• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN POLITIK DALAM PERSPEKTIF POLITIK ISLAM

A. Pengertian Politik Islam

Sebagai sebuah agama yang memiliki salah satu fungsi mengatur kehidupan manusia, Islam memiliki norma-norma yang khusus dan jelas tentang bagaimana manusia menjalin hubungan dengan manusia yang lain mengenai kehidupan manusia di dunia dan akhirat.19 Termasuk salah satunya mengatur kehidupan bernegara (fiqh siyasah) yang tidak boleh dikesampingkan.20 Pembahasan mengenai kehidupan bernegara ini secara umum disebut dengan istilah politik Islam.

19

Abdul Hadi Awang, Sistem Pemerintahan Negara Islam, (Pulau Pinang: Dewan Muslimat, 1995), cet. I, h. 4

20

Secara bahasa kata politik Islam terdiri dari dua kata yaitu politik dan

Islam. Istilah politik di dalam literatur ketatanegaraan Islam dikenal dengan istilah

siyâsah yang berarti cerdik atau bijaksana.21 Siyâsah berasal dari kata

sâsa-yasûsu-siyâsatan, yang berarti mengurus kepentingan seseorang. Dalam kamus

al-Muhîth dikatakan: sustu al-ra’iyyata siyâsatan: amartuhâ wa nahaituhâ (saya

mengatur rakyat dengan mengunakan politik: Saya memerintah dan melarangnya).22 Mengenai penjelasan kata siyâsah ini dapat ditemukan dalam

buku Fiqh Siyasah karangan Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, disebutkan bahwa di kalangan para ahli fiqih siyasah terdapat tiga pendapat mengenai asal kata siyâsah, yaitu:23

Pertama, sebagaimana dianut al-Maqrizi,kata siyâsah berasal dari bahasa

Mongol yakni dari kata yasah yang mendapat imbuhan huruf sin berbaris kasrah diawalnya sehingga dibaca siyâsah. Pendapat tersebut didasarkan kepada sebuah kitab undang-undang milik Jenghis Khan yang berjudul ilyasa yang berisi panduan pengelolaan negara dan berbagai bentuk hukuman berat bagi pelaku tindak pidana tertentu. Sepeninggal Jenghis Khan kitab undang-undang tersebut diwariskan secara turun temurun kepada anak-anaknya yang secara bergantian memimpin kerajaan Mughal di India Persia, seperti umat Muslim generasi

21

Rifyal Ka’bah, Politik dan Hukum dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Khairul Bayan, 2005), cet. I, h. 111

22

Muhammad bin Ya’qub al-Fairuz Abadi, al-Qâmûs al-Muhîth, (Bairut: Dâr al-Fikir, 1995), h. 496

23

Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), cet. I, h. 2-4

pertama mewarisi al-Quran dari Nabi Muhammad SAW. Setelah raja-raja India memeluk Islam isi kitab ilyasa itu kemudian dimodifikasi dengan memuat hal-hal yang bersumber dari ajaran Islam, semisal penyerahan otoritas ibadah dan kasus-kasus hukum yang bertalian dengan syari’at Islam kepada qadhi al-qudhat (hakim agung).

Kedua, sebagaimana dianut Ibn Taghi Birdi, siyâsah berasal dari

campuran tiga bahasa, yakni Bahasa Persia, Turki dan Mongol. Partikel si dalam Bahasa Persia berarti 30. sedangkan yasa merupakan kosakata Bahasa Turki dan Mongol yang berarti larangan, dan karena itu, ia dapat juga dimaknai sebagai hukum dan aturan.

Ketiga, semisal dianut Ibnu Manzhur menyatakan, siyâsah berasal dari

Bahasa Arab, yakni bentuk mashdar dari tashrifan kata sâsa-yasûsu-siyâsatan,24

yang semula berarti mengatur, memelihara, atau melatih binatang, khususnya kuda. Sejalan dengan makna yang disebut terakhir ini, seseorang yang profesinya sebagai pemelihara kuda, dalam Bahasa Arab disebut sa’is. Kata sa’is yang berarti memelihara kuda ini sekarang telah masuk kedalam kosa kata Bahasa Inggeris yang ditulis menjadi syce. Dalam literatur Yahudi juga ada penggunaan istilah yang agak mirip dengan makna awal dari kata sasa itu yakni istilah sus,

yang berarti kuda.

