• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN Penerapan IPAL Komunal

Dalam dokumen Semnas Teknik Sumber Daya Air (Halaman 129-140)

ASPEK PENGELOLAAN TEKNOLOGI IPAL KOMUNAL BERBASIS MASYARAKAT

HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN Penerapan IPAL Komunal

Penyediaan sarana IPAL komunal harus dapat menjamin bahwa efluen hasil pengolahan dapat memenuhi bakumutu, namun pengolahan lebih lanjut dapat meningkatkan fungsi badan air, kualitas lingkungan permukiman serta berpotensi untuk dapat dimanfaatkan kembali. Saat ini diperlukan sistem kombinasi anaerobik aerobik untuk pengolahan air limbah dikarenakan masih tingginya pencemaran organik dan senyawa nitrogen, fosfor atau detergen di badan air, serta semakin ketatnya baku mutu di beberapa kawasan terutama kawasan di pesisir atau kawasan sensitif ekologi. Dari hasil penelitian Marthini S. Fanggi dkk, 2015 menyatakan bahwa Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal merupakan salah

Bandung, 17 September 2016 114

satu solusi bagi lingkungan perkotaan atau pesisir yang padat. Dari hasil penelitian Ginanjar Hidayatul Ulum, dkk, 2015, didapatkan hasil uji laboratorium untuk air limbah domestik pada titik inlet (BOD = 357mg/l, TSS = 136 mg/l, pH = 7,13, Minyak dan Lemak = 5,26 mg/l) dan titik outlet (BOD = 15 mg/l, TSS = 28 mg/l, pH = 6,70, Minyak dan Lemak = 1,05 mg/l). Dari data tersebut menunjukkan bahwa kualitas air limbah hasil pengolahan IPAL USRI di Kelurahan Ngijo masih dibawah baku mutu lingkungan air limbah domestik berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No.5 Tahun 2012.

Saat ini sebagian besar IPAL komunal menerapkan sistem anaerobik dikarenakan kemudahan operasi, tidak diperlukan energi listrik serta pertimbangan kebutuhan lahan. Namun pada penerapan skala terbatas, di beberapa lokasi telah menerapkan sistem anaerobik dan pengolahan lanjutan untuk penyisihan senyawa nutrien atau phatogen, sehingga air olahan berpotensi untuk dimanfaatkan untuk pertanian, perikanan, lanskape perkotaan atau kebutuhan umum lainnya.

Tabel 1. Deskripsi beberapa tipe penerapan IPAL komunal Tipe Sistem IPAL Lokasi Sumber air

limbah Kons- truksi Kapasi- tas(KK) Lahan (m2) A Pengendap awal, Imhoff, biofilter anaerobik / AFB , pengendap akhir

IPAL Rusun Daya, Kec. Biring Kanaya, Kota Makassar

Tercampur kakus dan non

kakus FRP 100 60 B Pra pengolahan, ABR, AF dan RBC lattice, Sedimentasi akhir Kelurahan Karangwaru, RT 17 &19 RW5, Kec Tegalrejo, Yogyakarta

Air limbah dari kakus beton, PP pada RBC 120 44,3 C Pra pengolahan, UASB, Biofilter, hibrid lahan basah

Desa Sindang Pakuon, Kec. Cimanggung, Kab. Sumedang

Air limbah dari kakus FRP, beton 100 95 D Sedimentasi awal, ABR Kelurahan Leuwigajah RW 01/RT 01, Cimahi

Air limbah dari kakus

beton 77 30

(Sumber: Rekab data litbang, 2016)

Deskripsi tipe IPAL komunal di beberapa lokasi kajian disajikan pada Tabel 1, sedangkan untuk kinerja IPAL pada lokasi studi disajikan pada Tabel 2. Dalam penerapannya, sistem IPAL terdiri dari:

1) Prapengolahan merupakan pengolahan fisik untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak antara lain pengendapan awal, screen dan penangkap lemak

2) Pengolahan utama untuk menghilangkan zat padat terlarut yang tidak dapat direduksi secara fisik, biasanya merupakan pengolahan secara biologis dengan memanfaatkan mikroorganisme yang dilakukan secara anaerobik (tanpa oksigen) atau aerobik (dengan adanya oksigen).

