• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENGANTAR

B. Tujuan Penelitian

Membuat sediaan emulgel photoprotector dengan bahan aktif ekstrak teh hijau.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui apakah persamaan desain faktorial dari respon sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas) signifikan dalam memprediksi masing-masing respon.

b. Menentukan faktor dan/atau interaksi yang berpengaruh signifikan di antara tween 80, span 80, dan carbopol pada level yang diteliti dalam menentukan sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas) emulgel photoprotector ekstrak teh hijau.

c. Mengetahui apakah dapat ditemukan komposisi optimum tween 80, span 80, dan carbopol untuk menghasilkan emulgel photoprotector ekstrak teh hijau dengan sifat fisik dan stabilitas fisik yang dikehendaki.

7 A. Teh Hijau

Teh dapat dikelompokkan dalam tiga jenis berdasarkan pengolahannya, yaitu teh hijau (tidak difermentasi), teh oolong (semifermentasi), dan teh hitam (fermentasi penuh) (Syah, 2006). Teh hijau berasal dari pucuk daun tanaman teh (Camellia sinensis L.) melalui proses pengolahan tertentu. Secara umum berdasarkan proses pengolahannya, teh diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara pemanasan dan penguapan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase/fenolase sehingga oksidase enzimatik terhadap katekin dapat dicegah (Hartoyo, 2003).

Teh hitam dibuat dengan cara memfermentasikan daun teh, yang sebelumnya sedikit dikeringkan dengan udara hangat, dilayukan dan digiling di bawah pengaruh panas yaitu melalui oksidase katekin dalam daun segar dengan katalis polifenol oksidase atau yang disebut dengan fermentasi. Proses fermentasi ini dihasilkan dalam oksidasi polifenol sederhana, yaitu katekin teh diubah menjadi molekul yang lebih kompleks dan pekat sehingga member ciri khas teh hitam, yaitu berwarna kuat dan tajam. Teh oolong diproses melalui pemanasan daun dalam waktu singkat setelah penggulungan, oksidasi terhenti dalam proses pemanasan, sehingga teh oolong disebut dengan teh semifermentasi. Karakteristik teh oolong berada diantara teh hitam dan teh hijau (Syah, 2006).

Zat bioaktif dalam teh terutama merupakan polifenol golongan flavonoid, yaitu flavanol tipe katekin seperti epikatekin (EC), epikatekin-3-galat (ECG), epigalokatekin (EGC), dan epigalokatekin-3-galat (EGCG); serta flavonol seperti kuersetin. Keempat tipe katekin tersebut merupakan antioksidan utama dalam teh hijau (Svobodova, Psotova, and Walterova, 2003). Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir semua sifat produk teh termasuk di dalamnya rasa, warna, dan aroma, secara langsung maupun tidak, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ini (Hartoyo, 2003).

B. Photoprotector

Photoprotection adalah mekanisme perlindungan kulit dari kerusakan

yang disebabkan oleh sinar ultraviolet (UV) dan sinar tampak (visible light).

Kerusakan yang mungkin muncul adalah kulit terbakar (sunburn), photoaging, dan karsinogenesis. Melanin merupakan pigmen yang dapat berfungsi sebagai photoprotector alami dan diproduksi langsung oleh kulit. Melanin akan menyerap

radiasi sinar UV dan secara aman mengubah energi dari foton UV menjadi panas.

Energi dari foton UV yang tidak diubah menjadi panas akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas atau spesies kimia reaktif yang berbahaya (Anonim, 2011).

Selain melanin, sejumlah senyawa antioksidan alami dapat berfungsi sebagai photoprotector. Senyawa antioksidan alami telah terbukti meningkatkan proteksi terhadap sinar UV yang menginduksi ekspresi berlebihan dari matrix

metalloproteinase (MMP1). MMP1 adalah enzim utama yang terlibat dalam kerusakan kolagen dan photoaging pada kulit yang teradiasi sinar UV (Matsui et al., 2009).

