• Tidak ada hasil yang ditemukan

SMA Negeri 1 Yogyakarta Naufalhanif2000@yahoo.com

menerangkan poin-poin yang diperlukan bagi kehidupan siswa. Karena sejarah merupakan ilmu sosial yang notabene terdapat banyak hapalan dan tulisan, beberapa guru masih menerapkan cara mengajar yang terpusat pada menyuruh siswa untuk meng-hapal banyak sekali materi. Cara seperti ini tentu akan menim-bulkan kontraproduktivitas bagi siswa yang kebanyakan ber-orientasi pada pemahaman dan inovasi. Lebih lanjut, cara belajar seperti ini akan sangat membosankan dan memberikan efek meninabobokan siswa. Ini dapat terlihat dari banyaknya siswa yang mengantuk atau malah tertidur ketika guru sedang me-nerangkan dengan cara tersebut.

Kedua yaitu masalah materi. Kebanyakan materi pelajaran sejarah mengulang-ulang dari jenjang sebelumnya. Materi yang telah dipelajari siswa sejak sekolah dasar ini menimbulkan kesan repetitif. Apalagi, pembelajaran kadang-kadang terpusat pada hapalan seperti tanggal dan nama-nama. Ilmu yang berat dihapal namun hanya akan menjadi memori masa pendek juga menjadi penyebab utama anggapan sejarah tidak berguna untuk dipelajari karena siswa mempelajari hal yang sama dan tidak berguna secara terus-menerus.

Ketiga, hal ini menyerempet dengan bias siswa terhadap mata pelajaran Ilmu Alam/Ilmu Sosial. Stigma yang menyebar adalah, jika siswa ingin lancar dan sukses di kemudian hari, entah itu dalam perguruan tinggi atau mencari pekerjaan, pros-pek tinggi hanya didapatkan jika siswa fokus ke pelajaran Ilmu Alam seperti Fisika, Biologi, dan Kimia. Sejak lama, Ilmu Sosial dianggap hanya menjadi pelarian orang-orang yang tidak mampu melaksanakan pelajaran Ilmu Alam dengan baik.

Stigma ini memang semakin menghilang dengan meningkat-nya minat siswa di akuntansi dan manajemen yang melampaui minat favorit di Ilmu Alam seperti Pendidikan Kedokteran dan Teknik Sipil. Namun, “kebangkitan” minat siswa di bidang Ilmu Sosial ini terbatas di bidang ekonomi dan sosiologi, sedikit di

bidang geografi. Namun, jelas tidak di bidang sejarah. Siswa berpikir, jika dari bidang ekonomi bisa menuju akuntansi dan manajemen, dari sosiologi bisa menuju psikologi dan antro-pologi, dari geografi bisa menuju teknik geodesi atau kebumian, dari sejarah mau ke mana?

Di sinilah inti masalah berlangsung. Siswa menilai pelajaran hanya dari sisi seberapa besar pelajaran dapat membantunya me-milih jurusan perguruan tinggi, meme-milih pekerjaan, atau menye-nangkan orang tua. Orientasi terhadap pekerjaan ini terkadang berawal dari gaji yang dihasilkan dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Hal ini penting, tapi akan menimbulkan banyak masalah seperti stress dan depresi karena pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat atau hobi. Selebihnya, mengarah ke banyak-nya kriminalitas seperti korupsi, malpraktik, dan lain lain. Misal-nya, jika seseorang belajar biologi hanya agar menjadi dokter karena gajinya besar, kemungkinan malpraktik meningkat karena tujuan orang tersebut adalah uang, bukan pengabdian. Contoh lain adalah orang yang mempelajari fisika karena dituntut orang tua untuk masuk fakultas teknik. Karena terpaksa, ia akan me-rasa sangat terbebani karena pembelajaran yang yang sangat berat. Sementara, ia sendiri tidak memilik kemampuan maupun kemauan di hal tersebut.

Kebermanfaatan Sejarah

Kembali ke mata pelajaran sejarah. Memang, jika Anda mem-punyai hobi atau minat di sejarah Anda akan menemukan sulitan menemukan jurusan perkuliahan yang cocok dengan ke-mauan anda. Namun, jika anda minat dan mau terhadap pelajaran sejarah, Anda akan mengetahui bahwa sejarah sesungguhya mem-berikan manfaat, seperti pendidikan karakter yang didapatkan dari kisah-kisah terdahulu, bagimana melihat konflik di masa lalu agar tidak terjadi di masa datang dan kebalikannya,

bagai-mana melihat kejayaan di masa lalu agar bisa diamalkan dan diulang di masa datang, bagaimana mengamalkan nilai-nilai masa lalu, dan lain lain.

