenis alga dan lumut. Hal ini menunjukan indikasi awal bahwa pemasangan atraktor cumi-cumi pada suatu perairan dapat meningkatkan daya dukung sumberdaya dan dapat berdampak positif masyarakat setempat. Atraktor cumi-cumi yang dipasang memiliki multi fungsi yaitu sebagai pengumpul cumi-cumi, menciptakan ekosistim baru dan daerah penangkapan baru karena adanya terumbu buatan dan memiliki potensi untuk kawasan wisata perairan.

Perairan Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, merupakan salah satu perairan yang menjadi daerah penangkapan cumi-cumi. Daerah penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka diantaranya terdapat di Perairan Rebo, Perairan Bedukang, Perairan Tuing dan Perairan Pesaren. Produksi cumi-cumi di kabupaten ini pada periode 2005 – 2013 menunjukan kecenderungan yang terus meningkat, dimana produksi tahun 2005 sebesar 557,8 ton dan pada tahun 2013 mencapai 925,6 ton (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka 2014). Produksi tahun 2013 merupakan produksi tertinggi pada periode tersebut. Perkembangan produksi cumi-cumi daerah ini disajikan pada Gambar 1.

Penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka dilakukan dengan menggunakan alat tangkap pancing cumi dan bagan tancap. Penangkapan dengan alat tangkap pancing cumi oleh nelayan daerah ini dilakukan sepanjang tahun, sama dengan yang dilakukan oleh nelayan di perairan Selat Alas NTB (Hufiadi dan Genisa 2001). Nelayan bagan tancap daerah ini hanya melakukan penangkapan selama 6 – 8 bulan setiap tahun karena pengaruh cuaca dan gelombang laut yang tinggi.

(27)

Gambar 1 Perkembangan produksi cumi-cumi Kabupaten Bangka tahun 2005– 2013.

Peningkatan produksi cumi-cumi daerah ini terjadi pada saat laju kerusakan ekosistem pesisir di Pulau Bangka sangat tinggi. Kerusakan ekosistem pesisir di daerah ini semakin tinggi sejak adanya izin pertambangan timah yang diberikan oleh Pemerintah Daerah dan adanya penambangan ilegal di wilayah laut yang dilakukan oleh masyarakat. Penambangan timah tersebut membuang limbah tailing tambang langsung ke laut. Hasil penelitian Firdauset al.2010dalamSyari (2014) menunjukan nilai rata-rata total suspended soliddi perairan Pulau Bangka diatas ambang batas baku mutu untuk kehidupan biota karang yaitu 41,5 mg/L.

Produksi cumi-cumi yang meningkat secara siginifkan sejak tahun 2010 serta tingginya laju kerusakan ekosistem pesisir di Kabupaten Bangka harus diiringi dengan upaya pengelolaan sumberdaya cumi-cumi untuk menjaga keberlanjutan usaha perikanan cumi-cumi. Tujuan utama pengelolaan perikanan, menurut King (1995), berdasar sejarahnya adalah konservasi stok ikan. Dalam perikanan modern tujuan pengelolaan perikanan tidak hanya dari aspek biologi, tetapi tujuannya berkembang kepada tiga aspek lainnya yaitu aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Penerapan model peningkatan stok cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka melalui pemanfaatan atraktor cumi-cumi dapat dimanfaatkan dalam menyusun kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan cumi-cumi secara berkelanjutan di daerah ini.

1.2 Perumusan Masalah

Perairan Kabupaten Bangka diduga memiliki stok sumberdaya perikanan cumi-cumi yang cukup besar. Indikasi ini terlihat dari produksi cumi-cumi yang cenderung semakin meningkat pada periode 2005 – 2013. Hal ini menunjukan bahwa intensitas penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka cukup tinggi. Penangkapan cumi-cumi tersebut tidak hanya dilakukan oleh nelayan setempat, tetapi juga oleh nelayan dari Muara Angke, nelayan PPS Nizam Zachman Jakarta, serta nelayan dari beberapa daerah lainnya. Penangkapan cumi-cumi oleh nelayan yang menggunakan pancing cumi-cumi dilakukan sepanjang tahun, termasuk dilakukan pada saat musim cumi memijah.

(28)

laku cumi-cumi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat kesuburan perairan, musim dan faktor-faktor oseanografi. Berkaitan dengan hal tersebut maka untuk gambaran data awal penting untuk mengetahui hubungan antara produksi cumi-cumi di Kabupaten Bangka dengan beberapa parameter oseanografi seperti suhu perairan dan kesuburan perairan.

