• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

H. Landasan Teori

I. Hipotesis

• Persamaan desain faktorial dari respon sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas) signifikan dalam memprediksi masing-masing respon.

• Terdapat faktor dan/atau interaksi yang berpengaruh signifikan antara tween 80, span 80, dan carbopol dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel.

21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan desain faktorial dengan tiga faktor dua level untuk melihat signifikansi model persamaan dalam memprediksi respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel serta untuk mengetahui faktor dan interaksi yang signifikan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi emulsifiying agent Tween 80 dan Span 80, serta komposisi gelling agent Carbopol® Ultrez 3% b/v yang dibedakan dalam dua level, yakni level rendah dan level tinggi. Level rendah komposisi Span 80 adalah 1,875 gram dan level tinggi adalah 3,75 gram, sedangkan level rendah komposisi Tween 80 adalah 3,75 gram dan level tinggi adalah 5,625 gram. Sementara itu level rendah komposisi Carbopol® Ultrez 3% b/v adalah 115 gram dan level tinggi adalah 145 gram.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik emulgel meliputi viskositas, daya sebar, dan stabilitas fisik emulgel meliputi pergeseran viskositas dari emulgel.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah waktu yang dibutuhkan selama proses pencampuran yakni 15 menit untuk pencampuran emulsi dan 20 menit untuk pencampuran emulgel, suhu pada saat proses pencampuran yakni 70o

d. Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu, cahaya, dan kelembaban lingkungan.

C, kecepatan mixer yang digunakan pada saat proses pencampuran yakni 300 rpm untuk pencampuran emulsi dan 400 rpm untuk pencampuran emulgel, dan lama penyimpanan emulgel yakni satu bulan.

2. Definisi operasional

a. Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi tipe minyak dalam air dan gelling agent sebagai pembentuk gel dengan konsentrasi tertentu.

b. Emulsifying agent merupakan suatu senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan yang berada di antara dua cairan yang tidak saling campur sehingga salah satu cairan dapat terdispersi di dalam cairan yang lainnya. Pada penelitian ini digunakan Span 80 dan Tween 80.

c. Gelling agent adalah bahan pembentuk gel yang akan membentuk matriks tiga dimensi. Pada penelitian ini digunakan Carbopol® Ultrez yang didispersikan dalam aquadest dengan konsentrasi 3% b/v.

d. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini yaitu emulsifying agent (Span 80 dan Tween 80) dan gelling agent (Carbopol).

e. Level adalah tingkatan jumlah atau besarnya faktor, dalam penelitian ini terdapat dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah komposisi Span 80 adalah 1,875 gram dan level tinggi adalah 3,75 gram, sedangkan level rendah komposisi Tween 80 adalah 3,75 gram dan level tinggi adalah 5,625 gram. Sementara itu level rendah komposisi Carbopol adalah 115 gram dan level tinggi adalah 145 gram.

f. Respon adalah hasil percobaan yang akan diamati perubahannya secara kuantitatif. Pada penelitian ini respon yang diamati adalah respon sifat fisik, meliputi daya sebar dan viskositas emulgel, serta respon stabilitas fisik, yakni pergeseran viskositas emulgel.

g. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor.

h. Daya sebar adalah kemampuan emulgel untuk menyebar, diukur dengan kondisi percobaan massa krim 1 gram, massa beban 125 gram selama satu menit.

i. Viskositas adalah tahanan emulgel untuk mengalir, diukur dengan Viscotester Rion™ seri VT-04.

j. Pergeseran viskositas adalah selisih viskositas emulgel setelah disimpan selama satu bulan (η2) pada suhu kamar dengan viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan yang telah dirata-rata (η1), dibandingkan dengan

viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan yang telah dirata-rata (η1).

Pergeseran viskositas dihitung menurut rumus:

Pergeseran viskositas =

k. Ukuran droplet adalah nilai percentile 90 dari diameter droplet-droplet fase minyak emulgel pada tiap formula yang diamati dengan mikroskop.

l. Pergeseran ukuran droplet adalah perubahan atau perbedaan ukuran droplet pada pengamatan emulgel 48 jam setelah pembuatan dengan penyimpanan satu bulan secara statistik berdasarkan normalitas data percentile 90 pada masing-masing formula.

m. Desain faktorial adalah metode optimasi untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik emulgel.

n. Contour plot adalah profil respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas emulgel.

o. Komposisi optimum adalah komposisi emulsifying agent dan gelling agent yang menghasilkan emulgel dengan daya sebar berada pada range 3 cm – 5 cm, viskositas 190 dPa.s – 250 dPa.s, dan pergeseran viskositas ≤ 10 %.