Lobotomi, misalnya, proses menghilangkan bagian otak secara paksa dengan cara dipaku—apa lagi saat itu higienitas operasi masih terbatas—dianggap sebagai hal yang baik. Bahkan, dianugrahi Nobel di bidang Kesehatan. Namun, dari sisi psiko-logi maupun biopsiko-logis, orang akhirnya menyadari bahwa hal itu tidak memberikan kebaikan sedikit pun. Bahkan, justru mem-berikan gangguan psikologis yang luar biasa pada pasien. Jika para psikolog tidak melihat sejarah, mungkin praktik lobotomi masih dilakukan sampai sekarang.

Sebenarnya kita sudah mengamalkan sejarah dalam kehi-dupan sehari-hari dalam bentuk mencermati pengalaman. Na-mun, tidak ada yang mengaitkannya dengan sejarah karena seja-rah hanya identik dengan perang, konflik, dan lain lain. Pada-hal, sejarah sendiri adalah ilmu tentang peristiwa yang terjadi di masa lampau, tidak terikat kepada kekerasan atau pahlawan-pahlawan. Mengapa para siswa tidak mencermati dan mengamal-kan peristiwa masa lalu untuk menilai pengalaman mereka sen-diri?

Kesimpulannya, siswa harus melihat mata pelajaran terutama sejarah dari sisi manfaat dan pengaruh, bukan hanya mata per-kuliahan yang bisa dituju atau pekerjaan yang bisa didapatkan. Namun, guru juga harus berinovasi dengan memberikan hal-hal baru yang menyegarkan agar siswa dapat tertarik dengan mata pelajaran sejarah. Dari materi sendiri, silabus harus disesuai-kan agar tidak terkesan repetitif. Jika memang masa dari peris-tiwa sama, segi nilai atau pemahaman kritis bisa diberikan, jangan terhenti pada hafalan-hafalan.

Terakhir, sejarah adalah memori. Apakah memori itu ber-guna atau tidak tergantung dari kita semua. Sejarah adalah nilai-nilai yang mengajari kita dengan fakta konkret apa yang

harus-Muhammad Naufal Hanif. Lahir di bandung pada 5 April 2000 dan saat ini bertempat tinggal di Jalan Madubronto 20 A patangpuluhan, Wirobrajan, yogyakarta. Muhammad Naufal sekolah di SMA Negeri 1 Yogyakarta yang berlokasi di Jl. Hos Cokro-aminoto No. 10 Pakuncen, Wirobrajan, yogyakarta. Jika ingin berkorespondensi dengan Naufal dapat menghubungi HP : 081327963604 atau di pos-el : naufalhanif2000@yahoo.com.

nya kita lakukan dan apa yang tidak. Seperti kata Cicero, Historia Magistra Vitae—sejarah adalah guru terbaik bagi kehidupan.

Selayang Pandang Media Sosial

Media sosial Tribunnews.com beberapa tahun lalu memberita-kan, “Dihina di Facebook, Bupati Kutai Timur Penjarakan War-ganya Sendiri.” Pelanggaran di atas melanggar Pasal 27 UU RI No 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi Transaksi Elektronik). Contoh kasus lain yang serupa adalah “gara-gara Kicauan di

Twitter, seorang simpatisan politik divonis penjara 6 bulan.” Kasus ini juga melanggar pasal diatas.

Dari kasus di atas dapat diambil pelajaran yang sangat ber-harga bahwa dalam bermedia sosial, kita memiliki batasan-batas-an ybatasan-batas-ang tidak dapat dilbatasan-batas-anggar. Agar terhindar dari kasus ybatasan-batas-ang serupa mari kita berupaya menggunakan media sosial dengan hati-hati. Apalagi, jika menyangkut perasaan orang lain. Sebenar-nya media sosial itu memuSebenar-nyai baSebenar-nyak manfaat apabila kita bijak menggunakannya.

Media sosialadalah sebuah media online, dengan para peng-guna yang bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan men-ciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum, dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia. Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang