• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.2 Hubungan antara Rasio Neutrofil Limfosit dengan Fungsi Kognitif pada

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara rasio neutrofil limfosit dengan domain atensi (FDS) dengan p value sebesar 0,012 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,369. Terdapat hubungan yang signifikan antara rasio neutrofil limfosit dengan domain working memory (BDS) dengan p value sebesar 0,016 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,356. Terdapat hubungan yang signifikan antara rasio neutrofil limfosit dengan domain fungsi eksekutif (TMT-A) dengan p value sebesar 0,033 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,320. Terdapat hubungan yang signifikan antara rasio neutrofil limfosit dengan domain fungsi eksekutif (TMT-B) dengan p value sebesar 0,020 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,345.

Berdasarkan penelitian, rasio RNL berkaitan dengan respon imun bawaan dan inflamasi dapat membantu dalam membedakan pasien Covid-19 yang kasus berat dan kasus tidak berat.35 Seyit, dkk. pada tahun 2020, juga mendapatkan hasil penelitian yaitu kadar CRP, LDH, RPL, dan RNL tetap lebih tinggi secara signifikan pada pasien terkonfirmasi positif Covid-19, sementara kadar eosinofil, limfosit, dan trombosit meningkat secara signifikan pada pasien negatif Covid-19.36

72 Menurut penelitian Daroische dkk. pada tahun 2021, berdasarkan bukti yang dilaporkan, tampaknya pasien dalam berbagai derajat Covid-19, menderita gangguan kognitif jangka pendek setelah infeksi Covid-19. Dibandingkan dengan kontrol yang sehat, semua studi yang disertakan melaporkan bahwa persentase yang lebih tinggi dari pasien memiliki gangguan kognitif global. Berkenaan dengan domain kognitif tertentu, terutama fungsi atensi dan eksekutif tampaknya rentan terhadap gangguan. Para peneliti menemukan bahwa infeksi Covid-19 dapat menyebabkan gangguan kognitif, dan gangguan tersebut kemungkinan akan mempengaruhi beberapa domain kognitif. Menurut Rogers dkk. pada tahun 2020, meskipun sedikit data penelitian dilaporkan dari infeksi SARS-CoV atau Mers CoV terkait gangguan fungsi kognitif, ditemukan bahwa meskipun sepertiga pasien mengalami kesulitan kognitif pada fase awal, hanya seperlima pasien yang mengalami kesulitan kognitif gangguan kognitif pada tahap selanjutnya. Sementara itu, menurut De Lorenzo dkk. pada tahun 2020, hal ini sesuai dengan seperempat pasien Covid-19 menunjukkan gangguan kognitif setelah keluar. Menurut Del Brutto dkk. pada tahun 2021 yang mempelajari pasien sekitar enam bulan setelah dimulainya pandemi SARS-CoV-2 menemukan fungsi kognitif yang lebih rendah pada 21% pasien dengan infeksi ringan. Ini mungkin menunjukkan bahwa pasien dengan Covid-19 mungkin mengalami gangguan kognitif jangka panjang setelah infeksi. Del Brutto dkk. secara kebetulan memiliki, penilaian kognitif pra-pandemi, membuat mereka dapat memiliki desain pra-pasca. Mereka menemukan penurunan skor MoCA antara pra dan pasca-pandemi yang dua kali lebih besar dari dua penilaian MoCA pra-pandemi, pada individu dengan infeksi simtomatik ringan. Di sisi lain, Del Brutto dkk. menemukan bahwa orang dengan infeksi SARS-CoV-2

73 bergejala ringan bahkan tanpa penyakit parah selama penyakit akut memiliki kemungkinan 18 kali mengalami gangguan kognitif, dibandingkan individu tanpa infeksi yang ditunjukkan secara serologis.81