Pola pertumbuhan cumi-cumi menurut Jackson dan Moltschaniwskyj (2001) dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yaitu suhu musiman, ketersediaan pakan dan perbedaan geografis. Penelitian pertumbuhan cumi-cumi jenis Photololigo chinensis sudah dilakukan oleh beberapa peneliti di Indonesia seperti oleh Sitompul et al. (2015) dan Perangin-angin et al. (2015). Pada sisi lain pertumbuhanP. chinensis yang didaratkan di Kabupaten Bangka belum ada yang mengkaji. Informasi tentang pola pertumbuhan akan berguna sebagai salah satu pertimbangan dalam menyusun kebijakan pengelolaan sumberdaya cumi-cumi di Kabupaten Bangka.

Sumberdaya cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka harus dikelola dengan baik agar memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat secara berkelanjutan. Sumberdaya perikanan, sebagai sumberdaya alam yang bersifat dapat diperbaharui, memerlukan pendekatan pengelolaan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati (Fauzi 2006). Pengelolaan yang baik tidak hanya mempertimbangkan aspek biologi semata, tetapi juga mencakup aspek ekonomi sumberdaya secara menyeluruh. Pendekatan ini disebut sebagai model dinamis pengelolaan sumberdaya.

Peningkatan ketersediaan stok cumi-cumi berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dapat dilakukan dengan pemasangan atraktor cumi. Pemasangan atraktor cumi pada dasarnya merupakan upaya untuk menarik cumi-cumi datang dan menempelkan telur-telurnya pada atraktor tersebut sehingga akhirnya daerah penempatan atraktor tersebut menjadi habitat cumi-cumi. Daerah penempatan atraktor cumi dapat menjadi habitat cumi-cumi karena dipasangnya alat pemikat seperti daun kelapa, daun nipah, daun pinang dan juga dari bahan sintetis seperti tali temali. Bahan pemikat juga dapat dibuat dari ban bekas atau tali plastik (Baskoro et al. 2011). Dari hasil pemasangan atraktor cumi dapat diperoleh informasi hubungan antara musim penangkapan dengan pola pemijahan cumi-cumi sertahatching rate.

Melalui kegiatan kajian pada keempat aspek yang telah diuraikan diatas maka akan disusun sebuah model peningkatan stok cumi-cumi dengan introduksi teknologi atraktor cumi. Data yang diperoleh pada keempat aspek sebelumnya tersebut akan digunakan sebagai input untuk menyusun simulasi model stok cumi-cumi sehingga dapat dijadikan pertimbangan bagi pengelola sumberdaya perikanan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka untuk menyusun kebijakan pengembangan perikanan cumi-cumi.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Berapa produksi perikanan cumi-cumi dan bagaimana pengaruh parameter oseanografi terhadap hasil tangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka?

2) Bagaimana model pertumbuhan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka? 3) Berapa optimasi penangkapan cumi-cumi berdasarkan analisis biologi, teknis

(29)

4) Bagaimana hubungan antara musim penangkapan cumi-cumi dengan pola pemijahan cumi-cumi pada atraktor cumi dan penetasan telur cumi-cumi? 5) Bagaimana model peningkatan stok cumi-cumi di perairan Kabupaten

Bangka dengan introduksi teknologi atraktor cumi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk merancang model peningkatan stok cumi-cumi yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, biologi, teknis dan ekonomi melalui introduksi teknologi atraktor cumi. Tujuan khusus penelitian ini yaitu:

1) Mengetahui hubungan antara produksi cumi-cumi dengan parameter oseanografi di perairan Kabupaten Bangka.

2) Mengkaji model pertumbuhan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka. 3) Mengkaji model bio-ekonomi perikanan cumi-cumi di perairan Kabupaten

Bangka.

4) Mengetahui hubungan antara musim penangkapan cumi-cumi dengan jumlah telur pada atraktor cumi dan penetasan telur cumi-cumi.

5) Menyusun model peningkatan stok cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka dengan introduksi atraktor cumi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam hal: 1) tersedianya karakteristik pola pertumbuhan dan informasi status pemanfaatan sumberdaya cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka; 2) tersedianya model peningkatkan stok sumberdaya cumi-cumi dengan introduksi teknologi atraktor cumi; dan 3) kontribusi bagi perkembangan ilmu dan pengetahuan terhadap pengelolaan sumberdaya cumi-cumi dengan introduksi teknologi atraktor cumi.

1.5 Kerangka Penelitian

Tujuan penelitian ini akan dicapai dengan menggunakan kerangka pemikiran penelitian yang disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut maka model stok sumberdaya cumi-cumi dikembangkan berdasarkan lima komponen yang saling terkait. Kelima komponen tersebut yaitu ekosistem perairan, kondisi oseanografi perairan, ketersediaan sumberdaya cumi-cumi, teknologi penangkapan cumi-cumi dan ekonomi cumi-cumi.

