• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT, C-REACTIVE PROTEIN, D-DIMER, SERUM FERITIN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA CORONA VIRUS DISEASE 2019 TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT, C-REACTIVE PROTEIN, D-DIMER, SERUM FERITIN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA CORONA VIRUS DISEASE 2019 TESIS"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT, C-REACTIVE PROTEIN, D-DIMER, SERUM FERITIN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA CORONA VIRUS DISEASE 2019

TESIS

Oleh

WINDA RAHMAH DARMAN NIM. 167112003

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

2021

(2)

i

HUBUNGAN RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT, C-REACTIVE PROTEIN, D-DIMER, SERUM FERITIN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA PENDERITA CORONA VIRUS DISEASE 2019

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Dokter Spesialis dalam Program Studi Neurologi pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

WINDA RAHMAH DARMAN NIM. 167112003

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis :

HUBUNGAN RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT, C-REACTIVE PROTEIN, D-DIMER, SERUM FERITIN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA

PENDERITA CORONA VIRUS DISEASE 2019

Nama : WINDA RAHMAH DARMAN Nomor Induk Mahasiswa : 167112003

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr.dr.Kiking Ritarwan, MKT,Sp.S(K) dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S(K) NIP.19681117 199702 1 002 NIP. 19830721 200801 2 007

Ketua Departemen Ketua Program Studi,

Dr.dr. Cut Aria Arina, Sp.S(K) Dr.dr. Aida Fithrie, Sp.S(K) NIP. 19771020 200212 2 001 NIP.19780912 200912 2 002

Dekan Ketua TKP PPDS FK USU

Prof. Dr.dr. Aldy Safruddin Rambe, SpS(K) dr. Cut Adeya Adella,Sp.OG(K) NIP. 19660524 199203 1 002 NIP. 19761008 200212 2 003

Tanggal Ujian Tesis : 30 Desember 2021

(4)

iii Telah Diuji pada Tanggal : 30 Desember 2021

PANITIA PENGUJI TESIS TANDA TANGAN

Ketua :

1. Dr. dr. Cut Aria Arina, Sp.S(K) NIP 19771020 200212 2 001

Anggota :

1. dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S(K) NIP 19771005 200312 1 002

2. dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S(K) NIP 19830328 200912 1 003

(5)

iv

PERNYATAAN Judul Tesis

HUBUNGAN RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT, C-REACTIVE PROTEIN, D-DIMER, SERUM FERITIN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA

PENDERITA CORONA VIRUS DISEASE 2019

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar spesialis pada Program Studi Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis inibukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 30 Desember 2021

Winda Rahmah Darman

(6)

v

HUBUNGAN RASIO NEUTROFIL LIMFOSIT, C-REACTIVE PROTEIN, D-DIMER, SERUM FERITIN DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA

PENDERITA CORONA VIRUS DISEASE 2019 Winda Rahmah Darman, Fasihah Irfani Fitri, Kiking Ritarwan, Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit Coronavirus 2019 (Covid-19) disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Perhitungan leukosit, rasio neutrofil limfosit (RNL), C-reactive protein (CRP), D-dimer serta serum feritin adalah marker untuk inflamasi sistemik yang sangat berguna.

Tujuan: Penelitian ini untuk mengetahui hubungan RNL, CRP, D-dimer, serum feritin, dengan fungsi kognitif pada penderita Covid-19.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan teknik konsekutif sampling pada pasien Covid-19 yang memenuhi kriteria inklusi di RSUP H.Adam Malik Medan. Pemeriksaan fungsi kognitif dilakukan dengan menggunakan Forward and Backward Digit Span (FDS dan BDS) Trail Making Test A & B (TMT-A dan TMT-B) Untuk menganalisa hubungan RNL, CRP, D- dimer, serum feritin dengan fungsi kognitif digunakan uji koefisien kontingensi.

Hasil: Penelitian ini melibatkan 40 pasien Covid-19, terdiri dari 13 orang (32,5%) laki-laki dan 27 orang (67,5%) perempuan, nilai median usia pasien adalah 39,5(19- 65) dengan kelompok usia terbanyak adalah 50-64 tahun sebanyak 15 orang(37,5%), nilai median RNL 3,4(1,4-9,3), nilai median CRP 12,6 mg/L(1,4- 17,2), nilai median D-dimer 227 ng/mL(126-1600) dan nilai median serum feritin 308,5 ng/mL(17,3-1789). Analisa statistik didapatkan adanya korelasi positif yang signifikan antara RNL dengan FDS (p=0,012) BDS (p=0,016) TMT-A (p=0,033) TMT-B (p=0,020), CRP dengan FDS (p=0,044) BDS (p=0,048) TMT-A (p=0,021) TMT-B (p=0,012), D-dimer dengan FDS (p=0,014) BDS (p=0,031) TMT-A (p=0,013) TMT-B (p=0,033), serum feritin dengan FDS (p=0,026) BDS (p=0,012) TMT-A (p=0,003) TMT-B (p=0,010).

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara RNL, CRP, D-dimer, serum feritin dengan gangguan fungsi kognitif pada pasien Covid-19

Kata kunci: Fungsi kognitif, Covid-19, RNL, CRP, D-dimer, serum feritin

(7)

vi

ASSOCIATION BETWEEN NEUTROPHIL TO LYMPHOCYTE RATIO, C- REACTIVE PROTEIN, D-DIMER, FERRITIN SERUM WITH COGNITIVE

FUNCTION IN CORONA VIRUS DISEASE 2019 PATIENTS Winda Rahmah Darman, Fasihah Irfani Fitri, Kiking Ritarwan Department of Neurology Faculty of Medicine, University of North Sumatra

ABSTRACT

Background : Corona virus disease 2019 is a disease caused by severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Leucocyte count, neutrophil to lymphocyte ratio (NLR,) C-reactive protein (CRP), D-dimer, and ferritin serum levels are very useful marker for systemic inflammation.

Objective : This study was conducted to determine the association between NLR, CRP, D- dimer, ferritin serum, and cognitive function in patients with Covid-19.