Mekanisme bagaimana peradangan sistemik dan peningkatan NLR mengakibatkan disfungsi kognitif masih belum jelas. Peradangan meningkatkan beban aterosklerotik dan menurunkan stabilitas plak, yang dapat menyebabkan peningkatan mikroemboli ke otak. Selanjutnya, peradangan meningkatkan kerentanan terhadap cedera saraf.83 Belum banyak penelitian mengenai hubungan RNL dengan gangguan fungsi kognitif, namun seperti yang kita tahu pada penyakit Alzheimer terdapat gangguan fungsi kognitif. Menurut Kuyumcu dkk. pada tahun 2012, ditemukan bahwa orang tua dengan penyakit Alzheimer memiliki RNL lebih tinggi daripada kontrol dengan fungsi kognitif normal. Sejauh pengetahuan kami, ini adalah studi pertama yang menyelidiki tingkat RNL pada penyakit Alzheimer.

Karena peningkatan kadar RNL biasanya dianggap sebagai penanda inflamasi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa inflamasi berperan dalam patogenesis penyakit Alzheimer. Studi prospektif lebih lanjut diperlukan untuk membangun hubungan kausal antara RNL dan penyakit Alzheimer.83

4.2.3 Hubungan antara C-Reactive Protein dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara CRP dengan domain atensi (FDS) dengan p value sebesar 0,044 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,304. Terdapat hubungan yang signifikan antara CRP dengan domain working memory (BDS) dengan p value sebesar 0,048 (p<0,05) mempunyai arah

74 korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,299. Terdapat hubungan yang signifikan antara CRP dengan domain fungsi eksekutif (TMT-A) dengan p value sebesar 0,021 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,344. Terdapat hubungan yang signifikan antara CRP dengan domain fungsi eksekutif (TMT-B) dengan p value sebesar 0,012 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,369.

Menurut Ahnach, dkk. tahun 2020, dari penelitian ditemukan bahwa nilai CRP saat pasien masuk menggambarkan sebuah faktor yang simpel dan independen yang dapat berguna untuk deteksi dini dari keparahan selama Covid-19 dan petunjuk awal untuk perawatan primer.43 Pasien Covid-19 dengan kadar prokalsitonin, CRP, D-dimer, dan LDH yang tinggi dan kadar serum albumin yang rendah harus dipantau secara ketat untuk meminimalkan risiko perkembangan penyakit yang parah.45

Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Renteria dkk. pada tahun 2020, penelitian pada populasi orang dewasa Amerika berusia 45 tahun sebagai baseline, CRP yang lebih tinggi dikaitkan dengan memori yang lebih buruk dan verbal fluency pada baseline tetapi tidak berkaitan dengan tingkat penurunan kognitif selama rentang 12 tahun. Sementara hubungan peningkatan CRP terus menerus dapat melemahkan memori awal, hasil ini didapat setelah disesuaikan dengan faktor risiko demografis dan vaskular, hubungan tersebut tetap signifikan di antara individu dengan peningkatan CRP (> persentil ke-90). C-reactive protein (CRP) yang lebih tinggi lebih konsisten dikaitkan dengan baseline verbal fluency yang lebih buruk dengan dan tanpa penyesuaian kovariat.

75 Pada penelitian Renteria dkk. pada tahun 2020, didapatkan bahwa berdasarkan penelitian mereka, CRP dapat digunakan sebagai marker gangguan kognitif pada orang dewasa tua, namun kemungkinan tidak cocok untuk memprediksi risiko penurunan fungsi kognitif dini. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menguraikan hubungan peningkatan CRP dan marker inflamasi lainnya pada gangguan fungsi kognitif berdasarkan faktor risiko demografi dan sosiokultural lainnya.84

