• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Hasil Penelitian Yang Relevan

Tabel.1.1

Penelitian Yang Relevan Peneliti Metode dan

Hasil Penelitian Saran Penelitian Sampel

Rintonga Metode deskriptif. Perlakuan akuntansi BAZNAS Sumatra Utara (2017) Sampel BAZNAS Zakat dalamdiharapkan menyajikan

Sumatra Utara penyajian laporanlaporan keuangan yang keuangan padasesuai dengan PSAK BAZNAS SumatraNo. 109, serta auditor

Utara sudahsebagai pembuat

menerapkan laporan keuangan harus akuntansi Zakatmengikuti auditor menggunakan PSAK sebelumnya agar tidak No .109 tetapi belum terjadi kesalahan dan

6

informatif. kebingunan bagi pihak yang membaca. Dalam penyajian BAZNAS

Sumatra Utara

diharapkan lebih jelas,

transparan dan

akuntabel.

Istutik (2013) Metode survey.Pertanggungjawaban Pengenalan dan apalagi Sampel BMHkeuangan ataspemahaman pengelola Malang, LAZISaktivitas penerimaan lembaga amil terhadap Sabilillah Malang,dan penyaluran dana PSAK No. 109 masih LAZIS BaitulZIS telah dilakukan kurang. Perlu Ummah Malang,oleh lembaga amil di keterlibatan perguruan YDSF Malang,Kota Malang. Namun tinggi, organisasi LAZISMU lembaga amil belum profesi, atau BAZNAS

menerapkan standaruntuk memberikan akuntansi ZIS (PSAK pelatihan tentang PSAK

109) untukNo. 109.

penyusunan laporan keuangannya.

Pertanggungjawaban

keuangan yang

dimaksud masih

7

terbatas laporan penerimaan dan pengeluaran kas.

8

A. TINJAUAN TEORI

1. Akuntansi Zakat dan Infaq/Sedekah Berdasarkan PSAK No. 109 Sandar akuntansi ZIS yang berlaku saat ini dan digunakan oleh OPS sebagai pedoman dalam pembukuan dan pelaporan keuangan adalah PSAK No. 109 yang dikeluarkan oleh ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 2010. Penertiban PSAK ini telah mengalami proses yang cukup lama kurang lebih empat tahun dari waktu penyusunan dimulai dengan disusun Eksposure Draft-nya (ED) yang diterbitkan sejak tahun 2008. Namun, saat ini tidak semua OPZ yang ada di Indonesia dapat menerapkan PSAK No. 109. Hal tersebut karena sebagai OPS mengalami beberapa kendala dalam penerapan salah satu faktor kendala adalah adanya kesulitan dan sumber daya manusia yang dimiliki OPZ.

Akuntansi zakat yang ada dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.109 bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah. PSAK ini berlaku untuk amil yakni suatu organisasi/

entitas pengelola zakat yang pembentukannya dan pengukurannya diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan untuk mengumpulkan dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, bukan untuk entitas syariah yang menerima dan menyalurkan ZIS tetapi bukan kegiatan utamanya. Untuk entitas tersebut mengacu ke PSAK 101

9

mengenai Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Amil yang tidak mendapatkan izin juga dapat menerapkan PSAK No. 109. PSAK ini merujuk kepada beberapa fatwa MUI (Washilah dan Nurhayati : 2013) yaitu: 1) Fatwa MUI no. 8/2011 tentang amil zakat, 2) Fatwa MUI No.

13/2011 tentang Hukum Zakat atas Harta Haram, 3) Fatwa MUI No.

14/2011 tantang Penyaluran Harta Zakat dalam bentuk Aset Kelola 4) Fatwa MUI No.15/2011 tentang penarikan, pemeliharaan dan penyaluran harta zakat.

2. Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 109) a. Akuntansi Untuk Zakat

1) Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset non kas diterima dan diakui sebagai penambah dana zakat. Jika diterima dalam bentuk kas, diakui sebesar jumlah yang diterima tetapi jika dalam bentuk non kas sebesar nilai wajar aset. Penentuan nilai wajar aset non kas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan PSAK yang relevan.

2) Jika muzakki menentukan mustahiq yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil, maka aset zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat dan tidak ada bagian amil atas zakat yang diterima dan amil dapat menerima ujra atas kegiatan penyaluran zakat. Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan ujra/fee, maka diakui sebagai penambah dana amil.

3) Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai 1. Pengurang dana zakat, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil; 2. Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

4) Zakat yang disalurkan kepada mustahik, diakui sebagai pengurang dana zakat dengan keterangan sesuai dengan kelompok mustahik termasuk jika disalurkan kepada Amil, sebesar: 1. Jumlah yang diserahkan, jika pemberian dilakukan dalam bentuk kas, jurnal, 2.

Jumlah tercatat, jika pemberian dilakukan dalam bentuk aset non kas, jurnal.

5) Amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk menutup biaya operasional dalam menjalankan fungsinya.

6) Beban penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil.

7) Zakat dikatakan telah disalurkan kepada mustahik non amil hanya bila telah diterima oleh mustahik non amil tersebut. Apabila zakat disalurkan melalui amil lain, maka diakui sebagai piutang penyaluran dan bagi amil yang menerima diakui sebagai liabilitas (utang) penyaluran. Piutang dan liabilitas berkurang ketika zakat disalurkan. Amil lain tidak berhak mengambil bagian dari dana zakat, namun dapat memperoleh ujra dari amil sebelumnya.

8) Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan aset tetap (aset kelolaan) diakui sebagai: 1. Penyaluran zakat seluruhnya, jika aset tetap tersebut diserahkan untuk dikelola kepada pihak lain yang tidak dikendalikan amil. 2. Penyaluran secara bertahap diukur sebesar penyusutan aset tetap tersebut sesuai dengan pola

pemanfaatannya, jika aset tetap tersebut masih dalam pengendalian amil atau pihak lain yang dikendalikan amil.

9) Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas pada: 1. Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran zakat dan mustahiq non amil; 2. Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahiq non amil, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan; 3. Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset non kas.

b. Akuntansi untuk Infaq/Sedekah

1) Penerimaan Infaq/Sedekah diakui pada saat kas atau aset non kas diterima dan diakui sebagai penambah dana infaq/sedekah terikat atau tidak terikat sesuai dengan tujuan pemberiannya. Jika diterima dalam bentuk kas, diakui sebesar jumlah yang diterima tetapi jika dalam bentuk non kas sebesar nilai wajar aset. Untuk penerimaan aset non kas dapat dikelompokkan menjadi aset lancar dan aset tidak lancar. Aset lancar adalah aset yang harus segera disalurkan, dan dapat berupa bahan habis pakai seperti bahan makan; atau barang yang memiliki manfaat jangka panjang misalnya mobil untuk ambulance. Aset non kas lancar dinilai sebesar nilai perolehan.

2) Aset tidak lancar yang diterima oleh amil dan diamankan untuk dikelola dinilai sebesar nilai wajar saat penerimaan dan diakui sebagai aset tidak lancar infaq/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana infaq/sedekah

terikat apabila penggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan oleh pemberi.

3) Penurunan nilai aset infaq/sedekah diakui sebagai: 1. pengurang dana infaq/sedekah, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil. 2. Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

4) Dana infaq/sedekah sebelum disalurkan dapat dikelola dalam jangka waktu sementara untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Hasil dana pengelolaan diakui sebagai penambah dana infaq /sedekah.

5) Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infaq/sedekah sebesar:

a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas.

b) nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk aset non kas.

6) Penyaluran infaq/sedekah oleh amil kepada amil lain merupakan penyaluran yang mengurangi dana infaq/sedekah sepanjang amil tidak akan menerima kembali aset infaq/sedekah yang disalurkan tersebut.

7) Penyaluran infaq/sedekah kepada penerima akhir dalam skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infaq/sedekah bergulir dan tidak mengurangi dana infaq/sedekah.

8) Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi infaq/sedekah, tetapi tidak terbatas pada:

a) Kebijakan penyaluran infaq/sedekah, seperti penentuan skala prioritas penyaluran, dan penerima.

b) Kebijakan pembagian antara dana amil dan dana non amil atas penerimaan infaq/sedekah seperti persentase pembagian, alasan dan konsistensi kebijakan.

c) Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan infaq/sedekah berupa aset non kas;

d) Keberadaan dana infaq/sedekah yang tidak langsung disalurkan tetapi dikelola terlebih dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlah dan persentase dari seluruh penerimaan infaq/sedekah selama periode pelaporan serta alasannya.

e) Hasil yang diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di point (d) diungkapkan secara terpisah.

f) Penggunaan dana infaq/sedekah menjadi asset kelola yang diperuntukkan bagi yang berhak, jika ada, jumlah dan persentase terhadap seluruh penggunaan dana infaq/sedekah serta alasannya;

g) Rincian dana infaq/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dan tidak terikat.

h) Hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dengan penerima infaq /sedekah yang meliputi: Sifat hubungan istimewa; Jumlah dan jenis asset yang disalurkan; dan Persentase dari asset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode.

i) Keberadaan dana non halal, jika ada, diungkapkan mengenai kebijakan atas penerimaan dan penyaluran dana, alasan dan jumlahnya.

j) Kinerja amil atas penerimaan dan penyaluran dana zakat dan dana infaq/sedekah.

c. Dana NonHalal

1) Penerimaan non halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank konvensional. Penerimaan non halal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang.\

2) Penerimaan non halal diakui sebagai dana non halal, yang terpisah dari dana zakat, dana infaq/sedekah dan dana amil. Aset non halal disalurkan sesuai dengan syariah.

3. Laporan Keuangan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah

Laporan keuangan dapat dikatakan sebagai hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Tujuan utama dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang relevan untuk pihak-pihak yang berkepentingan baik pihak internal maupun eksternal misalnya muzakki, pemerintah, pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi OPZ dan juga masyarakat. Para pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda dari informasi yang ada dalam suatu laporan keuangan berkaitan dengan pengambilan suatu keputusan.

Laporan keuangan juga merupakan bentuk laporan pertanggungjawaban

dari manajemen pengelola atas aktivitas pengelolaan sumber daya yang telah diamanatkan kepadanya. Secara umum, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai (Kurnia sari, 2011): 1) Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih suatu organisasi, 2) Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat aktiva bersih, 3 Jenis. Jumlah arus kas masuk dan arus kas keluar sumber daya dalam suatu periode dan hubungan antara keduanya, 4) cara suatu organisasi mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh pinjaman dan melunasi pinjaman, fan faktor lainnya yang berpengaruh pada likuiditasnya, 5) Usaha jasa suatu organisasi.

Laporan keuangan amil zakat dapat menjadi media komunikasi antara lembaga amil dengan pihak lainnya, karena laporan keuangan ZIS merupakan bentuk pertanggungjawaban operasional dari suatu lembaga amil yaitu kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana zakat, infak dan sedekah (ZIS). Supaya laporan keuangan itu transparan dan akun tabel maka harus ada standar akuntansi yang mengatur tentang hal tersebut.

Penyusunan laporan keuangan lembaga amil ZIS mengacu kepada PSAK No. 109, dan apabila ada hal-hal yang tidak diatur dalam PSAK 109 maka dapat menggunakan PSAK terkait sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah Islam. Komponen laporan keuangan dalam PSAK 109 terdiri dari laporan posisi keuangan (Neraca), Laporan Perubahan Dana, Laporan Perubahan Aset Kelola, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Dalam penyajian laporan keuangan, lembaga Amil menyajikan

dana zakat, dana infaq/sedekah, dana amil dan dana non halal secara terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan). Bentuk laporan keuangan untuk amil atau OPZ berdasarkan PSAK No. 109 diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Laporan Neraca (Laporan Posisi Keuangan)

Tabel 2.1 Neraca (Laporan Posisi Keuangan)

Aset Kewajiban

Aset lancar

Kas dan serta kas xxx Kewajiban jangka pendek

Piutang xxx Biaya yang masih harus dibayar xxx

Efek xxx

Kewajiban jangka panjang

Kewajiban Imbalan kerja xxx

Aset tidak lancar Jumlah kewajiban xxx

Aset tetap xxx

Akumulasi penulisan (xxx)

Aset Kewajiban

Saldo dana

Dana zakat xxx

Dana infak/sedekah xxx

Dana amil xxx

Jumlah saldo dana xxx

Jumlah Kewajiban dan Saldo Dana

Jumlah asset xxx xxx

b. Laporan Perubahan Dana

Infaq/sedekah tidak terikat atau mutlaqah xxx

Hasil pengelolaan xxx

Jumlah penerimaan dana infaq/sedekah xxx

Penerimaan

Infaq/sedekah terikar atau muqayyadah xxx

Infaq/sedekah tidak terikat atau mutlaqah xxx

Hasil pengelolaan xxx

Jumlah penerimaan duna infaq/sedekah xxx

Penyaluran

Amil (xxx)

Infaq/sedekah terikat atau muqayyadah (xxx)

Infaq/sedekah tidak terikat atau mutlaqah (xxx)

Alokasi pemanfaatan aset kelolah

(misalnya beban penyusutan dan penyisihn) (xxx)