Methods : This study is a cross-sectional study that was selected using a consecutive sampling technique all of Covid-19 patients whom fulfill inclusion criteria and was conducted at H. Adam Malik General Hospital Medan. Cognitive function examination was performed using Forward and Backward Digit Span, Trail Making Test A&B. To analyze the association between NLR, CRP, D-dimer, ferritin serum and cognitive function using contingency coefficient test.

Results : This study involved 40 Covid-19 patients consisting of 13 (32.5%) males and 27 (67.5%) females, the median age value of the patients was 39.5(19-65) with the highest age group are 50-64 years as many as 15 people (37.5%), the median value of NLR is 3.4 (1.4- 9.3), the median value of CRP is 12.6 mg/L(1.4-17.2), the median value of D-dimer 227 ng/mL(126-1600) and median ferritin serum value of 308.5 ng/mL(17.3-1789). From statistical analysis, it was found that there was a significant positive correlation between RNL(FDS (p=0,012) BDS (p=0,016) TMT-A (p=0,033) TMT-B (p=0,020), CRP(FDS (p=0,044) BDS (p=0,048) TMT-A (p=0,021) TMT-B (p=0,012), D-dimer (FDS (p=0,014) BDS (p=0,031) TMT-A (p=0,013) TMT-B (p=0,033), ferritin serum (FDS (p=0,026) BDS (p=0,012) TMT-A (p=0,003) TMT-B (p=0,010) and cognitive function on examination of the attention domain, working memory domain and executive function domain.

Conclusion : There is a significant association between NLR, CRP, D-dimer, ferritin serum and impaired cognitive function in Covid-19 patients.

Keywords : cognitive function, Covid-19, NLR, CRP, D-dimer, ferritin serum

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan kasih-Nya yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan penyelesaian Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membimbing, mengoreksi dan mengarahkan saya sejak penulisan proposal sampai penyelesaian tesis ini.

3. Prof. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K) selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membimbing, mengoreksi dan mengarahkan saya sejak penulisan proposal sampai penyelesaian tesis ini.

(9)

viii

4. Prof. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K) selaku Guru Besar Tetap Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membimbing, mengoreksi dan mengarahkan saya sejak penulisan proposal sampai penyelesaian tesis ini.

5. Dr. dr. Cut Aria Arina, Sp.S(K), selaku Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang banyak memberikan masukan- masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Dr. dr. Aida Fithrie, Sp.S(K), selaku Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis ketika melakukan penelitian hingga menyelesaikan tesis ini.

7. Prof. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K) dan dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S(K) selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan, dan penyelesaian tesis ini.

8. Guru-guru penulis : Prof. Dr. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K); dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K) (Alm); dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K); Prof. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K); Prof. Dr. dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); Dr. dr. Puji Pinta O.

Sinurat, Sp.S(K); Dr. dr. Khairul Putra Surbakti, Sp.S(K); Dr. dr. Iskandar Nasution, MKM, Sp.S(K), FINS; Dr. dr. Cut Aria Arina, Sp.S(K); dr. Kiki M.

Iqbal, Sp.S(K); Dr. dr. Alfansuri Kadri, Sp.S(K); Dr. dr. Aida Fithrie, Sp.S(K);

dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked(Neu), Sp.S(K); dr. Haflin Soraya Hutagalung, M.Ked(Neu), Sp.S(K); dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S(K); dr. R. A. Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S(K); dr. Chairil Amin

(10)

ix

Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S(K); dr. M. Yusuf, Sp.S(K), FINS; dr. Neni Nurchalida, M.Ked(Neu), Sp.S, dan guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah banyak memberi masukan selama mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.

9. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas, dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.

10. Para perawat ruang rawat inap isolasi Covid-19 yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meneliti di ruangan tersebut sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

11. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.

12. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada kedua orang tua saya, Darman Ilyas dan Desmawati, yang telah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang dan senantiasa memberi dukungan moril dan materi, bimbingan dan nasihat serta doa yang tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam memngikuti pendidikan ini sampai selesai.

13. Ucapan terima kasih kepada mertua penulis Nurhasan, SE dan Teti Kusmiati, SE yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

(11)

x

14. Teristimewa saya ucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada suami tercinta dr. Okky Hudaya, M.Ked(An), Sp. An yang selalu sabar dan penuh pengertian, memotivasi dan mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka.

15. Kepada buah hatiku tercinta Keandra Rashya Hudaya, terima kasih anakku selalu menjadi motivasi, semangat, dan penyejuk hati dalam menjalani hari- hari pendidikan yang terkadang tidak mudah.

16. Kepada kakak-kakak penulis Westy Darman, S,Psi dan Wendy Darman, S.Kom, MBA yang tidak henti memberikan semangat, dukungan, serta doa yang tulus agar penulis tetap tegar dalam mengikuti pendidikan ini sampai selesai.

17. Kepada kakak-kakak ipar penulis, Rifki Bastiawarman, S.T; Morina Yuandary Anwar, M.Psi, Psikolog; dr. Angga Permana Putra, M.Ked(An), Sp.An; dan dr.

Selvy Wulandari, M.Ked(Paru), Sp.P yang memberikan semangat, dukungan serta doa yang tulus agar penulis dapat mengikuti pendidikan ini sampai selesai.

18. Ucapan terima kasih kepada sahabat saya dr. Epa Danisa Surbakti dan dr.

Dhayu M. H. Pandia yang senantiasa saling menguatkan serta memberikan bantuan, motivasi, maupun dorongan dalam penyelesaian pendidikan ini.

19. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS Departemen Neurologi FK USU/RSUP H.

Adam Malik Medan, yang banyak memberi masukan berharga kepada penulis dan memberi dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.