- Unit pengolahan anaerobik: Anaerobic Baffled Reactor (ABR), Biofilter anaerobik, Anaerobic Filtration (AF), Anaerobic Fluidized Bed Bofilter (AFB), biodigester, Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB).

- Unit pengolahan aerobik / semi aerobik: Rotating Biological Contactor (RBC), Trickling Filter,

Biofilter aerob, lumpur aktif, Membrane Bioreactor (MBR),

Menurut Metcalf and Eddy, (2004) bahwa Biofilter adalah suatu istilah dari reaktor yang dikembangkan dengan prinsip mikroba tumbuh dan berkembang pada suatu media filter dan membentuk lapisan biofilm (attached growth). Biofilter meru[akan salah satu pengolahan limbah cair biologis, proses kerjanya memanfaatkan kehidupan mikroorganisme untuk menguraikan polutan.

Bandung, 17 September 2016 115

3) Pengolahan lanjut

Pengolahan lanjut untuk mendegradasi polutan yang belum tereduksi secara fisik maupun biologi antara lain denitrifikasi, pengendapan akhir, dan desinfeksi.

Tabel 2. Kinerja beberapa tipe IPAL komunal Tipe Sistem pra

pengolahan, Pengolahan utama Anaerobik Pengolahan lanjutan Efisiensi BOD BOD efluen Target air olahan A tangki Imhoff, tangki biofilter anaerobik/AFB 76 % 58 Badan air B Sedimentasi awal AF RBC, sedimentasi akhir 89% 25 Irigasi lanskap C Sedimentasi awal, UASB dan Biofilter, hibrid lahan basah, filtrasi pasir 87% 12-24 Perikanan/ pertanian D Sedimentasi awal

ABR 50 % 80-125 Badan air

Sumber : Rekab data litbang, 2016

Sistem IPAL yang sebagian besar dibangun oleh pemerintah atau masyarakat pada umumnya menggunakan sistem anaerobik atau sistem ABR. Pada Tabel 2, kinerja pengolahan pada beberapa sistem pengolahan air limbah komunal pada umumnya mempunyai efisiensi 50 %, untuk kualitas efluen sistem pemgolahan lengkap (B dan C) mampu menurunkan BOD < 30 mg/L. Dari hasil penelitian Yayok Suryo P., MS, 2009, RBC dapat menghasilkan penyisihan BOD sebesar 89,63 %. Untuk Tipe D sistem ABR perlu dilengkapi pengolahan lanjutan atau perubahan sistem pada unit proses ABR. Teknologi IPAL yang digunakan adalah ABR dengan tangki septik karena lebih murah dalam hal konstruksi dan oprasional, efesiensi pengolahan tinggi, lahan yang dibutuhkan sedikit karena dibangun di bawah tanah (Azimah Ulya, 2014). Seiring pencemaran air yang semakin meningkat dan kebijakan untuk pengembangan sistem IPAL anaerob aerob serta daur ulang air limbah, maka IPAL komunal dengan sistem pengolahan lengkap dapat mendukung pemenuhan kebutuhan air pertanian, perikanan atau kebutuhan umum lainnya.

Tahapan pelaksanaan IPAL Komunal

Didalam penentuan lokasi penerapan IPAL Komunal dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis. Beberapa institusi, mengembangan kriteria untuk kelayakan lokasi pembangunan IPAL Komunal, diantaranya termasuk dalam daerah permukiman perkotaan yang legal dan padat penduduk, termasuk daerah rawan sanitasi / memiliki permasalahan sanitasi yang mendesak, tersedia lahan untuk pembangunan IPAL komunal dan lain-lain.

Sedangkan aspek pertimbangan non teknis diantaranya:

1. Kemauan masyarakat sebagai calon pengguna untuk berpartisipasi dari sejak persiapan dan pembangunan IPAL komunal;

2. Masyarakat pengguna yang diwakilkan melalui KSM, bersedia untuk mengoperasikan dan memelihara/merawat sampai pemanfaatannya;

3. Masyarakat pengguna perlu pendampingan pengelolaan minimal 1 tahun;

Selama tahap pembangunan IPAL komunal, partisipasi masyarakat pada tahap pra konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan tahapan proses, sistem IPAL komunal diinisiasi oleh Pemda / Lembaga Litbang / LSM dengan pengelola dari masyarakat.

Bandung, 17 September 2016 116

Pada tahap pra konstruksi, penting untuk memperhatikan hal hal sebagai berikut:

1. Kemauan masyarakat sebagai calon pengguna untuk berpartisipasi dari sejak persiapan dan pembangunan IPAL komunal;

2. Masyarakat pengguna yang diwakilkan melalui KSM, bersedia untuk mengoperasikan dan memelihara/merawat sampai pemanfaatannya;

3. Masyarakat oleh masyarakat telah disepakati.

Tabel 3. Tahapan pelaksanaan IPAL komunal

Tahapan A B C D

Prakonstruksi

- Penentuan lokasi Pemda Pusteklim Pusperkim Pemda

- Perijinan Pemda Pusteklim Pusperkim Pemda

- perencanaan Swasta Pusteklim Pusperkim Swasta

- sosialisasi Pemda Pusteklim Pusperkim Pemda Konstruksi

- pembangunan Swasta Pusteklim JUBID Swasta

- pembiayaan Pemda Pusteklim JUBID Pemda

- pengawasan Pemda Pusteklim Pusperkim Pemda Pasca konstruksi - Kelembagaan pengelolaan pengelola Rusu n KSM KSM KSM - Pembiayaan warga rusun masyarakat masyarakat masyarakat

- Monitoring kualitas Pemda Pusteklim Pusperkim Pemda

(Sumber: Rekab data litbang, 2016)

Pilihan Teknologi IPAL dari aspek teknis, operasional dan pemeliharaan

Dalam pemilihan teknologi IPAL dilakukan berdasarkan aspek teknis kebutuhan lahan dan kualitas efluen IPAL yang diinginkan. Sedangkan aspek operasional pemeliharaan meliputi aklimatisasi, biaya listrik,

Bandung, 17 September 2016 117

penggantian spare part, media, pemeliharaan tanaman lahan basah dan pengurasan lumpur, diutamakan jenis teknologi yang memiliki hasil yang rendah untuk bobot x nilai.

Tabel 4. Bobot dan nilai beberapa tipe IPAL komunal

No Uraian Bobot Nilai

rendah sedang tinggi

1 Kebutuhan lahan 25 1 2 3

2 Kualitas eflluen BOD 20 1 2 3 3 Perlunya aklimatisasi 20 1 2 3 4 Biaya listrik 10 1 2 3 5 Penggantian spare part 5 1 2 3 6 Penggantian media 5 1 2 3 7 Pemeliharaan tanaman air 5 1 2 3 8 Pengurasan lumpur 10 1 2 3

(Sumber: hasil analisis, 2016)

Tabel 5. Perbandingan nilai beberapa tipe IPAL komunal

No Uraian A B C D

1 Kebutuhan lahan 3 1 3 3

2 Kualitas eflluen BOD 2 1 1 3 3 Perlunya aklimatisasi 2 2 2 3 4 Biaya listrik 0 3 0 0 5 Penggantian spare part 0 3 0 0 6 Penggantian media 2 0 2 0 7 Pemeliharaan tanaman air 0 0 2 0 8 Pengurasan lumpur 3 1 1 3

