• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BAGAN

LANDASAN TEORI

2.2 Kajian Teori .1 Sosiolinguistik .1Sosiolinguistik

2.2.3 Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantunan

2.2.3.1 Pemakaian Diksi (Pilihan Kata)

Penggunaan bahasa dalam dunia perdagangan memang tidak dituntut untuk memerhatikan setiap diksi atau pemilihan kata dengan tepat. Dunia perdagangan hanya menggunakan bahasa yang sewajarnya atau yang biasa digunakan dala konteks dagang. Beberapa bahasa yang digunakan oleh para pedagang pun terkesan kurang tepat. Memang bahasa yang digunakan para pedagang digunakan untuk mempermudah proses jual-beli dan menarik para pembeli, tetapi walaupun dalam konteks jual-beli, para pedagang dihimbau utuk tetap memperhatikan pilihan kata atau diksinya.

Diksi atau yang lebih dikenal dengan pilihan kata tidak hanya digunakan untuk mengungkapkan suatu ide, gagasan, gaya bahasa, dan ungkapan (Keraf, 1985:21-22). Diksi merupakan suatu cara bagaimana kita mempelajari, memilih, menyusun, dan menggunakan kata-kata dengan benar. Seseorang yang sedang bertutur kata harus dapat memilih dan menyusun kata-kata yang akan dikomunikasikan kepada mitra tutur agar mitra tutur dapat mengerti maksud dari tuturan dari si penutur. Jangan sampai kata-kata yang kita pilih dapat menyinggung perasaan mitra tutur.

Dalam berkomunikasi, seseorang tidak boleh berucap asal-asalan, bahkan sampai tidak tahu artinya. Mengapa demikian? Karena apabila hal tersebut terjadi, akan dapat menimbulkan suatu perasaan terhadap mitra tutur, entah dapat menyinggung, dapat membuat marah mitra tutur, dapat membuat sedih perasaan mitra tutur, hingga membuat kebingungan mitra tutur. Kesantunan akan dapat

tercermin dengan tuturan yang baik dan tepat sesuai dengan diksi yang telah dipakai.

Buku Diksi dan Gaya Bahasa milik Keraf (1985:24), telah memberikan dua definisi mengenai diksi atau pilihan kata. Yang pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Yang kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

Keraf juga menjelaskan bahwa persoalan mengenai pemilihan atau pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu yang pertama, ketepatan dalam memilih kata untuk mengungkapkan suatu gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan. Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara atau penutur.

Apabila mempersoalkan tepatnya pemilihan kata, pasti akan menyangkut pula mengenai makna kata dan kosakata seseorang dalam bertutur kata. Seorang penutur harus memiliki penguasaan yang banyak terhadap kosakata-kosakata. Hal ini dimaksudkan agar penutur dapat menggunakan kata-kata yang dianggapnya

tepat atau sesuai dengan pikirannya. Ketepatan dalam pemilihan kata tersebut juga harus berhubungan dengan bentuk kata dan referensinya. Dalam konteks ini, Pranowo (2009:104) menyatakan bahwa indikator kesantunan dari segi diksi (pilihan kata) adalah sebagai berikut.

a) gunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan orang lain,

b) gunakan frasa-frasa “terima kasih” sebagai penghormatan atas kebaikan

orang lain,

c) gunakan kata “maaf” untuk tuturan yang diperkirakan dapat menyinggung

perasaan orang lain,

d) gunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan orang lain untuk

melakukan sesuatu,

e) gunakan kata “beliau” untuk menyebut orang ketiga yang dinilai lebih

dihormati,

f) gunakan kata “Bapak”, ”Ibu” untuk menyebut kedua dewasa.

Di dalam paragraf sebelumnya, telah disinggung mengenai persoalan pemilihan kata atau diksi yang terkait dengan masalah makna yang timbul dari penggunaan atau pemilihan kata tersebut. Hal tersebut memberikan adanya empat kemungkinan yang muncul ketika seorang penutur memilih kata-kata yang akan digunakan untuk mewakili pikirannya, yaitu: penutur memilih dan menggunakan kata-kata yang bermakna denotasi dengan maksud memperhalus tuturannya menjadi santun, penutur memilih dan menggunakan kata-kata denotatif yang memang maknanya terkesan kasar atau negatif (misalnya, saat penutur sedang emosi atau marah sehingga saat bertutur kata dengan mitra tutur, tuturan yang

diujarkan oleh penutur yang sedang emosi terdengar kurang santun), penutur memilih dan menggunakan kata-kata yang memiliki makna konotasi dengan maksud untuk memperhalus tuturannya, dan yang terakhir adalah penutur memilih dan menggunakan kata-kata konotatif yang memiliki makna kasar atau negatif sehingga tuturan penutur terkesan kasar atau kurang santun. Dari beberapa hal di atas, penulis kemudian merangkum beberapa hal di atas menjadi dua bagian yang

penting untuk menilai tingkat kesantunan berbahasa pedagang “perko” trotoar

Malioboro Yogyakarta yang digunakan sebagai bahasa percakapan dalam konteks jual beli. Dua bagian penting tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. Penggunaan Kata yang Tepat

