• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF POLITIK ISLAM

B. Hubungan Agama dan Politik dalam Islam

Banyak tokoh-tokoh pemikir Islam yang merumuskan perumusan mengenai hubungan agama dan Negara, meskipun pemikiran mereka ada yang ideal dan ada pula yang bersifat konstekstual dalam menanggapi situasi politik pada masanya masing-masing. Pada umumnya mereka semua menyepakati bahwa keberadaan sebuah negara merupakan suatu keharusan. Karena agar dapat merealisasikan prinsip dan ajaran Islam tentang kehidupan bermasyarakat. Namun mengenai sejauh mana hubungan dan peran agama dalam sistem ketatanegaraan yang dimaksudkan, mereka berbeda pendapat.

42

http://kedamaianhidup.blogspot.com/2008/04/politik-islam.html diakses pada tanggal 5 Januari 2009, pukul 21.00 WIB

Munawir Sjadzali menyebutkan bahwa hingga sampai sekarang terdapat tiga paradigma (aliran) yang berkembang mengenai hubungan agama dan negara yaitu:Pertama, agama dan negara merupakan satu kesatuan (integrated). Aliran pertama ini berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian Barat, yakni sebuah agama yang semata-mata mengatur hubungan manusia dengan Tuhan. Namun sebaliknya, Islam merupakan agama yang sempurna yang lengkap, karena tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, melainkan mengatur segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Para penganut aliran ini pada umumnya berpendirian bahwa:43 Islam adalah suatu agama yang serba lengkap. Di dalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik; oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat. Sistem ketatanegaraan atau politik Islami yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad SAW dan empat Khulafa

al-Rasyidin. Tokoh-tokoh utama dari aliran ini antara lain, Syekh Hassan al-Banna,

Sayyid Quthb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha, dan Maulana al-Maududi.44

Kedua, agama dan negara merupakan dua hal yang terpisah (secularistic).

Aliran kedua ini berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungannya dengan urusan ketatanegaraan. Menurut aliran ini,

43

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, (Jakarta: UI Press,1993), Edisi Kelima, h. 1

Nabi Muhammad SAW hanyalah seorang rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas tunggal mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur, dan Nabi SAW tidak pernah dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu Negara. Tokoh-tokoh terkemuka aliran ini antara lain Ali Abd al-Raziq dan Thaha Husein.

Ketiga, agama dan negara berhubungan secara timbal balik (symbiotic).

Aliran ketiga ini berpendapat bahwa baik agama maupun negara, keduanya saling membutuhkan. Karena dengan adanya negara, maka sebuah agama dapat berkembang dengan baik, sebaliknya agama dapat menjadi kehidupan bernegara menjadi lebih bermoral. Aliran ini menolak anggapan tentang Islam adalah agama yang serba lengkap. Di samping itu juga menolak anggapan tentang Islam adalah ajaran agama murni yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan tidak ada kaitannya dalam urusan negara.45 Di antara Tokoh-tokoh dari aliran ini yang cukup menonjol adalah Mohammad Husein Haikal, terkenal buku Hayatu

Muhammad dan Fi Manzil al-Wahyi.

Berkenaan dengan aliran pertama yang berpendapat bahwa agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sehingga mendirikan sebuah negara Islam dengan menerapkan syari’ah adalah merupakan suatu keharusan. Upaya-upaya untuk menerapkan syari’ah Islam dan mendirikan negara Islam terus bergilir dari dulu hingga sekarang baik itu yang bersifat negara Islam lokal (nation state) maupun yang bersifat mendunia yaitu Khilafah

45Ibid,

Islamiyah. Selain tokoh-tokoh yang telah disebutkan di atas, termasuk tokoh aliran ini juga adalah Taqiyuddin an-Nabhani pendirikan sebuah partai politik Islam Internasional yaitu Hizbut Tahrir, yang bertujuan untuk melangsungkan kehidupan Islam dan mengembang dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Ini berarti mengajak kaum Muslim untuk kembali hidup secara Islami di Darul Islam

dan di dalam masyarakat Islam. seluruh aktivitas kehidupan di dalamnya diatur sesuai dengan hukum-hukum syara’. Pandangan hidup yang akan menjadi pusat perhatiannya adalah halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islamiyah, yaitu