(30)

Sumberdaya cumi-cum populasi yang unik. Para faktor kondisi, pertumbuha (K) serta parameter bio-ekonom dan keuntungan ekonomi pa penangkapan. Produksi, C penerimaan, biaya produksi tinggi maka sebagian keunt teknologi penangkapan yang

Gambar 2 Kerangka pemiki Pada penelitian ini penempatan atraktor cumi ground di Kabupaten Ban mengetahui jumlah telur cum

i-cumi yang berada di perairan memiliki arameter dinamika populasi, seperti pola pert

han, mortalitas dan laju eksploitasi, memberi populasi. Karakteristik populasi juga dipengaruh

rairan dan tingkat pemanfaatan.

rdaya cumi-cumi, teknologi penangkapan dan ran tingkat produksi dan CPUE. Selanjutnya j ik yaitu pertumbuhan intrinsik (r), koefesien ke y coeffecient (q) dan daya dukung atau carrying

ekonomi yaitu nilai produksi, upaya tangkap a pada tingkat MSY dan MEY.

kapan dan ekonomi cumi-cumi merupakan faktor berdaya cumi-cumi. Teknologi penangkap engaruhi tinggi rendahnya pemanfaatan ya tekanan terhadap sumberdaya cumi-cumi yang i akan dapat dilihat melalui keragaan finans CPUE dan harga akan mempengaruhi tinggi r ksi dan keuntungan usaha. Jika nilai ekonomi c euntungan akan digunakan untuk melakukan

ang digunakan.

ikiran penelitian

ini juga dilakukan experimental research mi pada perairan yang merupakan tempat Bangka. Experimental research ini bertujua

cumi-cumi yang menempel pada atraktor secara

(31)

serta untuk mengetahui proses penetasan dan hatcing rate telur cumi-cumi. Data ini selanjutkan akan dicari hubungannya dengan data lainnya seperti musim penangkapan dan produksi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari analisis terhadap kelima komponen maka disusun model stok sumberdaya cumi-cumi dengan menggunakan model sistim dinamis. Kelebihan penggunaan model ini yaitu memperhatikan adanya saling ketergantungan, interaksi, umpan balik informasi, dan kasualitas melingkar. Sistem ini menyelesaikan permasalahan secara simultan dengan memperbaharui seluruh variabel-variabel sistem seiring dengan bergeraknya waktu, sehingga diharapkan model stok sumberdaya cumi-cumi yang disusun merupakan model yang berkelanjutan.

1.6 Kebaharuan

Kebaharuan pada penelitian ini yaitu:

1) Model peningkatan stok perikanan cumi-cumi dengan introduksi atraktor cumi dengan menggunakan sistem dinamik berdasar data statistik, hasil olahan dan hasil pengukuranexperimental research.

2) Analisis optimasi dinamik perikanan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka.

(32)

2 HUBUNGAN PRODUKSI ALAT TANGKAP PANCING

CUMI DENGAN PARAMETER OSEANOGRAFI

2.1 Pendahuluan

Produksi perikanan pada suatu daerah umumnya disebabkan oleh ketersediaan ikan pada perairan yang menjadi daerah penangkapan ikan di daerah tersebut. Ketersediaan ikan pada daerah penangkapan dipengaruhi oleh tingkah laku ikan yang menjadi target penangkapan. Tingkah laku ikan, termasuk cumi-cumi, menurut Simbolon (2011) sangat dipengaruhi oleh dinamika berbagai aspek lingkungan perairan. Pada sisi lain lingkungan perairan juga tidak selalu memiliki kondisi yang sama pada setiap tempat dan setiap waktu. Hal ini mengakibatkan penyebaran dan kelimpahan ikan, termasuk cumi-cumi, menjadi berbeda-beda.

Beberapa parameter oseanografi yang mempengaruhi penyebaran ikan diantaranya yaitu suhu, salinitas, arus dan kesuburan perairan. Suhu permukaan laut dan klorofil-a menurut Gunarso (1985) memegang peranan penting dalam menentukan daerah penangkapan ikan. Hasil penelitian Simbolon dan Harry (2009) di Teluk Palabuhanratu menunjukkan adanya hubungan antara klorofil-a dengan hasil tangkapan tongkol, dimana hasil tangkapan tongkol meningkat setelah selang 30 hari terjadinya peningkatan sebaran klorofil-a di perairan Palabuhanratu.

Klorofil-a adalah jenis klorofil yang lebih banyak ditemukan dalam fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme planktonik yang mampu menghasilkan senyawa organik melalui reaksi fotosintesis sehingga dikatakan sebagai produsen primer (Nontji 2005). Populasi fitoplankton pada suatu perairan akan berpengaruh terhadap produktivitas sekunder (Livington 2001). Fitoplankton merupakan makanan hewan herbivora. Selanjutnya hewan herbivora akan dimakan oleh hewan karnivora kecil, dan hewan karnivora kecil akan dimakan oleh hewan karnivora lebih besar dan seterusnya.