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) (PhytoLab), Carbopol (Ultrez), TEA (Bratachem), propilen glikol (Bratachem), Tween 80 (Bratachem), Span 80 (Bratachem), parafin cair (Bratachem), metil paraben (Bratachem), propil paraben (Bratachem), aquadest.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: gelas ukur (Iwaki TE-32 Pirex® Japan), bekker glass (Iwaki TE-32 Pirex® Japan), cawan porselen, mangkok stainless steel, mixer (Modifikasi USD), timbangan analitik (Mettler Toledo GB 3002), pipet tetes, penangas air, stopwatch, mikroskop (Olympus CH2-Japan) dan kamera moticam 1000 pixel 1,3M, alat uji daya sebar (modifikasi USD), Viscotester seri VT 04 (Rion™-Japan), dan software Design Expert 7.0.0™.

D. Tata Cara Penelitian 1. Formula emulgel photoprotector ekstrak teh hijau

Formula chlorphenesin emulgel menurut Magdy (2004) sebagai berikut :

Formula (%b/b) : Chlorphenesin 0,5

HPMC 2,5

Liquid paraffin 5

Tween 20 0,6 Span 20 0,9 Propylene glycol 5

Etanol 2,5

Methyl paraben 0,03 Propyl paraben 0,01 Purified water to 100

Dilakukan modifikasi dengan mengganti zat aktif dan beberapa eksipiennya. Formula hasil modifikasi (untuk 500 gram) adalah sebagai berikut:

Tabel III. Formula Emulgel Photoprotector Hasil Modifikasi

Bahan Jumlah (g)

Menurut Saito et al. (2007) nilai IC50 untuk senyawa EGCG yang terkandung di dalam ekstrak teh hijau hasil uji DPPH adalah 4,19 µg/mL dan pelarut yang digunakan dalam uji DPPH tersebut adalah metanol (berat jenis = 0.7918 g/mL). Berdasarkan Certificate of Analysis ekstrak teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan EGCG sebesar 8,40%

b/b. Dari hasil perhitungan konversi berdasarkan nilai IC50 untuk senyawa

EGCG dan jumlah EGCG yang terkandung di dalam ekstrak teh hijau tersebut didapatkan dosis ektrak teh hijau yang digunakan sebagai antioksidan, yakni 0,031 gram.

2. Pembuatan emulgel photoprotector ekstrak teh hijau

Faktor yang akan diteliti adalah komposisi Carbopol 3% b/v, Tween 80, dan Span 80. Level tinggi dan level rendah dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:

Tabel IV. Penentuan Level Tinggi dan Level Rendah Faktor Komposisi Emulsifying Agent dan Gelling Agent Faktor Carbopol 3% (g) Tween 80 (g) Span 80 (g)

Level rendah 115 3,75 1,875

Level tinggi 145 5,625 3, 75

a. Pembuatan emulsi

Fase minyak dibuat dengan mencampur parafin cair dengan Span 80 pada suhu 70

.

oC, diaduk sampai homogen. Fase air dibuat dengan mencampur Tween 80 dan sebagian aqudest pada suhu 70o

b.

C, diaduk sampai homogen.

Fase minyak ditambahkan ke fase air, kemudian ditambahkan sisa aquadest sambil diaduk menggunakan mixer dengan kecepatan 300 rpm selama 15 menit.

Pembuatan emulgel

Carbopol yang telah didispersikan di dalam aquadest sehari sebelumnya dengan konsentrasi 3% b/v ditambahkan TEA sedikit demi sedikit hingga gel mengental sambil diaduk menggunakan mixer dengan kecepatan 400 rpm hingga homogen dan pH dicek hingga mencapai pH 6-8. Emulsi

.

dicampurkan dengan gel tersebut sampai terbentuk emulgel, kemudian ditambahkan ekstrak teh hijau yang telah dilarutkan dalam aquadest, metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dalam propilen glikol.

Dihomogenkan menggunakan mikser dengan kecepatan pengadukan sebesar 400 rpm dengan waktu 20 menit.

