BAB III. METODE PENELITIAN
E. Analisis Hasil
E. Analisis Hasil
Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji Anova. Uji ini digunakan untuk mengetahui signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam mempengaruhi respon. Berdasarkan analisis statistik ini, maka dapat ditentukan ada tidaknya pengaruh signifikan dari setiap faktor dan interaksinya terhadap respon. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai p-value.
Hipotesis alternatif (H1) menyatakan bahwa komposisi Tween 80, Span 80, Carbopol, atau interaksinya berpengaruh signifikan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel photoprotector, sedangkan H0 merupakan negasi dari H1 yang menyatakan bahwa komposisi tween 80, span 80, carbopol, atau interaksinya tidak berpengaruh signifikan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel photoprotector. H1 diterima dan H0 ditolak bila p-value
lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. Taraf kepercayaan yang digunakan untuk uji statistik adalah 95% (Bolton, 1997; Muth, 1999).
Optimasi dalam penelitian ini dilakukan dengan metode desain faktorial.
Metode tersebut digunakan untuk menghasilkan persamaan desain faktorial untuk masing-masing respon sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Masing-masing persamaan desain faktorial tesebut dianalisis signifikansinya dengan uji Anova untuk mengetahui apakah persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi sifat fisik dan stabilitas fisik emulgel. Berdasarkan pertimbangan signifikansi pengaruh dari masing-masing faktor terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik yang diamati, dilakukan prediksi hasil respon menggunakan software Design Expert 7.0.0™ untuk memperoleh komposisi optimum tween 80, Span 80, dan carbopol.
Nilai ukuran droplet percentile 90 didapat dari analisis frekuensi deskriptif dengan menggunakan program SPSS 13.0®. Pergeseran ukuran droplet dianalisis secara statistik dengan mempertimbangkan normalitas data percentile 90. Jika data percentile 90 dari masing-masing formula terdistribusi normal, maka digunakan uji T sampel berpasangan untuk menganalisis pergeseran ukuran droplet, namun apabila data tersebut tidak terdistribusi normal maka untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran ukuran droplet setelah penyimpanan selama satu bulan digunakan uji Wilcoxon.
31
A. Penetapan Dosis Ekstrak Teh Hijau sebagai Photoprotector
Dosis ekstrak teh hijau yang digunakan sebagai photoprotector ditentukan berdasarkan kandungan EGCG (Epigallocatechin-3-gallate) dari ekstrak teh hijau tersebut. Konstituen dengan aktivitas kemopreventif paling tinggi dalam teh hijau yang bertanggung jawab pada efek farmakologi dan biokimia adalah EGCG. Pemberian EGCG secara topikal menghasilkan pencegahan terhadap sinar UVB dalam menginduksi respon inflamasi, imunosupresi dan oxidative stress
Berdasarkan Certificate of Analysis ekstrak teh hijau yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan EGCG sebesar 8,40% b/b. Menurut Saito et al. (2007) nilai IC
(Katiyar, 2003).
50 untuk senyawa EGCG yang terkandung di dalam ekstrak teh hijau hasil uji DPPH adalah 4,19 µg/mL dan pelarut yang digunakan dalam uji DPPH tersebut adalah metanol (berat jenis = 0,7918 g/mL). Untuk mengetahui jumlah ekstrak kering teh hijau sebagai photoprotector yang dapat digunakan untuk formula emulgel maka dilakukan perhitungan konversi berdasarkan nilai IC50 untuk senyawa EGCG dan jumlah EGCG yang terkandung di dalam ekstrak teh hijau tersebut. Dari hasil perhitungan konversi tersebut didapatkan dosis ekstrak teh hijau yang digunakan sebagai photoprotector, yakni 0,031 gram.
B. Formulasi Emulgel Photoprotector Ekstrak Teh Hijau Pembuatan emulgel photoprotector
Sementara itu untuk pembuatan emulsi diawali dengan membuat fase air dan fase minyak. Fase air dibuat dengan mencampurkan aquadest dan Tween 80 pada suhu 70
ini diawali dengan pendispersian carbopol di dalam aquadest dengan konsentrasi 3% b/v. Pada penelitian ini Carbopol didispersikan selama 24 jam untuk memaksimalkan hidrasi dan mencapai viskositas serta kejernihan yang maksimum.