Gangguan fungsi kognitif pada pasien dengan infeksi virus telah banyak dilaporkan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Sebagai contoh, pada penelitian yang mengevaluasi efek dari infeksi virus terhadap neurokognitif pada 347 pasien Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif ditemukan gangguan fungsi atensi, learning, serta memori. Begitupun pada penelitian virus Zika, ditemukan dapat memiliki konsekuensi mengganggu perkembangan saraf yang dapat memicu defisit kognitif. Selanjutnya, infeksi virus yang melibatkan SSP serta cardiopulmonary failure kemungkinan dapat berhubungan dengan sequelae gangguan neurologik, neruodevelopment tertunda, dan penurunan fungsi kognitif. Menurut Zhou dkk.

pada tahun 2020, hasil penelitian mereka pada subjek penelitian pasien Covid-19 yang memiliki nilai CRP yang tinggi ditemukan gangguan fungsi kognitif, yaitu terdapat hubungan signifikan antara perubahan fungsi atensi dan nilai CRP pada pasien Covid-19. Walaupun mekanisme mendasar dari hubungan CRP dan gangguan kognitif masih belum jelas, CRP berkaitan dengan proses inflamasi.

Selain itu, penelitian sebelumnya juga menemukan bahwa CRP memiliki efek dini pada fungsi lobus frontal, yaitu atensi. Temuan ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain yang ingin meneliti prediksi hubungan fungsi kognitif pasien

76 Covid-19 dengan mengukur nilai CRP. Namun, penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menilai efek jangka panjang SARS-CoV-2 pada fungsi kognitif pada pasien Covid-19.13

Pada sebuah penelitian analisis cross-sectional dari sebuah penelitian yang besar, pada usia tua, multietnik ditemukan bahwa meningkatnya CRP berkaitan dengan gangguan memori dan visuospasial. Hubungan antara meningkatnya CRP dan memori sepertinya terjadi diakibatkannya terdapatnya APO-ε4. C-reactive protein (CRP) saat ini digunakan sebagai marker untuk risiko kardiovaskular dan pemantauan dalam terapi menurunkan lipid. Pada hasil penelitian Noble dkk. pada tahun 2010, didapatkan CRP juga dapat digunakan sebagai marker untuk gangguan fungsi kognitif pada orang yang tanpa demensia, dan dapat digunakan sebagai dasar untuk rencana intervensi pada gangguan fungsi kognitif. Kemungkinan akan hal ini masih membutuhkan penelitian lebih jauh.85

Menurut Rosano dkk. pada tahun 2012, ditemukan bahwa sitokin inflamatori seperti reseptor IL-6 berlokasi di hipokampus dan korteks pre-frontal dengan adanya nilai inflamasi yang tinggi bisa jadi merupakan konsekuensi serius dari fungsi kognitif, khususnya pada domain memori dan fungsi eksekutif. Menurut Canon dkk. pada tahun 2011, mereka menemukan sebuah studi yang secara langsung menguji hubungan antara kelemahan, kognitif dan inflamasi. Mereka menemukan bahwa sirkulasi CRP yang dimediasi oleh hubungan antara kekuatan otot dan fungsi kognitif yang buruk, meskipun pada penelitian mereka hanya pada wanita. Inflamasi kronik juga diketahui menjadi implikasi yang mengganggu mekanisme otak, disregulasi hormon, stress oksidatif, penyakit kardiovaskular dan

77 gangguan fungsi kehidupan sosial, seluruhnya kemungkinan berimplikasi pada hubungan antara kelemahan dan kognisi.86

4.2.4 Hubungan antara D-Dimer dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara D-dimer dengan domain atensi (FDS) dengan p value sebesar 0,014 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,363. Terdapat hubungan yang signifikan antara D-dimer dengan domain working memory (BDS) dengan p value sebesar 0,031 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,322.

Terdapat hubungan yang signifikan antara D-dimer dengan domain fungsi eksekutif (TMT-A) dengan p value sebesar 0,013 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,367. Terdapat hubungan yang signifikan antara D-dimer dengan domain fungsi eksekutif (TMT-B) dengan p value sebesar 0,033 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,320.

