• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BAGAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan tiga hal, yaitu (1) deskripsi data, (2) hasil analisis data, dan (3) pembahasan temuan.

4.1Deskripsi Data

Teori kesantunan berbahasa mengkaji bentuk-bentuk tuturan yang santun yang dituturkan oleh partisipan tutur saat proses komunikasi terjadi. Teori ini sangat penting untuk digunakan karena dengan menggunakan teori ini, kita akan dapat melihat dan memahami tuturan mana yang santun dan tuturan mana yang tidak santun. Ketika kita tengah melakukan percakapan dengan orang lain, kita juga harus mempertimbangkan perasaan orang lain yang tengah kita ajak berkomunikasi. Dengan memperhatikan perasaan itulah, komunikasi yang terjalin akan lancar. Hal ni termasuk dalam tingkat kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi dengan tidak mempermalukan pihak penutur dan pihak mitra tutur. Tentu dalam berkomunikasi, kita harus memperhatikan konteks kita dalam berkomunikasi. Konteks bisa berupa siapa yang kita ajak berkomunikasi, tempat kita berkomunikasi, waktu kita berkomunikasi, dan sebagainya. Konteksnya harus jelas adanya karena tanpa adanya konteks ini sudah jelas bahwa komunikasi pasti tidak akan berhasil. Selain dengan mempertimbangkn perasaan, kesantunan juga harus ditujukkan dengan ekspresi wajah atau yang biasa disebut dengan konsep muka. Dengan melihat ekspresi muka tersebut, maka kita dapat melihat

bagaimana tanggapan atau respon mitra tutur yang tengah kita ajak berkomunikasi.

Dalam komunikasi, kesantunan berbahasa juga ditinjau dari segi sosiolinguistik yang mendasar pada sapaan, alih kode, dan campur kode. Penggunaan sapaan, alih kode, dan campur kode kadang disalahgunakan dalam meneliti tingkat kesantunan berbahasa. Memang tidak ada salahnya ketika dalam berkomunikasi aspek-aspek sosiolinguistik itu dipakai, namun hal tersebut juga harus diperhatikan agar tuturan yang dituturkan oleh penutur kepada mitra tutur menjadi santun dan tidak merugikan kedua belah pihak, baik penutur maupun mitra tutur.

Pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian. Maka, sangat wajar apabila kita sering menemukan pemakaian bahasa yang baik ragam bahasanya dan benar tata bahasanya, tetapi nilai rasa yang terkandung di dalamnya menyakitkan hati pendengarnya. Hal ini dapat kita lihat pada tuturan

para pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta yang menggunakan tuturan

yang seadanya tanpa melihat apakah tuturan tersebut santun atau tidak. Bagi sesama pedagang, tuturan yang dituturkan kepada para pembeli itu sudah biasa digunakan dan pasti sudah santun. Namun pada kenyataannya dapat dilihat ketika ada seorang pembeli yang tiba-tiba langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam atau suatu ucapan terima kasih kepada pedagang. Komunikasi yang terjalin sudah pasti tidak berjalan dengan baik dan pedagang menggunakan tuturan yang dapat merugikan pembeli, sehingga pembeli langsung pergi begitu saja. Begitu pula sebaliknya dengan pembeli. Ada kenyataan ketika pembeli yang mencoba

menawar harga dagangan seorang pedagang serendah mungkin dengan tuturan yang tidak santun akan membuat perasaan pedagang kesal atau marah, sehingga pedagang bersikap acuh tak acuh kepada pembeli. Fenomena-fenomena itulah yang perlu diluruskan dengan meneliti tingkat kesantunan berbahasa pedagang

“perko” trotoar Malioboro Yogyakarta yang menitikberatkan pada kajian

sosiopragmatik.

Peneliti ingin menganalisis mengenai tingkat kesantunan berbahasa

pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta yang dibagi menjadi dua sub,

yakni (1) tingkat kesantunan penjual di perko trotoar Malioboro Yogyakarta dan (2) tingkat kesantunan pembeli di perko trotoar Malioboro Yogyakarta. Dasar analisis penelitian ini menggunakan skala kesantunan Geoffrey Leech yang dijabarkan dalam lima skala sebagai tolok ukur tingkat kesantunan berbahasa

pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta. Kelima skala yang terangkum

dalam skala pragmatik adalah (1) skala biaya-keuntungan, (2) skala keopsionalan, (3) skala ketaklangsungan, (4) skala keotoritasan, dan (5) skala jarak sosial. Namun, peneliti hanya menggunakan tiga skala sebagai dasar analisisnya. Tiga skala tersebut, yaitu (1) skala biaya-keuntungan, (2) skala keopsionalan, dan (3) skala ketaklangsungan. Hal ini karena ketiga skala yang akan digunakan sebagai dasar analisis penelitian ini sudah dapat dikatakan mencakup dari skala-skala lainnya. Selain itu data-data yang telah diperoleh oleh peneliti juga hanya mencakup tiga skala tersebut. Dengan kata lain, peneliti hanya menggunakan tiga skala milik Leech karena menurut peneliti tiga skala Leech tersebut sudah dapat mewakili untuk melihat tingkat kesantunan berbahasa baik penjual maupun

tingkat kesantunan berbahasa pembeli. Dengan adanya ketiga skala tersebut, peneliti dapat mengetahui apakah tuturan pedagang dan pembeli “perko” trotoar

Malioboro Yogyakarta tersebut tergolong santun atau tidak santun.

Kemudian setelah mengetahui tingkat kesantunan berbahasa pedagang dan

pembeli “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta, peneliti juga ingin mengetahui

tentang (1) penggunaan sapaan, (2) alih kode, (3) campur kode, (4) diksi, dan (5) gaya bahasa dalam percakapan antara penjual dan pembeli dalam konteks berdagang di kawasan Malioboro Yogyakarta. Kelima hal tersebut di atas juga memiliki andil yang besar dalam peneliti menentukan tingkat kesantunan berbahasa. Berkaitan dengan penggunaan tiga skala yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, kelima hal di atas juga mewakili hal-hal lainnya untuk mengukur tingkat kesantunan berbahasa baik penjual maupun pembeli di “perko”

trotoar Malioboro Yogyakarta. Yang paling penting dari lima hal tersebut yakni penggunaan sapaan, diksi, dan gaya bahasa. Ketiga hal itu juga dapat mewakili dua skala milik Leech yang oleh peneliti tidak dipergunakan untuk menganalisis penelitian ini. Oleh karena itu, dengan menggunakan tiga skala Leech dan lima hal yang telah dijelaskan tersebut, peneliti sudah dapat mengetahui dan menjelaskan dengan detail bagaimana tingkat kesantunan berbahasa pedagang dan

pembeli di “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta.

Data yang dianalisis dalam skripsi ini adalah tuturan verbal (hal-hal yang dituturkan) yang sifatnya percakapan antarorang atau antara penjual dan pembeli. Data diambil dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dalam percakapan pedagang dan pembeli di trotoar Malioboro Yogyakarta selama bulan Februari

2014 hingga April 2014. Hasilnya ada sekitar 37 data tuturan yang dianalisis dalam penelitian ini. 37 data tuturan tersebut kemudian dianalisis untuk kedua objek penelitiannya, yakni dari segi penjual atau pedagang dan dari segi pembeli.

TABEL 1