oC hingga homogen. Sementara itu fase minyak dibuat dengan mencampurkan parafin cair dan Span 80 pada suhu 70oC hingga homogen. Parafin cair dalam sediaan ini berfungsi sebagai emolien. Tween 80 dan Span 80 merupakan emulsifying agent nonionik yang akan membuat fase minyak dan fase air dapat saling campur sehingga dapat membentuk sistem emulsi. Emulsi dibuat dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air pada suhu 70o
Ketika fase minyak ditambahkan ke dalam fase air, tween 80 dan span 80 akan membentuk lapisan monomolekuler pada lapisan batas antarmuka droplet parafin cair dengan air. Bagian hidrofobik dari tween 80 dan span 80, yakni rantai hidrokarbon akan mengarah ke dalam droplet parafin cair, sementara itu rantai polioksietilen dari tween 80 dan cincin span 80 yang merupakan bagian hidrofilik akan mengarah ke medium dispers, yaitu air. Di dalam droplet parafin cair akan terjadi interaksi van der waals antara rantai hidrokarbon dari tween 80 dan rantai C sambil dilakukan pengadukan menggunakan mikser dengan kecepatan 300 rpm hingga terbentuk emulsi yang homogen. Pemanasan pada tahap ini bertujuan untuk memudahkan pencampuran dan mendukung terjadinya proses emulsifikasi.
hidrokarbon dari span 80, di mana rantai hidrokarbon tween 80 berada di antara rantai span 80. Sementara itu pada medium dispers akan terjadi ikatan hidrogen antara bagian hidrofilik dari tween 80 dan span 80 dengan air. Rantai polioksietilen dari tween 80 dan cincin span 80 akan menjadikan kedua emulsifying agent ini sebagai halangan sterik bagi droplet-droplet parafin cair sehingga kemungkinan untuk bergabungnya droplet-droplet parafin cair dapat diminimalkan (Kim, 2005).
TEA ditambahkan ke dalam carbopol yang telah didispersikan di dalam air dengan tujuan untuk menetralisasi pH carbopol. Sebelum ditambahkan TEA, carbopol yang telah didispersikan di dalam air berada dalam bentuk tidak terionkan dengan pH 3. Ketika dinetralisasi, pH carbopol mengalami peningkatan menjadi pH 6, dan pada kondisi tersebut carbopol menjadi lebih kental. Hal ini disebabkan pada saat penambahan TEA, gugus karboksil dari carbopol akan berubah menjadi COO-. Adanya gaya tolak menolak elektrostatis antara gugus karboksil yang telah berubah menjadi COO
-Emulgel terbentuk dengan dicampurnya emulsi dan gel pada kecepatan putar mikser 400 rpm. Pada emulgel tersebut ditambahkan ekstrak teh hijau yang telah dilarutkan dalam aquadest. Metil paraben dan propil paraben yang dilarutkan di dalam propilen glikol juga ditambahkan ke dalam emulgel tersebut. Metil paraben dan propil paraben berfungsi sebagai pengawet, sedangkan propilen glikol selain sebagai pelarut metil paraben dan propil paraben juga berfungsi sebagai humektan (Rowe et al., 2009).
mengakibatkan carbopol mengembang dan menjadi lebih rigid (Barry, 1983).
C. Penentuan Tipe Emulsi dari Sediaan Emulgel
Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan metode pewarnaan menggunakan methylene blue. Dari hasil pengamatan secara mikroskopis, dapat disimpulkan bahwa tipe emulsi dari sediaan emulgel photoprotector adalah M/A (minyak dalam air). Hal ini dibuktikan dengan medium dispers yang berwarna biru, sedangkan fase dispers yang berupa droplet parafin cair tidak berwarna biru.
Methylene blue merupakan pewarna yang larut air, hal inilah yang menyebabkan medium dispers dari sistem emulsi dan gel yang mengandung air akhirnya berwarna biru, sedangkan droplet fase dispers tidak. Hasil penentuan tipe emulsi dari sediaan emulgel photoprotector adalah sebagai berikut:
Gambar 4. Hasil pengamatan mikroskopik tipe emulgel (perbesaran 40x) Fabc
Penentuan tipe emulsi dari masing-masing formula diperkuat dengan adanya perhitungan nilai HLB. Dengan dasar perhitungan nilai HLB ini, dapat diprediksi tipe emulsi yang terbentuk dalam sediaan emulgel photoprotector.
Berikut adalah nilai HLB dari masing-masing formula.