Jumlah penyaluran dana infaq/sedekah xxx

Bagaian amil dari dana zakat xxx

Bagian amil dari dana infaq/sedekah xxx

Penerimaan lainnya xxx

Jumlah penerimaan xxx

c. Laporan Perubahan Aset Kelolaan

Tabel 2.3 Laporan Perubahan Aset Kelolaan

Keterangan

Saldo

Penembahan

Pengura- Akumulasi Akumulasi Saldo

awal ngan penyusutan Penyisihan Akhir

Dana infaq- xxx Xxx (xxx) - (xxx) Xxx

Sedeqah-aset

Keterangan

Entitas menyajikan laporan arus kas sesuai dengan PSAK 2: Laporan arus kas dan PSAK yang relevan.

e. Catatan Atas Laporan Keuangan

Amil menyajikan catatan atas laporan keuangan sesuai dengan PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah dan PSAK yang relevan.

1) Pengakuan Awal Zakat

Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau aset lainnya diterima.

Zakat yang diterima dari muzakki diakui sebagai penambah dana zakat: (a) jika dalam bentuk kas maka sebesar jumlah yang diterima;

(b) jika dalam bentuk nonkas maka sebesar nilai wajar aset non kas tersebut.

Penentuan nilai wajar aset non kas yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam PSAK yang relevan.

Zakat yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan dana zakat untuk bagian non amil. Penentuan jumlah atau prsentase bagian untuk masing-masing mustahiq ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil untuk bagian amil dan dana zakat untuk bagian non amil. Penentuan jumlah atau presentase bagian untuk masing-masing mustahiq ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil. Jika muzakki menentukan mustahiq yang harus menerima penyaluran zakat melalui amil maka zakat yang diterima seluruhnya diakui sebagai dana zakat. Jika atas jasa tersebut amil mendapatkan ujra maka diakui sebagai penambah dana amil.

2) Pengukuran Setelah Pengakuan Awal

Jika terjadi penurunan nilai aset zakat non kas, jumlah kerugian yang ditanggung harus diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil tergantung dari sebab terjadinya kerugian tersebut. Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai: (a) pengurang dana zakat, jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil; (b) kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.

3) Penyaluran Zakat

Zakat yang disalurkan kepada Mustahiq diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar: (a) jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas; (b) jumlah tercatat, jika dalam bentuk non kas.

4) Dana Non Halal

Penerimaan non halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank konvensional. Penerimaan non halal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang.

Penerimaan non halal diakui sebagai dana non halal, yang terpisah dari dana zakat, dana infaq/sedekah dan amil. Aset non halal disalurkan sesuai dengan syariah.

5) Penyajian

Amil menyajikan dana zakat, dana infaq/sedekah, dana amil, dan dana non halal secara terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan).

6) Komponen Laporan Keuangan

Adapun komponen laporan keuangan lengkap yang disediakan oleh pihak dari amil terdiri dari:

1. Neraca (Laporan Posisi Keuangan) 2. Laporan Perubahan Dana

3. Laporan Laporan Aset Kelola 4. Laporan Arus Kas; dan

5. Catatan Atas Laporan Keuangan f. Akuntansi Syariah

Akuntansi syariah adalah proses akuntansi atau transaksi yang sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah SWT. Sedangkan akuntansi (Konvensional) menurut American Accounting Association

(AAA) adalah mengidentifikasi, mengklarifikasi, menafsirkan serta komunikasikan peristiwa ekonomi yang memungkinkan pengguna dalam mengambil keputusan. Dalam definisi akuntansi syariah adalah memberikan informasi yang tepat terhadap stakeholders suatu entitas yang akan memungkinkan mereka untuk memastikan bahwa entitas tersebut secara terus-menerus beroperasi dalam batas-batas syariat Islam dan menyampaikan tujuan sosial ekonominya (Wasilah, 2013).

Informasi yang disajikan akuntansi syariah untuk pengguna laporan keuangan lebih luas, tidak hanya finansial juga yang mencakup aktivitas perusahaan yang berjalan sesuai dengan syariah serta memiliki tujuan sosial yang terhindar dalam islam, misalnya dengan adanya kewajiban membayar zakat (Wasilah, 2013).

Di indonesia, zakat diatur secara khusus pengelolaannya dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.

