• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BAGAN

TIDAK SANTUN (langsung)

1. Analisis 15 DT 12 2. Analisis 16 DT 17 3. Analisis 17 DT 25 4. Analsis 18 DT 29 4.2.1.2 Penanda-penanda Kesantunan

Setelah membahas beberapa hal yang berkaitan dengan seberapa besar tingkat kesantunan berbahasa pedagang perko trotoar Malioboro Yogyakarta, peneliti kemudian ingin melihat tingkat kesantunan berbahasa dari segi pemakaian diksi (pilihan kata) dan pemakaian gaya bahasa sebagai penanda-penanda kesantunan. Setelah itu akan dipaparkan pula hasil temuan berupa

penanda-penanda kesantunan tuturan pedagang “perko” trotoar Malioboro Yogyakarta.

Dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan penanda kesantunan adalah satuan kebahasaan (kata, frasa, klausa, ataupun kalimat) yang dituturkan seorang penutur yang memungkinkan pendengar atau mitra tutur berpersepsi (memberikan tanggapan atau penilaian) mengenai tinggi rendahnya (tingkat) kesantunan suatu atau keseluruhan tuturan yang dituturkan oleh penutur. Penanda-penanda kesantunan tersebut adalah (1) pemakaian pilihan kata (diksi) dan (2) pemakaian gaya bahasa. Penanda-penanda kesantunan itu akan dipaparkan sebagai berikut.

4.2.1.2.1 Pemakaian Diksi (Pilihan Kata)

Buku Diksi dan Gaya Bahasa milik Keraf (1985:24), telah memberikan dua definisi mengenai diksi atau pilihan kata. Yang pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Yang kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.

Keraf juga menjelaskan bahwa persoalan mengenai pemilihan atau pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu yang pertama, ketepatan dalam memilih kata untuk mengungkapkan suatu gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan. Kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara atau penutur.

Apabila mempersoalkan tepatnya pemilihan kata, pasti akan menyangkut pula mengenai makna kata dan kosakata seseorang dalam bertutur kata. Seorang penutur harus memiliki penguasaan yang banyak terhadap kosakata-kosakata. Hal ini dimaksudkan agar penutur dapat menggunakan kata-kata yang dianggapnya tepat atau sesuai dengan pikirannya. Ketepatan dalam pemilihan kata tersebut juga

harus berhubungan dengan bentuk kata dan referensinya. Dalam konteks ini, Pranowo (2009:104) menyatakan bahwa indikator kesantunan dari segi diksi (pilihan kata) adalah sebagai berikut.

g) gunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan orang lain,

h) gunakan frasa-frasa “terima kasih” sebagai penghormatan atas kebaikan

orang lain,

i) gunakan kata “maaf” untuk tuturan yang diperkirakan dapat menyinggung

perasaan orang lain,

j) gunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan orang lain untuk

melakukan sesuatu,

k) gunakan kata “beliau” untuk menyebut orang ketiga yang dinilai lebih

dihormati,

l) gunakan kata “Bapak”, ”Ibu” untuk menyebut kedua dewasa.

Di dalam paragraf sebelumnya, telah disinggung mengenai persoalan pemilihan kata atau diksi yang terkait dengan masalah makna yang timbul dari penggunaan atau pemilihan kata tersebut. Hal tersebut memberikan adanya empat kemungkinan yang muncul ketika seorang penutur memilih kata-kata yang akan digunakan untuk mewakili pikirannya, yaitu: penutur memilih dan menggunakan kata-kata yang bermakna denotasi dengan maksud memperhalus tuturannya menjadi santun, penutur memilih dan menggunakan kata-kata denotatif yang memang maknanya terkesan kasar atau negatif (misalnya, saat penutur sedang emosi atau marah sehingga saat bertutur kata dengan mitra tutur, tuturan yang diujarkan oleh penutur yang sedang emosi terdengar kurang santun), penutur

memilih dan menggunakan kata-kata yang memiliki makna konotasi dengan maksud untuk memperhalus tuturannya, dan yang terakhir adalah penutur memilih dan menggunakan kata-kata konotatif yang memiliki makna kasar atau negatif sehingga tuturan penutur terkesan kasar atau kurang santun. Dari beberapa hal di atas, penulis kemudian merangkum beberapa hal di atas menjadi dua bagian yang penting untuk menilai tingkat kesantunan berbahasa pedagang “perko” trotoar

Malioboro Yogyakarta yang digunakan sebagai bahasa percakapan dalam konteks jual beli. Dua bagian penting tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

c. Penggunaan Kata yang Tepat

Menggunakan kata-kata yang tepat untuk menyampaikan suatu maksud merupakan hal paling penting yang harus diperhatikan ketika bertutur kata. Dengan memilih kata-kata yang sesuai untuk dituturkan, suasana komunikasi antara penutur dengan mitra tutur akan menjadi baik dan terarah maksud dan tujuan dari tuturan tersebut. Semakin tepat dalam memilih kata maka akan semakin baik pula tuturan yang dituturkan dan gagasan yang dimaksudkan oleh penutur juga akan semakin dapat dipahami oleh mitra tutur. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan pemilihan kata-kata yang tepat atau sesuai, tuturan yang dihasilkan tersebut akan santun dan layak untuk dipergunakan dalam suatu percakapan.

d. Menemukan Bentuk yang Sesuai

Dalam hal ini tuturan yang terjadi harus sesuai dengan situasi atau konteks dan nilai rasanya. Seorang penutur harus bisa melihat bagaimana

situasi komunikasi dan bagaimana situasi mitra tuturnya. Hal ini dimaksudkan agar tuturan yang dituturkan oleh penutur tidak menyakiti atau merugikan diri mitra tuturnya. Begitu juga sebaliknya, mitra tutur juga harus melihat dan memahami bagaimana situasi dan diri penutur agar tuturan yang dituturkan oleh mitra tutur tidak merugikan ataupun menyakiti diri penutur. Apabila penutur dan mitra tutur menuturkan suatu tuturan yang tidak sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang tepat maka dapat disimpulkan bahwa tuturan tersebut tidak santun dan tidak layak untuk digunakan dalam percakapan atau komunikasi. Sebuah tuturan yang santun akan menghasilkan pula situasi yang sangat baik atau kondusif dalam situasi percakapan. Misalnya, ketika kondisi mitra tutur yang sedang emosi tetapi penutur malah menuturkan kata-kata yang kurang berkenan, hal ini akan menimbulkan suasana yang kacau sehingga penutur dapat membuat diri mitra tutur tersinggung dan marah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai alat ukur penanda-penanda kesantunan suatu tuturan telah dijelaskan di atas. Secara singkat, beberapa hal tersebut di atas akan dirangkum menjadi satu tabel agar mempermudahkan kita semua untuk menilai dan memahami santun tidaknya suatu tuturan dengan tinjauan pemakaian diksi (pilihan kata) dalam sebuah tuturan.

TABEL 6

KRITERIA PEMAKAIAN DIKSI (PILIHAN KATA) SEBAGAI PENANDA