Tabel V. Nilai HLB dari Tiap Formula Emulgel Formula Nilai HLB
Berdasarkan tabel V, maka nilai HLB pada seluruh formula berada pada rentang 8-13. Menurut Kim (2005) pada nilai HLB 8-18 akan terbentuk emulsi tipe M/A, dan pada nilai HLB 13-18 terjadi efek deterjensi dan solubilisasi.
Dengan demikian, pada rentang nilai HLB 8-13 akan membentuk emulsi M/A tanpa efek deterjensi dan solubilisasi. Jadi berdasarkan nilai HLB maka tipe emulsi yang terbentuk pada sediaan emulgel photoprotector adalah M/A.
D. Pengaruh Tween 80, Span 80, dan Carbopol terhadap Respon Sifat Fisik dan Stabilitas Fisik Emulgel
Tween 80 dan span 80 merupakan emulsifying agent yang berperan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik suatu emulsi. Sementara itu carbopol adalah gelling agent yang berperan dalam menentukan sifat fisik dan
stabilitas fisik gel. Pertimbangan tersebut digunakan dalam memilih ketiga eksipien ini untuk menjadi faktor yang diamati pengaruhnya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas fisik dari sediaan emulgel photoprotector ini. Respon sifat fisik yang diamati adalah daya sebar dan viskositas emulgel, sedangkan respon stabilitas fisik yang diamati adalah pergeseran viskositas emulgel.
Tabel VI. Level Tinggi dan Level Rendah Faktor Tween 80, Span 80, dan Carbopol
Faktor Tween 80 (g) Span 80 (g) Carbopol (g)
Level rendah 3,75 1,875 115
Level tinggi 5,625 3, 75 145
1. Respon viskositas
Viskositas adalah suatu tahanan untuk mengalir (Martin et al., 1993).
Viskositas yang tinggi akan memberikan stabilitas sistem emulsi di dalam sediaan emulgel karena akan meminimalkan pergerakan droplet fase dispers sehingga perubahan ukuran droplet ke ukuran yang lebih besar dapat dihindari dan kemungkinan terjadinya koalesens dapat dicegah. Pengukuran viskositas dilakukan pada hari kedua setelah pembuatan emulgel. Hasil uji respon viskositas ditunjukkan pada tabel VII berikut:
Tabel VII. Hasil Uji Respon Viskositas Formula Rata-rata respon viskositas (d.Pa.s)
1 201,67±2,89
Berdasarkan data hasil pengujian respon viskositas, dilakukan analisis desain faktorial dengan menggunakan Software Design Expert 7.0.0™
untuk mengetahui besarnya efek dari masing-masing faktor dan interaksi antar faktor dalam menentukan nilai respon viskositas. Hasil analisis dari masing-masing faktor dan interaksi antar faktor ditunjukkan pada tabel VIII berikut:
Tabel VIII. Nilai Efek Tiap Faktor terhadap Respon Viskositas
Faktor dan interaksi Efek
Tween 80 (a) 15,00
Span 80 (b) 7,50
Carbopol (c) 38,33
Tween 80 dan Span 80 (ab) 0,00
Tween 80 dan Carbopol (ac) 0,83
Span 80 dan Carbopol (bc) 0,00
Tween 80, Span 80, dan Carbopol (abc) 4,17
Pada tabel VIII terlihat sebagian besar faktor bernilai positif, yang berarti meningkatkan nilai respon viskositas. Sementara itu nilai efek dari interaksi antara tween 80 dan span 80 serta interaksi antara span 80 dan carbopol adalah 0,00 yang berarti kedua interaksi tersebut tidak memberikan efek kepada respon viskositas.
Gambar 5. Pengaruh interaksi tween 80 dan span 80 pada level rendah carbopol terhadap respon viskositas
Gambar 6. Pengaruh interaksi tween 80 dan span 80 pada level tinggi carbopol terhadap respon viskositas
Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa pada level rendah carbopol, adanya peningkatan jumlah tween 80 baik pada level rendah maupun level tinggi span 80 akan menyebabkan peningkatan respon viskositas. Hal yang
sama juga ditunjukkan oleh grafik pada gambar 6, di mana pada level tinggi carbopol, semakin banyaknya jumlah tween 80 baik pada level tinggi maupun level rendah span 80 akan meningkatkan respon viskositas.