Bandung, 17 September 2016 118

Tabel 6. Perbandingan bobot beberapa tipe IPAL komunal

No. Uraian Nilai

A B C D

1. Kebutuhan lahan 75 25 75 75 2. Kualitas eflluen BOD 40 20 20 60 3. Perlunya aklimatisasi 20 20 20 20 4. Biaya listrik 0 30 0 0 5. Penggantian spar part 0 30 0 0 6. Penggantian media 10 0 10 0 7. Pemeliharaan tanaman air 0 0 10 0 8. Pengurasan lumpur 30 10 10 30 145 135 135 185

Dari hasil Tabel 4, 5 dan 6, pilihan teknologi B dan C dapat dijadikan pilihan dari aspek teknis dan operasional pemeliharaan, dari aspek teknis kualitas efluen dapat menghasilan BOD < 30 mg/L. Untuk sistem B, teknologi ini mempunyai keunggulan hemat lahan namun sistem RBC ini membutuhkan biaya listrik, biaya pelumas dan penggantian spare part dalam periode waktu tertentu. Pengurasan lumpur dilakukan rutin di unit pra pengolahan seperti halnya sistem lainnya.

Menurut Nusa Idaman Said, 2002, dikutip dari M. Wawan Kurniawan, 2013 bahwa alternatif teknologi pengolahan air limbah untuk memenuhi kriteria tersebut yaitu reaktor bersekat secara anaerob atau

Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dan biofilter tercelup atau Submerged Biofilter anaerob. Kelebihan dari biofilter adalah pengoperasiannya mudah, lumpur yang dihasilkan sedikit, dapat digunakan untuk air limbah konsentrasi rendah maupun tinggi, tahan terhadap fluktuasi debit dan konsentrasi air limbah dan pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil, namun kelemahannya memerlukan energi listrik yang cukup besar.

Untuk pilihan C, lahan yang diperlukan lebih besar dikarenakan menggunakan sistem lahan basah. Namun kebutuhan lahan yang lebih besar dapat berkontribusi pada pengijauan dan nilai estetika di lingkungan permukiman serta pengolahan air limbah sistem lahan basah buatan dengan aliran di bawah permukaan tidak menimbulkan bau dan tidak berkembangnya binatang / insek. Di dalam operasional pemeliharaan membutuhkan penggantian media kerikil (15 - 20) tahun, pemeliharaan tanaman air dan pengurasan lumpur dalam periode waktu tertentu di unit pra pengolahan.

Selanjutnya pilihan teknologi A dan D, menunjukkan A lebih baik karena menggunakan waktu detensi yang lebih lama dan lebih hemat lahan karena adanya media kontak. Sedangkan sistem D merupakan proses dengan mengandalkan sistem dengan retensi lumpur yang panjang serta sebagain besar penerapannya tidak memperhatikan kebutuhan unit pra pengolahan, konfigurasi sekat, perbandingan area

downflow-upflow dan proses aklimatisasi. Sistem D ini masih memerlukan pengolahan lanjutan karena kurangnya pengelolaan dan efluen BOD pada umumnya lebih dari 100 mg/L.

Kriteria penerapan tipe IPAL

Kriteria penerapan IPAL disesuaikan dengan target efluen, perlakuan efluen untuk dibuang atau digunakan kembali (daur ulang), tipe perumahan, pengelolaan, pembiayaan dan jenis pengolahan, dapat dilihat pada Tabel 7.