Penelitian yang dilakukan oleh Varikasuvu dkk. pada tahun 2021, menyatakan penggunaan prognostik D-dimer yang lebih tinggi ditemukan menjanjikan untuk memprediksi perkembangan penyakit secara keseluruhan (dari 68 studi, area under curve 0,75) pada Covid-19. Studi mereka menunjukkan bahwa tingkat D-dimer yang lebih tinggi memberikan informasi prognostik yang berguna bagi dokter untuk menilai awal pasien Covid-19 yang berisiko mengalami perkembangan penyakit dan outcome mortalitas.88 Menurut Gillett dkk. pada tahun 2018, meskipun kurangnya asosiasi biomarker individu dengan risiko gangguan

78 fungsi kognitif, peningkatan kadar dari dua atau lebih biomarker meningkatkan risiko gangguan fungsi kognitif hampir dua kali lipat dalam analisis yang disesuaikan sepenuhnya. Hal ini pada dasarnya melibatkan subjek penelitian dengan peningkatan D-dimer ditambah setidaknya satu biomarker tinggi lainnya, menunjukkan bahwa beban keseimbangan prokoagulan yang terganggu yang relevan dengan risiko gangguan fungsi kognitif tidak dapat dideteksi dengan biomarker individu. Temuan Gillett dkk. serupa dengan Gallacher dkk., yang melaporkan bahwa peningkatan bersamaan dari fibrinogen, Factor VIII (FVIII) dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1) dikaitkan dengan rasio hazard 2,97 kali dengan koefisien interval 1,38-4,56 untuk insiden demensia vaskular.88

Menurut Miskowak dkk. pada tahun 2021, penurunan kognitif dikaitkan dengan tingkat D-dimer selama penyakit akut dan disfungsi volume paru residual.

Kesimpulannya, temuan ini memberikan bukti baru untuk gejala sisa kognitif yang sering dari Covid-19 dan menunjukkan hubungan dengan tingkat keparahan gangguan fungsi paru-paru dan berpotensi membatasi pengiriman oksigen otak.

Selanjutnya, hubungan dengan kualitas hidup memerlukan skrining kognitif sistematis pasien setelah pemulihan dari penyakit Covid-19 yang parah dan penerapan perawatan yang ditargetkan untuk pasien dengan gangguan kognitif persisten. Dalam penelitian di klinik rawat jalan di Departemen Pulmonologi, Rumah Sakit Universitas Kopenhagen, peneliti memeriksa fungsi kognitif berdasarkan kinerja objektif dan penilaian subjektif pada 29 pasien Covid-19 yang telah 3-4 bulan setelah keluar dari rumah sakit. Persentase pasien dengan gangguan kognitif objektif yang signifikan secara klinis berkisar antara 59% hingga 65%, tergantung pada skor cut-off yang diterapkan untuk menentukan relevansi klinis

79 dari gangguan tersebut, dengan verbal learning dan fungsi eksekutif yang paling terpengaruh. Lebih dari 80% pasien melaporkan mengalami kesulitan kognitif yang parah dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan kognitif objektif yang lebih besar dikaitkan dengan kesulitan kognitif subjektif dan kualitas hidup yang lebih buruk.

Fungsi paru yang lebih buruk dan gejala pernapasan yang lebih banyak setelah pemulihan dikaitkan dengan lebih banyak gangguan kognitif. Di antara marker keparahan penyakit akut, nilai D-dimer yang lebih tinggi berkorelasi dengan verbal recall dan kecepatan psikomotor yang lebih buruk. Sebaliknya, kinerja kognitif tidak terkait dengan lama rawat inap, kebutuhan oksigen, skor CT, komorbiditas atau peradangan.11

4.2.5 Hubungan antara Serum Feritin dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19

Hasil penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat yang signifikan antara serum feritin dengan domain atensi (FDS) dengan p value sebesar 0,026 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,332. Terdapat hubungan yang signifikan antara serum feritin dengan domain working memory (BDS) dengan p value sebesar 0,012 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,369.