Gambar 7. Pengaruh interaksi tween 80 dan carbopol pada level rendah span 80 terhadap respon viskositas
Gambar 8. Pengaruh interaksi tween 80 dan carbopol pada level tinggi span 80 terhadap respon viskositas
Berdasarkan grafik pada gambar 7 dapat dilihat adanya peningkatan respon viskositas pada level rendah span 80 ketika jumlah tween 80 ditingkatkan, baik pada level rendah maupun level tinggi carbopol. Pada level tinggi span 80, peningkatan jumlah tween 80 baik pada level tinggi maupun level rendah carbopol akan diikuti dengan peningkatan respon viskositas seperti yang ditunjukkan oleh grafik pada gambar 8.
Gambar 9. Pengaruh interaksi span 80 dan carbopol pada level rendah tween 80 terhadap respon viskositas
Gambar 10. Pengaruh interaksi span 80 dan carbopol pada level tinggi tween 80 terhadap respon viskositas
Gambar 9 menunjukkan bahwa pada level rendah tween 80, peningkatan jumlah span 80 diiringi dengan peningkatan respon viskositas, baik pada level rendah maupun level tinggi carbopol. Namun peningkatan respon viskositas pada level tinggi carbopol yang ditunjukkan oleh gambar 9 cenderung kecil jika dibandingkan dengan peningkatan respon viskositas pada level rendah carbopol, karena peningkatan viskositas yang terjadi pada level tinggi carbopol tersebut adalah sebesar 3,334 d.Pa.s sedangkan peningkatan viskositas yang terjadi pada level rendah carbopol sebesar 11,666 d.Pa.s.
Sementara itu gambar 10 menunjukkan bahwa pada level tinggi tween 80, semakin banyak jumlah span 80 akan menyebabkan respon viskositas meningkat, baik pada level tinggi maupun level rendah carbopol. Tidak jauh berbeda dengan level tinggi carbopol pada gambar 9, peningkatan respon viskositas pada level rendah carbopol yang ditunjukkan oleh gambar 10 juga
cenderung kecil jika dibandingkan dengan peningkatan respon viskositas pada level tinggi carbopol, di mana peningkatan viskositas yang terjadi pada level rendah carbopol adalah sebesar 3,333 d.Pa.s sementara peningkatan respon viskositas yang terjadi pada level tinggi carbopol sebesar 11,667 d.Pa.s.
Tabel IX. Hasil Uji Anova untuk Respon Viskositas
Sum of Mean F p-value
Untuk mengetahui apakah persamaan desain faktorial untuk respon viskositas signifikan dalam memprediksi respon viskositas dan untuk melihat faktor dan interaksi yang berpengaruh signifikan dalam menentukan nilai respon viskositas dilakukan uji Anova menggunakan software Design Expert 7.0.0™. Suatu faktor atau interaksi yang berpengaruh signifikan dalam menentukan nilai respon viskositas serta persamaan desain faktorial yang signifikan dalam memprediksi respon viskositas akan memberikan p-value lebih kecil dari 0,05. Dari tabel IX dapat dilihat bahwa persamaan desain faktorial untuk respon viskositas memberikan p-value lebih kecil dari 0,05 yang berarti persamaan desain faktorial ini signifikan dalam memprediksi respon viskositas. Dari tabel IX juga dapat dilihat bahwa faktor carbopol dan
tween 80 merupakan faktor yang memberikan p-value lebih kecil dari 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa faktor tween 80 dan faktor carbopol merupakan faktor yang berpengaruh signifikan dalam menentukan nilai respon viskositas.
Dari data signifikansi ini dapat disimpulkan bahwa penambahan carbopol dan tween 80 meskipun hanya dengan jumlah yang tidak terlalu banyak dalam formula emulgel antioksidan ini akan sangat berpengaruh pada profil viskositas sediaan tersebut. Penambahan carbopol sebagai gelling agent dalam sediaan emulgel ini akan meningkatkan viskositas sediaan. Hal ini disebabkan karena gugus karboksil dari carbopol telah berubah menjadi COO -pada saat penambahan TEA. Adanya gaya tolak menolak elektrostatis antara gugus karboksil yang telah berubah menjadi COO
-Sementara itu tween 80 merupakan salah satu emulsifying agent yang digunakan dalam formula emulgel antioksidan ini. Tween 80 bersama dengan span 80 akan berperan dalam menstabilkan sistem emulsi di mana semakin mengakibatkan carbopol mengembang menjadi lebih rigid dan viskositasnya meningkat (Barry, 1983).
Meningkatnya viskositas sediaan akan meningkatkan kestabilan sistem emulsi dalam sediaan emulgel, karena meningkatnya viskositas dapat meminimalkan mobilitas dari droplet fase dispers di dalam medium dispersnya, sehingga kemungkinan bergabungnya droplet-droplet fase dispers dapat diminimalkan.