Bandung, 17 September 2016 119

Tabel 7. Kriteria penerapan tipe IPAL No. Kriteria penerapan A B C D 1. Target effluen < 50 < 30 < 30 < 100 2. Pemanfaatan efluen ke sungai Peningkatan kualitas badan air, tanaman palawija

irigasi pertanian / perikanan

Ke sungai

3. Tipe perumahan Padat padat Tersedia lahan padat 4. Pengelolaan KSM KSM, KSM KSM 5. pembiayaan Warga Warga, biaya

listrik, ME diusulkan oleh Pemda Warga warga 6. Pengolahan lanjutan Pengolahan lanjutan untuk pengolahan non organik

Sudah lengkap Sudah lengkap Pengolahan lanjutan untuk pengolahan organik / non organik 6 Operasional pemeliharaan Pengurasan lumpur dalam periode waktu tertentu Pengurasan lumpur, penggantian pelumas, listrik, lagher pengurasan lumpur 5-10 tahun sekali Pemangkasan tanaman, pembersihan media,pengurasan lumpur Pengurasan lumpur dalam periode waktu tertentu 2-3 tahun sekali

Dari hasil penelitian Diaz Palangda, 2015, menyatakan bahwa bila IPAL komunal tersebut melebihi kapasitas ipal komunal yang telah di bangun, maka dari hasil analisis kualitas air limbah IPAL Wala Walaya dan IPAL Rappokalling diketahui bahwa kualitas air limbah dari IPAL WalaWalaya maupun IPAL Rappokalling belum memenuhi baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.115 Tahun 2003 karena hasil uji lab untuk parameter TSS nilainya masih diatas baku mutu.

Pengelolaan IPAL Komunal

Pengelolaan IPAL komunal pada umumnya dilakukan berbasis masyarakat, yang mengindikasikan masyarakat sebagai pengambil keputusan pada semua aspek penting di dalam pengoperasian, pemeliharaan, pengaturan organisasi pengelola dan mendanai. Pengoperasian IPAL yang dikelola secara mandiri dan terpogram menjadi salah satu bentuk kesuksesan keberlanjutan sanitasi. Oleh karena itu permberdayaan masyarakat harus ditingkatkan untuk mencapai kualitas lingkungan yang baik. Serta pentingnya peran serta dan kemandirian masyarakat untuk aktif dalam pemeliharaan dan pengelolaan sarana dan prasarana IPAL komunal (Ridwan Hafidh, 2016).

Berdasarkan hasil penilaian komponen teknologi pengolahan air limbah di beberapa lokasi penerapan, teridentifikasi kinerja pengolahan air dipengaruhi oleh perubahan perilaku masyarakat didalam penggunaan air, kebiasaan membuang sampah, pemahaman konservasi lingkungan serta pemeliharaan sarana, dapat dilihat pada Gambar 1. Pendampingan masyarakat secara bertahap perlu dilakukan oleh pengelola dan instansi terkait, untuk peningkatan kesadaran lingkungan, budaya menghargai lingkungan serta pengelolaan yang tepat.

Bandung, 17 September 2016 120

Catatan:

Pengguna, 1 : 30-70 % , 2: 70-100 %, 3: > 100 %

Efisiensi pengolahan organik : , 1 : 30- 50 % , 2: 50-80 %, 3: 80- 100 %

Parameter disain air limbah (waktu retensi, beban organik): 1 : tidak memenuhi, 2 : memenuhi Pengelola, 1 : belum ada pengelolaan, 2 : memerlukan pendampingan, 3: pengelolaan baik Dokumen OP , 1: tidak ada, 2: ada tetapi tidak tersimpan baik, 3: tersimpan baik

Organisasi KSM, 1: belum ada, 2 : sedang, belum optimal, 3 : baik

Gambar 13. Penilaian komponen pengelolaan teknologi IPAL komunal

Gambar 14. Persepsi masyarakat untuk menggunakan air daur ulang

Pada penerapan IPAL komunal berorientasi daur ulang seperti pada sistem C, motivasi masyarakat untuk penggunaan daur ulang ditunjukkan pada Gambar 2, dimana setelah pendampingan masyarakat diperoleh prosentase tertinggi keinginan untuk penggunaan air daur ulang adalah untuk pembilasan kakus dan sumber air untuk mencuci. Daur ulang air limbah yang paling mungkin untuk saat ini adalah untuk penggunaan yang bukan untuk air minum (non-potable reuse), misalnya untuk air pendingin, air irigrasi dan lanskap, pemadam kebakaran, air siram taman dll (Nusa Idaman Said, 2006).