Sebagai senyawa antioksidan, pemberian EGCG secara topikal menghasilkan pencegahan terhadap sinar UVB dalam menginduksi respon inflamasi, imunosupresi dan oxidative stress. Penelitian secara in vitro dan in vivo pada hewan dan manusia membuktikan bahwa polifenol dari teh hijau merupakan agen photoprotective alami dan dapat digunakan sebagai agen farmakologi untuk mencegah sinar UVB dalam menginduksi penyakit kulit yang mencakup photoaging dan kanker kulit dengan diikuti penelitian lanjut secara klinis (Katiyar, 2003). Polifenol dari teh hijau mampu mencegah peningkatan peroksidasi lipid yang disebabkan oleh cahaya. Pemberian EGCG secara topikal pada kulit yang terpapar sinar UV secara signifikan mengurangi produksi nitric oxide dan hydrogen peroxide, maupun infiltrasi leukosit yang diinduksi oleh sinar UVB.

Dengan demikian, pemberian EGCG terbukti mampu mencegah radiasi sinar UVB dalam menginduksi pembentukan ROS (reactive oxygen species) (Nichols and Katiyar, 2009). Meskipun memiliki nilai SPF yang tidak terlalu besar, ekstrak teh hijau yang mengandung EGCG telah terbukti melindungi kulit terhadap sinar UV yang menginduksi kerusakan DNA, supresi imun, dan oxidative stress (Matsui et al., 2009).

C. Emulgel

Emulgel dibuat dengan mencampurkan emulsi dan gelling agent dengan perbandingan tertentu. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pembuatan emulgel adalah gelling agent yang dapat meningkatkan viskositas, emulsifying agent untuk menghasilkan emulsi yang stabil, humektan dan pengawet. Syarat sediaan emulgel sama seperti syarat untuk sediaan gel, yaitu untuk penggunaan dermatologi harus mempunyai syarat sebagai berikut; tiksotropik, mempunyai daya sebar yang mudah melembutkan, dapat bercampur dengan beberapa zat tambahan (Magdy, 2004).

D. Emulsifying Agent

Emulsifying agent adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antar muka antara minyak dan air, meminimalkan energi permukaan dari droplet yang terbentuk (Allen, 2002). Emulsifying agent merupakan suatu molekul yang mempunyai rantai hidrokarbon nonpolar dan polar pada tiap ujung rantai molekulnya. Emulsifying agent akan dapat menarik fase minyak dan fase air sekaligus dan emulsifying agent akan menempatkan diri berada di antara kedua fase tersebut. Keberadaan emulsifying agent akan menurunkan tegangan permukaan fase minyak dan fase air (Friberg, Quencer, and Hilton, 1996).

Emulsifying agent nonionik biasa digunakan dalam seluruh tipe produk kosmetik dan farmasetik (Rieger, 1996). Emulsifying agent nonionik sangat resisten terhadap elektrolit, perubahan pH dan kation polivalen (Aulton and

Diana, 1991). Emulsifying agent ini memiliki rentang dari komponen larut minyak untuk menstabilkan emulsi A/M hingga material larut air yang memberikan produk M/A. Emulsifying agent ini biasa digunakan untuk kombinasi emulsifying agent larut air dan larut minyak untuk membentuk lapisan antarmuka yang penting untuk stabilitas emulsi yang optimum. Emulsifying agent nonionik memiliki toksisitas dan iritasi yang rendah (Billany, 2002). Emulsifying agent nonionik memiliki bermacam-macam nilai hydrophile-lipophile balances (HLB) yang dapat menstabilkan emulsi M/A atau A/M. Penggunaan emulsifying agent nonionik yang baik bila menghasilkan nilai HLB yang seimbang antara dua emulsifying agent nonionik, dimana salah satu bersifat hidrofilik dan yang lain bersifat hidrofobik. Emulsifying agent nonionik bekerja dengan membentuk lapisan antarmuka dari droplet-droplet, namun tidak memiliki muatan untuk menstabilkan emulsi. Cara menstabilkan emulsi adalah dengan adanya gugus polar dari emulsifying agent yang terhidrasi dan bulky, yang menyebabkan halangan sterik antar droplet dan mencegah koalesen (Kim, 2005).

1. Tween 80

Tween 80 atau Polysorbate 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di mana tiap molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi dengan 20 molekul etilenoksida. Tween 80 berupa cairan kental berwarna kuning dan agak pahit (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009).