Terkait dengan pengaruh yang signifikan dari carbopol dalam menentukan respon viskositas emulgel, maka dalam hal ini carbopol memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga kestabilan sistem emulsi dari sediaan emulgel ini.
banyak tween 80 akan membuat medium dispers menjadi lebih rigid. Semakin rigid medium dispers akan mengakibatkan semakin meningkatnya viskositas sistem emulsi. Emulsi merupakan bagian dari sedian emulgel antioksidan ini.
Oleh karena itu ketika viskositas sistem emulsi meningkat maka akan mempengaruhi viskositas dari emulgel, di mana dalam hal ini viskositas dari emulgel juga akan meningkat.
2. Respon daya sebar
Menurut Garg et al. (2002) daya sebar merupakan karakteristik penting dalam formulasi yang menjamin kemudahan saat sediaan diaplikasikan di kulit, pengeluaran dari wadah, serta yang paling penting mempengaruhi penerimaan konsumen. Pada sediaan semipadat, daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan. Semakin tinggi nilai viskositas suatu sediaan, maka daya sebar sediaan semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Hasil uji respon daya sebar ditunjukkan pada tabel X berikut:
Tabel X. Hasil Uji Respon Daya Sebar Formula Rata-rata respon daya sebar (cm)
1 3,87±0,58
Hasil pengujian respon daya sebar dianalisis menggunakan software Design Expert 7.0.0™ untuk mengetahui besarnya efek dari masing-masing faktor dan interaksi antar faktor dalam menentukan nilai respon daya sebar.
Hasil analisis dari masing-masing faktor dan interaksi antar faktor ditunjukkan pada tabel XI berikut:
Tabel XI. Nilai Efek Tiap Faktor terhadap Respon Daya Sebar
Faktor dan interaksi Efek
Tween 80 (a) -0,19
Span 80 (b) -0,16
Carbopol (c) -0,26
Tween 80 dan Span 80 (ab) -0,092 Tween 80 dan Carbopol (ac) -0,025 Span 80 dan Carbopol (bc) -0,025 Tween 80, Span 80, dan Carbopol (abc) -0,13
Pada tabel XI terlihat seluruh faktor bernilai negatif, yang berarti menurunkan nilai respon daya sebar. Tween 80, span 80, dan carbopol dan interaksinya merupakan faktor yang akan meningkatkan respon viskositas (tabel VIII). Nilai efek pada respon viskositas dan daya sebar ini semakin menegaskan bahwa hubungan respon viskositas dengan respon daya sebar adalah berbanding terbalik.
Gambar 11. Pengaruh interaksi tween 80 dan span 80 pada level rendah carbopol terhadap respon daya sebar
Gambar 12. Pengaruh interaksi tween 80 dan span 80 pada level tinggi carbopol terhadap respon daya sebar
Pada gambar 11 dapat dilihat bahwa pada level rendah carbopol, semakin banyak tween 80 yang digunakan baik pada level rendah dan level tinggi span 80 akan menurunkan respon daya sebar. Sementara itu pada level tinggi carbopol, semakin banyak tween 80 yang digunakan pada level tinggi
span 80 akan semakin menurunkan respon daya sebar, sedangkan pada level tinggi carbopol dan level rendah span 80, penambahan jumlah tween 80 tidak akan mengubah respon daya sebar seperti yang terlihat pada gambar 12.
Gambar 13. Pengaruh interaksi tween 80 dan carbopol pada level rendah span 80 terhadap respon daya sebar
Gambar 14. Pengaruh interaksi tween 80 dan carbopol pada level tinggi span 80 terhadap respon daya sebar
Pada gambar 13 dapat dilihat bahwa semakin banyaknya jumlah tween 80 pada level tinggi carbopol dan level rendah span 80 tidak mengubah respon daya sebar, sedangkan pada level rendah carbopol, peningkatan jumlah tween 80 akan mengakibatkan penurunan respon daya sebar. Hal yang berbeda dapat dilihat pada gambar 14 di mana pada level tinggi span 80, semakin tinggi jumlah tween 80 baik pada level rendah maupun level tinggi carbopol akan menyebabkan respon daya sebar mengalami penurunan.
