• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN NERACA AIR BENDUNGAN LEUWIKERIS KABUPATEN TASIKMALAYA JAWA BARAT

Dalam dokumen Semnas Teknik Sumber Daya Air (Halaman 140-150)

Yonathan Leonard Prasha1* , Bambang Adi Riyanto1

1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan

*yonathanleonard85@gmail.com

Abstrak

Pembangunan Waduk Leuwikeris di aliran sungai Citanduy Kabupaten Tasikmalaya yang direncanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy sebagai pemanfaatan terhadap potensi sumber daya air. Waduk Leuwikeris direncanakan berada di Desa Ancol, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya dengan luas DAS sebesar 638,22 km². Pembangunan Waduk Leuwikeris direncanakan mampu menampung volume air sebesar 66.390.076,12 m³ dan diharapkan dapat menjadi tambahan tampungan air untuk memenuhi kebutuhan air di masa mendatang. Studi ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh pembangunan Waduk Leuwikeris terhadap pengelolaan sumber daya air untuk pengairan areal irigasi dan pemenuhan kebutuhan air baku untuk 4 kecamatan yaitu Kecamatan Cimaragas, Cijeungjing, Cisaga Kabupaten Ciamis, Data yang dimiliki adalah data pencatatan debit di Pos Duga Air Cirahong dengan luas DAS 634,05 km² tahun 1991-2009 sementara data yan memiliki kelengkapan pencatatan adalah tahun 1991-2002. Olehkarena itu data debit yang digunakan dalam analisis neraca air dan simulasi operasi waduk adalah data tahun 1991-2002. Hasil analisis menunjukkan keterandalan Sungai Citanduy pada probabilitas 80% dan 95% sebesar 16,75 m³/s dan 3,90 m³/s. Analisis neraca air dilakukan pada kondisi dengan dan tanpa waduk. Hasil analisis simulasi neraca air total tanpa waduk menunjukkan bahwa Sungai Citanduy mampu memenuhi kebutuhan air irigasi dengan pola tanam padi-padi-padi dan palawija dengan intensitas tanam sebesar 100%,82%,40%, dan 45%. Sementara dengan terbangunnya Waduk Leuwikeris pada usia guna 50 tahun, pemenuhan kebutuhan air irigas dengan pola tanam yang sama memiliki intensitas sebesaar 100%,99%,80%, dan 60% dengan nilai pemakaian air sebesar 47,28%. Dengan pertimbangan memanfaatkan volume air yang akan menjadi tampungan mati pada usia guna 50 tahun, maka ditinjau pemenuhan kebutuhan air pada usia guna waduk 25 tahun yaitu menggunakan pola tama, padi-padi-padi dan palawija sebesar 100%,100%,85,95 edan 62,55%. Pemakaian air pada simulasi ini adalah 53,71%.

Kata kunci: Neraca air, Sungai Citanduy, Waduk Leuwikeris,

LATAR BELAKANG

Perencanaan pembangunan Waduk Leuwikeris di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy Hulu oleh Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan air yang melimpah di Sungai Citanduy. Waduk Leuwikeris direncanakan sebagai upaya pengembangan areal irigasi serta pengembangan air baku di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Cisaga, Cimaragas, Cijeungjing Kabupaten Ciamis dan Kecamatan Pataruman Kota Banjar. Waduk Leuwikeris direncanakan mampu menampung air sebesar 66.390.076,12 m³ dan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan air baku dan pengairan air irigasi seluas 19.733 hektar.

Waduk Leuwikeris direncanakan dibangun di Sungai Citanduy bagian hulu di Kampung Panaekan Desa Ancol Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya dengan DAS seluas 638,22 km². Secara wilayah administratif, Waduk Leuwikeris berada di antara Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis.

Pemenuhan kebutuhan air ditinjau pada kondisi ada dan tidaknya waduk. Perhitungan pemenuhan kebutuhan air pada kondisi tidak adanya waduk akan menunjukkan besarnya keberhasilan pemenuhan kebutuhan air tersebut. Kemudian dengan kondisi adanya waduk, maka ketersediaan air akan meningkat sehingga keberhasilan pemenuhan kebutuhan air akan bertambah. Waduk Leuwikeris direncanakan

Bandung, 17 September 2016 125

pembangunannya untuk mengelola ketersediaan air yang Sungai Citanduy. Sehingga dari dilakukannya simulasi neraca air akan diketahui besar tingkat pemakaian ketersediaan air Sungai Citanduy. Skematisasi sungai citanduy dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Skematisasi Sungai Citanduy

Kesetimbangan air pada sistem waduk atau sungai mengacu pada teori hukum kekekalan massa. Pada hukum kekekalan massa untuk sungai menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan air pada bulan ke-t (Dt)

adalah berdasarkan air yang masuk ke sungai pada bulan ke-t (Int), sisa kelebihan air dari pemenuhan

kebutuhan air pada bulan ke-t (Dt) dialirkan tanpa disimpan untuk bulan berikutnya. Sehingga pemenuhan

kebutuhan air pada bulan ke-t (Dt) tidak dipengaruhi oleh aliran masuk pada bulan lain.

