• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI 1 Andesit An Bahan Bangunan 280.434.000

Dalam dokumen RPJMD (2016-2021) – BAPPEDA SULUT (Halaman 62-66)

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

HIPOTETIK TEREKA TERTUNJUK TERUKUR TERKIRA TERBUKTI 1 Andesit An Bahan Bangunan 280.434.000

2 Batuapung Pu Mineral Industri 960.000 - - - - - 3 Batugamping Ls Mineral Industri 18.815.000 - - - - - 4 Belerang S Mineral Industri 118.000 - - - - - 5 Bentonit Btn Mineral Industri 52.000 - - - - -

6 Kaolin Ka Bahan Keramik 7.828.000 - - - - -

7 Lempung Cly Bahan Keramik - 6.262.000 - - - - 8 Obsidian Ob Bahan Keramik 4.005.000 - - - - - 9 Sirtu Gra Bahan Bangunan 1.250.000 - - - - - 10 Tras Tra Bahan Bangunan 74.620.000 - - - - - SUMBER DAYA (Ton) CADANGAN (Ton) NO. KOMODITI KODE KELOMPOK

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 63

Sirtu terdapat pada aliran sungai yang besar mereka ambil pasir dan batuan andesit yang cukup prospek. Punggungan Doup prospek ditempati oleh breksi vulkanik dengan fragmen andesit berukuran bongkah hingga kerakal, yang diperlukan untuk bahan bangunan dan perbaikan jalan yang masih dalam keadaan persiapan pembangunan pemukiman kabupaten baru. Kotabunan dengan perbatasan wilayah Buyat banyak tersingkap batugamping yang lokasinya tidak jauh dari jalan raya, menurut camat setempat telah dilakukan inventarisasi batugamping oleh salah satu perusahaan swasta nasional, untuk kepentingan pabrik semen. Akan tetapi di wilayah pantai tenggara untuk batugamping ada kemungkinan terbentuknya mineralisasi logam seperti yang ditemukan di Ratatotok.

Mineralisasi emas-perak diperoleh dari urat-urat kuarsa, sedangkan dari batuannya mereka tidak pernah mengambilnya, dikarenakan menurut mereka kurang mengandung emas. Galena dan sfalerit terlihat mengisi lobang-lobang bersama kristal kuarsa yang dianggap mereka banyak mengandung emas. Mangan berwarna hitam dan hematit berwarna merah mengisi retakan-retakan, kemungkinan mangan tersebut yaitu jenis pirolusit. Keadaan struktur pada sistim epitermal sulfida rendah untuk kuarsa-emas-perak, pada umumnya terbentuk di busur magmatik, biasanya mencirikan zonasi penekukan secara oblique dan jelas mencerminkan tipe keadaan back arc/busur luar dari tipe adularia-serisit epitermal emas-perak, bentuk struktur tersebut berupa jogs, dilihat dari struktur yang saling berpotongan dengan ciri-ciri adanya rekahan dilasi dan fissure veins, splitting/pemisahan dari pada hanging wall. Kejadian di atas akan berlanjut secara luas berupa strike slip fault/sesar mendatar sejajar arah/jurus batuannya (Sibson, 1987). Keadaan tersebut terlihat pada lokasi tambang Molobog pada kedalaman 8 m, dimana ciri mineralnya telah memperlihatkan serisit dan sedikit adularia.

Proses penambangan bahan galian emas di wilayah ini sama seperti yang dilakukan di wilayah Panang dan Tungau, yaitu dengan cara tambang dalam dengan membuat lobang-lobang tambang mengikuti arah urat-urat emas yang berarah utara-selatan. Sedangkan pengolahannya masih menggunakan metoda amalgamasi dan pembuangan tailing sebagian ke sungai kecil didekatnya, apabila pada musim penghujan semua sisa-sisa penambangan ini terbawa banjir hingga ke laut.

2.1.5.6. SUMBERDAYA HUTAN

Provinsi Sulawesi Utara memiliki luas lahan sebesar 1.591.786 Ha yang terdiri dari kawasan hutan seluas 788.691,88 Ha (49,5%) dan areal penggunaan lain seluas 803.093 Ha (50,5%). Dari luas lahan sebesar 788.691,88 Ha (49,5%) tersebut kawasan hutan terbagi dalam tiga fungsi yaitu:

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 64

a) Hutan konservasi yang berfungsi sebagai taman nasional. Suaka margasatwa dan cagar alam dgn luas seluruhnya sebesar 310.759,74 hektar.

b) Hutan Lindung yaitu berupa hutan lindung seluas 175.958,33 ha. c) Hutan Produksi seluas 301.974,81 Ha.

Hutan sangat berpengaruh terhadap karakteristik pengaturan Daerah Aliran Sungai (watershed). Pengaruh ini sangat kompleks dan saling bergantung

karena watershed hutan dapat dipandang sebagai satu kesatuan sistem

(ekosistem) sehingga saling bergantung antara daerah atas atau daerah hulu (upland watershed) dan daerah hilir (lowland watershed). Dengan demikian gangguan hutan pada daerah hulu akan memberikan pengaruh terhadap daerah hilir. Beberapa kawasan konservasi yang terdapat di Provinsi Sulawesi Utara antara lain Cagar Alam (CA) Gunung Lokon, CA Gunung Ambang, CA Tangkoko, Suaka Margasatwa (SM) Karakelang, SM Manembo-nembo, Taman Nasional Boganinani Wartabone, Taman Nasional Laut Bunaken, Taman Wisata Alam Batu Putih dan TWA Batu Angus. Taman Nasional Boganinani Wartabone terletak dalam wilayah Provinsi Sulawesi Utara (177.115 Ha) dan Provinsi Gorontalo (110.000 Ha).

Tabel dibawah ini menunjukkan luas lahan Provinsi Sulawesi Utara menurut kabupaten/kota sesuai dengan fungsi kawasan.

Tabel 2.17. Luas Lahan Provinsi Sulawesi Utara Sesuai Dengan Fungsi Kawasan (Ha) No KABUPATEN HSA& KPA HL HPT HP HPK Kawasan Hutan APL TOTAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Bolaang Mongondow 193.647 95.089 159.610 50.827 14.643 513.816 321.988 835.804 2 Kep. Sangihe - 13.820 13.820 87.483 101.303 3 Kep. Talaud 29.804 10.199 2.348 42.351 82.741 125.092 4 Kota Bitung 9.615 6.027 15.643 14.757 30.400 5 Kota Manado 15.106 1.086 16.192 12.492 28.684 6 Kota Tomohon 694 585 1.615 2.895 11.765 14.660 7 Minahasa 8.417 9.173 5.758 23.348 79.778 103.126 8 Minahasa Selatan 18.773 22.551 30.432 16.597 88.353 128.661 217.014 9 Minahasa Utara 44.486 17.428 10.361 72.276 63.428 135.704 Total 320.543 175.959 210.124 67.424 14.643 788.693 803.093 1.591.786

Sumber : BPKH 2006; Sk Menhutbun No.452/Kpts-II/99 tanggal 17 Juni 1999

Secara umum kegiatan budidaya dan pemanfaatan ruang yang akan dikembangkan di Sulawesi Utara dapat dibedakan menurut karakteristiknya. Dalam hal ini, kawasan hutan produksi merupakan penyangga dari kawasan

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 65

lindung, sedangkan kawasan pertanian, pertambangan, perindustrian dan

permukiman merupakan kegiatan budidaya intensif . Pariwisata yang

berorientasi pada obyek wisata alam dapat dipandang sebagai kegiatan yang fleksibel di dalam memanfaatkan ruang sehingga kawasannya dapat saja bertumpang tindih pada kawasan lindung yang telah ditetapkan dengan tetap menjaga fungsi lindungnya.

