• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBERDAYA AIR

Dalam dokumen RPJMD (2016-2021) – BAPPEDA SULUT (Halaman 54-59)

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1.5.2. SUMBERDAYA AIR

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004, Sumber Daya Air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung di dalamnya. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas ataupun di bawah permukaan tanah, air tanah, air hujan dan air laut yang berada di darat. Sedangkan air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, dan air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau butiran di bawah permukaan tanah.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kawasan ekosistem yang dibatasi oleh topografi pemisah air (punggung-punggung bukit) dan berfungsi sebagai penampung, penyimpan dan penyalur air dalam sistem sungai yang keluar melalui sungai utama lalu menuju ke danau atau laut. Dalam sistem suatu DAS tersebut terjadi suatu proses interaksi antara faktor-faktor abiotik, biotik dan culture/manusia sehingga merupakan suatu ekosistem (Asdak, 2006).

Berpedoman pada ekosistem DAS, maka Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dibagi menjadi:

1. Sub sistem DAS bagian hulu (Upland watershed),

2. Sub sistem DAS bagian tengah (Midland watershed) dan

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 55

Masing-masing sub sistem DAS tersebut di atas memiliki karakteristik dan sumber daya alam yaitu sumber daya tanah, sumber daya air, vegetasi dan aktivitas masyarakat yang berbeda-beda. Apabila salah satu dari faktor- faktor tersebut di atas mengalami perubahan, maka hal tersebut akan mempengaruhi ekosistem DAS atau sub DAS, dan selanjutnya perubahan ekosistem akan menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS atau

sub DAS sebagaimana mestinya. Peristiwa banjir dan kekeringan dapat

terjadi karena DAS atau sub DAS telah gagal memenuhi fungsinya sebagai penampung air hujan, penyimpanan dan penyalur air ke sungai-sungai. Kejadian tersebut akan menyebabkan melimpahnya air pada musim hujan, dan sebaliknya sangat minimumnya air pada musim kemarau.

Wilayah Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 23 Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP DAS) yang terbagi dalam 66 SWP SUBDAS- dengan luas 1.423.047 ha. SWP DAS berperan dalam tata hidroorologis wilayah, yaitu dalam hal pasokan air pengaturan secara alamiah yang mampu mengendalikan aliran air dan penyediaan air dalam bentuk reservoir alami. Bencana alam dalam bentuk banjir dan tanah longsor di musim hujan dan kekeringan sungai, anak sungai serta pendangkalan danau yang melanda Sulawesi Utara adalah indikasi sangat diperlukannya penanganan yang terencana, sistematis dan berkelanjutan di wilayah SWP DAS. SWP DAS terluas di Sulawesi Utara adalah Sangkub Langi yang diikuti Dumoga Mongondow, Molibagu, Tumpaan, Ratahan Pantai, Likupang, Ranoyapo, Poigar, Esang, Tondano, Mahena dan seterusnya. Perhatian terhadap lingkungan SWP DAS sangat berperan dalam menunjang

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Harmonisasi

pembangunan dan lingkungan harus dijamin kelangsungannya secara berkelanjutan. Perencanaan tata ruang wilayah, dengan demikian perlu menganalisis penataan ruang yang optimal antara kawasan lindung dan kawasan budidaya secara jangka panjang.

Nilai tingkat kualitas suatu DAS atau sub DAS dapat diukur dari dua parameter yaitu tingkat erosi dan fluktuasi debit sungai yang mengalir dalam beberapa kondisi curah hujan yang berbeda. Kandungan lumpur yang terbawa oleh aliran sungai berasal dari daerah aliran sungai yang mengalami proses erosi. Dengan demikian, kualitas lahan akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas sumber daya air.

Provinsi Sulawesi Utara memiliki enam belas Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu DAS Tondano, DAS Kosibidan, DAS Sangkup, DAS Ranoyapo, DAS Pororosen, DAS Poigar, DAS Ongkak Mongondow, DAS Nuangan, DAS Ranowangko/Nimangan, DAS Likupang, DAS Buyat, DAS Bolangitang, DAS Ayong, DAS Andegile, DAS Dumoga dan DAS Bone (berdasarkan Peta

Pembagian DAS Sulawesi Utara). Berdasarkan Keputusan Presiden No.12

Tahun 2012 tentang Pembagian Wilayah Sungai, Provinsi Sulawesi Utara terbagi atas 3 (tiga) Wilayah Sungai yang menjadi kewenangan Balai Wilayah Sungai Sulawesi 1 adalah:

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 56

4) Wilayah Sungai Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas (Wilayah Sungai

Strategis Nasional);

5) Wilayah Sungai Dumoga Sangkub (Wilayah Sungai Lintas Propinsi);

dan

6) Wilayah Sungai Poigar-Ranoyapo (Wilayah Sungai Lintas

Kabupaten).