Cumi-cumi termasuk golongan hewan karnivora karena memakan udang dan ikan-ikan pelagis yang ditangkap dengan tentakelnya (Barnes 1987). Komponen makanan yang paling sering ditemukan pada lambung cumi-cumi yaitu ikan-ikan kecil dan jenis krustacea (Raharjo dan Bengen 1984).

Perairan Kabupaten Bangka merupakan salah satu daerah penangkapan cumi-cumi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Produksi cumi-cumi daerah ini pada tahun 2013 mencapai 925.63 ton yang terdiri dari produksi yang didaratkan di PPN Sungailiat 131.83 ton dan produksi yang di luar PPN 793.80 ton. Produksi cumi yang didaratkan di PPN Sungailiat seluruhnya dihasilkan oleh alat tangkap pancing cumi, sedang produksi cumi di luar PPN sebagian besar dihasilkan oleh alat tangkap bagan tancap. Berdasar data Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (2014) diketahui bahwa hasil tangkapan cumi-cumi yang didaratkan di PPN Sungailiat berfluktuasi setiap bulannya.

(33)

maka penelitian yang mengkaji hubungan antara produksi cumi-cumi di Kabupaten Bangka dengan parameter oseanografi yang meliputi suhu perairan dan kesuburan perairan menjadi menarik untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) menghitung produktivitas hasil tangkapan dan musim penangkapan cumi-cumi oleh armada pancing cumi di perairan Kabupaten Bangka; 2) menentukan variabilitas suhu permukaan laut dan klorofil-a di perairan Kabupaten Bangka; dan 3) Menganalisis hubungan suhu permukaan laut dan klorofil-a dengan hasil tangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka. 2.2 Metode

2.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2014. Penelitian dilaksanakan di PPN Sungailiat Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

2.2.2 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data penangkapan cumi-cumi dan data oseanografi. Data hasil penangkapan cumi-cumi yang digunakan yaitu hasil tangkapan nelayan yang berpangkalan di PPN Sungailiat, Kabupaten Bangka. Alat tangkap yang digunakan seluruhnya menggunakan pancing cumi. Data penangkapan yang dikumpulkan yaitu data hasil tangkapan cumi-cumi bulanan, jumlah trip alat tangkap pancing bulanan, jumlah kapal, dan jumlah alat tangkap. Data penangkapan yang dikumpulkan yaitu data periode 2005–2013.

Data parameter oseanografi yang digunakan yaitu data suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil-a. Data tersebut diperoleh dari citra satelit aqua sensor modis. Menurut Nontji (2008) data citra satelit menggambarkan kondisi permukaan laut sehingga informasi dari citra satelit dapat dikaitkan dengan penyebaran ikan melalui pendekatan data hasil tangkapan.

Pengambilan citra satelit dilakukan pada batas koordinat 1,210424 sampai -2,083468 Lintang Selatan dan 105,719377 sampai 106.546098 Bujur Timur. Data citra satelit diperoleh dengan mengunduh dari website http://coastwatch.pfeg. noaa.gov/erddap /griddap/. Data yang dikumpulkan data bulanan mulai dari tahun 2005 sampai 2013.

2.2.3 Analisis Data

Analisis produktivitas hasil tangkapan

Analisis ini digunakan untuk mengetahui produktivitas hasil tangkapan atau catch per unit effort (CPUE) untuk alat tangkap pancing cumi-cumi. Perhitungan CPUE (Sparre dan Venema 1999) menggunakan rumus sebagai berikut:

=

Analisis musim penangkapan

Analisis ini digunakan untuk mengetahui musim penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka. Metode yang digunakan yaitu metode rata-rata bergerak mengacu pada Supranto (2008). Langkah perhitungan IMP yaitu sebagai berikut:

(34)

CPUE = n Keterangan :

ni = CPUE bulan ke-i i = 1, 2, 3, ..., 108

2) Menyusun rata-rata CPUE bergerak (RG) selama 12 bulan.

RG = 1

12 CPUE

Keterangan:

RGi = Rata-rata bergerak 12 bulan bulan ke-i CPUEi= CPUE bulan ke-i

i = 7, 8, 9, ..., n-5

3) Menyusun rata-rata CPUE bergerak terpusat (RGPi)

RGP = 1

2( RG Keterangan:

RGPi= rata-rata CPUE bergerak terpusat RGi = Rata-rata bergerak 12 bulan bulan ke-i i = 7, 8, 9, ..., n-5

4) Menyusun rasio rata-rata tiap bulan (Rb) Rb = CPUE

RGP Keterangan:

Rbi = rasio rata-rata tiap bulan

RGPi = rata-rata CPUE bergerak terpusat CPUEi = CPUE bulan ke-i

a) Nilai rata-rata setiap bulan disusun dalam sebuah matrik berujuran ixj. b) Menyusun rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RBBi).