Politik atau siyâsah mempunyai makna mengatur urusan umat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Politik dilaksanakan baik oleh negara (pemerintah)

24

maupun umat (rakyat), negara adalah institusi yang mengatur urusan tersebut secara praktis, sedangkan umat atau rakyat mengoreksi (muhasabah) pemerintah dalam melakukan tugasnya.25

Dalam Bahasa Inggris politik berasal dari kata politic yang menunjukan sifat pribadi atau perbuatan. Dalam bahasa Latin dikenal dengan politicus, dan dalam bahasa Yunani disebut dengan politicos yang berarti berhubungan dengan rakyat. Ketika politik diserap ke dalam bahasa Indonesia, terdapat tiga arti yang berbeda, yaitu: (1) segala urusan dan tindakan (kebijaksanaan, siasat dan sebagai macamnya); (2) tipu muslihat atau kelicikan; dan (3) nama sebuah disiplin ilmu pengetahuan. 26

Secara istilah politik pertama kali dikenal melalui buku karya Plato yang berjudul Politeia atau dikenal juga dengan Republic. Kemudian setelah itu ada juga karya dari Aristoteles dengan judul serupa. Di dalam isi kedua buku terdapat kecenderungan menghubungkan politik dengan negara (pemerintahan).27

Miriam Budiarjo menjelaskan bahwa pengertian politik: “pada umumnya adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu.”28 Sedang menurut Deliar Noer, politik adalah “segala aktivitas

25

Abdul Qadim Zallum, Afkaru Siyasiyah, edisi Indonesia: Pemikiran Politik Islam, diterjemahkan oleh Abu Faiz, cet. II, (Bangil: Al-Izzah, 2004), h. 11

26

Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran,

(Jakarta: LSIK dan PT Grafindo Persada, 1994), h. 34

27

atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan, yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau mempertahankan suatu macam bentuk susunan masyarakat”.29

Pendapat Miriam Budiarjo membatasi politik hanya sebatas menangani masalah-masalah umum oleh negara atas nama dan bentuk masyarakat. Lain halnya dengan Deliar Noer, politik tidak hanya sebatas kepada pengambilan keputusan dan kebijakan umum, namun mencakup berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pergeseran politik, dari satu rezim ke rezim lain.

Meskipun terdapat banyak pandangan mengenai definisi politik, namun secara garis besar akan didapatkan dua kecenderungan terhadap pendefinisian politik, yaitu: Pertama, pandangan yang mengaitkan politik dengan negara.

Kedua, pandangan yang mengaitkan politik dengan kekuasaan, otoritas atau

konflik.30

Kemudian kata Islam secara bahasa berasal dari kata salama yang berarti tunduk atau berserah diri pada Allah SWT, atau menerima semua peraturan Tuhan sebagai petunjuk bagi kehidupan seseorang, taat sepenuh hati, akan keadaan noda dan cela.31 Menurut Hassan al-Banna seperti yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi, Islam adalah sesuatu yang syumul (menyeluruh), mencakup semua aspek kehidupan dengan syariat dan pengarahannya. Islam menata

28

Mariam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia, 1998), h. 8

29

Deliar Noer, Pengantar Ke Pemikiran Politik, (Jakarta: Rajawali Press, 1983), h. 6

30

Ibid.

31

kehidupan manusia sejak dia dilahirkan sampai meninggal dunia. Bahkan sebelum ia dilahirkan dan sesudah meninggal dunia.32 Islam menyangkut agama dan dunia, akidah dan syari’ah, ibadah dan muamalah, dakwah dan negara serta akhlak dan kekuatan.33

Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan politik Islam yaitu adalah politik yang didasarkan atas syari’at yang berasal dari al-Quran dan as- Sunnah.34 Dalam hubungannya dengan politik Islam, Yusuf Qardhawi menyebut dengan istilah al-siyâsah al-syar’iyah.35 Sebab, makna al-syar’iyah dalam konteks ini adalah yang menjadi pangkal tolak dan sumber bagi al-siyâsah

(politik) dan menjadikan sebagai tujuan bagi al-siyâsah. Pengertian ini berkaitan dengan pandangan ulama’ dahulu yang mengartikan politik pada dua makna,

pertama, makna umum, yaitu menangani urusan manusia dan masalah kehidupan

dunia berdasarkan syariat agama. Oleh karena itu, mereka mengenal istilah

khalîfah, yang berarti perwakilan dari Rasulullah SAW., untuk menjaga agama

dan mengatur dunia. Kedua, makna khusus, yaitu pendapat yang menyatakan bahwa pemimpin, hukum dan ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan-nya untuk

32

Yusuf Qaradhawi, Fiqih Negara: Ijtihad Baru Seputar Sistem Demokrasi Multi Partai dan Keterlibatan Wanita di Dewan Perwakilan Partisipasi dalam Pemerintahan Sekuler,