(12)

xi

20. Kepada seluruh keluarga, rekan, dan sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, yang senantiasa membantu, memberi dorongan, pengertian, dan doa dalam penyelesaian pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga Allah SWT membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 30 Desember 2021

Winda Rahmah Darman

(13)

xii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Winda Rahmah Darman Tempat/Tanggal Lahir : Tembagapura, 7 Oktober 1989

Agama : Islam

Nama Ayah : Darman Ilyas

Nama Ibu : Desmawati

Nama Suami : dr. Okky Hudaya, M.Ked(An), Sp.An Nama Anak : Keandra Rashya Hudaya

Riwayat Pendidikan

1. TK Yayasan Pendidikan Jayawijaya Tembagapura 1994-1995 2. SD Yayasan Pendidikan Jayawijaya Tembagapura 1995-2001 3. SMP Yayasan Pendidikan Jayawijaya Tembagapura 2001-2004

4. SMA Negeri 78 Jakarta 2004-2007

5. Fakultas Kedokteran Universitas YARSI 2007-2014 6. Magister Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2016-2019

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2014-2015 :Dokter Intership di RSUP Depati Hamzah Pangkalpinang, Bangka

(14)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN………i

LEMBAR PERNYATAAN………..iv

ABSTRAK………..v

ABSTRACT ………...vi

KATA PENGANTAR………..vii

DAFTAR ISI………xii

DAFTAR SINGKATAN……….xvi

DAFTAR LAMBANG………..xviii

DAFTAR GAMBAR………...xix

DAFTAR TABEL………xx

DAFTAR LAMPIRAN………..xxi

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang………...1

1.2 Rumusan Masalah………..5

1.3 Tujuan Penelitian………...5

1.3.1 Tujuan Umum……….5

1.3.2 Tujuan Khusus………5

1.4 Hipotesis………6

1.5 Manfaat Penelitian……….6

1.5.1 Manfaat Penelitian untuk Penelitian………...6

1.5.2 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan………..6

1.5.3 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat………6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………7

2.1 Covid-19………7

2.1.1 Definisi dan Virologi………..7

2.1.2 Epidemiologi………...9

2.1.3 Transmisi………...10

2.1.4 Patogenesis………12

2.1.5 Manifestasi Klinis……….14

2.1.6 Diagnosis ………..17

2.1.7 Penatalaksanaan………18

2.2 Rasio Neutrofil Limfosit………..19

2.2.1 Definisi………..19

2.2.2 Rasio Neutrofil Limfosit pada Pasien Covid-19………...20

2.3 C-Reactive Protein...21

2.3.1 Definisi………..21

2.3.2 Struktur dan Sintesis C-Reactive Protein………..22

2.3.3 C-Reactive Protein pada Pasien Covid-19………22

2.4 D-dimer………24

2.4.1 Definisi………..24

2.4.2 D-dimer Pada Pasien Covid-19……….25

2.5 Serum Feritin………26

2.5.1 Definisi………..26

2.5.2 Serum Feritin pada Pasien Covid-19………27

(15)

xiv

2.6 Fungsi Kognitif………29

2.6.1 Definisi………..29

2.6.2 Domain Fungsi Kognitif………...29

2.6.3 Fungsi Kognitif pada Pasien Covid-19……….37

2.7 Pemeriksaan Fungsi Kognitif………..38

2.7.1 Forward dan Backward Digit Span………..39

2.7.2 Trail Making Test A (TMT-A) dan Trail Making Test B (TMT-B)……….40

2.8 Kerangka Teori………42

2.9 Kerangka Konsep……….45

BAB III METODE PENELITIAN………46

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian………..46

3.2 Subjek Penelitian……….46

3.2.1 Populasi Sasaran………...46

3.2.2 Populasi Terjangkau……….46

3.2.3 Besar Sampel………46

3.2.4 Kriteria Inklusi………..47

3.2.5 Kriteria Ekslusi……….47

3.3 Batasan Operasional………48

3.4 Rancangan Penelitian………..51

3.5 Pelaksanaan Penelitian………52

3.5.1 Instrumen……….52

3.5.2 Pengambilan Sampel………52

3.5.3 Kerangka Operasional………..53

3.5.4 Variabel yang diamati………..53

3.5.5 Analisa Statistik………54

3.5.6 Jadwal Penelitian………..54

3.5.7 Biaya Penelitian………55

3.5.8 Personalia Penelitian……….55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………56

4.1 Hasil Penelitian………56

4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian………56

4.1.2 Hubungan antara Rasio Neurtrofil Limfosit dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19………...58

4.1.3 Hubungan antara C-Reactive Protein dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19………...61

4.1.4 Hubungan antara D-dimer dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19………...63

4.1.5 Hubungan antara Serum Feritin dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19………...65

4.2 Pembahasan………..68

4.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian……… 68

4.2.2 Hubungan antara Rasio Neutrofil Limfosit dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19………...71

4.2.3 Hubungan antara C-Reactive Protein dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19………...73

4.2.4 Hubungan antara D-dimer dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19………...77 4.2.5 Hubungan antara Serum Feritin dengan Fungsi Kognitif pada Penderita

(16)

xv

Covid-19………...79

4.3 Keterbatasan Penelitian………...81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...82

5.1 Kesimpulan……..………82

5.2 Saran………83

DAFTAR PUSTAKA………....84 Lampiran

(17)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

ACE2 : Angiotensin converting-enzyme 2

ALT/AST : Alanin transaminase/Aspartat transminase APN : Aminopeptidase N

ARDS : Acute respiratory distress syndrome BDNF : Brain-derived neurotrophic factor BDS : Backward digit span

BS : Backward span

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

Covid-19 : Coronavirus disease 2019 (penyakit Coronavirus 2019) COPD : Chronic obstructive pulmonary disease

CPD : Cell Population Data CRP : C-reactive protein

CT scan : Computerized tomography scan DPP-4 : Dipeptidyl peptidase – 4

DS : Digit span

ESR : Erythrocyte sedimentation rate FDP : Fibrin degradation product FDS : Forward Digit Span

FS : Forward span

FVIII : Factor VIII

HIV : Human Immunodeficiency Virus ICU : Intensive Care Unit

IFN : Interferon IL : Interleukin kDa : kilodalton

LDH : Lactate dehydrogenase MCI : Mild cognitive impairment

MCP : Monocyte chemoattractant protein mCRP : monomer CRP

MERS : Middle east respiratory syndrome mg/L : miligram per liter

ng/L : nanogram per liter ng/mL : nanogram per milliliter

nm : nanometer

NT-pro-BNP : N- terminal pro-brain natriuretic peptide PAI-1 : Plasminogen Activator Inhibitor-1