= 1( )

Keterangan:

RBBi = rata-rata baris Rbijbulan ke-i

Rbij = rasio rata-rata bulanan dalam matrik berukuran ixj i = 1, 2, 3, ..., 12

j = 1, 2, 3, ..., n

c) Menghitung jumlah rasio rata-rata bulanan (JRBBi) =

d) Indeks musim penangkapan (IMP)

(35)

= 1200

Keterangan:

FK = faktor koreksi

JRBB = jumlah rasio rata-rata bulanan

Selanjutnya IMP dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

=

Keterangan:

FK = faktor koreksi

RBBi = Rata-rata bulanan ke-i I = 1, 2, 3, ..., 12

IMP selanjutnya digolongkan untuk menentukan jenis musim seperti disajikan pada Tabel 2. Musim penangkapan berdasarkan IMP dibagi menjadi 3 yaitu musim paceklik, musim sedang dan musim puncak.

Tabel 2 Penggolongan musim penangkapan ikan berdasarkan nilai indeks musim penangkapan

No Nilai indeks Kategori musim

1 IMP < 50% Musim paceklik

2 50% < IMP < 100% Musim sedang

3 IMP > 100% Musim puncak

Sumber: Zulkarnainet al.(2012)

Analisis hubungan produksi - parameter oseanografi

Hubungan antara produksi dengan parameter oseanografi suhu permukaan laut dan klorofil-a dianalisis secara deskriptif dan statistik. Parameter suhu permukaan laut, klorofil-a dan hasil tangkapan disajikan dalam bentuk grafik. Analisis deskriptif juga digunakan untuk menjelaskan perubahan-perubahan pada produksi hasil tangkapan cumi-cumi secara temporal.

Analisis statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara parameter suhu permukaan laut dan klorofil-a dengan hasil tangkapan. Analisis statistik yang digunakan mengacu pada Supranto (2008). Hubungan antara kedua parameter oseanografi dengan hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan uji korelasi berganda. Persamaan uji korelasi berganda :

= + 2 x x

1 Keterangan :

ryx1x2= korelasi antara variabel x1 (suhu) dan x2(klorofil-a) secara bersama-sama dengan variabel y (CPUE)

ryx1 = korelasi antara x1dengan y ryx2 = korelasi antara x2dengan y rx1x2 = korelasi antara x1dengan x2

(36)

=

Keterangan :

x = variabel suhu (0C) atau klorofil-a (mg/m3) y = CPUE (kg/upaya)

ryx = korelasi antara y dengan x

Nilai korelasi kemudian diidentifikasi untuk melihat derajat korelasi seperti disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Identifikasi koefesien korelasi

Nilai korelasi Identifikasi

0 Tidak ada korelasi

Koefesien korelasi < 0.2 Korelasi sangat rendah 0.2 < koefesien korelasi < 0.4 Korelasi rendah 0.4 < koefesien korelasi < 0.7 Korelasi cukup berarti 0.7 < koefesien korelasi < 0.9 Korelasi tinggi

0.9 < koefesien korelasi < 1 Korelasi sangat tinggi

1 Korelasi sempurna

Sumber : Misbahuddin dan Hasan (2013)

Nilai korelasi yang didapat selanjutnya diuji dengan statistik uji t untuk mengetahui apakah ada hubungan linear yang signifikan antara dua variabel. Hipotesisnya yaitu:

H0: p = 0 H1: p≠ 0

Rumus statistik uji t yang digunakan sebagai berikut: = r

2.3 Hasil

2.3.1 Perkembangan Jumlah Armada dan Produksi

Nelayan di PPN Sungailiat Kabupaten Bangka menangkap cumi-cumi dengan menggunakan alat tangkap pancing cumi atau squid jiging. Armada pancing di pelabuhan ini dalam operasi penangkapan juga membawa alat tangkap pancing ikan. Penggunaan alat tangkap tergantung situasi di daerah penangkapan. Jika sedang banyak cumi-cumi maka nelayan menggunakan pancing cumi, namun jika yang banyak ikan maka nelayan menggunakan pancing ikan.

Pada periode 2005 – 2013 jumlah armada dengan alat tangkap pancing meningkat dari 152 unit pada tahun 2005 menjadi 404 unit pada tahun 2013. Selama periode tersebut armada pancing mengalami peningkatan sebesar 14,54% per tahun. Perkembangan armada pancing di PPN Sungailiat disajikan pada Gambar 3. Pada tahun 2013 alat tangkap pancing berada pada urutan pertama sebagai alat tangkap yang terbanyak di PPN Sungailiat. Jumlah total alat tangkap pada tahun 2013 sebanyak 955 unit dan jumlah alat tangkap pancing sebanyak 42,3%.

(37)

produksi yang didaratkan di pusat pendaratan ikan yang tersebar di desa-desa nelayan yang ada di kabupaten ini. Produksi cumi yang didaratkan di PPN terdata dengan baik karena telah memiliki sistem pencatatan data yang dilakukan setiap hari oleh petugas pelabuhan perikanan. Pada sisi lain produksi cumi yang didaratkan di desa-desa nelayan pendataannya tidak dilakukan setiap hari oleh petugas dari instansi pemerintah sehingga pencatatan data produksinya kurang akurat.

Gambar 3 Perkembangan jumlah armada pancing di PPN Sungailiat tahun 2005 –2013

Produksi cumi-cumi yang didaratkan di PPN Sungailiat selama periode 2005 – 2013 berfluktuatif. Selama periode 20052013 produksi cumi-cumi mengalami pertumbuhan 5.39% per tahun. Produksi cumi-cumi bulanan yang didaratkan di PPN Sungailiat disajikan pada Lampiran 1. Pada periode tersebut produksi tertinggi terjadi tahun 2010 yatu mencapai 246,26 ton dan produksi terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu 101,96 ton. Perkembangan produksi cumi-cumi di PPN Sungailiat disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Perkembangan produksi cumi-cumi dan jumlah trip armada pancing cumi di PPN Sungailiat tahun 2005 - 2013

(38)

2006 sebanyak 426 trip. Fluktuasi jumlah trip, baik bulanan maupun tahunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti musim, faktor ekonomi dan perilaku nelayan. Namun faktor yang paling besar pengaruhnya diduga faktor musim. Jumlah trip biasanya akan berkurang pada saat musim Barat yang terjadi pada bulan Desember sampai Februari. Pada musim Barat cuaca kurang mendukung untuk kegiatan penangkapan karena curah hujan yang tinggi, angin kencang dan sebagainya (Wibisono 2005).

CPUE per trip alat tangkap pancing cumi pada periode 2005 – 2013 juga berfluktuatif. CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebanyak 239 kg per trip, sedang terendah terjadi pada tahun 2011 sebanyak 155 kg per trip. Perkembangan CPUE disajikan pada Gambar 5. Jika melihat hubungan antara jumlah trip dengan jumlah CPUE terlihat bahwa pada saat jumlah trip rendah maka nilai CPUE akan tinggi, seperti pada tahun 2006 ketika jumlah trip 426 maka nilai CPUE mencapai 239 kg per trip. Dan sebaliknya ketika jumlah trip tinggi maka nilai CPUE akan rendah, seperti pada tahun 2010 ketika jumlah trip 1.472 ternyata nilai CPUE turun menjadi 167 kg per trip. Hal ini menunjukan gejala bahwa perikanan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka sudah dalam kondisi tangkap lebih.

(39)

berada pada perairan yang dalam karena terbawa oleh arus yang cukup kuat (Roperet al.1984).

Gambar 6 Indeks musim penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka Indeks musim penangkapan cumi-cumi di perairan Kabuppaten Bangka ini sama dengan indeks musim penangkapan cumi-cumi nelayan Muara Angke yang menangkap cumi dengan jaring cumi di WPP 711 dimana musim puncak musim penangkapan terjadi pada bulan September, Oktober dan November. Perairan WPP 711 mencakup wilayah perairan Laut Jawa, Selat Karimata. Hasil penelitian Rosalina et al. (2010) menemukan bahwa musim puncak penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka terjadi pada bulan April, Mei, Juni, Oktober dan November.

2.3.2 Parameter Oseanografi Perairan Kabupaten Bangka

1) Suhu permukaan laut

Suhu merupakan salah satu parameter oseanografi yang menjadi faktor pembatas bagi ikan untuk hidup. Setiap ikan memiliki kisaran suhu tertentu untuk dapat hidup pada suatu lingkungan perairan (Nontji 2005). Suhu juga dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku ikan dalam mencari makan, memijah dan beruaya (Simbolon 2011).

(40)

masuk ke perairan daerah ini dari Selat Makassar dan Laut Flores melewati Laut Jawa dan akan menuju Laut Cina Selatan.

Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa SPL di perairan Kabupaten Bangka memiliki pola musiman. SPL pada musim Barat yaitu pada bulan Desember, Januari dan Februari lebih rendah dibanding bulan-bulan lainnya. Memasuki musim Peralihan 1, yaitu bulan Maret, April dan Mei, SPL mengalami peningkatan dan puncaknya akan terjadi pada bulan pertama musim Timur yaitu Bulan Juni. SPL yang juga cukup tinggi terjadi pada musim Peralihan 2 yaitu Bulan Oktober dan November, namun tidak setinggi pada musim Timur.

Dari Gambar 7 juga terlihat bahwa SPL pada tahun 2009 dan 2010 cenderung lebih tinggi dibanding tahun lainnya. Kisaran SPL pada tahun 2009 yaitu 27,10 – 31,200C dan tahun 2010 yaitu 28,5031,700C. Hal ini diduga merupakan efek dari fenomena ENSO (El Nino Southern Oscillation) yang terjadi di Indonesia Timur dan pengaruh dari IODM (Indian Ocean Dipole Mode) positif yang terjadi di Indonesia Barat. Data dari BMKG menyebutkan bahwa ENSO terjadi selama 9 bulan yaitu pada April 2009 dan Juni 2009–Januari 2010, IODM positif terjadi selama 3 bulan yaitu Maret 2009 dan Maret–April 2010.

Fenomena ENSO timbul karena ada hubungan antara El Nino dengan southern oscillation. El nino merupakan pemicu munculnya fenomena ENSO (Amri 2012). El nino merupakan fase panas di Samudra Pasifik Equatorial Barat dan Timur (Riani 2012). Nontji (2008) menjelaskan mekanisme terjadinya fenomena tersebut. Pada kondisi normal terdapat angin pasar yang bergerak dari Pasifik Timur ke Pasifik Barat akibat perbedaan tekanan. Angin tersebut mendorong Arus Khatulistiwa Selatan dari Timur ke Barat. Pada saat perjalanannya, Arus Khatulistiwa Selatan mengalami pemanasan sehingga membentuk kawasan air hangat di Utara Papua. Kawasan air tersebut menghasilkan curah hujan yang tinggi di Indonesia. Garrison (2006) menjelaskan saat el nino kekuatan angin pasat semakin melemah namun belum diketahui penyebabnya. Kemudian angin pasat berubah arah dari Barat Pasifik menuju Timur Pasifik. Kondisi demikian mendorong kawasan air hangat menuju Pasifik Timur. El nino mengakibatkan terjadinya musim kemarau yang panjang di Indonesia dan jumlah curah hujan yang rendah.

IODM merupakan kondisi terbentuknya dua kutub anomali SPL antara perairan Samudra Hindia Timur dan perairan Afrika di sepanjang ekuator. IODM positif terjadi karena massa air hangat yang terdapat di timur Samudra Hindia bergerak ke arah barat. Pergerakan massa air tersebut disebabkan oleh angin yang berasal dari Tenggara menuju arah Barat Laut dibelokkan menjadi ke arah Barat. Pada saat terjadi IODM positif maka intensitas curah hujan akan berkurang akibat penguapan yang berkurang (Amri 2012).

(41)

bertambah. Fenomena la nina selalu terjadi setelahel nino. IODM negatif mengakibatkan intensitas curah hujan meningkat.

IODM memberikan pengaruh terhadap curah hujan di Indonesia bagian Barat, sedang ENSO memberikan pengaruh terhadap curah hujan di Indonesia bagian Timur (Amri 2012). Walaupun demikian, saat DMI bernilai positif dan terjadi ENSO, masing-masing akan memperkuat dampak yang dihasilkan berupa semakin berkurannya curah hujan di Indonesia. SPL yang hangat disebabkan curah hujan yang rendah. Kondisi sebaliknya terjadi saat curah hujan tinggi menyebabkan SPL rendah.

Berdasar data SPL bulanan pada periode tahun 2005 – 2013 diketahui bahwa rata-rata suhu yang tinggi terjadi pada bulan April sampai Juni yaitu pada kisaran 30,40 – 30,800C. Pada bulan Maret, JuliOktober dan Desember SPL berkisar antara 29,10 – 29,90 0C. Pada bulan JanuariFebruari suhu berkisar antara 28,10–28,400C. Data rerata bulanan sebaran SPL disajikan pada Gambar 8. Hasil penelitian Nababan dan Simamora (2012) menyatakan bahwa SPL di perairan utara Pulau Bangka pada musim Barat berkisar antara 23.46-30.880C dan pada musim Timur berkisar antara 27,91-31,950C

(42)
(43)

2)Klorofil-a

Tingkat kesuburan perairan dapat diduga dengan melihat sebaran klorofil-a di perairan tersebut. Klorofil-a merupakan jenis klorofil yang lebih banyak ditemukan pada fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme planktonik yang mampu menghasilkan senyawa organik melalui reaksi fotosintesis sehingga dikatakan sebagai produsen primer (Nontji 2005). Populasi fitoplankton pada suatu perairan selanjutnya akan berpengaruh terhadap produktivitas sekunder.