Penterjemah, Syafril Halim, (Jakarta: Rabbani Press, 1997), h. 18

33

Yusuf Qaradhawi, al-Din wa al-Siyâsah, diterjemahkan oleh Khairul Amru Harahap,

Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2008), cet. I, h. 18

34

Adeng Muchtar Ghazali, Perjalanan Politik Umat Islam dalam Lintasan Sejarah,

(Bandung: Pustaka Setia, 2004), cet. I, h. 26

35

mencegah kerusakan yang akan terjadi membasmi kerusakan yang sudah terjadi, atau memecahkan masalah khusus.36

Di kalangan teoritis politik Islam, ilmu siyâsah syar’iyah disebut juga dengan ilmu fiqh siyasah yaitu ilmu yang membahas tentang tatacara pengaturan masalah ketatanegaraan Islam semisal (bagaimana mengadakan) perundang-undangan dan berbagai peraturan (lainnya) yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, kendatipun mengenai penataan semua persoalan itu tidak ada dalil khusus yang mengaturnya.37

Secara garis besar penulis memahami bahwa politik Islam adalah kegiatan politik atau segala hal yang berkaitan dengan cara memimpin, memenuhi hak-hak dan amanah rakyat atau pengaturan urusan rakyat yang diwarnai atau dinaskan pada ajaran Islam yang berlaku untuk seluruh warga masyarakat dalam suatu negara, serta memiliki bentuk pemerintahan yang Islami. Konsep politik Islam adalah dengan memahami kaidah syara’ berdasarkan prinsip-prinsipnya, pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi, kondisi dan realitas yang ada.

Imam Syafi’i menegaskan “tidak ada politik melainkan menepati hukum syara’.” Kemudian Ibnu ‘Uqail menyatakan “politik itu adalah tindakan politik yang memang menghasilkan (membawa) kepada maslahat (kebaikan) dan menjauhkan dari keburukan atau menimbulkan bahaya kerusakan boleh

36Ibid,

h. 25

37

Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik Islam, h. 10

diserahkan kepada manusia walaupun tidak pernah dinyatakan oleh Rasulullah SAW dan nas al-Qur’an.”38

Perlu diketahui bahwa sistem kehidupan masyarakat Islam telah melahirkan upaya politik yang disebut politik Islam. Maka berbagai kebijakan yang terlaksana dalam linkungan umat Islam secara khusus, itu merupakan upaya untuk menjelmakan nilai-nilai Islam tanpa beranjak sedikit pun dari prinsip-prinsip Islam.39 Politik Islam bersumber dari ajaran Tuhan yang tertuang dalam agama dan juga berdasarkan suara rakyat yang diperoleh dari hasil musyawarah. Sebagai gambaran yang tegas menurut Prof. Gibb, bahwa firman Tuhan dan sabda Nabi digabungkan menjadi satu dengan suara rakyat, adalah merupakan kekuasaan yang tertinggi dalam Negara Islam.40

Abdul Muin Salim memberikan contoh terhadap pengertian politik Islam sebagai berikut:

“…sebagai contoh adalah berbagai kebijakan yang diterapkan oleh Rasulullah SAW dalam mengelolakan masyarakat Madinah”. Normanya terdapat pada Piagam Madinah. Yang sangat popular itu; di dalamnya dijelaskan bahwa para pelakunya, bukan hanya umat Islam, melainkan juga seluruh komunitas Madinah. Karena itulah bahwa politik Islam dapat ditegakkan dalam bentuk formal Negara Islam.41

Kesimpulan dari pendefinisian di atas mengenai Politik Islam adalah

38

Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi, h. 50 dapat dilihat juga pada Yusuf Qaradhawi, al-Din wa al-Siyâsah, h. 38

39

Abdul Hadi Awang, Islam dan Demokrasi. h. 17

40

Pernyataan Prof. Gibb tersebut dikutip oleh Ahmad Zainal Abidin di dalam bukunya yang berjudul “Konsepsi Politik dan Ideologi Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 84

41

bahwa politik adalah hal-hal yang berkaitan dengan kepemerintahan dalam berbagai aspeknya, khususnya dalam hal kekuasaan, yaitu bagaimana meraih kekuasaan tersebut, juga bagaimana metode dalam menjalankan kekuasaannya, dan tentunya lain dari pada itu yang berkaitan dengan pemerintah. Akan tetapi satu hal yang harus dan lazim bagi diperhatikan, bahwa dalam hal politik yang satu ini, bukanlah selayaknya politik yang kita tahu pada umumnya. Akan tetapi politik ini adalah yang berlandaskan kepada dasar-dasar yang dianut dalam Islam dalam hal ini adalah Syari’at, sehingga dalam mengimplementasikannya, politik ini terbatasi oleh Syari’at, sehingga tidak dapat sebebas-bebasnya dalam berpolitik seperti halnya dalam kancah perpolitikan yang universal.42