PCR : Polymerase chain reaction pCRP : pentamer CRP

PCT : procalcitonin

(18)

xvii RNA : Ribonucleic acid

RNL : Rasio neutrofil limfosit RPL : Rasio platelet limfosit RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

RT-PCR : Reverse transcription polymerase chain reaction SARS : Severe acute respiratory syndrome

SARS-CoV-2 : Severe acute respiratory syndrome corona virus 2 sHLH : secondary Hemophagocytic Lymphohistiocytosis skor CT : skor cycle threshold

SPSS : Statistical Product and Science Service SSP : sistem saraf pusat

Th1 : T helper 1

TMT A : Trail making test A TMT B : Trail making test B TNF α : Tumor necrosis factor α WHO : World Health Organization

(19)

xviii

DAFTAR LAMBANG

% : Persen β : Beta 
 Ɣ : Gamma

< : kurang dari

> : lebih dari α

: Alpha

Zα : nilai standar alpha 5% yaitu 1,28 Zβ : nilai standar beta 10% yaitu 0,84 ε : Epsilon

(20)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Representasi skematik struktur virus SARS-CoV-2……….……….8 Gambar 2.2. Struktur genom virus………..9 Gambar 2.3. Masuknya SARS-CoV-2 dan mekanisme infeksi………….………13 Gambar 2.4. Kerangka Teori……….42 Gambar 2.5. Kerangka Konsep……….45 Gambar 3.1. Kerangka Operasional………..53

(21)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Demografi Subjek Penelitian……….…57 Tabel 4.2 Hubungan antara Rasio Neutrofil Limfosit dengan Fungsi Kognitif pada Penderita Covid-19………59 Tabel 4.3 Hubungan antara C-Reactive Protein dengan Fungsi Kognitif pada

Penderita Covid-19………63 Tabel 4.4 Hubungan antara D-dimer dengan Fungsi Kognitif pada Penderita

Covid-19………64 Tabel 4.5 Hubungan antara Serum Feritin dengan Fungsi Kognitif pada Penderita

Covid-19………67

(22)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

LAMPIRAN 2. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

LAMPIRAN 3. LEMBAR PENGUMPULAN DATA

LAMPIRAN 4. TOOLS PEMERIKSAAN KOGNITIF LAMPIRAN 5. AD8-INA

LAMPIRAN 6. DATA DASAR PENELITIAN LAMPIRAN 7. STATISTIK PENELITIAN LAMPIRAN 8. ETICHAL CLEARANCE

(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Coronavirus 2019 (Covid-19), yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2), telah menyebabkan pandemi global hanya dalam waktu 3 bulan.1 Pada akhir Januari 2020, World Health Organization (WHO) secara resmi mendeklarasikan bahwa wabah Covid-19 menjadi pandemi dan kegawatdaruratan global di bidang kesehatan.2 Pada bulan Maret 2020, terkonfirmasi sebanyak 95.333 kasus Covid-19 dan 3.282 kematian akibat Covid-19 secara global.3 Angka kejadian Covid-19 di Indonesia sendiri per tanggal 29 April 2020 adalah 9.771 kasus terkonfirmasi positif dan 784 kematian akibat Covid-19.4 Hanya berselang satu bulan, per tanggal 29 Mei 2020, kasus terkonfirmasi positif di Indonesia terjadi peningkatan mencapai 23.851 kasus dan 1.473 kasus meninggal.5 Proporsi jenis kelamin pada kasus Covid-19 lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan kasus Covid-19 berdasarkan usia bervariasi antara usia 30-79 tahun, di mana rata-rata usia adalah 47-56 tahun dan sangat jarang terjadi di atas 80 tahun maupun di bawah 19 tahun.2 Di Indonesia pasien Covid-19 yang ditemukan adalah rata-rata 30-49 tahun.4 Pada Covid-19 selain gangguan pernafasan mayor, dapat ditemukan manifestasi neurologis, yang menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mungkin merupakan patogen oportunistik otak yang diremehkan. Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang Coronavirus yang neuroinvasif, diusulkan bahwa setelah

(24)

2 kontak fisik dengan mukosa hidung, laringofaring, trakea, saluran pernapasan bagian bawah, epitel alveoli, atau mukosa saluran cerna, SARS-CoV-2 dapat menginduksi respon imun intrinsik dan bawaan pada host yang melibatkan peningkatan pelepasan sitokin, kerusakan jaringan, dan kerentanan saraf yang tinggi terhadap Covid-19, terutama dalam kondisi hipoksia yang disebabkan oleh cedera paru. Pada beberapa individu immune-compromised, virus dapat menyerang otak melalui berbagai jalur, seperti pembuluh darah dan saraf perifer. Oleh karena itu, selain terapi pengobatan, tindakan pencegahan non- farmasi, termasuk penggunaan masker dan kebersihan tangan adalah sangat penting. 1

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis terutama gambaran riwayat perjalanan atau riwayat kontak erat dengan kasus terkonfirmasi atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan yang merawat pasien infeksi Covid-19 atau berada dalam satu rumah atau lingkungan dengan pasien terkonfirmasi Covid-19 disertai gejala klinis dan komorbid. Gejala klinis bervariasi tergantung derajat penyakit tetapi gejala yang utama adalah demam, batuk, mialgia, sesak, sakit kepala, diare, mual, dan nyeri abdomen. Gejala yang paling sering ditemui hingga saat ini adalah demam (80%), batuk, dan mialgia.6

Pengujian diagnostik untuk mengidentifikasi saat individu terinfeksi SARS-CoV-2 biasanya melibatkan pendeteksian asam nukleat SARS-CoV-2 melalui uji polymerase chain reaction (PCR). Tepat sebelum dan segera setelah timbulnya gejala, sensitivitas tes PCR pada swab nasofaring tinggi. Jika tes negatif pada individu yang diduga menderita Covid-19, maka pemeriksaan