Daulah Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan

dibai’at oleh kaum Muslim untuk didengar dan ditaati, dan agar menjalankan pemerintahannya berdasarkan Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.46

Upaya-upaya penerapan syari’ah dan pembentukan negara Islam tidak hanya terjadi di negara-negara Muslim Timur Tengah saja, akan tetapi telah menjalar hampir ke seluruh negara-negara Muslim di seluruh dunia termasuk di Asia Tenggara. Di Malaysia misalnya ada partai politik yang berjuang untuk menerapkan syari’ah Islam secara kafah yaitu Partai Islam Se-Malaysia (PAS). Pemikiran partai ini banyak dipengaruhi oleh tafsir radikal ajaran-ajaran Maulana Maududi dari Pakistan dan Sayyid Qutb dari Mesir dengan menggunakan metode dakwah perjuangan al-Ikhwan al-Muslimin47 di Mesir yang didirikan oleh Syeikh Hasan al-Banna yang bertujuan mendirikan negara Islam di Mesir.48

46

Hizbut Tahrir Indonesia, Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir,

PAS adalah partai politik yang berasaskan Islam yang berpemahaman bahwa agama dan negara tidak dapat dipisahkan. Ia juga merupakan partai oposisi yang berjuang untuk menegakkan Islam ke dalam kehidupan masyarakat Malaysia. Dengan basis perdesaan dan dukungan kaum ulama konservatif, PAS yang menganggap dirinya partai politik dan gerakan Islam telah berpartisipasi dalam pemilu sejak pemilu pertama Malaysia tahun 1955, ketika secara resmi menjadi partai politik. PAS secara konsisten terus mendukung dan memperjuang-kan negara Islam dan tatanan sosial yang menerapmemperjuang-kan hukum syariat.49

Sebagai partai politik yang berasaskan Islam, PAS memiliki dua tujuan utama, yaitu: pertama, memperjuangkan terwujudnya sebuah tatanan masya- rakat dan pemerintahan yang terlaksana di dalamnya nilai-nilai hidup Islam dan hukum-hukumnya menuju keridhaan Allah SWT. Kedua, mempertahankan kesucian Islam serta kemerdekaan dan kedaulatan negara.50 Intinya adalah PAS berusaha untuk memperjuangkan dan mendirikan negara Islam.51

47

John L. Posito dan John O. Voll, Islam and Democracy, edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, demokrasi di Negara-negara Muslim: Problem dan Prospek,

(Bandung: Mizan, 1999), cet. I, h. 180

48

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 146

49

Khamami Zada dan Arief R. Arofah, Diskursus Politik Islam, (Jakarta; Lembaga Studi Islam, 2004), Cet. Ke- I, h. 123

50

Dalam Pasal 7 Anggaran Dasar PAS dinyatakan bahwa: “Adapun hukum yang tertinggi sekali dalam pegangan PAS ialah KITABULLAH dan SUNAH RASUL serta Ijma Ulama dan Qias yang terang dan nyata”. Lihat Perlembagaan PAS (pindaan 2001) yang diterbitkan Pejabatan Agung PAS, Markaz Tarbiyah PAS Pusat Selangor Darul Ehsan.

51

Partai Islam se-Malaysia (PAS), Negara Islam, cet. IV, (Kuala Lumpur: Partai Islam se-Malaysia, 2004), h. 16

Partai ini sering diberi ciri konservatif, tradisionalis, populis, dan sovinistis. PAS selalu menyatakan dirinya sebagai pendukung yang sesungguhnya dari prinsip-prinsip Melayu dan Islam. Ia menyerang UMNO karena tidak mau memberikan dukungan penuh kepada Islam dan mengkritik berbagai kebijakan pemerintah. PAS menyerukan berdirinya negara Islam di mana setiap orang Melayu dapat melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan negara. PAS sangat jelas mengukapkan cita-citanya untuk menerapkan Islamisasi masyarakat (dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan dan sosial).52

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa menurut aliran pertama Rasulullah SAW tidak hanya sebatas seorang Nabi atau Rasul biasa seperti halnya rasul-rasul sebelumnya, akan tetapi Rasulullah SAW juga seorang negarawan yang telah berhasil dan mencontohkan kepada umatnya mengenai pemerintahan atau Negara yaitu Negara Madinah. Negara Madinah merupakan sebuah wujud kegiatan politik Nabi Muhammad SAW di samping untuk memudahkan Nabi SAW untuk menyebarkan ajaran Islam, salah satu tujuan lainnya adalah untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakat Muslim.

Di dalam sejarah kehidupan politik manusia, Islam telah menyumbangkan sesuatu yang sangat besar yang tidak ternilai harganya, yaitu suatu “model negara” yang tidak ada contohnya baik sebelum maupun sesudahnya. Negara

52

model itu dinamakan “Negara Islam” (Daulah Islamiyyah).53 Negara Islam merupakan model di dalam berbagai sifat dan berbagai bentuk negara di dunia, adalah merupakan “modal” bagi umat Islam untuk menyumbangkan segala kepandaian dan kesanggupan mereka dalam dunia politik. Baik secara teoritis maupun praktis.

Mengenai wacana Negara Madinah, banyak para pakar yang memiliki perbedaan dalam menanggapi hal tersebut. Salah satunya mengatakan bahwa istilah negara tidak disebut di dalam al-Quran, dan Nabi Muhammad SAW tidak memberikan contoh yang konkrit tentang keberadaan sebuah negara yang harus ditegakkan oleh Islam. Pendapat lain mengatakan bahwa secara tidak langsung, Nabi Muhammad SAW telah meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Madinah.54 Karena kehidupan Nabi Muhammad SAW di Madinah telah memenuhi syarat sebuah negara, yaitu adanya rakyat, wilayah, serta konstitusi.

Meskipun kedudukan Nabi SAW sebagai pemimpin negara bukan merupakan bagian “tugas” dari kenabiannya, namun kedudukan tersebut dapat dianggap sebagai salah satu sarana untuk melaksanakan tugas kenabiannya. Karena keberadaan negara merupakan salah satu unsur pokok untuk dapat

53

Ahmad Zainal Abidin, konsepsi Politik dan Ideologi Islam, h. 71

54

Ahmad Sukardja, piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: UI Press, 2000), h. 90

merialisasikan ajaran Islam dalam kehidupan peribadi maupun kehidupan bermasyarakat.

Aktivitas-aktivitas Nabi Muhammad SAW di Madinah tidak hanya sebatas menjalankan tugasnya sebagai Nabi dan Rasul, yaitu untuk menerima dan menyampaikan wahyu yang diterimanya dari Allah SWT dan untuk disampaikan kepada manusia. Namun lebih dari itu. Nabi Muhammad SAW juga telah memberikan contoh teladan di dalam aktivitas keduniawian. Yaitu dengan jalan membangun kebutuhan material dan spiritual masyarakat yang terdiri dari beberapa etnis, penganut agama dan keyakinan yang berbeda-beda di bawah kepemimpinannya. Berdasarkan analisa di atas maka dapat diyakini bahwa Nabi SAW merupakan pemimpin yang sukses dalam menerapkan prinsip kese-imbangan antara kemaslahatan dunia dan kemaslahatan akhirat bagi umatnya.55

Di dalam menjalankan aktivitas bernegara. Nabi Muhammad SAW telah dapat menerapkan prinsip musyawarah, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip persamaan bagi semua lapisan sosial, prinsip keadilah, kesejahteraan sosial, prinsip persatuan dan persaudaraan, prinsip amar ma’ruf dan nahi mungkar, prinsip ketaqwaan, prinsip menghormati orang lain dan prinsip-prinsip dasar kehidupan bernegara lainnya.

Meskipun terdapat perbedaan mengenai wacana negara Madinah, namun pada akhirnya sejarah pulalah yang dapat membuktikan bahwa setelah wafatnya

55

Akram Diya Al-Umari, Masyarakat Madinah Pada Masa Rasulullah SAW, (Jakarta: Media Dakwah, 1994), h. 61-64

Nabi Muhammad SAW, para sahabat yang menjadi pemimpin Islam banyak yang mengembangkan konsep bernegara ajaran Nabi Muhammad SAW. Dan ini merupakan karakteristik terdiri dari Islam, yang mampu bersanding dengan berbagai peradaban dan kebudayaan.