Sebaran klorofil-a di perairan Kabupaten Bangka tahun 2005 – 2013 disajikan pada Gambar 9. Dari gambar tersebut terlihat sebaran klorofil-a beerfluktuasi setiap bulannya, dengan kisaran antara 0,27 – 1,21 mg/m3. Rerata bulanan sebaran klorofil-a disajikan pada Lampiran 3. Kandungan klorofil–a cenderung meningkat pada bulan Desember dan Januari atau saat musim Barat serta pada bulan Juni dan Juli atau saat musim Timur. Tinggi kandungan klorofil-a pklorofil-adklorofil-a bulklorofil-an Desember dklorofil-an Jklorofil-anuklorofil-ari disebklorofil-abkklorofil-an oleh tingginyklorofil-a curklorofil-ah hujklorofil-an pklorofil-adklorofil-a bulan-bulan tersebut. Hasil penelitian Nababan dan Simamora (2012) menemukan konsentrasi klorofil-a di bagian Utara Pulau Bangka berkisar antara 0,23 – 0,84 mg/m3, dengan nilai tertinggi terjadi pada musim Barat dan nilai terendah pada musim Timur. Hal ini diduga karena curah hujan mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sekitar pesisir daerah tersebut.

Pada tahun 2012 dan 2013 sebaran klorofil-a cenderung rendah dan tidak memiliki perubahan yang signifikan setiap bulannya. Kondisi ini diduga akibat pengaruh rendahnya curah hujan yang terjadi pada tahun 2012 dan 2013. Sebagaimana diketahui bahwa curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan kandungan nutrien dari deposisi atmosfir maupun aliran sungai ke perairan. Berdasar data stasiun BMKG Pangkalpinang (BPS 2016) diketahui bahwa pada tahun 2012 dan 2013 curah hujan di Provinsi Bangka Belitung yaitu 2.018 mm dan 2.839 mm. Nilai curah hujan tersebut lebih rendah dibanding tahun 2010 dan 2011 yang masing-masing mencapai 3.444 mm dan 2.921 mm.

Berdasarkan data rerata bulanan sebaran klorofil-a terlihat bahwa kandungan klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan Desember (0.88 mg/m3) dan terendah terjadi pada bulan Maret (0,43 mg/m3) dan Oktober (0,44 mg/m3) seperti terlihat pada Gambar 10. Dari gambar tersebut terlihat bahwa klorofil-a relatif tinggi pada dua bulan awal musim Barat (Desember dan Januari) dan dua bulan awal musim Timur (Juni dan Juli).

(44)

Gambar

Gambar 2  Kerangka pemiki Pada  penelitian  ini penempatan atraktor  cumi
Gambar 11 Hubungan sebaran SPL dengan klorofil-a di perairan Kabupaten Bangka tahun 2005-2013
Gambar 12 Hubungan CPUE cumi-cumi dengan SPL di perairan Kabupaten Bangka tahun 2005-2013
Gambar 13 Hubungan CPUE cumi-cumi dengan klorofil-a di perairan Kabupaten Bangka tahun 2005-2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel Islamic corporate social responsibility terhadap kinerja keuangan yang diproksi dengan NPM mampu menerima hipotesis kelima dengan berpengaruh positif dan

Simpulan penelitian pengemba- ngan ini sebagai berikut: 1) Dihasilkan multimedia interaktif tutorial materi gaya, hukum newton dan pesawat sederhana dengan menggunakan

(g) Pertemuan ke 7 pada tanggal 25 Maret 2013 dengan tujuan pembelajaran yakni agar peserta didik dapat menjelaskan simetri lipat dengan baik; dan menunjukkan cara mencari..

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis Partial Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa:1) tidak ada pengaruh signifikan secara tidak langsung

Karena pada sebagian besar proyek konstruksi, item pekerjaan ini memiliki alokasi biaya yang cukup besar dari pembiayaan total dan item pekerjaan yang ada,

Aktivitas antioksidan didapatkan dengan uji DPPH (2,2 dhipenyl -1- pycrilhidrazyil). Tingkat penerimaan dilakukan dengan uji hedonik. Analisis statistik data aktivitas

Tabel Table 6.1.4 Lanjutan [Continued] Golongan Industri Group of Industry Tahun Year Barang yang dihasilkan Value of Goods Produced Tenaga Listrik yang dijual ke-

Aliran permukaan adalah bagian dari curah hujan yang jatuh di permukaan bumi setelah mengalami penguapan dan perembesan, sedangkan aliran dasar adalah bagian dari