(25)

3 ulang disarankan. Spesifitas sebagian besar pengujian SARS-CoV-2 PCR hampir 100% selama tidak terjadi kontaminasi pemrosesan spesimen.7 Gambaran foto toraks pneumonia yang disebabkan oleh infeksi Covid-19 mulai dari normal hingga ground glass opacity dan konsolodasi. CT scan toraks dapat dilakukan untuk melihat lebih detail kelainan, seperti gambaran ground glass opacity, konsolidasi, efusi pleura dan gambaran pneumonia lainnya. Diagnosis pasti atau kasus terkonfirmasi ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan ekstraksi ribonucleic acid (RNA) virus SARS-CoV-2. Covid-19 menggunakan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) untuk mengekstraksi 2 gen SARS-CoV-2.6 Pasien dengan Covid-19 dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium darah. Perhitungan sel darah putih, rasio neutrofil limfosit (RNL) adalah marker untuk inflamasi sistemik yang sangat berguna, cepat dan ekonomis. RNL dan demam ditemukan menjadi tinggi pada kasus Covid-19.8 Suatu penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa peningkatan C-reactive protein (CRP), D-dimer, dan kadar serum feritin dikaitkan dengan peningkatan perburukan prognosis dan mortalitas dari Covid- 19 berat, acute respiratory distress syndrome (ARDS), serta pasien Covid-19 dengan kebutuhan perawatan ICU.9

Hubungan Covid-19 dengan gangguan fungsi kognitif belum banyak dilaporkan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Mempertimbangkan bahwa gangguan fungsi kognitif terdapat pada infeksi virus lainnya, maka kemungkinan terdapat hubungan antara Covid-19 dengan gangguan fungsi kognitif. Dari suatu penelitian didapatkan sangat mungkin terjadi manifestasi klinis neurologis seperti nyeri kepala, anosmia, dan ageusia berhubungan kuat

(26)

4 dengan gangguan kognitif meliputi domain atensi, memori, dan fungsi eksekutif. Penelitian ini juga menemukan bahwa gangguan kognitif terjadi pada pasien yang membutuhkan terapi oksigen selama dirawat inap, hal ini dapat disebabkan oleh hipoksia yang disebabkan penyakit paru terkait infeksi Covid-19.10 Menurut Miskowiak dkk., pada tahun 2021, didapatkan persentase pasien Covid-19 dengan gangguan fungsi kognitif sebanyak 59%-65% serta didapatkan domain fungsi eksekutif yang banyak terpengaruh.11

Inflamasi memiliki peranan penting dalam patofisiologi gangguan kognitif pada penelitian-penelitian sebelumnya. Rasio neutrofil limfosit (RNL) adalah pengukuran yang dapat diandalkan dalam inflamasi sistemik.12 Di antara marker keparahan penyakit akut, tingkat maksimum D-dimer yang lebih tinggi berkorelasi dengan verbal recall dan kecepatan psikomotor yang lebih buruk.11 Dalam suatu penelitian beberapa variabel klinis dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap keparahan penyakit. Pada penelitian ini didapatkan bahwa D-dimer dan feritin memiliki hubungan yang sangat kuat.13 Secara kolektif, beberapa penelitian menyiratkan bahwa beberapa aspek gangguan kognitif dapat dikaitkan dengan CRP. Meskipun mekanisme yang mendasari hubungan CRP dengan gangguan fungsi kognitif belum jelas, CRP dikaitkan dengan proses inflamasi.14

Hiperinflamasi yang ditandai dengan peningkatan nilai marker-marker inflamasi pada pasien Covid-19 berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif. Peneliti-peneliti terdorong untuk meneliti mengenai marker-marker inflamasi untuk menetukan peran penting dari inflamasi dalam hubungannya

(27)

5 terhadap gangguan fungsi kognitif pada pasien Covid-19.15 Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara rasio neutrofil limfosit, C-reactive protein, D-dimer, serum feritin dengan fungsi kognitif pada penderita Covid-19.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

Apakah terdapat hubungan antara rasio neutrofil limfosit, C-reactive protein, D-dimer, serum feritin, dengan fungsi kognitif pada penderita Covid- 19.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan : 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan rasio neutrofil limfosit, C-reactive protein, D- dimer, serum feritin, dengan fungsi kognitif pada penderita Covid-19 yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan antara rasio neutrofil limfosit dengan fungsi kognitif pada penderita Covid-19 yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan antara C-reactive protein dengan fungsi kognitif pada penderita Covid-19 yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

(28)

6 3. Untuk mengetahui hubungan antara D-dimer dengan fungsi kognitif pada

penderita Covid-19 yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Untuk mengetahui hubungan antara serum feritin dengan fungsi kognitif pada penderita Covid-19 yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

5. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita Covid-19 yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4 Hipotesis

Terdapat hubungan antara rasio neutrofil limfosit, C-reactive protein, D-dimer, serum feritin, dengan fungsi kognitif terhadap penderita Covid-19.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Penelitian untuk Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya yang menilai hubungan antara rasio neutrofil limfosit, C-reactive protein, D- dimer, serum feritin, dengan fungsi kognitif terhadap pasien Covid-19.

1.5.2 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan data klinis mengenai hubungan rasio neutrofil limfosit, C-reactive protein, D-dimer, serum feritin, dengan fungsi kognitif pada penderita Covid-19.

1.5.3 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

Dengan mengetahui hubungan antara rasio neutrofil limfosit, C-reactive protein, D-dimer, serum feritin, dengan fungsi kognitif pada penderita Covid- 19 diharapkan dapat memberikan kontribusi pada klinisi sebagai dasar edukasi dan informasi pada masyarakat.

(29)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Covid-19

2.1.1. Definisi dan Virologi

Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) merupakan wabah yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, pertama kali dilaporkan di Wuhan, China pada Desember 2019. Sejak saat itu, penyakit ini telah menyebar secara global, menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia.17 Coronavirus adalah virus RNA dengan ukuran partikel 120-160 nm. Virus ini utamanya menginfeksi hewan, termasuk di antaranya adalah kelelawar dan unta.18 Coronavirus merupakan zoonosis, sehingga terdapat kemungkinan virus berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia.6 Sebelum terjadinya wabah Covid-19, ada 6 jenis coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E, alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV). Coronavirus yang menjadi etiologi Covid-19 termasuk dalam genus betacoronavirus.

Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada 2002-2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy of Viruses mengajukan nama SARS-CoV-2.17

(30)

8 Sesuai dengan namanya, virus ini memiliki karakteristik crown-like atau protein yang berbentuk seperti mahkota pada permukaannya (lihat gambar 2.1.). Protein ini memiliki kemampuan untuk bermutasi dengan cepat dan karakteristik inilah yang membuat kemampuan virus untuk menginfeksi berubah-ubah sepanjang waktu. Sekali saja virus sudah menginvasi sel tubuh manusia, maka mulai terjadi replikasi dan proses menginfeksi sel lain.18

Gambar 2.1. Representasi skematik struktur virus SARS-CoV-2

Keterangan: Virus RNA yang terbungkus dengan 4 struktur protein utama, termasuk spike (S) dan membran (M), serta envelope (E) dan nucleocapsid (N).

Dikutip dari: Florindo, H. F., Kleiner, R., Vaskovich-Koubi, D., Acurcio, R.

C., Carreira, B., Yeini, E. et al. Immune-mediated Approach Against COVID-19. Nature Nanotechnology. 2020; 15(8): 630-45.

Struktur genom virus ini memiliki pola seperti coronavirus pada umumnya (lihat gambar 2.2.). Sekuens SARS-CoV-2 memiliki kemiripan dengan coronavirus yang diisolasi pada kelelawar, sehingga muncul hipotesis bahwa SARS-CoV-2 berasal dari kelelawar yang kemudian bermutasi dan menginfeksi manusia.17 SARS-CoV-2 dikemas dalam pembungkus virus studded dengan 4 struktur protein virus: spike (S), envelope (E), membran

(31)

9 (M), dan nucleocapsid (N).16 Hasil pemodelan melalui komputer menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 memiliki struktur tiga dimensi pada protein spike domain receptor-binding yang hampir identik dengan SARS- CoV. Pada SARS-CoV, protein ini memiliki afinitas yang kuat terhadap angiotensinconverting-enzyme 2 (ACE2).17 Pada SARS-CoV-2, data in vitro mendukung kemungkinan virus mampu masuk ke dalam sel menggunakan reseptor ACE2. Studi tersebut juga menemukan bahwa SARS-CoV-2 tidak menggunakan reseptor coronavirus lainnya seperti Aminopeptidase N (APN) dan Dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4).19

Gambar 2.2. Struktur Genom Virus

Keterangan: ORF: open reading frame, E: envelope, M: membrane, N:

nucleocapsid.

Dikutip dari: Susilo A, Rumende M, Piyoto CW, Santoso WD, Yulianti M, Herikurniawan, et al. Coronavirus Disease 2019: Review of Current Literatures. Jurnal Penyakit Dalam. 2020; 7(1): 45-67.

2.1.2. Epidemiologi

Sejak kasus pertama di Wuhan, terjadi peningkatan kasus Covid-19 di China setiap hari dan memuncak diantara akhir Januari hingga awal Februari 2020. Awalnya kebanyakan laporan datang dari Hubei dan provinsi di sekitar, kemudian bertambah hingga ke provinsi-provinsi lain dan seluruh

(32)

10 China.20 Tanggal 30 Januari 2020, telah terdapat 7.736 kasus terkonfirmasi Covid-19 di China dan 86 kasus lain dilaporkan dari berbagai negara seperti Taiwan, Thailand, Vietnam, Malaysia, Nepal, Sri Lanka, Kamboja, Jepang, Singapura, Arab Saudi, Korea Selatan, Filipina, India, Australia, Kanada, Finlandia, Prancis, dan Jerman.21 Pada Maret 2020, terkonfirmasi sebanyak 95.333 kasus Covid-19 dan 3.282 kematian akibat Covid-19 secara global.22 Pada 19 Mei 2020, pandemi Covid-19, yang disebabkan oleh coronavirus baru, SARS-CoV-2, telah mengakibatkan lebih dari 4,8 juta kasus yang dikonfirmasi di seluruh dunia dan lebih dari 300.000 kematian.23

Coronavirus Disease 2019 pertama dilaporkan di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 sejumlah 2 kasus.24 Angka kejadian Covid-19 di Indonesia sendiri per tanggal 29 April 2020 adalah 9.771 kasus terkonfirmasi positif dan 784 kematian akibat Covid-19.4 Hanya berselang satu bulan, per tanggal 29 Mei 2020, kasus terkonfirmasi positif di Indonesia terjadi peningkatan mencapai 23.851 kasus dan 1.473 kasus meninggal.5 Proporsi jenis kelamin pada kasus Covid-19 lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan kasus Covid-19 berdasarkan usia bervariasi antara usia 30-79 tahun dimana rata-rata usia adalah 47-56 tahun dan sangat jarang terjadi diatas 80 tahun maupun dibawah 19 tahun.2 Di Indonesia sendiri usia pasien Covid-19 yang ditemukan adalah rata-rata 30-49 tahun.4

2.1.3. Transmisi

Coronavirus merupakan zoonosis, sehingga terdapat kemungkinan virus berasal dari hewan dan ditularkan ke manusia. Pada Covid-19 belum

(33)

11 diketahui pasti proses penularan dari hewan ke manusia, tetapi data filogenetik memungkinkan Covid-19 juga merupakan zoonosis.6 Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif.17 Infeksi ditularkan melalui droplet yang dihasilkan saat batuk dan bersin oleh pasien yang bergejala tetapi juga dapat terjadi pada orang yang tidak bergejala dan sebelum timbulnya gejala. Penelitian telah menunjukkan muatan virus lebih tinggi di rongga hidung dibandingkan dengan tenggorokan tanpa perbedaan beban virus antara orang yang bergejala dan tanpa gejala. Pasien dapat menularkan selama gejalanya bertahan dan bahkan dalam pemulihan klinis.