0 1 2 3 Pengguna Efisiensi pengolahan Parameter disain Pengelola Dokumen OP Organisasi KSM penilaian A B D C 23% 17% 9% 15% 13% 15% 8%

Pendapat menggunakan air daur ulang

Memanfaatkan air kembali karena air sangat berharga Air bersih sangat terbatas

Baik untuk pertanian

Mempunyai kewajiban untuk mengatasi masalah krisis air Saya secara pribadi berkewajiban untuk menghemat air tidak ada jawaban

Saya merasa baik jika menolong lingkungan

24% 10% 34%

20% 4% 8%

Tujuan penggunaan air daur ulang

mencuci pakaian irigasi sawah/kebun pembilasan toilet Menyiram tanaman Mandi Tidak ada jawaban

Bandung, 17 September 2016 121

Pada studi ini, terdapat peningkatan kemauan masyarakat untuk menggunakan air daur ulang terkait keterbatasan sumber air bersih khususnya untuk sistem B dan C. Saat ini kebutuhan rata-rata air bersih di kawasan yang menggunakan sistem C sekitar 110 - 200 L/o/hari dan kebutuhan non potable water

sekitar 50 - 65 % dari kebutuhan air bersih. Sumber air bersih yang ada, umumnya dari sungai dan sumur penduduk yang berpotensi tercemari dari cubluk dan pembuangan air limbah ke saluran atau tanah. Sehingga pencapaian kualitas air olahan pada IPAL komunal sesuai standar daur ulang BOD < 30, COD 40 - 80, kekeruhan 7-9 NTU, TSS 30 mg/L, E Coli 200/100 ml, (USEPA 2014), selain dapat meningkatkan kualitas badan air juga dapat digunakan sebagai alternatif sumber air untuk pemenuhan kebutuhan air yang tidak memerlukan air dengan kualitas air bersih / minum.

Tabel 8. Kendala pada pengelolaan IPAL komunal

Komponen IPAL

Sistem IPAL

A B C D

Perpipaan - ―- Sampah plastik dan

pasir Sampah plastik Unit pra pengolahan Tidak ada pembersihan lemak Tidak ada pengurasan rutin endapan pasir dan tanah

Tidak ada pengurasan rutin sampah, endapan pasir dan tanah

Tidak ada pengurasan rutin sampah, endapan pasir dan tanah Unit pengolahan utama Tidak terpeliharanya tanaman perdu sekitar IPAL Penempatan di sempadan dapat menghambat fungsi hidrologis sungai ‗terdapat penyambungan ilegal (langsung ke pengolahan utama)

timbulnya bau, insek sekitar vent, tidak memperhatikan jarak aman terhadap permukiman Unit Pengolahan lanjut - pengamanan pompa, potensi limpasan air permukaan Tidak terpeliharanya tanaman semi akuatik, banjir dari sungai

Terdapat penggunaan air olahan yang belum tepat /

practice ilegal daur ulang

Keberlanjutan pengelolaan IPAL tersebut dapat mempengaruhi kehandalan sistem pengolahan, sehingga kendala teknik maupun non teknis perlu ditangani oleh pengelola dan instansi terkait dengan dukungan partisipasi masyarakat. Strategi yang diperlukan dalam upaya meningkatkan keberlanjutan sistem pengelolaan air limbah domestik komunal di Kota Probolinggo adalah pengembangan kapasitas masyarakat dan kelembagaan pengelola air limbah, pengembangan alternatif pembiayaan pengelolaan air limbah berbasis kemitraan, dan peningkatan koordinasi serta pembagian peran pada POKJA sanitasi dalam mendukung pengelolaan air limbah di tingkat lokal (Yusdi Vari Afandi, dkk, 2013).

