BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI AL-QUR`AN
B. Hubungan antara Al-Qur`an dan Wahyu
Pada bagian ini dijelaskan bahwa saling keterkaitan antara al-Qur`an maupun wahyu yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW melalui perantara maupun tidak. Karena al-Qur`an itu sendiri adalah Firman Allah SWT yang berbentuk buku suci (al-kitāb) ini mengandung pesan Samawi yang diperantarai oleh wahyu. 27 Sedangkan wahyu adalah jalinan komunikasi antara Yang Maha Tinggi dengan materi yang rendah.28
26 Hadi Ma'rifat, Sejarah Lengkap al-Qur’an, h. 37-40. 27 Hadi Ma'rifat, Sejarah Lengkap al-Qur’an, h. 7. 28 Hadi Ma'rifat, Sejarah Lengkap al-Qur’an, h. 15.
Pendapat tersebut sesuai yang dipaparkan oleh Nasr Hamid Abu Zaid (w. 2010 M) dalam tulisannya, yakni The Qur`an: God and Man in
Communication. Beliau menjelaskan bahwa al-Qurʽan yakni kata dari
Tuhan (kalām Allāh) menurunkan kepada Nabi Muhammad SAW dalam bahasa Arab sederhana selama 23 tahun.29 Sedangkan, wahyu adalah bentuk komunikasi non-verbal yang misterius dimana dua makhluk dengan eksistensi yang berbeda. Pesan berupa Firman Allah SWT yang diturunkan kepada manusia, bisa melalui inspirasi, balik tabir, atau mengirimkan utusan malaikat (Q.S. 42: 51) yakni al-Qur`an.30
Selain itu, Nabi SAW bukanlah Nabi pertama yang berbicara atas namakan wahyu. Sejak Nabi Nuh a.s muncul orang-orang pilihan Allah SWT, bukan berlandaskan hawa nafsu. Melainkan wahyu untuk disampaikan kepada manusia.31 Sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah SWT dalam Q.S. al-Nisāʼ [04] ayat 163.
َلَِإ اَنْ يَحْوَأَو ِهِدْعَ ب ْنِم َينِِيِبَّنلاَو ٍحوُن َلَِإ اَنْ يَحْوَأ اَمَك َكْيَلِإ اَنْ يَحْوَأ َّنَِإ
َليِعاَْسِْإَو َميِهاَرْ بِإ
َبوُقْعَ يَو َقاَحْسِإَو
اًروُبَز َدوُواَد اَنْ يَ تآَو َناَمْيَلُسَو َنوُراَهَو َسُنوُيَو َبوُّيَأَو ىَسيِعَو ِطاَبْسَْلْاَو
(
٣
٦
١
)
Terjemah Kemenag 2002:Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan Nabi-Nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya; Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Dawud. (Q.S. al-Nisāʼ [04]: 163)
Karena al-Qur`an diturunkan kedalam hati Nabi Muhammad SAW, maka dijelaskan bahwa al-Qur`an adalah wahyu, yaitu suatu lafadz yang
29 Nasr Hamid Abu Zaid, “The Qur’an: God and Man in Communication”, h. 2. 30 Nasr Hamid Abu Zaid, “The Qur’an: God and Man in Communication”, h. 3. 31 Subhi al-Shaleh, Membahas Ilmu-Ilmu Al Qur’an (Pustaka Firdaus: Jakarta, 1990), h. 17.
37
mengandung keseragaman makna wahyu yang diturunkan kepada semua Nabi.32
Jadi kita bisa menyimpulkan bahwa al-Qur`an adalah pesan (kalām) Allah SWT yang berbentuk kitab suci, sedangkan wahyu adalah proses komunikasi yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Maka bisa dikatakan bahwa al-Qurʽan adalah wahyu karena tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan saling kebergantungan antara satu sama lainnya.
Akan tetapi, kaum Orientalis menyatakan bahwa al-Qurʽan itu bukan wahyu.33 Hal ini disebabkan karena menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW itu ummī dan yang di maksud oleh Nabi SAW ummī adalah bukan tidak bisa membaca dan menulis, melainkan ummī adalah tidak mengenal kitab sebelumnya (al-Qur`an).34 Karena Nabi SAW tidak memegang kitab tersebut, mana mungkin bisa dituduh sebagai mengutip kitab sebelumnya.