Polysorbate digunakan sebagai emulsifying agent pada emulsi topikal tipe minyak dalam air, dikombinasikan dengan emulsifier hidrofilik pada emulsi minyak dalam air, dan untuk menaikkan kemampuan menahan air

pada salep, dengan konsentrasi 1-15% sebagai solubilizer. Tween 80 digunakan secara luas pada kosmetik sebagai emulsifying agent (Smolinske, 1992). Tween 80 larut dalam air dan etanol (95%), namun tidak larut dalam mineral oil dan vegetable oil. Aktivitas antimikroba dari pengawet golongan paraben dapat mengurangi jumlah polysorbate (Rowe et al., 2009).

Gambar 1. Struktur Tween 80 (Anonim, 2010a) 2. Span 80

Span 80 mempunyai nama lain sorbitan monooleat. Pemeriannya berupa warna kuning gading, cairan seperti minyak kental, bau khas tajam, terasa lunak. Kelarutannya tidak larut tetapi terdispersi dalam air, bercampur dengan alkohol, tidak larut dalam propilen glikol, larut dalam hampir semua minyak mineral dan nabati, sedikit larut dalam eter. Berat jenis pada 20oC adalah 1 gram. Nilai HLB 4,3. Viskositas pada 25o

Ester sorbitan secara luas digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi sebagai surfaktan nonionik lipofilik. Ester sorbitan secara umum dalam formulasi berfungsi sebagai emulsifying agent dalam pembuatan krim, emulsi, dan salep untuk penggunaan topikal. Ketika

C adalah 1000 cps (Smolinske, 1992). Span 80 dapat dimasukkan dalam basis tipe parafin untuk membentuk basis tipe anhidrat yang mampu menyerap sejumlah besar air (Anonim, 1988).

digunakan sebagai emulsifying agent tunggal, ester sorbitan menghasilkan emulsi air dalam minyak yang stabil dan mikroemulsi, namun ester sorbitan lebih sering digunakan dalam kombinasi bersama bermacam-macam proporsi polysorbate untuk menghasilkan emulsi atau krim, baik tipe M/A atau A/M (Rowe et al., 2009).

Gambar 2. Struktur Span 80 (Anonim, 2010b) 3. Hidrophile-Lipophile Balances (HLB)

Nilai HLB merupakan keseimbangan antara sifat lipofil dan hidrofil dari suatu surfaktan. Nilai HLB biasa digunakan untuk surfaktan nonionik (Rieger, 1996), dimana rentang nilai antara 0-20 (Florence and Atwood, 2006). Semakin lipofil suatu surfaktan, semakin rendah nilai HLB (Voigt, 1994).

Tabel I. Klasifikasi Emulsifying Agent Berdasarkan Nilai HLB

HLB Pengunaan Dispersibilitas di air

1-3 Antifoaming agent Tidak

3-6 W/O emulsifying agent Jelek

7-9 Wetting agent Seperti susu yang bersifat tidak stabil 8-16 O/W emulsifying agent Dispersi seperti susu bersifat stabil

13-15 Detergents Dispersi transluent

15-18 Solubilizing agent Larutan jernih

(Kim, 2005)

E. Gelling Agent

Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1999). Gel pada umumnya memiliki sifat rheologi pseudoplastik (Nairn, 1997).

Gelling agent yang digunakan dalam bidang farmasi dan kosmetik harus inert, aman, dan non reaktif terhadap komponen formulasi lainnya. Gelling agent yang digunakan dalam formulasi cair harus dapat memberikan atau menyediakan bentuk martiks selama penyimpanan sediaan, dan matriks tersebut harus dapat pecah dengan mudah ketika diberikan shear forces pada saat penggojogan atau ketika diaplikasikan secara topikal (Zatz and Kushla, 1996).

Carbopol merupakan polimer sintesis dari kelompok acrylic polymers yang membentuk rantai silang dengan polyalkenyl eter (Zatz and Kushla, 1996).

Carbopol dapat menstabilkan emulsi dengan mengentalkan fase kontinyu sehingga mengurangi creaming dan coalescence atau dengan berfungsi sebagai emulsifier pada konsentrasi kurang dari 1% (Zatz and Kushla, 1996). Carbopol sensitif terhadap garam sehingga emulsi polimer yang terbentuk akan pecah ketika diaplikasikan pada kulit dan memberikan lapisan minyak pada permukaan kulit.

Lapisan minyak ini tidak akan diemulsikan kembali ketika bersentuhan dengan air sehingga akan melekat pada kulit (Zatz and Kushla, 1996).

Pada kondisi asam, sebagian gugus karboksil pada rantai polimer akan membentuk gulungan. Penambahan basa akan memutuskan gugus karboksil dan

akan meningkatkan muatan negatif sehingga timbul gaya tolak-menolak elektrostatis yang akan membuatnya menjadi gel yang rigid (kaku) dan mengembang. Penambahan basa yang berlebihan membuat gel menjadi encer karena kation-kation melindungi gugus-gugus karboksil dan juga mengurangi gaya tolak-menolak elektrostatis. Jika ditambahkan amina yang berlebih pada sistem dispersi carbopol, konsistensinya tidak berkurang, kemungkinan karena efek sterik mencegah pelindung karboksil yang diserang (Barry, 1983).

Gambar 3. Struktur Carbopol (Rowe et al., 2009)

F. Analisis Ukuran Droplet

Mikromeritik adalah ilmu dan teknologi tentang partikel kecil, salah satunya adalah droplet. Dalam bidang kefarmasian terdapat beberapa informasi yang perlu diperoleh dari droplet, yaitu bentuk dan luas permukaan droplet serta ukuran droplet dan distribusi ukuran droplet. Data tentang ukuran droplet diperoleh dalam diameter doplet dan distribusi diameter droplet, sedangkan bentuk droplet memberi gambaran tentang luas permukaan spesifik droplet dan teksturnya (Martin, Swarbrick, and Cammarata, 1993).

Metode mikroskopik merupakan metode sederhana yang hanya menggunakan satu alat yaitu mikroskop yang bukan merupakan alat yang rumit dan memerlukan penanganan khusus. Kerugian dari metode mikroskopik adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dua dimensi dari droplet tersebut, yaitu diameter. Selain itu jumlah droplet yang harus dihitung sekitar 300-500 droplet agar mendapatkan suatu perkiraan yang baik dari distribusi, sehingga metode ini membutuhkan waktu dan ketelitian (Martin et al.,1993).

Distribusi ukuran droplet dilihat dengan cara memplotkan jumlah droplet yang terletak dalam suatu kisaran ukuran tertentu terhadap kisaran ukuran atau ukuran droplet rata-rata, maka akan diperoleh kurva distribusi frekuensi. Plot distribusi frekuensi yang didapat tidak selalu normal. Hal ini memberikan gambaran yang jelas bahwa garis tengah rata-rata tidak dapat dicapai. Hal ini perlu diperhatikan karena mungkin saja terdapat dua sampel yang garis tengah atau diameter rata-ratanya sama tetapi distribusi berbeda. Dari kurva distribusi frekuensi dapat juga terlihat ukuran partikel berapa yang sering muncul atau terjadi pada sampel, disebut sebagai modus (Martin et al., 1993). Penelitian parameter ukuran droplet dengan hanya melihat modus kurang sensitif dalam menilai karakter droplet emulsi. Salah satu parameter ukuran droplet yang lebih representatif dalam menilai karakter droplet adalah percentile 90. Percentile 90 merupakan suatu parameter nilai yang menunjukkan sejumlah 90% dari populasi droplet yang diamati mempunyai ukuran kurang dari nilai yang tertera (Setyaningsih, 2009).

G. Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel-respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisa tersebut berupa persamaan matematika (Bolton, 1997). Desain faktorial merupakan desain yang digunakan untuk mengevaluasi efek dari faktor yang dipelajari secara simultan dan efek yang relatif penting dapat dinilai (Armstrong and James 1996). Desain faktorial digunakan dalam penelitian dimana efek dari faktor atau kondisi yang berbeda dalam penelitian ingin diketahui (Bolton, 1997).

Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level, efek, respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt, 1994). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diamati harus dikuantitatifkan (Bolton, 1997).

Jumlah percobaan dalam desain faktorial adalah 2n, di mana 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor. Langkah untuk percobaan faktorial terdiri dari kombinasi semua level dari faktor. Pada desain faktorial dua level dan tiga faktor diperlukan delapan formulasi (2n=8, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor). Rancangan penelitian desain faktorial dengan tiga faktor dan dua level ditunjukkan pada Tabel II berikut:

Tabel II. Rancangan Percobaan Desain Faktorial Tiga Faktor dan Dua Level

Eksperimen Faktor Interaksi

A B C AB AC BC ABC Rumusan yang berlaku :

Y = B0 + B1(X1) + B2(X2) + B3(X3) +...+ B12X1X2 + B13X1X3 + B23X2X3

+...+ B123X1X2X3

Dengan :

...(1)

Y = respon hasil atau sifat yang diamati (X1)(X2)(X3

B

) = level pada faktor A, faktor B, dan faktor C

0, B1, B2, B3...

Dari rumus (1) dan data yang diperoleh dapat dibuat contour plot suatu respon tertentu yang sangat berguna dalam memilih komposisi campuran yang optimum. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah (Bolton, 1997).

= koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan

H. Landasan Teori

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah radikal bebas yang masuk dalam tubuh adalah dengan menggunakan sediaan atau produk yang mengandung antioksidan. Sejumlah penelitian secara farmakologis menyebutkan bahwa ekstrak teh hijau memiliki pengaruh antioksidan yang kuat. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keempat komponen polifenol teh: epigalokatekin galat, epikatekin galat, epigalokatekin, dan epikatekin merupakan antioksidan penting yang terdapat dalam teh hijau. Dengan kandungan antioksidan itu, teh hijau berpotensi sebagai photoprotector untuk mencegah radikal bebas pada kulit yang disebabkan oleh paparan sinar UV.

Bentuk sediaan emulgel memiliki kelebihan tersendiri dilihat dari sisi gel maupun emulsi. Gel mempunyai kelebihan berupa kandungan air yang cukup tinggi sehingga memberikan kelembaban yang bersifat mendinginkan dan memberikan rasa nyaman pada kulit dan emulsi mempunyai kelebihan berupa kemampuan penetrasi yang tinggi pada kulit. Sistem emulsi dalam emulgel ini menggunakan komposisi emulsifying agent Tween 80 - Span 80. Emulsifying agent akan menurunkan tegangan antar muka minyak dan air sehingga memberikan sistem emulsi yang memenuhi kriteria. Tween 80 dan Span 80 dapat membentuk stable interfacial complex condensed film. Lapisan ini bersifat fleksibel, viscous, koheren, dan tidak mudah pecah selama molekul–molekulnya tertata dengan efisien satu dengan yang lainnya. Carbopol sebagai gelling agent dalam emulgel akan membentuk jaringan struktural yang merupakan faktor yang

penting dalam sediaan tersebut. Penambahan jumlah gelling agent akan memperkuat jaringan struktural emulgel sehingga menyebabkan kenaikan viskositas emulgel. Komposisi emulsifying agent dan gelling agent akan menentukan sifat fisik dan stabilitas dari emulgel.

Metode desain faktorial dapat digunakan untuk mendapatkan persamaan desain faktorial dan mengetahui apakah persamaan tersebut signifikan dalam memprediksi respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Dengan metode ini efek tiap-tiap faktor maupun interaksi ketiganya dapat teridentifikasi dan dapat diketahui faktor dan/atau interaksi mana yang signifikan mempengaruhi respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Selain itu dengan desain faktorial juga dapat diketahui area komposisi optimum terbatas pada level faktor yang diteliti untuk menghasilkan respon sifat fisik dan stabilitas fisik yang dikehendaki berdasarkan contour plot dari masing-masing respon sifat fisik dan stabilitas fisik.

I. Hipotesis

• Persamaan desain faktorial dari respon sifat fisik (daya sebar, viskositas) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas) signifikan dalam memprediksi masing-masing respon.

• Terdapat faktor dan/atau interaksi yang berpengaruh signifikan antara tween 80, span 80, dan carbopol dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel.

21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan desain faktorial dengan tiga faktor dua level untuk melihat signifikansi model persamaan dalam memprediksi respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel serta untuk mengetahui faktor dan interaksi yang signifikan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi emulsifiying agent Tween 80 dan Span 80, serta komposisi gelling agent Carbopol® Ultrez 3% b/v yang dibedakan dalam dua level, yakni level rendah dan level tinggi. Level rendah komposisi Span 80 adalah 1,875 gram dan level tinggi adalah 3,75 gram, sedangkan level rendah komposisi Tween 80 adalah 3,75 gram dan level tinggi adalah 5,625 gram. Sementara itu level rendah komposisi Carbopol® Ultrez 3% b/v adalah 115 gram dan level tinggi adalah 145 gram.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik emulgel meliputi viskositas, daya sebar, dan stabilitas fisik emulgel meliputi pergeseran viskositas dari emulgel.

c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah waktu yang dibutuhkan selama proses pencampuran yakni 15 menit untuk pencampuran emulsi dan 20 menit untuk pencampuran emulgel, suhu pada saat proses pencampuran yakni 70o

d. Variabel pengacau tidak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu, cahaya, dan kelembaban lingkungan.

C, kecepatan mixer yang digunakan pada saat proses pencampuran yakni 300 rpm untuk pencampuran emulsi dan 400 rpm untuk pencampuran emulgel, dan lama penyimpanan emulgel yakni satu bulan.

2. Definisi operasional

a. Emulgel adalah sediaan yang dibuat dengan mencampurkan emulsi tipe minyak dalam air dan gelling agent sebagai pembentuk gel dengan konsentrasi tertentu.

b. Emulsifying agent merupakan suatu senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan yang berada di antara dua cairan yang tidak saling campur sehingga salah satu cairan dapat terdispersi di dalam cairan yang lainnya. Pada penelitian ini digunakan Span 80 dan Tween 80.

c. Gelling agent adalah bahan pembentuk gel yang akan membentuk matriks tiga dimensi. Pada penelitian ini digunakan Carbopol® Ultrez yang didispersikan dalam aquadest dengan konsentrasi 3% b/v.

d. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini yaitu emulsifying agent (Span 80 dan Tween 80) dan gelling agent (Carbopol).

e. Level adalah tingkatan jumlah atau besarnya faktor, dalam penelitian ini terdapat dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah komposisi Span 80 adalah 1,875 gram dan level tinggi adalah 3,75 gram, sedangkan level rendah komposisi Tween 80 adalah 3,75 gram dan level tinggi adalah 5,625 gram. Sementara itu level rendah komposisi Carbopol adalah 115 gram dan level tinggi adalah 145 gram.

f. Respon adalah hasil percobaan yang akan diamati perubahannya secara kuantitatif. Pada penelitian ini respon yang diamati adalah respon sifat fisik, meliputi daya sebar dan viskositas emulgel, serta respon stabilitas fisik, yakni pergeseran viskositas emulgel.

g. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor.

h. Daya sebar adalah kemampuan emulgel untuk menyebar, diukur dengan kondisi percobaan massa krim 1 gram, massa beban 125 gram selama satu menit.

i. Viskositas adalah tahanan emulgel untuk mengalir, diukur dengan Viscotester Rion™ seri VT-04.

j. Pergeseran viskositas adalah selisih viskositas emulgel setelah disimpan selama satu bulan (η2) pada suhu kamar dengan viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan yang telah dirata-rata (η1), dibandingkan dengan

viskositas emulgel 48 jam setelah pembuatan yang telah dirata-rata (η1).

Pergeseran viskositas dihitung menurut rumus:

Pergeseran viskositas =

k. Ukuran droplet adalah nilai percentile 90 dari diameter droplet-droplet fase minyak emulgel pada tiap formula yang diamati dengan mikroskop.

l. Pergeseran ukuran droplet adalah perubahan atau perbedaan ukuran droplet pada pengamatan emulgel 48 jam setelah pembuatan dengan penyimpanan satu bulan secara statistik berdasarkan normalitas data percentile 90 pada masing-masing formula.

m. Desain faktorial adalah metode optimasi untuk mengetahui efek yang dominan dalam menentukan sifat fisik emulgel.

n. Contour plot adalah profil respon daya sebar, viskositas, dan pergeseran viskositas emulgel.

o. Komposisi optimum adalah komposisi emulsifying agent dan gelling agent yang menghasilkan emulgel dengan daya sebar berada pada range 3 cm – 5 cm, viskositas 190 dPa.s – 250 dPa.s, dan pergeseran viskositas ≤ 10 %.

C. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) (PhytoLab), Carbopol (Ultrez), TEA (Bratachem), propilen glikol (Bratachem), Tween 80 (Bratachem), Span 80 (Bratachem),

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kering teh hijau (Camellia sinensis L.) (PhytoLab), Carbopol (Ultrez), TEA (Bratachem), propilen glikol (Bratachem), Tween 80 (Bratachem), Span 80 (Bratachem),

Dokumen terkait