Pada Tabel 8, teridentifikasi kendala yang sering dihadapi pengelola selama pengoperasian IPAL. Tindakan yang dilakukan pengelola untuk penyelesaian kendala, pada umumnya ditangani apabila ada aliran yang terhambat atau melimpas keluar unit pengolahan. Kesadaran untuk pemeliharaan secara rutinitas jarang dilakukan sehingga dapat berpotensi mengurangi kinerja IPAL dikarenakan aliran pendek, waktu detensi pendek, atau tumpukan sampah atau lumpur yang tidak dikuras. Oleh karena itu keterlibatan instansi terkait untuk pembinaan secara berkala terhadap pengelolaan berbasis masyarakat menjadi mutlak diperlukan, hal ini dapat menciptakan tidak hanya keberlanjutan pengelolaan IPAL namun juga dapat menjaga konsistensi dan kestabilan kinerja pengolahan air limbah. Selain itu perlu dilakukan eksplorasi kearifan masyarakat dan pengetahuan tentang hutan, landskap (bentang lahan) yang terdiri dari penutupan lahan, air, aliran sungai dan kualitas air, seperti pendekatan sistem yang berbasiskan ilmu pengetahuan suatu kelompok masyarakat, diantaranya yang dikembangkan oleh University of Wales (Bangor, UK). Pendekatan ini dapat diaplikasikan dengan stratifikasi atau pengelompokan berdasarkan gender atau kelompok masyarakat pengguna IPAL lainnya.

Bandung, 17 September 2016 122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Berdasarkan pembobotan komponen IPAL, pilihan teknologi kombinasi ABR - biofilter - RBC serta teknologi hibrid UASB - biofilter - lahan basah buatan, mempunyai kelebihan dibandingkan dengan teknologi konvensional atau sistem anaerobik saja, ditinjau dari aspek teknis dan operasional pemeliharaan, aspek teknis kualitas efluen.

Hasil penilaian komponen teknologi pengolahan air limbah di beberapa lokasi penerapan, teridentifikasi kinerja pengolahan air dipengaruhi oleh perubahan perilaku masyarakat di dalam penggunaan air, kebiasaan membuang sampah, pemahaman konservasi lingkungan serta pemeliharaan sarana.

Jenis pilihan teknologi berpengaruh terhadap kemudahan dan biaya operasional dan pemeliharaan, perlunya pendampingan kepada masyarakat dalam pengelolaan IPAL dari mulai tahap prakonstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi.

Keberlanjutan pengelolaan IPAL dapat mempengaruhi kehandalan sistem pengolahan, sehingga kendala teknik maupun non teknis perlu ditangani oleh pengelola dan instansi terkait dengan dukungan partisipasi masyarakat.

Rekomendasi

Seiring dengan menurunnya fungsi hidrologis badan air oleh senyawa anorganik dari air limbah domestik, maka pada regulasi tidak hanya mengatur bakumutu pencemar organik namun perlu menetapkan pilihan pengolahan air limbah berdasarkan strategi daur ulang atau minimasi pencemaran nutrien atau senyawa anorganik lainnya. Pendekatan masyarakat untuk pengelolaan IPAL perlu mengembangkan strategi eksplorasi kearifan lokal atau kemauan konservasi lingkungan, diantaranya dengan stratifikasi atau pengelompokan berdasarkan gender atau kelompok masyarakat pengguna IPAL .

UCAPAN TERIMA KASIH

Tulisan ini tersusun berkat dukungan dari banyak pihak. Dukungan dari Prof (R). Dr. Ir. Arief Sabaruddin, CES sebagai Kepala Puslitbang Perumahan dan Permukiman, Kementerian PUPR, Tibin Ruby Prayudi BE, SE, MM sebagai plh Kabalai AMPLP dan peneliti lainnya yang membantu pengolahan data dan informasi untuk melengkapi tulisan ini.