Terdapat hubungan yang signifikan antara serum feritin dengan domain fungsi eksekutif (TMT-A) dengan p value sebesar 0,003 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi sedang dengan nilai r=0,425. Terdapat hubungan yang signifikan antara serum feritin dengan domain fungsi eksekutif (TMT-B) dengan p value sebesar 0,010 (p<0,05) mempunyai arah korelasi yang positif dan kekuatan korelasi lemah dengan nilai r=0,378.

80 Menurut Lino dkk. pada tahun 2021, serum feritin telah lama diteliti sebagai marker dari metabolisme zat besi, sehingga aplikasi pemeriksaan serum feritin sebagai biomarker inflamasi menunjukkan hasil yang penting dalam konteks progresivitas Covid-19, seperti hasil yang ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Terdapat bukti yang tinggi bahwa nilai feritin sirkulasi selain mencerminkan respons fase akut juga mungkin memiliki peran penting dalam inflamasi.89 Molekul besi dapat menumpuk dalam mikroglia dan astrosit endotelium, serebelum, substansia nigra, hipokampus, yang dapat menyebabkan gangguan kognitif pada kasus yang parah. Otopsi terhadap 11 pasien dengan gangguan kognitif oleh Institute of Psychiatry of University of London menunjukkan bahwa kandungan zat besi di gyrus temporal superior pasien adalah 15 sampai 20 kali lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Perubahan patologis ini erat kaitannya dengan gender dan gen metabolisme besi. Studi sebelumnya juga menemukan bahwa ekspresi abnormal gen metabolisme besi terjadi sebelum penurunan kemampuan learning dan memori pada hewan, menunjukkan bahwa perubahan biologis molekuler dalam jaringan otak dapat terjadi lebih awal daripada kelainan perilaku. Selain deposisi besi di neuron yang disebabkan oleh ekspresi abnormal gen metabolisme besi, jumlah akumulasi besi perifer juga merupakan penyebab gangguan kognitif. Ion feri dalam sirkulasi darah melewati sawar darah-cairan serebrospinal melalui reseptor transferin/transferin dan endosom. Sebagian besar ion feri yang berjalan melalui sawar darah-cairan serebrospinal berikatan dengan transferin yang disintesis dan disekresikan oleh astrosit kemudian diserap oleh jalur reseptor transferin/transferin pada permukaan neuron. Oleh karena itu,

81 kelebihan zat besi dalam sirkulasi perifer dapat menyebabkan pengendapan zat besi di sistem saraf pusat.90

Menurut Almeria dkk. pada tahun 2020, dikatakan bahwa dengan mempertimbangkan bahwa Covid-19 merupakan neurotropisme dan bahwa defisit kognitif terlihat pada infeksi virus lainnya, Almeria dkk. percaya bahwa hubungan antara Covid-19 dan gangguan kognitif sangat mungkin terjadi. Laki-laki menunjukkan tingkat D-dimer dan feritin yang lebih tinggi daripada perempuan.

Menurut penelitian lain, infeksi parah Covid-19 lebih sering terjadi pada laki-laki mungkin karena tingkat ACE2 mereka yang lebih tinggi. Kebutuhan terapi oksigen pada pasien Covid-19 juga berhubungan dengan memori, perhatian dan defisit fungsi eksekutif.10

Hubungan serum feritin yang meningkat dengan gangguan fungsi kognitif spesifik domain yang terganggu masih belum banyak diteliti. Menurut Shi dkk.

pada tahun 2019, ditemukan bahwa terdapat hubungan dengan korelasi positif antara asupan zat besi yang tinggi dengan penurunan memori yang diamati. Namun, penelitian ini dilakukan pada subjek penelitian dewasa dan bervariasi dengan status berat badan serta masih perlu penelitian lebih lanjut.91