3. Evaluasi sediaan emulgel a.

Sejumlah emulgel dioleskan pada gelas objek dan ditambahkan satu tetes methylene blue. Selanjutnya dilakukan pengamatan secara mikroskopik untuk menentukan apakah emulsi dari sediaan emulgel tersebut bertipe M/A atau A/M.

Penentuan tipe emulsi dengan metode pewarnaan.

b. Pengujian daya sebar

Uji daya sebar dilakukan 48 jam setelah pembuatan dengan cara emulgel ditimbang seberat satu gram dan diletakkan ditengah kaca bulat berskala.

Di atas emulgel diletakkan kaca bulat lain dan pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama satu menit, dicatat diameter penyebarannya (Garg, Aggrawal, Garg, and Singla, 2002).

.

c. Pemeriksaan viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04 dengan cara emulgel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas emulgel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Uji ini dilakukan dua kali, yaitu

.

setelah 48 jam emulgel selesai dibuat dan setelah penyimpanan selama satu bulan (Instruction Manual Viscotester VT-03E/VT-04).

d. Uji mikromeritik

Sejumlah emulgel dioleskan pada gelas objek kemudian letakkan pada mikroskop. Amati ukuran droplet yang terdispersi pada emulgel. Gunakan perbesaran lemah untuk menentukan objek yang akan diamati kemudian ganti dengan perbesaran kuat. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu mengkalibrasi lensa mikroskop. Catat diameter terjauh dari tiap droplet sejumlah 500 droplet (Martin et al., 1993).

.

E. Analisis Hasil

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Anova. Uji ini digunakan untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam mempengaruhi respon. Berdasarkan analisis statistik ini, maka dapat ditentukan ada tidaknya pengaruh signifikan dari setiap faktor dan interaksinya terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p-value.

Hipotesis alternatif (H1) menyatakan bahwa komposisi Tween 80, Span 80, Carbopol, atau interaksinya berpengaruh signifikan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel photoprotector, sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan bahwa komposisi tween 80, span 80, carbopol, atau interaksinya tidak berpengaruh signifikan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel photoprotector. H1 diterima dan H0 ditolak bila p-value

lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. Taraf kepercayaan yang digunakan untuk uji statistik adalah 95% (Bolton, 1997; Muth, 1999).

Optimasi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode desain faktorial.

Metode tersebut digunakan untuk menghasilkan persamaan desain faktorial untuk masing-masing respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Masing-masing persamaan desain faktorial tesebut dianalisis signifikansinya dengan uji Anova untuk mengetahui apakah persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Berdasarkan pertimbangan signifikansi pengaruh dari masing-masing faktor terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik yang diamati, dilakukan prediksi hasil respon menggunakan software Design Expert 7.0.0™ untuk memperoleh komposisi optimum tween 80, Span 80, dan carbopol.

Nilai ukuran droplet percentile 90 didapat dari analisis frekuensi deskriptif dengan menggunakan program SPSS 13.0®. Pergeseran ukuran droplet dianalisis secara statistik dengan mempertimbangkan normalitas data percentile 90. Jika data percentile 90 dari masing-masing formula terdistribusi normal, maka digunakan uji T sampel berpasangan untuk menganalisis pergeseran ukuran droplet, namun apabila data tersebut tidak terdistribusi normal maka untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran ukuran droplet setelah penyimpanan selama satu bulan digunakan uji Wilcoxon.

31

A. Penetapan Dosis Ekstrak Teh Hijau sebagai Photoprotector

Dosis ekstrak teh hijau yang digunakan sebagai photoprotector ditentukan berdasarkan kandungan EGCG (Epigallocatechin-3-gallate) dari ekstrak teh hijau tersebut. Konstituen dengan aktivitas kemopreventif paling tinggi dalam teh hijau yang bertanggung jawab pada efek farmakologi dan biokimia adalah EGCG. Pemberian EGCG secara topikal menghasilkan pencegahan terhadap sinar UVB dalam menginduksi respon inflamasi, imunosupresi dan oxidative stress

Berdasarkan Certificate of Analysis ekstrak teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan EGCG sebesar 8,40% b/b. Menurut Saito et al. (2007) nilai IC

(Katiyar, 2003).

50 untuk senyawa EGCG yang terkandung di dalam ekstrak teh hijau hasil uji DPPH adalah 4,19 µg/mL dan pelarut yang digunakan dalam uji DPPH tersebut adalah metanol (berat jenis = 0,7918 g/mL). Untuk mengetahui jumlah ekstrak kering teh hijau sebagai photoprotector yang dapat digunakan untuk formula emulgel maka dilakukan perhitungan konversi berdasarkan nilai IC50 untuk senyawa EGCG dan jumlah EGCG yang terkandung di dalam ekstrak teh hijau tersebut. Dari hasil perhitungan konversi tersebut didapatkan dosis ekstrak teh hijau yang digunakan sebagai photoprotector, yakni 0,031 gram.

B. Formulasi Emulgel Photoprotector Ekstrak Teh Hijau Pembuatan emulgel photoprotector

Sementara itu untuk pembuatan emulsi diawali dengan membuat fase air dan fase minyak. Fase air dibuat dengan mencampurkan aquadest dan Tween 80 pada suhu 70

ini diawali dengan pendispersian carbopol di dalam aquadest dengan konsentrasi 3% b/v. Pada penelitian ini Carbopol didispersikan selama 24 jam untuk memaksimalkan hidrasi dan mencapai viskositas serta kejernihan yang maksimum.

oC hingga homogen. Sementara itu fase minyak dibuat dengan mencampurkan parafin cair dan Span 80 pada suhu 70oC hingga homogen. Parafin cair dalam sediaan ini berfungsi sebagai emolien. Tween 80 dan Span 80 merupakan emulsifying agent nonionik yang akan membuat fase minyak dan fase air dapat saling campur sehingga dapat membentuk sistem emulsi. Emulsi dibuat dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air pada suhu 70o

Ketika fase minyak ditambahkan ke dalam fase air, tween 80 dan span 80 akan membentuk lapisan monomolekuler pada lapisan batas antarmuka droplet parafin cair dengan air. Bagian hidrofobik dari tween 80 dan span 80, yakni rantai hidrokarbon akan mengarah ke dalam droplet parafin cair, sementara itu rantai polioksietilen dari tween 80 dan cincin span 80 yang merupakan bagian hidrofilik akan mengarah ke medium dispers, yaitu air. Di dalam droplet parafin cair akan terjadi interaksi van der waals antara rantai hidrokarbon dari tween 80 dan rantai C sambil dilakukan pengadukan menggunakan mikser dengan kecepatan 300 rpm hingga terbentuk emulsi yang homogen. Pemanasan pada tahap ini bertujuan untuk memudahkan pencampuran dan mendukung terjadinya proses emulsifikasi.

hidrokarbon dari span 80, di mana rantai hidrokarbon tween 80 berada di antara rantai span 80. Sementara itu pada medium dispers akan terjadi ikatan hidrogen antara bagian hidrofilik dari tween 80 dan span 80 dengan air. Rantai polioksietilen dari tween 80 dan cincin span 80 akan menjadikan kedua emulsifying agent ini sebagai halangan sterik bagi droplet-droplet parafin cair sehingga kemungkinan untuk bergabungnya droplet-droplet parafin cair dapat diminimalkan (Kim, 2005).

TEA ditambahkan ke dalam carbopol yang telah didispersikan di dalam air dengan tujuan untuk menetralisasi pH carbopol. Sebelum ditambahkan TEA, carbopol yang telah didispersikan di dalam air berada dalam bentuk tidak terionkan dengan pH 3. Ketika dinetralisasi, pH carbopol mengalami peningkatan menjadi pH 6, dan pada kondisi tersebut carbopol menjadi lebih kental. Hal ini disebabkan pada saat penambahan TEA, gugus karboksil dari carbopol akan berubah menjadi COO-. Adanya gaya tolak menolak elektrostatis antara gugus karboksil yang telah berubah menjadi COO

-Emulgel terbentuk dengan dicampurnya emulsi dan gel pada kecepatan putar mikser 400 rpm. Pada emulgel tersebut ditambahkan ekstrak teh hijau yang telah dilarutkan dalam aquadest. Metil paraben dan propil paraben yang dilarutkan di dalam propilen glikol juga ditambahkan ke dalam emulgel tersebut. Metil paraben dan propil paraben berfungsi sebagai pengawet, sedangkan propilen glikol selain sebagai pelarut metil paraben dan propil paraben juga berfungsi sebagai humektan (Rowe et al., 2009).

mengakibatkan carbopol mengembang dan menjadi lebih rigid (Barry, 1983).

C. Penentuan Tipe Emulsi dari Sediaan Emulgel

Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan metode pewarnaan menggunakan methylene blue. Dari hasil pengamatan secara mikroskopis, dapat disimpulkan bahwa tipe emulsi dari sediaan emulgel photoprotector adalah M/A (minyak dalam air). Hal ini dibuktikan dengan medium dispers yang berwarna biru, sedangkan fase dispers yang berupa droplet parafin cair tidak berwarna biru.

Methylene blue merupakan pewarna yang larut air, hal inilah yang menyebabkan medium dispers dari sistem emulsi dan gel yang mengandung air akhirnya berwarna biru, sedangkan droplet fase dispers tidak. Hasil penentuan tipe emulsi dari sediaan emulgel photoprotector adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Hasil pengamatan mikroskopik tipe emulgel (perbesaran 40x) Fabc

Penentuan tipe emulsi dari masing-masing formula diperkuat dengan adanya perhitungan nilai HLB. Dengan dasar perhitungan nilai HLB ini, dapat diprediksi tipe emulsi yang terbentuk dalam sediaan emulgel photoprotector.

Berikut adalah nilai HLB dari masing-masing formula.

Tabel V. Nilai HLB dari Tiap Formula Emulgel Formula Nilai HLB

Berdasarkan tabel V, maka nilai HLB pada seluruh formula berada pada rentang 8-13. Menurut Kim (2005) pada nilai HLB 8-18 akan terbentuk emulsi tipe M/A, dan pada nilai HLB 13-18 terjadi efek deterjensi dan solubilisasi.

Dengan demikian, pada rentang nilai HLB 8-13 akan membentuk emulsi M/A tanpa efek deterjensi dan solubilisasi. Jadi berdasarkan nilai HLB maka tipe emulsi yang terbentuk pada sediaan emulgel photoprotector adalah M/A.

D. Pengaruh Tween 80, Span 80, dan Carbopol terhadap Respon Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel

Tween 80 dan span 80 merupakan emulsifying agent yang berperan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik suatu emulsi. Sementara itu carbopol adalah gelling agent yang berperan dalam menentukan sifat fisik dan

stabilitas fisik gel. Pertimbangan tersebut digunakan dalam memilih ketiga eksipien ini untuk menjadi faktor yang diamati pengaruhnya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik dari sediaan emulgel photoprotector ini. Respon sifat fisik yang diamati adalah daya sebar dan viskositas emulgel, sedangkan respon stabilitas fisik yang diamati adalah pergeseran viskositas emulgel.

Tabel VI. Level Tinggi dan Level Rendah Faktor Tween 80, Span 80, dan Carbopol

Faktor Tween 80 (g) Span 80 (g) Carbopol (g)

Level rendah 3,75 1,875 115

Level tinggi 5,625 3, 75 145

1. Respon viskositas

Viskositas adalah suatu tahanan untuk mengalir (Martin et al., 1993).

Viskositas yang tinggi akan memberikan stabilitas sistem emulsi di dalam sediaan emulgel karena akan meminimalkan pergerakan droplet fase dispers sehingga perubahan ukuran droplet ke ukuran yang lebih besar dapat dihindari dan kemungkinan terjadinya koalesens dapat dicegah. Pengukuran viskositas dilakukan pada hari kedua setelah pembuatan emulgel. Hasil uji respon viskositas ditunjukkan pada tabel VII berikut:

Tabel VII. Hasil Uji Respon Viskositas Formula Rata-rata respon viskositas (d.Pa.s)

1 201,67±2,89

Berdasarkan data hasil pengujian respon viskositas, dilakukan analisis desain faktorial dengan menggunakan Software Design Expert 7.0.0™

untuk mengetahui besarnya efek dari masing-masing faktor dan interaksi antar faktor dalam menentukan nilai respon viskositas. Hasil analisis dari masing-masing faktor dan interaksi antar faktor ditunjukkan pada tabel VIII berikut:

Tabel VIII. Nilai Efek Tiap Faktor terhadap Respon Viskositas

Faktor dan interaksi Efek

Tween 80 (a) 15,00

Span 80 (b) 7,50

Carbopol (c) 38,33

Tween 80 dan Span 80 (ab) 0,00

Tween 80 dan Carbopol (ac) 0,83

Span 80 dan Carbopol (bc) 0,00

Tween 80, Span 80, dan Carbopol (abc) 4,17

Pada tabel VIII terlihat sebagian besar faktor bernilai positif, yang berarti meningkatkan nilai respon viskositas. Sementara itu nilai efek dari interaksi antara tween 80 dan span 80 serta interaksi antara span 80 dan carbopol adalah 0,00 yang berarti kedua interaksi tersebut tidak memberikan efek kepada respon viskositas.