Sementara itu neraca air pada sistem waduk, teori kekekalan massa menyatakan bahwa simpanan air waduk bulan ke- t+1 (Vt+1) ialah sama dengan simpanan air waduk pada bulan ke-t ditambah dengan

jumlah air yang masuk selama bulan ke-t (Int) dikurangi dengan jumlah air yang dikeluarkan dari waduk

selama bulan ke-t (Ret) dikurangi lagi oleh kehilangan air di waduk selama bulan ke-t. Besar kehilangan

air di waduk yang terjadi selama bulan ke-t terdiri dari kehilangan air di waduk sebagai akibat dari penguapan/evaporasi selama bulan ke-t (Evt) dan kehilangan air akibat dari rembesan/seepage selama

bulan ke-t (Set). Ilustrasi dari teori keseimbangan air waduk dapat dilihat pada Gambar 2 dan

keseimbangan air di sungai dapat dilihat pada Gambar 3.

Bandung, 17 September 2016 126

Gambar 3. Ilustrasi Neraca Air Sungai Teori dari neraca air di waduk dapat dirumuskan sebagai berikut

Vt+1 = Vt + It– Rt–Evt - Set (1)

Air yang dikeluarkan waduk (Rt) merupakan volume air yang dikeluarkan sesuai kebutuhan melalui intake (Dt) dan air yang melimpas melalui pelimpah (Lt)

Rt = Dt + Lt (2)

Kedua rumus diatas dapat disubtitusikan menjadi

Vt+1 = Vt + It– Dt + LtEvt - Set (3)

Jumlah air yang dikeluarkan melalui intake (D) merupakan debit yang dibutuhkan rata – rata setiap bulan dikali dengan selang waktu setiap bulan

Dt = Qt. Δt (4)

Kehilangan air akibat evaporasi/ penguapan dapat diperkirakan jumlahnya dengan menggunakan nilai evaporasi potensial (PET) pada waduk tersebut. Jumlah kehilangan air akibat evaporasi pada waduk (Ev) diperkirakan jumlahnya dengan mengalikan nilai evaporasi potensial (PET) dengan luas genangan air rata-rata pada bulan ke-t (At).

Ev t = PET . At (5)

Kehilangan air akibat rembesan/seepage (Se) dapat diperkirakan dengan menggunakan nilai perkolasi di wilayah studi. Sehingga jumlah air yang hilang akibat seepage dapat dihitung dengan mengalikan nilai perkolasi dengan selang waktu pada bula ke-t (Δt).

Set= P . Δt (6)

Maka persamaan kesetimbangan neraca air waduk dapat ditulis sebagai berikut

Vt+1 = Vt + It– (Qt. Δt) + Lt(PET . At)(P . Δt) (7)

METODOLOGI STUDI

Bandung, 17 September 2016 127

Gambar 4. Diagram alir penelitian

Proses pengerjaan makalah ini didahului dengan studi literature dan kemudian dilanjutkan dengan analisis data. Data yang dipakai dalam penyusunan makalah ini adalah data peta topografi, data hujan maksimum bulanan, data debit pengamatan, dan data pertumbuhan penduduk. Data tersebut selanjutnya dilakukan analisis masing-masing untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam simulasi neraca air. Dalam simulasi neraca air, data debit ketersediaan air diperoleh dari data debit pencatatan Pos Duga Air Cirahong dan data kebutuhan air diperoleh dari analisis kebutuhan air baku dan analisis kebutuhan air irigasi. Hasil dari simulasi neraca air ini akan menunjukkan nilai pemenuhan kebutuhan air serta tingkat pemakaian ketersediaan air di Sungai Citanduy.