Droplet yang terinfeksi ini dapat menyebar 1-2 meter dan mengendap di permukaan. Virus dapat tetap hidup di permukaan selama berhari-hari dalam kondisi atmosfer yang baik tetapi dihancurkan dalam waktu kurang dari satu menit oleh disinfektan umum seperti natrium hipoklorit, hidrogen peroksida dan lain- lain. Infeksi didapat baik dengan menghirup droplet atau menyentuh permukaan yang terkontaminasi virus kemudian menyentuh hidung, mulut dan mata.24

Seseorang dapat menjadi infeksius dalam waktu 1-3 hari sebelum gejala klinis muncul. Sekitar 40-50% kasus Covid-19 berkaitan dengan penularan dari orang terinfeksi asimptomatik dan presimptomatik. Saat sebelum dan segera setelah onset gejala, pasien memiliki tingkat virus nasofaring yang tinggi, yang kemudian turun selama periode 1-2 minggu.

Pasien mungkin memiliki RNA SARS-CoV-2 yang terdeteksi pada pemeriksaan PCR selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, tetapi

(34)

12 penelitian yang mendeteksi virus yang layak dan penilaian contact-tracing memberi kesan bahwa durasi penularan jauh lebih singkat. Rekomendasi ahli saat ini mendukung isolasi lifting pada kebanyakan pasien 10 hari setelah onset gejala jika demam sudah tidak dijumpai setidaknya selama 24 jam (tanpa menggunakan agen antipiretik) dan gejala lain berkurang.7

2.1.4. Patogenesis

Patogenesis SARS-CoV-2 belum diketahui seutuhnya, tetapi diduga tidak jauh berbeda dengan SARS-CoV yang sudah lebih banyak diketahui.6,17 Coronavirus hanya bisa memperbanyak diri melalui sel inangnya. Virus tidak bisa hidup tanpa sel inang. Penempelan dan masuknya virus ke sel inang diperantarai oleh protein spike yang ada dipermukaan virus. Protein spike virus berikatan dengan reseptor di sel inang yaitu ACE2. Angiotensin converting enzyme (ACE2) dapat ditemukan pada mukosa oral dan nasal, nasofaring, paru, lambung, usus halus, usus besar, kulit, timus, sumsum tulang, limpa, hati, otak, ginjal, sel epitel alveolar paru, sel enterosit usus halus, sel endotel arteri vena dan sel otot polos. Setelah berhasil masuk selanjutnya translasi replikasi gen dari ribonucleic acid (RNA) genom virus.

Selanjutnya replikasi dan transkripsi dimana sintesis virus RNA melalui translasi dan perakitan dari kompleks replikasi virus. Tahap selanjutnya adalah perakitan dan rilis virus.25,26

Setelah terjadi transmisi, virus masuk ke saluran napas atas kemudian bereplikasi di sel epitel saluran napas atas (melakukan siklus hidupnya). Setelah itu menyebar ke saluran napas bawah. Pada infeksi akut terjadi peluruhan virus dari saluran napas dan virus dapat berlanjut meluruh

(35)

13 beberapa waktu di sel gastrointestinal setelah penyembuhan. Masa inkubasi virus sampai muncul penyakit sekitar 3-7 hari. Studi pada SARS menunjukkan virus bereplikasi di saluran napas bawah diikuti dengan respons sistem imun bawaan dan spesifik.26

Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV (lihat gambar 2.3.). Efek sitopatik virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan keparahan infeksi. Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan jaringan pada infeksi SARS-CoV-2.

Respons imun yang tidak adekuat menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan.17 Pada tahap pertama terjadi kerusakan difus alveolar, makrofag dan infilrasi sel T dan proliferasi pneumosit tipe 2. Pada rontgen toraks di tahap awal infeksi terlihat infiltrat pulmonar seperti bercak-bercak. Pada tahap kedua, organisasi terjadi sehingga terjadi perubahan infiltrat atau konsolidasi luas di paru.26

Gambar 2.3. Masuknya SARS-CoV-2 dan mekanisme infeksi.

(36)

14 Keterangan: a-d, SARS-CoV-2 diinternalisasi oleh sel melalui (i) fusi membran atau (ii) endositosis. SARS-CoV-2 spike terikat pada angiotensin- converting enzyme 2 (ACE2) melalui receptor binding domain (RBD) dan selanjutnya melepaskan RNA (b), yang akan diproses menjadi protein virus (c, d). e-h, Protein ini akan membentuk replikasi kompleks untuk membuat RNA tambahan (e) yang selanjutnya akan berkumpul dengan protein virus menjadi virus baru (f), yang akan dilepaskan (g, h). Transmembrane protease serine 2 (TMPRSS2) merupakan protease yang terbukti mempengaruhi masuknya virus, meskipun knockout tidak menghambat infeksi sel oleh SARS-CoV-2.

Dikutip dari: Florindo, H. F., Kleiner, R., Vaskovich-Koubi, D., Acurcio, R.

C., Carreira, B., Yeini, E. et al. Immune-mediated Approach Against COVID- 19. Nature Nanotechnology. 2020; 15(8): 630-45.

Proses imunologik dari host belum banyak diketahui. Dari data kasus yang ada, pemeriksaan sitokin yang berperan pada ARDS menunjukkan hasil terjadinya badai sitokin (cytokine storms) seperti pada kondisi ARDS lainnya. Sejauh ini dari penelitian ditemukan beberapa sitokin dalam jumlah tinggi, yaitu: interleukin-1 beta (IL-1β), interferon-gamma (IFN-γ), inducible protein/CXCL10 (IP10) dan monocyte chemoattractant protein 1 (MCP1) serta kemungkinan mengaktifkan T-helper-1 (Th1).6 2.1.5. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis Covid-19 beragam, mulai dari keadaan asimptomatik sampai sindrom gangguan pernapasan akut dan disfungsi multiorgan. Gambaran klinis yang umum termasuk demam, batuk, sakit tenggorokan, kelelahan, nyeri kepala, mialgia dan sesak napas.24 Beberapa pasien memiliki gejala gastrointestinal termasuk anoreksia, mual dan diare.