Menurut Undang-Undang tersebut terdapat dua badan yang berhak mengelola zakat antara lain, yang pertama Badan Amil Zakat yang dikelola masyarakat. Dalam konteks kehidupan bernegara, dua lembaga pengelolaan zakat tersebut sangatlah berkurang penting dalam melaksanakan pengelolaan dana zakat, keduanya merupakan lembaga penting yang akan menentukan keberhasilan dari pengelolaan potensi ekonomi masyarakat indonesia dan juga berperan penting dalam mewujudkan syiar agama islam. Sehingga dua lembaga ini diharapkan mampu mengembangkan agar tujuan utama pengelolaan zakat dapat tercapai.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah sebuah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan UU No. 38 Tahun 1999 dan

UU No. 23 Tahun 2011. Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat. Tetapi sayang, UU ini belum melahirkan efek jera bagi orang yang tidak membayar zakat. Di tingkat Kabupaten/Kota dengan SK Bupati/Walikota atas usul Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota disebut dengan Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA). Sedangkan di Kecamatan dengan SK Camat atas usul Kepala KUA. Pada tingkat Desa/Dinas/Badan/Kantor/Instansi lain dapat dibentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) oleh BAZNAS. BAZNAS Kabupaten yang dibentuk didasarkan pada Surat Keputusan Bupati. BAZNAS Kabupaten bertugas mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Badan Amil Zakat berfungsi sebagai jembatan antara muzaqi (pezakat) dan mustahiq (penerima). Adapun biaya operasional diperoleh dari pemerintah Kabupaten dan dari jatah pengelola zakat. Prinsip zakat dalam tatanan sosial ekonomi mempunyai tujuan untuk memberikan pihak tertentu yang membutuhkan untuk menghimpun dirinya selama satu tahun ke depan dan bahkan diharapkan sepanjang hidupnya. Dalam konteks ini, zakat didistribusikan untuk dapat mengembangkan ekonomi baik melalui keterampilan yang menghasilkan maupun dalam bidang perdagangan.

Oleh karena itu, peningkatan kinerja Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sangatlah penting agar potensi zakat yang ada dapat dimaksimalkan. Dalam hal ini diperlukan konsep strategi peningkatan kinerja BAZNAS. Namun, permasalahan yang sangat krusial di BAZNAS ialah tentang tata kelola zakat yang masih minim terutama alokasinya kurang proporsional dan tidak tepat sasaran. Kemudian pendistribusian

terhadap warga sekitar baik setiap kecamatan maupun kabupaten setidaknya kurang merata dan masih terlalu banyak didominasi lembaga sekolah serta hanya bersifat konsumtif. Padahal, apabila kita melihat potensi masyarakat sangat beragam terutama warga kurang mampu.

Mengapa justru mereka tidak kita perhatikan, kemudian kita fasilitas mereka untuk pengembangan usaha dan bakatnya. Sehingga, mereka bisa merasakan langsung manfaat dari zakat yang telah dikembangkan menjadi nilai yang luar biasa dalam pengembangan produk aktifitas peningkatan ekonomi masyarakat yang terus berkelanjutan. Hal ini dirasa penting mengingat manfaat, apabila zakat produktif ini disalurkan dapat mengembangkan kekuatan perekonomian mustahiq dari pada zakat yang disalurkan secara langsung yang hanya akan bersifat konsumtif dan akan habis dalam jangka waktu tertentu.

B. Konsep Pengumpulan Zakat 1. Pengertian Zakat

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu Al-bakaratu (keberkahan), Al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), Al-tharatu (kesucian)san ash-shalahu (keberesan).

Sedangkan secara istilah zakat ialah nama pengambilan tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu.

Zakat menurut UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang memiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Zakat adalah rukun islam yang ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun Kedua Hijriyah setelah diwajibkan puasa ramadhan. Ijma (kesempatan) ulama telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam. Zakat merupakan ibadah maliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga merupakan Solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan miskin dan sebagai penghilang jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.

Pada awal diwajibkan zakat pada masa Rasulullah SAW., pelaksanaan zakat ditangani sendiri oleh Rasulullah SAW. Beliau mengirim para petugasnya untuk menarik zakat dari orang-orang yang ditetapkan sebagai pembayar zakat, lalu dicatat, dikumpulkan, dijaga dan akhir dibagikan kepada para penerima zakat (asnaf Al-samaniyyah). Rasulullah SAW. Pernah menpekerjakan seorang pemuda

Pada awal diwajibkan zakat pada masa Rasulullah SAW., pelaksanaan zakat ditangani sendiri oleh Rasulullah SAW. Beliau mengirim para petugasnya untuk menarik zakat dari orang-orang yang ditetapkan sebagai pembayar zakat, lalu dicatat, dikumpulkan, dijaga dan akhir dibagikan kepada para penerima zakat (asnaf Al-samaniyyah). Rasulullah SAW. Pernah menpekerjakan seorang pemuda