Bandung, 17 September 2016 128 HASIL STUDI DAN PEMBAHASAN

Simulasi neraca air pertama dilakukan pada Sungai Citanduy secara eksisting dan tidak ada waduk tampungan. Pada neraca air ini pemenuhan kebutuhan air hanya dipenuhi dari debit yang mengalir pada saat itu sehingga neraca air tanpa waduk ini tidak memiliki hubungan dengan debit yang mengalir pada saat sebelumnya. Kebutuhan air dari neraca air tanpa waduk direncankan sebagai pemenuhan kebutuhan air irigasi untuk areal seluas 19.733 hektar dan pemenuhan kebutuhan air baku tahun 2045. Nilai presentase pemenuhan pelayanan kebutuhan air dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Hasil simulasi neraca air dengan waduk (usia guna 50 tahun)

Dari simulasi neraca air tanpa waduk diperoleh kesimpulan bahwa dengan pola tanam pertama dan kedua adalah padi sementara pola tanam ketiga adalah padi dan palawija dengan persentase pemakaian lahan 12% padi dan 88% palawija memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dari pada menggunakan pola tanam padi-padi-palawija. Volume limpasan air sisa dari pemenuhan kebutuhan air irigasi pada pola tanam padi-padi-padi dan palawija rata-rata sebesar 105.559.293,22 m³ dengan rata-rata volume ketersediaan air sebesar 108.187.950 m³. Kelebihan air dari ketersediaan air yang ada masih besar dan dapat dimanfaatkan serta dikelola lebih lanjut salah satunya dengan membangun waduk. Diagram alir pengerjaan simulasi neraca air tanpa waduk dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini.

Air Baku 100,00%

padi-padi-palawija

Padi 1 99,6% 24.561,02 hektar

Padi 2 63% 15.515,88 hektar 79,53% 19.617,22 hektar Palawija 56% 13.830,97 hektar

padi-padi-padi dan palawija

Padi 1 100% 24.666,25 hektar

Padi 2 82% 20.341,41 hektar

82,94% 20.456,99 hektar Padi 3 40% 1.182,21 hektar

Bandung, 17 September 2016 129

Gambar 5. Diagram alir simulasi neraca air kondisi eksisting

Simulasi neraca air dilakukan pada usia guna waduk 50 tahun, hal ini berdasarkan pada usia guna waduk yang sudah direncanakan sebelumnya. Simulasi neraca air yang dilakukan merupakan perhitungan keseimbangan antara debit masuk dan debit keluar atau debit kebutuhan air. Pola tanam yang dipakai dalam simulasi ini adalah pola tanam pertama padi, kedua padi, dan ketiga padi dan palawija. Pada pola

Bandung, 17 September 2016 130

tanam ketiga digunakan pembagian luas lahan seperti pada kondisi eksisting. Simulasi dilakukan dengan ketentuan berikut:

 Luas daerah irigasi yang dilayani = 19.733 hektar

 Kebutuhan air baku = 1,00 m³/s

 Muka air normal = +150 m

 Volume tampungan pada muka air normal = 66.390.076,12 m³

 Volume tampungan efektif = 30.296.525,03 m³

Tabel 2. Hasil simulasi neraca air dengan waduk (usia guna 50 tahun)

Air Baku 100,00% padi-padi-palawija Padi 1 100% 24.666,25 hektar 85,55% 21.100,60 hektar Padi 2 77% 24.320,28 hektar Palawija 66% 10.752,87 hektar

padi-padi-padi dan palawija

Padi 1 100% 24.666,25 hektar

Padi 2 99% 24.320,28 hektar

90,29% 22.270,65 hektar

Padi 3 80% 2.374,69 hektar

Palawija 60% 13.055,12 hektar

Dari simulasi neraca air tanpa waduk diperoleh kesimpulan bahwa dengan pola tanam pertama dan kedua adalah padi sementara pola tanam ketiga adalah padi dan palawija dengan persentase pemakaian lahan 12% padi dan 88% palawija maka tingkat keberhasilan yang yang terjadi lebih tinggi dari pada menggunakan pola tanam padi-padi-palawija. Volume limpasan air sisa dari pemenuhan kebutuhan air irigasi pada pola tanam padi-padi-padi dan palawija rata-rata sebesar 105.559.293,22 m³ dengan rata-rata volume ketersediaan air sebesar 108.187.950 m³. Pada pemenuhan kebutuhan air baku dapat dipenuhi 100%. Kelebihan air dari ketersediaan air yang ada masih besar dan dapat dimanfaatkan serta dikelola lebih lanjut salah satunya dengan membangun waduk. Diagram alir simulasi neraca air dengan waduk dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini.