Gambar 15. Pengaruh interaksi span 80 dan carbopol pada level rendah tween 80 terhadap respon daya sebar
Gambar 16. Pengaruh interaksi span 80 dan carbopol pada level tinggi tween 80 terhadap respon daya sebar
Dilihat dari grafik pada gambar 15, peningkatan jumlah span 80 pada level rendah carbopol dan level rendah tween 80 menghasilkan profil respon daya sebar yang berbeda dengan peningkatan jumlah span 80 pada level tinggi carbopol dan level rendah tween 80. Pada level rendah carbopol dan level rendah tween 80, peningkatan jumlah span 80 akan menurunkan respon daya sebar, sedangkan bertambahnya jumlah span 80 pada level tinggi carbopol dan level rendah tween 80 akan sedikit meningkatkan respon daya sebar, di mana peningkatan nilai respon daya sebar yang ditunjukkan pada grafik tersebut adalah sebesar 0,04 cm. Gambar 16 menunjukkan adanya penurunan respon daya sebar pada level tinggi tween 80 ketika jumlah span 80 ditingkatkan, baik pada level rendah maupun level tinggi carbopol.
Tabel XII. Hasil Uji Anova untuk Respon Daya Sebar
Dalam uji Anova menggunakan software Design Expert 7.0.0™, suatu persamaan desain faktorial dikatakan signifikan dalam memprediksi respon jika p-value dari persamaan tersebut kurang dari 0,05. Sementara itu suatu faktor atau interaksi dikatakan signifikan dalam menentukan nilai respon daya sebar jika p-value dari faktor atau interaksi tersebut juga kurang dari 0,05. Dari hasil uji Anova yang ditunjukkan pada tabel XII, persamaan desain faktorial untuk respon daya sebar merupakan persamaan yang signifikan dalam memprediksi respon daya sebar, sedangkan faktor yang signifikan dalam menentukan nilai respon daya sebar adalah faktor tween 80, span 80, dan carbopol, di mana interaksi yang signifikan dalam menentukan nilai respon daya sebar interaksi tween 80 dan span 80, serta interaksi ketiga faktor.
Tidak seperti hasil Anova pada respon viskositas yang hanya menunjukkan bahwa dua faktor saja yang berpengaruh signifikan (tabel IX), hasil Anova pada respon daya sebar menunjukkan ketiga faktor memiliki pengaruh yang signifikan dalam menentukan respon daya sebar. Ketiga faktor
tersebut, yakni tween 80, span 80, dan carbopol merupakan faktor yang meningkatkan respon viskositas. Respon daya sebar erat kaitannya dengan respon viskositas. Profil daya sebar suatu sediaan semisolid akan sangat ditentukan oleh profil viskositas sediaan semisolid tersebut. Profil daya sebar merupakan salah satu bentuk shearing stress yang diberikan pada sediaan semisolid. Ketika shearing stress dalam bentuk daya sebar tersebut diberikan dengan kekuatan yang sama besar pada beberapa emulgel yang memiliki komposisi tween 80, span 80, dan carbopol yang berbeda di antara masing-masing emulgel, maka emulgel yang mengandung tween 80, span 80, dan carbopol lebih banyak akan menghasilkan jangkauan penyebaran emulgel yang lebih sempit dibandingkan emulgel dengan komposisi tween 80, span 80, dan carbopol yang lebih sedikit. Hal ini dikarenakan ketiga eksipien tersebut akan meningkatkan viskositas emulgel dan peningkatan viskositas emulgel itu menyebabkan jangkauan penyebaran emulgel menjadi lebih sempit.
3. Respon Pergeseran viskositas
Pergeseran viskositas dapat digunakan sebagai salah satu parameter kestabilan suatu sediaan. Pergeseran viskositas yang diamati adalah perubahan viskositas dari hari kedua setelah pembuatan emulgel sampai satu bulan selama penyimpanan. Nilai respon pergeseran viskositas yang besar menandakan adanya ketidakstabilan sediaan selama penyimpanan. Semakin besar nilai respon pergeseran viskositas dari suatu formula emulgel
menunjukkan semakin buruknya stabilitas fisik dari formula tersebut. Hasil uji respon pergeseran viskositas ditunjukkan pada tabel XIII berikut:
Tabel XIII. Hasil Uji Respon Pergeseran Viskositas Formula Rata-rata respon pergeseran viskositas (%)
1 4,94±2,41
Untuk mengetahui besarnya efek dari masing-masing faktor dan interaksi antar faktor dalam menentukan nilai respon pergeseran viskositas
Untuk mengetahui besarnya efek dari masing-masing faktor dan interaksi antar faktor dalam menentukan nilai respon pergeseran viskositas