Tabel 2.18. Kekritisan Lahan per Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Utara, 2014

No Kabupaten/Kota Besar an Tidak Kritis Kritis Potensial Kritis Kritis Agak Kritis Kritis Kritis Sangat Kritis Kritis Total 1 Bitung ha 7,511.00 16,596.39 6,096.05 602.79 30,806.23 % 0.00 24.38 53.87 19.79 1.96 100 2 Bolaang Mongondow ha 4,420.96 150,764.25 109,532.59 60,256.24 7,874.50 332,848.54 % 1.33 45.30 32.91 18.10 2.37 100 3 Bolaang Mongondow Selatan ha 5,416.36 94,514.23 49,600.02 18,421.02 11,344.35 179,295.98 % 3.02 52.71 27.66 10.27 6.33 100 4 Bolaang Mongondow Timur ha 41.86 32,240.85 33,239.70 20,250.75 2,692.01 88,465.17 % 0.05 36.44 37.57 22.89 3.04 100 5 Bolaang Mongondow Utara ha 2,414.99 68,275.45 69,333.51 16,855.72 2,981.76 159,861.43 % 1.51 42.71 43.37 10.54 1.87 100 6 Kepulauan Sangihe ha 147.71 1,749.79 29,788.92 25,182.81 1,330.76 58,199.99 % 0.25 3.01 51.18 43.27 2.29 100 7 Kepulauan Talaud ha 316.25 27,223.62 61,519.37 8,618.40 252.08 97,929.72 % 0.32 27.80 62.82 8.80 0.26 100 8 Kotamobagu ha 3,647.62 1,288.51 90.02 30.73 5,056.88 % 0.00 72.13 25.48 1.78 0.61 100 9 Manado ha 231.08 2,469.82 12,154.19 1,390.06 144.14 16,389.29 % 1.41 15.07 74.16 8.48 0.88 100 10 Minahasa ha 527.72 37,575.54 49,339.40 21,414.14 2,271.68 111,128.48 % 0.47 33.81 44.40 19.27 2.04 100 11 Minahasa Selatan ha 1,315.08 30,601.90 73,848.30 40,580.87 1,862.34 148,208.49 % 0.89 20.65 49.83 27.38 1.26 100 12 Minahasa Tenggara ha 458.27 19,452.71 33,965.69 16,241.36 583.88 70,701.91 % 0.65 27.51 48.04 22.97 0.83 100 13 Minahasa Utara ha 4,155.77 27,207.18 53,048.65 15,117.94 776.42 100,305.96 % 4.14 27.12 52.89 15.07 0.77 100 14 Siau Tagulandang Biaro ha 288.42 2,387.40 6,335.74 10,731.39 1,214.01 20,956.96 % 1.38 11.39 30.23 51.21 5.79 100 15 Tomohon ha 5,357.02 6,134.56 3,098.32 74.84 14,664.74 % 0.00 36.53 41.83 21.13 0.51 100 Total ha 19,734.4 7 510,978.38 605,725.54 264,345.0 9 34,036.29 1,434,819.7 7 % 1.38 35.61 42.22 18.42 2.37 100

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 66

Masyarakat Sulawesi Utara masih banyak yang menggantungkan

kehidupannya pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan.

Keberlangsungan ketiga sektor tersebut sangat bergantung pada kondisi hutan sebagai penyedia air dan penyangga kehidupan dalam mencegah bencana di masa depan. Isu kehutanan yang masih dihadapi saat ini adalah masih luasnya lahan kritis dalam kawasan maupun di luar

kawasan, pemanfaatan/penggunaan lahan untuk kepentingan non

kehutanan secara illegal dalam kawasan hutan, perambahan dan pencurian kayu (illegal logging), alih fungsi kawasan hutan terkait tata ruang serta isu perubahan iklim terkait hutan. Luas lahan kritis (agak kritis sampai dengan sangat kritis) Sulawesi Utara saat ini adalah 832.626,56 Ha yang terdiri dari kawasan hutan seluas 289.977,27 Ha (36,48%), Areal Penggunaan Lain seluas 542.646,29 Ha (83%) dan luas areal yang terbakar tahun 2015 seluas 11.402 Ha.

Tabel 2.19. Tingkat Kekritisan Lahan Sulawesi Utara Tahun 2015 Fungsi

Dalam dokumen RPJMD (2016-2021) – BAPPEDA SULUT (Halaman 62-66)