Bandung, 17 September 2016 131

Gambar 6. Diagram alir simulasi neraca air dengan waduk

Simulasi neraca air yang kemudian dilakukan adalah pada usia guna 25 tahun karena sebagai pertimbangan volume tampungan mati yang sebenarnya akan tersisi oleh sedimen baru akan penuh setelah 50 tahun, sehingga masih dapat dipergunakan lebih lanjut. Oleh sebab itu muncul ide untuk

Bandung, 17 September 2016 132

menggunakan setengah dari tampungan mati atau pada usia guna 25 tahun tersebut dengan pola tanam yang digunakan sama seperti pada simulasi pertama.

Simulasi dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

 Luas daerah yang dilayani = 19.733 hektar

 Kebutuhan air baku = 1,00 m³/s

 Muka air normal = +150,00 m

 Volume Tampungan pada muka air normal = 66.390.076,12 m³

 Volume Tampungan Efektif = 43.896.255,12 m³ Tabel 3. Hasil simulasi neraca air dengan waduk (usia guna 50 tahun)

Air Baku 100,00%

padi-padi-palawija

Padi 1 100% 24.666,25 hektar

Padi 2 81% 20.021,91 hektar 87,25% 21.088,25 hektar

Palawija 69% 16.925,71 hektar

padi-padi-padi dan palawija

Padi 1 100% 24.666,25 hektar

Padi 2 100% 24.666,25 hektar

91,34% 22.530,17 hektar

Padi 3 85,95% 2.544,11 hektar

Palawija 62,55% 13.677,83 hektar

Dari hasil simulasi neraca air dapat ditunjukkan bahwa perencanaan irigasi dengan pola tanam padi-padi- palawija memiliki tingkat keberhasilan yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan pola tanam pertama padi, kedua padi, dan ketiga adalah padi dan palawija dengan pembagian lahan. Maka pola tnam ini yang dipilih dengan awal masa tanam pada musim hujan yaitu bulan November periode 2. Pembagian lahan pada pola tanam ketiga adalah 12% padi dan 88% palawija. Rata-rata volume ketersediaan air adalah sebesar 133.603.875,88 m³, dengan rata-rata volume limpasan kelebihan air sebesar 80.308.502 m³, maka pemakaian sumber daya air dengan dibangunnya Waduk Leuwikeris sebesar 47,28%. Pemenuhan kebutuhan air baku terpenuhi sebesar 100% dari total permintaan yang ada. Besarnya limpasan air menunjukkan bahwa kapasitas tampungan Waduk Leuwikeris cukup rendah. Diagram alir simulasi dapat dilihat pada gambar 5.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan

Dari studi yang sudah dilakan maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa ketersediaan air di Sungai Citanduy masih cukup besar sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang ada, pada pemenuhan kebutuhan air baku, Sungai Citanduy mampu memenuhi sebesar 100% dari seluruh kebutuhan. Pemilihan pola tanam yang tepat pada areal irigasi dapat meningkatkan produksi di sektor pertanian. Pola tanam yang dipilih adalah delapan bulan dengan penanaman padi dengan dua kali masa tanam yang dilanjutkan pada 4 bulan berikutnya ditanam padi dan palawija dengan pembagian lahan. Pembagian lahan yang dilakukan pada studi ini adalah 12% untuk padi dan 88% untuk palawija hal ini dilakukan agar tingkat keberhasilan pemenuhan kebutuhan air tanaman padi dapat tercapai. Kemudian diperoleh juga kesimpulan bahwa sisa air limpasan dari waduk masih cukup besar karena pemakaian air dari ketersediaan yang ada sebesar 53,71%.

Bandung, 17 September 2016 133 Rekomendasi

Perlunya kajian lebih lanjut mengenai sisa limpasan dari kelebihan air yang terjadi pada kondisi dibangunnya waduk. Sehingga sisa air tersebut dapat dimanfaatkan lebih lanjut.

Referensi

Chow. V.T.. David. R.M.. dan Larry. W.M. (1988). Applied Hydrology.Singapore

Departemen PU Direktorat Jendral Pengairan Bina Teknik (1999). ‖Panduan Perencanaan Bendungan

Urugan Volume II Analisis Hidrologi‖.Jakarta.

Universitas Gunadarma (1997). Irigasi dan Bangunan Air.Gunadarma.Jakarta. Pekerjaan Umum. Dirjen. (1986). Kriteria Perencanaan 01-Perencanaan Irigasi. PU.

Riyanto. B.A.. Djuhartono. A.. Irawan. S.. Rosi. R.. Leander.Y.Y.. Ismail. T. (2016). ―Kajian Sedimentasi

Bandung, 17 September 2016 134

Dalam dokumen Semnas Teknik Sumber Daya Air (Halaman 140-150)