REFERENSI

Azimah Ulya dan Bowo Djoko Marsono, 2014. Perencanaan SPAL dan IPAL Komunal di Kabupaten Ngawi (Studi Kasus Perumahan Karangtengah Prandon, Perumahan Karangasri dan Kelurahan Karangtengah), Jurnal Teknik Pomits, Vol. 3, No. 2 ISSN: 2337-3539

Bappenas, Direkorat Permukiman dan Perumahan, 2013. Kebijakan nasional pembangunan air minum dan sanitasi, Distek Puskim - Penerapan Teknologi di DAS.

Diaz Palangda, 2015. Evaluasi Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal Berbasis Masyarakat di Kecamatan Tallo, Kotamadya Makassar, Jurnal Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Ginanjar Hidayatul Ulum, Suherman dan Syafrudin, 2015. Kinerja Pengelolaan IPAL Berbasis Masyarakat Program USRI Kelurahan Ngijo, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Jurnal Ilmu Lingkungan, Volume 13 Issue 2: 65-71

Marthini S. Fanggi, Sudiyo Utomo dan I Made Udiana, 2015. PERENCANAAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA KOMUNAL PADA DAERAH PESISIR DI

Bandung, 17 September 2016 123

KELURAHAN METINA KECAMATAN LOBALAIN KABUPATEN ROTE-NDAO. Jurnal Teknik Sipil, Vol. IV, No. 2, September 2015

Metcalf and Eddy, 2004. Wastewater Engineering Treatment and Reuse, New York: McGraw Hill.

M. Wawan Kurniawan, P. Purwanto, S. Sudarno, 2013. Strategi Pengelolaan Air Limbah Sentra UMKM batik yang Berkelanjutan di Kabupaten Sukoharjo, Jurnal ilmu lingkungan, Volume 11 Issue 2: 62 - 72 ISSN 1829-8907

Nusa Idaman Said, 2006. Daur Ulang Air Limbah (Water Recycle) Ditinjau dari Aspek Teknologi, Lingkungan dan Ekonomi, Jurnal Air Indonesia, Vol. 2, no. 2, 2006.

Philip, Ralp, SWITCH Training kit, 2011. Integrated Urban Water Management in the City of the Future, Module 5 Wastewater- Exploring the options, ICLE European Secretariat GmbH, Freiburg, Germany.

Ridwan Hafidh, Fibriliana Kartika dan Aulia Ulfah Farahdiba, Keberlanjutan Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL) Berbasis Masyarakat, Gunung Kidul, Yogyakarta, Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, Volume 8, Nomor 1, Januari 2016: 46-55.

USEPA, 2004. Guidelines for Water Reuse, Washington.

Yayok Suryo P.,MS, 2009. Aplikasi Rotary Biological Contactor untuk Menurunkan Polutan Limbah Cair Domestik Rumah Susun Wonorejo Surabaya, Seminar Nasional Implementasi Teknologi Informasi dalam Pengembangan Industri Pangan, Kimia dan Manufaktur, disajikan pada Seminar Nasional Implementasi Teknologi Informasi dalam Pengembangan Industri Pangan, Kimia dan Manufaktur, diselenggarakan oleh Fak Teknik Industri & LPPM UPN ―Veteran‖ Jawa Timur, 25 Nopember 2009, Surabaya.

Yusdi Vari Afandi, Henna Rya Sunoko dan Kismartini, 2013. Status Keberlanjutan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Komunal Berbasis Masyarakat di Kota Probolinggo, Jurnal Ilmu Lingkungan,

Bandung, 17 September 2016 124

KAJIAN NERACA AIR BENDUNGAN LEUWIKERIS KABUPATEN

Dalam dokumen Semnas Teknik Sumber Daya Air (Halaman 129-140)