Keadaan sumber daya air di Provinsi Sulawesi Utara dipengaruhi oleh air permukaan atau sungai-sungai yang mengalir. Terdapat sungai-sungai besar diwilayah ini yaitu antara lain Sungai Talawaan, Sungai Tondano, Sungai Ranowangko, Sungai Ranoyapo, Sungai Poigar, Ongkak Mongondow, dan Sungai Sangkup. Sungai sungaii tersebut sampai saat ini belum ditetapkan kawasan sempadannya. Bersamaan dengan pemanfaatan sumberdaya air permukaan/sungai, maka di Provinsi Sulawesi Utara telah dilakukan pengembangan wilayah sungai (PWS) seiring dengan pengembangan daerah irigasi pada 12 (dua belas) lokasi yang tersebar di empat kabupaten yang ada dengan luas total 66.902 ha (BAPPEDA Provinsi SULUT, 2014).

Di antara kedua belas lokasi tersebut, PWS Dumoga-Mongondow di Kabupaten Bolaang Mongondow merupakan salah satu PWS terbesar yang telah dikembangkan. Sebagai prasarana penunjang bagi kegiatan budidaya

pertanian tanaman pangan lahan basah atau persawahan, maka

pengembangan sistem irigasi pada dasarnya mengikuti potensi

pengembangan/perluasan daerah persawahan. Proyek-proyek irigasi yang relatif besar ada di daerah irigasi Kasinggolan-Toraut, daerah irigasi Dumoga, daerah irigasi Sangkup, daerah irigasi Ayong-Bolangat dan daerah Irigasi Lolak.

Danau-danau di Sulawesi Utara secara potensial mempunyai nilai ekonomi bagi pengembangan bidang-bidang kepariwisataan, pengairan, dan energi. Danau-danau tersebut adalah Danau Tondano luas 4.278Ha di Kabupaten Minahasa, Danau Moat seluas 617ha di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Pada umumnya sungai-sungai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan antara lain irigasi, sumber tenaga listrik, dan sumber air minum. Sungai-sungai tersebut terletak di Kabupaten Minahasa yaitu: Sungai Tondano (40Km), Sungai Poigar (54,2Km), Sungai Ranoyapo (51,9Km), Sungai Talawaan (34,8Km). Sungai besar lainnya terdapat di daerah Kabupaten Bolaang Mongondow yaitu Sungai Dumoga (87,2Km), Sungai Sangkup (53,6Km), Sungai Ongkaw (42,1Km), dan lainnya.

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 57 2.1.5.3. SUMBERDAYA UDARA

Iklim daerah Sulawesi Utara termasuk tropis yang dipengaruhi oleh angin muzon. Pada bulan November sampai dengan April bertiup angin barat yang membawa hujan di pantai utara, pada bulan Mei sampai Oktober terjadi perubahan angin selatan yang kering. Curah hujan tidak merata dengan angka tahunan berkisar antara 2000-3000mm, dan jumlah hari hujan antara 90-139 hari.Suhu udara berbeda pada setiap tingkat ketinggian, makin ke atas makin sejuk seperti daerah Kota Tomohon, Langowan di Kabupaten Minahasa, Modoinding di Kabupaten Minahasa Selatan, Modayag di Kota Kotamobagu, dan Pasi di Kabupaten Bolaang Mongondow. Daerah yang paling banyak menerima curah hujan adalah Kabupaten Minahasa. Suhu udara rata-rata 25°C. Suhu udara maksimum rata-rata tercatat 30°C dan suhu udara minimum rata-rata 22,1°C dan kelembaban udara tercatat 73,4%. Kendati demikian suhu atau temperatur dipengaruhi pula oleh ketinggian tempat di atas permukaan laut. Semakin tinggi letaknya, maka semakin rendah pula suhunya, dengan perhitungan setiap kenaikan 100 meter dapat menurunkan suhu sekitar 0,6 °C.

Kondisi sumber daya udara (kualitas udara) di Provinsi Sulawesi Utara pada umumnya masih cukup baik. Kawasan yang rawan polusi udara adalah di pusat kota dan kawasan perdagangan Kota Manado karena pada waktu tertentu terjadi kemacetan lalu lintas sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas udara. Sektor transportasi merupakan sektor terbesar yang memberikan kontribusi terhadap penurunan kualitas udara/pencemaran udara. Kemacetan lalu lintas menyebabkan turunnya efisiensi penggunaan bahan bakar yang mengakibatkan peningkatan kadar CO (Carbon monoksida) di udara bebas (ambient). Besarnya kontribusi emisi sektor ini tidak saja ditentukan oleh volume lalu lintas dan jumlah kendaraan, tetapi juga oleh pola lalu lintas dan sirkulasinya di dalam kota, khususnya di daerah-daerah pusat kota dan perdagangan.

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Sulawesi Utara disebutkan juga bahwa kawasan industri di wilayah Kauditan, Bitung, Minahasa dan wilayah Amurang juga rawan terhadap polusi udara apabila kawasan tersebut tidak melakukan pengelolaan lingkungan hidup. Di samping itu, pada lokasi tertentu seperti di Kecamatan Bolaang (Inobonto), Labuhan Uki dan di bagian utara dari wilayah Kabupaten Minahasa Utara, di musim kemarau kualitas udaranya sangat dipengaruhi oleh asap (opasitas) karena daerah ini rawan terhadap kebakaran.

