• Tidak ada hasil yang ditemukan

chinensis DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA 3.1 Pendahuluan

6) Laju Mortalitas dan Eksploitas

3.3.6 Mortalitas dan Laju Eksploitas

Stok sumberdaya ikan dalam sebuah populasi dapat mengalami penurunan akibat tingkat mortalitas yang tinggi. Mortalitas adalah jumlah kematian pada sebuah populasi akibat faktor yang spesifik. Mortalitas dapat disebabkan oleh dua sebab yaitu karena kematian alami (mortalitas alami) dan karena penangkapan (mortalitas penangkapan). Mortalitas alami dapat disebabkan oleh karena adanya predasi, penyakit, dan umur.

Laju mortalitas total (Z) cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka dihitung dengan menggunakan persamaan Beverton dan Holt (1956) dalam Sparre dan Venema (1999) yang dihitung secara manual diperoleh nilai 1,10 per tahun. Laju mortalitas alami (M), yang dihitung dengan menggunakan hubungan empiris Pauly (1984), diperoleh nilai 0,15 (Tabel 6). Nilai mortalitas alami dihitung dengan menggunakan suhu (T) 290C yang merupakan suhu rata-rata tahunan yang ada di perairan Kabupaten Bangka.

Tabel 6 Nilai dugaan mortalitas dan laju eksploitasi cumi-cumi P. chinensis di perairan Kabupaten Bangka

Parameter populasi Nilai dugaan (per tahun)

Mortalitas total (Z) 1,10

Mortalitas alami (M) 0,15

Mortalitas penangkapan (F) 0,95

Laju eksploitasi (E) 0,86

Berdasarkan nilai Z dan M yang didapat maka laju mortalitas penangkapan (F) nilainya yaitu 0,95. Selanjutnya juga dapat dihitung laju eksploitasi (E) dengan nilai 0,86. Hal ini menunjukan bahwa di perairan Kabupaten Bangka berdasarkan data bulan April – Agustus mortalitas karena penangkapan lebih dominan dibandingkan mortalitas alami. Hal ini diduga karena kegiatan penangkapan cumi-cumi di perairan daerah ini sangat intensif dilakukan oleh para nelayan. Dari hasil wawancara diketahui bahwa musim penangkapan cumi-cumi di perairan ini dilakukan sepanjang tahun oleh para nelayan. Penangkapan cumi- cumi juga dilakukan dengan alat tangkap bagan yang bersifat kurang selektif. Hal ini terlihat dari adanya cumi-cumi berukuran kecil yang tertangkap.

3.4 Pembahasan

Rasio jenis kelamin cumi-cumi yang tertangkap di perairan Kabupaten Bangka seimbang antara jantan dan betina. Dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya diketahui bahwa rasio jenis kelamin cumi-cumi ada yang seimbang dan ada yang tidak seimbang. Penelitian yang dilakukan Saharan menemukan bahwa rasio jenis kelamin oktopus 1 : 1 (de Laguna 1989). Arnold dan William- Arnold (1977) menyatakan bahwa secara umum rasio jenis kelamin cumi-cumi 1 : 1. Hasil penelitian Yunronget al.(2013) di Teluk Beibu, China, untuk Uroteuthis chinensis jumlah cumi jantan dan betina hampir sebanding dimana rasionya 1 : 1,01.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cumi-cumi di lokasi penelitian memiliki 3 kelompok umur berdasarkan ukuran panjang. Kelompok umur 1 memiliki ukuran panjang 83,5 – 237,5 cm, kelompok umur 2 ukuran panjang 248,5–281,5 cm, dan kelompok umur 3 ukuran panjang 292,5–369,5 cm. Pada kelompok umur 1 selang ukuran panjang lebih besar dibanding kelompok umur 2 dan 3. Hal ini diduga terkait pola pertumbuhan cumi-cumi, dimana cumi-cumi muda lebih cepat pertumbuhannya dibanding cumi-cumi lebih tua seperti disajikan pada Gambar 4.8. Pada gambar tersebut terlihat bahwa cumi-cumi pada umur 0 - 4 bulan memiliki pertumbuhan panjang cumi-cumi sangat cepat yaitu rata-rata tumbuh 84,89 mm per bulan.

Cumi-cumi yang terukur di lokasi penelitian memiliki ukuran panjang mantel yang lebih besar dibanding hasil penelitian lain yang ada di Indonesia. Panjang mantelnya yaitu antara 78 – 370 mm. Hasil penelitian Sitomput et al. (2015) mendapatkan ukuran sampel Loligo sp yang didaratkan di Kelurahan Kawal Provinsi Kepulauan Riau memiliki ukuran panjang antara 3,5 – 23,6 cm. Hasil penelitian Perangin-angin et al. (2015) untuk cumi P. chinensis di TPI Tambaklorok Semarang ukuran panjangnya antara 56,6 – 130,1 mm. Hasil

penelitian Sriwana (2007) di perairan Kabupaten Polewali Mandar ukuran panjang Loligo spantara 30–160 mm.