Menggunakan kata-kata yang tepat untuk menyampaikan suatu maksud merupakan hal paling penting yang harus diperhatikan ketika bertutur kata. Dengan memilih kata-kata yang sesuai untuk dituturkan, suasana komunikasi antara penutur dengan mitra tutur akan menjadi baik dan terarah maksud dan tujuan dari tuturan tersebut. Semakin tepat dalam memilih kata maka akan semakin baik pula tuturan yang dituturkan dan gagasan yang dimaksudkan oleh penutur juga akan semakin dapat dipahami oleh mitra tutur. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan pemilihan kata-kata yang tepat atau sesuai, tuturan yang dihasilkan tersebut akan santun dan layak untuk dipergunakan dalam suatu percakapan.

b. Menemukan Bentuk yang Sesuai

Dalam hal ini tuturan yang terjadi harus sesuai dengan situasi atau konteks dan nilai rasanya. Seorang penutur harus bisa melihat bagaimana situasi komunikasi dan bagaimana situasi mitra tuturnya. Hal ini dimaksudkan agar tuturan yang dituturkan oleh penutur tidak menyakiti atau merugikan diri mitra tuturnya. Begitu juga sebaliknya, mitra tutur juga harus melihat dan memahami bagaimana situasi dan diri penutur agar tuturan yang dituturkan oleh mitra tutur tidak merugikan ataupun menyakiti diri penutur. Apabila penutur dan mitra tutur menuturkan suatu tuturan yang tidak sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang tepat maka dapat disimpulkan bahwa tuturan tersebut tidak santun dan tidak layak untuk digunakan dalam percakapan atau komunikasi. Sebuah tuturan yang santun akan menghasilkan pula situasi yang sangat baik atau kondusif dalam situasi percakapan. Misalnya, ketika kondisi mitra tutur yang sedang emosi tetapi penutur malah menuturkan kata-kata yang kurang berkenan, hal ini akan menimbulkan suasana yang kacau sehingga penutur dapat membuat diri mitra tutur tersinggung dan marah.

Keraf (1985:87) mengatakan bahwa ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan kita untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan seorang penulis atau pembicara. Untuk dapat memilih kata dengan baik, yang benar-benar sesuai, tentu membutuhkan penguasaan kosakata sebanyak-banyaknya. Seorang penutur memiliki kebebasan dalam memilih kata-kata namun tetap mengacu pada

pemilihan kata yang tepat. Tuturan yang dapat diterima oleh orang lain adalah tuturan dengan pemilihan kata yang tepat dan jelas karena penutur sudah pasti mempersiapkannya dengan matang-matang.

Keraf (1985:88-89) menyebutkan beberapa butir persoalan yang harus diperhatikan oleh setiap orang agar mampu mencapai ketepatan pilihan kata dalam tuturannya.

a) Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi.

b) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. c) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya.

d) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri.

e) Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut.

f) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara otomatis. g) Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus dapat

membedakan kata umum dan kata khusus.

h) Mempergunakan kata-kata indah yang menunjukkan persepsi khusus.

i) Memerhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.

j) Memerhatikan kelangsungan pilihan kata.

Salah satu cara untuk menjaga ketepatan pilihan kata atau diksi adalah kelangsungan pilihan kata seperti yang tercantum pada point kesepuluh. Yang dimaksud dengan kelangsungan pilihan kata merupakan teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud seseorang dapat disampaikan secara tepat dan

ekonomis (Keraf, 1985:100). Setelah mengetahui bagaimana memilih kata secara tepat, penutur juga harus dapat mempertahankan kelangsungan pilihan kata agar tuturan dapat berlangsung sesuai dengan maksud dan tujuan dari penutur tersebut. Dihimbaukan kepada penutur, jangan terlalu banyak menggunakan kata-kata saat berbicara dengan mitra tutur, karena hal ini dapat mengakibatkan mitra tutur menjadi kebingungan atau bahkan malah sama sekali tidak mengerti maksud tuturan penutur. Pemilihan kata-kata ini juga dikaitkan dengan situasi dan lingkungan penutur dan mitra tutur saat melakukan interaksi.