Pendapat dari Orientalis tersebut sebenarnya sama apa yang dilakukan oleh kaum Teolog Muslim sejak berabad-abad lalu dan masih diperdebatkan hingga saat ini. Hal ini disebabkan oleh sebuah tragedi kelam yakni menyeret Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) ke dalam penjara Khalifah Abdullah Ma’mun karena beliau tidak mau mengakui bahwa al-Qur`an adalah makhluk. Dan dari situ timbullah perbedaan pendapat mengenai al-Qurʽan:
Kaum Hanābilah mengatakan bahwa kalam Ilahi (al-Qur`an) adalah qadīm, karena semua huruf, kata, dan bunyi al-Qur`an adalah qadīm, hal tersebut bahwa huruf dan suara merupakan esensi yang sama dari żat-Nya.
32 Subhi al-Shaleh, Membahas Ilmu-Ilmu Al Qur`an, h. 17.
33Theodor Noldeke, The History of The Qur`an, Edited and Translated by: Wolfgang H. Behn, h. 17-18.
34 Theodor Noldeke, The History of The Qur`an, Edited and Translated by: Wolfgang H. Behn, h. 10.
Hampir sama dengan kaum al-Ḥanābilah, kaum al-Karāmiyah yang merupakan manifestasi dari kelompok al-Mujassimah (menisbahkan tubuh kepada Allah SWT) berpendapat bahwa kalam Allah SWT terdiri dari huruf dan suara, mereka bisa menerima bahwa al-Qur`an itu adalah ḥādis. Namun, mereka berkeyakinan bahwa Allah SWT mempunyai sifat al-kalām yang qadīm, Allah berbicara layaknya berbicaranya makhlūk.35
Kaum Muʽtazilah melihat al-Qurʽan itu baru (bukan qadīm) atau bisa dikatakan al-Qur`an sebagai ḥadīṡ. Karena perkataan yang terdiri dari huruf dan suara disamakan dengan perkataan yang biasa kita kenal. Perkataan menyatakan bahwa fikiran yang ada pada dirinya dan diketahui orang lain. Kalau al-Qur`an terdiri dari kata-kata, sedang kata-kata itu baru, maka al-Qur`an itu pun baru. Selain itu sifat kalām al-Qurʽan bukanlah sifat żat, tetapi adalah salah satu sifat perbuatan. Karena itu al-Qur`an bisa dikatakan sebagai makhlūk. Artinya Tuhan mengadakan perkataan (kalām) pada Lawḥ al-Mahfūẓ atau Malaikat Jibril atau utusan-Nya.36
Hal ini berbeda pandangan dengan kaum Asyʽariyah yang menjelaskan bahwa al-Qurʽan bersifat qadīm, karena sifat Tuhan itu melekat pada żat Tuhan, sementara żat Tuhan itu qadīm. Meskipun al-Qur`an terdiri dari kata-kata, huruf, dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esendi Allah SWT. Sehingga al-Qur`an bukan makhlūk atau ḥadīṡ (baru), melainkan kalām-nya yang qadīm. Pemikiran kalām Allah (al-Qur`an) itu membedakan antara Firman Allah SWT yang abadi (kekal) dengan hasil menifestasi dalam bentuk bacaan, huruf, kata-kata, disuarakan oleh makhluknya. Karena mereka menganggap bahwa Firman Tuhan itu abadi yang bersifat abstrak dan tidak berbentuk yang ada pada żat Tuhan, serta
35 ‘Ali Muhammad Al-Jurjānī, Syarh Mawāqif (Beirut: Dār Kutub al-Islāmiyyah, 1998), h. 149.
36 http://abismiakabr.blogspot.com/2016/02/vbehaviorurldefaultvmlo.html (di akses pada tanggal 23 Februari 2019)
39
tidak ada perubahan waktu dan tempat, sedangkan ciptaannya dianggap sebagai vokalisasi verbal (hasil karya) berbentuk bahasa manusia.37
Ini menjadi perdebatan mengenai kalām Allah SWT itu qadīm hingga saat ini. Apakah al-Qur`an itu qadīm atau tidak? Jika tidak apakah al-Qur`an tersebut turunnya dalam bentuk lafadz/makna/lafadz dan makna. Maka pembahasan ini akan dijelaskan di bab selanjutnya mengenai proses turunnya al-Qur`an, apakah al-Qurʽan itu produk budaya atau tidak.