Ukuran panjang cumi-cumi di lokasi penelitian lebih pendek jika dibanding dengan hasil penelitian di luar negeri. Hasil penelitian Yunrong et al. (2013) di Teluk Beibu, China, menemukan bahwa cumi-cumiUroteuthis chinensismemiliki ukuran panjang mantel antara 49 – 438 mm. P. chinensis merupakan spesies cumi-cumi yang berukuran besar dengan panjang mantel maksimum yang pernah diketahui mencapai 490 mm untuk jantan dan 310 mm untuk betina. Rata-rata ukuran panjang mantel cumi-cumi jenis ini yaitu 200 mm.

Cumi-cumi yang terukur di lokasi penelitian memiliki ukuran bobot tubuh antara 9 - 349 g. Hasil penelitian Yunrong et al. (2013) di Teluk Beibu, China, menemukan bahwa cumi-cumi Uroteuthis chinensis memiliki bobot tubuh berkisar antara 7,3–723 g.

Pola pertumbuhan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka baik jantan maupun betina bersifat allometrik negatif atau pertambahan panjangnya lebih kecil dibanding pertambahan bobotnya karena nilai b lebih dari 3. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Perangin-angin et al.(2015) untuk jenis cumi yang sama di TPI Tambaklorok Semarang dimana nilai b sebesar 2,19. Hasil penelitian Yunrong et al. (2013) di Teluk Beibu, China, untuk jenis cumi yang sama diperoleh nilai b = 2,19, serta hasil penelitian Sitompulet al.(2015) di Kelurahan Kawal Provinsi Kepulauan Riau untuk jenis cumi yang sama diperoleh kesimpulan bahwa pertumbuhannya bersifat alometrik negatif karena nilai b sebesar 2,62.

Dari persamaan pertumbuhan antara cumi-cumi jantan dan betina terlihat bahwa cumi-cumi jantan dapat mencapai ukuran yang lebih besar dibandingkan cumi-cumi betina. Pertumbuhan cumi-cumi betina diselesaikan seluruhnya sebelum matang gonad, sedang pada cumi-cumi jantan pertumbuhannya masih berlangsung setelah matang gonad. Nilai b cumi-cumi betina lebih besar dibanding jantan. Hal ini menunjukan pertumbuhan cumi-cumi betina lebih cepat dibanding jantan. Ini berarti cumi-cumi betina lebih cepat mencapai ukuran maksimum dibanding jantan.

Nilai faktor kondisi cumi-cumi jantan 0,69 – 1,13 dan betina 0,57 – 1,04. Berdasarkan nilai tersebut diketahui bahwa secara keseluruhan P. chinensis yang dikaji berbentuk kurang pipih karena faktor kondisi memiliki nilai antara satu hingga tiga. Rendahnya angka kisaran faktor kondisi dapat diartikan bahwa kondisi perairan tertangkapnya spesies tersebut kurang baik dalam mendukung pertumbuhan. Hal ini diduga terkait dengan banyak penambangan timah baik yang legal maupun ilegal di perairan Kabupaten Bangka, dimana penambangan tersebut sangat berpengaruh negatif terhadap kondisi perairan pesisir daerah ini. Dari hasil perhitungan juga diketahui bahwa semakin besar ukuran panjang P. chinensis memiliki nilai faktor kondisi yang semakin tinggi yang menunjukan bahwa kondisi makanan yang relatif semakin baik. Makanan cumi-cumi dipengaruhi oleh ukurannya, cumi-cumi kecil hanya makan organisme plankton dan cumi-cumi yang lebih besar makanannya krustacea dan ikan kecil. Kondisi makanan cumi-cumi juga dipengaruhi oleh perubahan musim dan perbedaan geografis. Hasil penelitian Jackson (1995) menunjukan adanya pengaruh musim terhadap pertumbuhan statolith P. chinensis. Pada musim panas ditemukan peningkatan yang cepat pada panjang statolith dalam waktu singkat dari hari ke

60-100. Sebaliknya pertumbuhan pada musim dingin lebih lambat, dimana panjang statolith meningkat secara bertahap pada hari ke 80-170.