Gambar 5. Pengaruh interaksi tween 80 dan span 80 pada level rendah carbopol terhadap respon viskositas

Gambar 6. Pengaruh interaksi tween 80 dan span 80 pada level tinggi carbopol terhadap respon viskositas

Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa pada level rendah carbopol, adanya peningkatan jumlah tween 80 baik pada level rendah maupun level tinggi span 80 akan menyebabkan peningkatan respon viskositas. Hal yang

sama juga ditunjukkan oleh grafik pada gambar 6, di mana pada level tinggi carbopol, semakin banyaknya jumlah tween 80 baik pada level tinggi maupun level rendah span 80 akan meningkatkan respon viskositas.

Gambar 7. Pengaruh interaksi tween 80 dan carbopol pada level rendah span 80 terhadap respon viskositas

Gambar 8. Pengaruh interaksi tween 80 dan carbopol pada level tinggi span 80 terhadap respon viskositas

Berdasarkan grafik pada gambar 7 dapat dilihat adanya peningkatan respon viskositas pada level rendah span 80 ketika jumlah tween 80 ditingkatkan, baik pada level rendah maupun level tinggi carbopol. Pada level tinggi span 80, peningkatan jumlah tween 80 baik pada level tinggi maupun level rendah carbopol akan diikuti dengan peningkatan respon viskositas seperti yang ditunjukkan oleh grafik pada gambar 8.

Gambar 9. Pengaruh interaksi span 80 dan carbopol pada level rendah tween 80 terhadap respon viskositas

Gambar 10. Pengaruh interaksi span 80 dan carbopol pada level tinggi tween 80 terhadap respon viskositas

Gambar 9 menunjukkan bahwa pada level rendah tween 80, peningkatan jumlah span 80 diiringi dengan peningkatan respon viskositas, baik pada level rendah maupun level tinggi carbopol. Namun peningkatan respon viskositas pada level tinggi carbopol yang ditunjukkan oleh gambar 9 cenderung kecil jika dibandingkan dengan peningkatan respon viskositas pada level rendah carbopol, karena peningkatan viskositas yang terjadi pada level tinggi carbopol tersebut adalah sebesar 3,334 d.Pa.s sedangkan peningkatan viskositas yang terjadi pada level rendah carbopol sebesar 11,666 d.Pa.s.

Sementara itu gambar 10 menunjukkan bahwa pada level tinggi tween 80, semakin banyak jumlah span 80 akan menyebabkan respon viskositas meningkat, baik pada level tinggi maupun level rendah carbopol. Tidak jauh berbeda dengan level tinggi carbopol pada gambar 9, peningkatan respon viskositas pada level rendah carbopol yang ditunjukkan oleh gambar 10 juga

cenderung kecil jika dibandingkan dengan peningkatan respon viskositas pada level tinggi carbopol, di mana peningkatan viskositas yang terjadi pada level rendah carbopol adalah sebesar 3,333 d.Pa.s sementara peningkatan respon viskositas yang terjadi pada level tinggi carbopol sebesar 11,667 d.Pa.s.

Tabel IX. Hasil Uji Anova untuk Respon Viskositas

Sum of Mean F p-value

Untuk mengetahui apakah persamaan desain faktorial untuk respon viskositas signifikan dalam memprediksi respon viskositas dan untuk melihat faktor dan interaksi yang berpengaruh signifikan dalam menentukan nilai respon viskositas dilakukan uji Anova menggunakan software Design Expert 7.0.0™. Suatu faktor atau interaksi yang berpengaruh signifikan dalam menentukan nilai respon viskositas serta persamaan desain faktorial yang signifikan dalam memprediksi respon viskositas akan memberikan p-value lebih kecil dari 0,05. Dari tabel IX dapat dilihat bahwa persamaan desain faktorial untuk respon viskositas memberikan p-value lebih kecil dari 0,05 yang berarti persamaan desain faktorial ini signifikan dalam memprediksi respon viskositas. Dari tabel IX juga dapat dilihat bahwa faktor carbopol dan

Dokumen terkait