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 58 2.1.5.4. SUMBERDAYA ENERGI BARU TERBARUKAN

Provinsi Sulawesi Utara dikarunia sumberdaya energi terbarukan yang berasal dari panas bumi/geothermal. Energi geothermal berasal dari penguraian radioaktif di pusat Bumi, yang membuat Bumi panas dari dalam, dan dari matahari, yang membuat panas permukaan bumi.Sistim geothermal di Sulawesi Utara umumnya merupakan sistim hidrothermal yang mempunyai temperatur tinggi (>225C). Pada dasarnya sistim panas bumi jenishidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengan suatu sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi padadasarnya terjadi karena gaya apung (bouyancy). Air karena gayagravitasi selalu mempunyai kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi.

Adanya suatu sistim hidrothermal di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh adanya manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal surface manifestation), seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud

pools), geyser dan manifestasi panasbumi lainnya, dimana beberapa

diantaranya, yaitu mata air panas, kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi, berendam, mencuci, masak dll. Manifestasi panasbumi di permukaan diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau karena adanya rekahan rekahan yang memungkinkan fluida panasbumi uap dan air panas) mengalir ke permukaan.

Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida utamanya, sistim hidrotermal dibedakan menjadi dua, yaitu sistim satu fasa atau sistim dua fasa. Sistim dua fasa dapat merupakansistem dominasi air atau sistem dominasi uap. Sistim dominasi uap merupakan sistim yang sangat jarang dijumpai dimana reservoir panas buminya mempunyai kandungan fasa uap yang lebih dominan dibandingkan dengan fasa airnya. Rekahan umumnya terisi oleh uap dan pori‐pori batuan masih menyimpan air. Reservoir air panasnya umumnya terletak jauh di kedalaman di bawah reservoir dominasi uapnya. Sistim dominasi air merupakan sistim panas bumi yang umum terdapat di dunia dimana reservoirnya mempunyai kandungan air yang sangat

dominan walaupun boiling sering terjadi pada bagian atas reservoir

membentuk lapisan penudung uap yang mempunyai temperatur dan tekanan tinggi.

Energi panas bumi merupakan energi yang ramah lingkungan karena fluida panas bumi setelah energi panas diubah menjadi energi listrik, fluida dikembalikan ke bawah permukaan (reservoir) melalui sumur injeksi.

BAB II |GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 59

Penginjeksian air kedalam reservoir merupakan suatu keharusan untuk menjaga keseimbangan masa sehingga memperlambat penurunan tekanan reservoir dan mencegah terjadinya subsidence. Penginjeksian kembali fluida panas bumi setelah fluida tersebut dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, serta adanya recharge (rembesan) air permukaan, menjadikan energi panas bumi sebagai energi yang berkelanjutan (sustainable energy). Emisi dari pembangkit listrik panasbumi sangat rendah bila dibandingkan dengan minyak dan batubara. Karena emisinya yang rendah, energi panasbumi memiliki kesempatan untuk memanfaatkan Clean Development Mechanism (CDM) produk Kyoto Protocol. Mekanisme ini menetapkan bahwa negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 5.2% terhadap emisi tahun 1990, dapat melalui pembelian energi bersih dari negara berkembang yang proyeknya dibangun diatas tahun 2000. Energi bersih tersebut termasuk panas bumi.

Provinsi Sulawesi Utara memiliki sumberdaya energi geothermal di Kota Tomohon dan di Kabupaten Minahasa, serta potensi panas bumi di gunung Ambang, sebagaimana dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Cadangan panas

bumi Lahendong yang ada diperkirakan (possible) sebesar 250 MW, sedangkan

yang mungkin (probable) 150 MW dan yang terbukti (proven) sebesar 78 MW. Sejak tahun 2001, pertamina sudah memanfaatkan energi panas bumi sebesar 20 MW dan akan mengembangkan lagi 60 MW sampai dengan tahun 2015. Tenaga Panas Bumi sudah menyumbang 40% kebutuhan listrik Sulawesi Utara, dan potensinya masih jauh lebih besar lagi. Dari kebutuhan listrik sebesar 150 MW untuk Sulawesi Utara, Tengah dan Gorontalo, tiga unit Pembangkist Listrik Tenaga Panas Bumi Lahendong telah menyumbang 60 MW. Jumlah ini masih jauh dari potensi listrik panas bumi atau geothermal di Sulawesi Utara. Salah satu potensi yang dimiliki Sulawesi Utara dan

dikategorikan sebagai green energy adalah panas bumi yang cukup banyak

tersedia, sekitar 1.030 MW.

Tabel 2.15. .Lokasi Potensi Sumberdaya Panas Bumi di Provinsi Sulawesi Utara

Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2014

Dalam dokumen RPJMD (2016-2021) – BAPPEDA SULUT (Halaman 54-59)