Dari hasil perhitungan pertumbuhan diperoleh bahwa panjang maksimum cumi-cumi yang dapat tertangkap di perairan Kabupaten Bangka yaitu 421,71 mm, koefeisen pertumbuhan 0,47 per bulan, dan umur teoritis atau t0 yang dihitung menggunakan rumus empiris Pauly (1984) nilainya 0,17 bulan. Pada umur 0 - 4 bulan pertumbuhan panjang cumi-cumi sangat cepat yaitu rata-rata tumbuh 84,89 mm per bulan. Pertumbuhan semakin lambat ketika bulan kelima dan seterusnya. Panjang cumi-cumi mencapai asimptot ketika umur cumi-cumi 49 bulan dengan L∞421,71 mm. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sitompul et al. (2015) dan Muzakkir (2012) menunjukan hasil yang relatif berbeda untuk parameter K, L∞ dan t0. Komparasi parameter disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Komparasi parameter pertumbuhanP. chinensis

Peneliti Lokasi Parameter pertumbuhan

K L∞ t0

Sitompulet al.(2015) Perairan Pulau Bintan 0,22 32,00 -4,52 Muzakkir (2012) Perairan Kab Barru, Sulsel 0,21 26,70 0,82

Peneliti Perairan Kab Bangka 0,47 42,17 0,17

Mortalitas total cumi-cumi di lokasi penelitian memiliki nilai 1,10. Nilai mortalitas total yang tinggi tersebut disebabkan oleh tingginya mortalitas penangkapan dengan nilai 0,95. Laju eksploitasi sumberdaya ikan pada suatu perairan dipengaruhi oleh nilai dugaan mortalitas alami (M) dan mortalitas penangkapan (F). Berdasarkan nilai laju eksploitasi sebesar 0,86, maka diduga laju eksploitasi cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka sudah mencapai tangkap lebih (overfishing) karena nilanya sudah melampaui batas penangkapan optimum dimana Eopt yaitu 0,5. Menurut Susilo (1995) penangkapan optimum terjadi ketika populasi berada dalam keadaan seimbang yaitu pada saat jumlah peremajaan sama dengan kematian, serta migrasi dan emigrasi sama dengan nol. 3.5 Simpulan

Cumi-cumi P. chinensis jantan di perairan Kabupaten Bangka memiliki ukuran panjang dan berat yang lebih besar dibanding betina. Panjang mantel cumi-cumi jantan dari 84 hingga 370 mm dan berat dari 9 hingga 349 g, sedang cumi-cumi betina panjangnya berkisar 78–252 mm dan berat berkisar 14227 g. Cumi-cumi di lokasi penelitian memiliki 3 kelompok umur berdasarkan ukuran panjang. Cumi-cumi muda lebih cepat pertumbuhannya dibanding cumi-cumi lebih tua seperti terlihat dari selang ukuran panjang kelompok umur 1 yang lebih besar dibanding kelompok umur 2 dan 3.

Pertumbuhan P. chinensis, baik pada cumi-cumi jantan maupun betina, bersifat allometrik negatif yang berarti bahwa pertambahan panjang lebih kecil dibanding pertambahan bobotnya. Hubungan panjang mantel dan bobot tubuh P. chinensisjantan dan betina berbeda. Nilai koefesien cumi-cumi betina lebih besar dibanding jantan, sehingga pertumbuhan betina lebih cepat dibanding jantan atau betina lebih cepat mencapai ukuran maksimum dibanding jantan.

P. chinensis yang dikaji berbentuk kurang pipih karena faktor kondisi memiliki nilai antara satu hingga tiga. Hal ini berkaitan kondisi perairan tertangkapnya spesies tersebut kurang baik dalam mendukung pertumbuhan. Semakin besar ukuran panjang P. chinensis memiliki pilihan makanan yang semakin banyak sehingga nilai faktor kondisinya semakin tinggi.

Panjang maksimum cumi-cumi yang dapat tertangkap di perairan Kabupaten Bangka yaitu 421,71 mm, koefesien pertumbuhan 0,47 per bulan, dan umur teoritis atau t0 nilainya 0,17 bulan. Pada 4 bulan pertama pertumbuhan panjang cumi-cumi mencapai 84,89 mm per bulan. Pertumbuhan semakin lambat ketika bulan kelima dan seterusnya. Laju pertumbuhan akan mendekati L∞ pada saat berumur 13 bulan. Panjang cumi-cumi mencapai asimptot ketika umur cumi-cumi 49 bulan dengan L∞421,71 mm.

Berdasar nilai parameter laju eksploitasi cumi-cumi (0,86) penangkapan cumi-cumi di perairan Kabupaten Bangka sudah mencapai tangkap lebih (overfishing) karena nilainya sudah melampaui batas penangkapan optimum dimana Eopt yaitu 0,5. Hal ini menunjukkan tingginya intensitas penangkapan oleh para nelayan.

PERAIRAN KABUPATEN BANGKA