Baru-baru ini, anosmia, hiposmia dan dysgeusia juga telah ditemukan sebagai karakteristik utama selama fase awal Covid-19. Anosmia dan ageusia telah dilaporkan hingga 68% pasien dan lebih sering pada wanita dibandingkan pria.Gejala Covid-19 yang paling umum adalah demam dan batuk kering,

(37)

15 bersamaan dengan sesak napas.2,7 Waktu rata-rata dari timbulnya gejala sampai dispnea adalah lima hari, rawat inap tujuh hari dan ARDS delapan hari. Pemulihan dimulai pada minggu kedua atau ketiga.24 Durasi rata-rata rawat inap di rumah sakit pada seseorang yang pulih sekitar 10 hari. Sekitar 5-10% pasien memerlukan perawatan ke ICU dan ventilasi mekanis.2

Outcome yang buruk dan kematian lebih sering terjadi pada orang tua dan orang-orang dengan komorbiditas yang mendasari (50-75% dari kasus fatal).Komplikasi yang terlihat termasuk cedera paru akut, ARDS, syok dan cedera ginjal akut.24 Biasanya, komplikasi muncul sekitar hari ke 10-12 setelah gejala awal, sering kali terkait dengan pemicu kaskade inflamasi yang mengarah ke ”badai sitokin”.2 Faktor risiko komplikasi Covid-19 termasuk usia yang lebih tua, penyakit kardiovaskular, penyakit paru-paru kronis, diabetes dan obesitas. Tidak jelas apakah kondisi lain (misalnya, infeksi human immunodeficiency virus yang tidak terkontrol atau penggunaan obat- obatan imunosupresi) dapat meningkatkan resiko komplikasi, tetapi karena kondisi ini mungkin terkait dengan hasil yang lebih buruk setelah terinfeksi patogen pernapasan lain, diperlukan pemantauan ketat terhadap pasien Covid-19 yang memiliki kondisi ini.

Meskipun SARS-CoV-2 telah diamati terutama mempengaruhi sistem pernapasan, keterlibatan neurologis telah dilaporkan dalam beberapa ilmiah yang diterbitkan. Beberapa buletin berita medis, blogs dan artikel di seluruh dunia juga telah mengemukakan keprihatinan tentang invasi ke otak oleh jenis coronavirus tertentu ini.27 Saat pandemi Covid-19 berkembang, dilaporkan manifestasi neurologis meningkat; hingga saat ini, 901 pasien

(38)

16 telah dilaporkan. Manifestasi ini dapat dianggap sebagai efek langsung virus pada sistem saraf, penyakit yang dimediasi oleh pra-infeksi atau pasca- infeksi, dan komplikasi neurologis dari efek sistemik Covid-19.22 Manifestasi neurologis dari infeksi virus yang dilaporkan sejauh ini dapat dibagi menjadi gejala sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Gambaran SSP termasuk nyeri kepala, pusing, ataksia, perubahan kesadaran, ensefalitis, stroke dan kejang, sedangkan gejala sistem saraf perifer sebagian besar mengacu pada cedera muskuloskeletal dan keterlibatan saraf tepi dalam bentuk hiposmia dan hipogeusia. Nyeri kepala bisa menjadi gejala infeksi virus dan tetap berhubungan dengan demam. Penelitian telah melaporkan kejadian nyeri kepala berkisar 6-13% pada kasus Covid-19. Namun, kekhawatiran telah dikemukakan dalam korespondensi baru-baru ini jika gejala khusus ini merupakan manifestasi dari meningitis virus atau ensefalitis virus seperti drowsiness dan kejang.27

Parameter tes darah yang umum termasuk limfositopenia, peningkatan interleukin-6 (IL-6), CRP, LDH, D-dimer, feritin, transaminase, high sensitivity troponin, dan N-terminal pro-brain natriuretic peptide (NT- pro-BNP). Sedangkan kadar prokalsitonin biasanya sangat rendah, hasil ini yang membantu membedakan Covid-19 dari infeksi bakteri akut. Perlu dicatat bahwa parameter ini berkembang secara dinamis selama perjalanan penyakit: misalnya, jumlah sel darah putih sering berkembang dari jumlah total normal dengan limfositopenia menjadi leukopenia pada kasus yang parah. Selain itu, rasio neutrofil-limfosit tampaknya terkait dengan keparahan penyakit.2

(39)

17 2.1.6. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis terutama gambaran riwayat perjalanan atau riwayat kontak erat dengan kasus terkonfirmasi atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan yang merawat pasien infeksi Covid-19 atau berada dalam satu rumah atau lingkungan dengan pasien terkonfirmasi Covid-19 disertai gejala klinis dan komorbid. Gejala klinis bervariasi tergantung derajat penyakit tetapi gejala yang utama adalah demam, batuk, mialgia, sesak, sakit kepala, diare, mual dan nyeri abdomen. Gejala yang paling sering ditemui hingga saat ini adalah demam (98%), batuk dan mialgia.6

Kasus suspek didefinisikan sebagai kasus dengan demam, sakit tenggorokan dan batuk yang memiliki riwayat perjalanan ke China atau daerah lain transmisi lokal persisten atau kontak dengan pasien dengan riwayat perjalanan serupa atau individu dengan Covid-19 yang dikonfirmasi infeksi. Namun kasus mungkin asimtomatik atau bahkan tanpa demam. Kasus yang dikonfirmasi adalah kasus suspek dengan uji molekul positif.24 Pengujian diagnostik untuk mengidentifikasi saat individu terinfeksi SARS- CoV-2 biasanya melibatkan pendeteksian asam nukleat SARS-CoV-2 melalui uji PCR. Tepat sebelum dan segera setelah timbulnya gejala, sensitivitas tes PCR pada swab nasofaring tinggi. Jika tes negatif pada individu yang diduga menderita Covid-19, maka pemeriksaan ulang disarankan. Spesifisitas sebagian besar pengujian SARS-CoV-2 PCR hampir 100% selama tidak terjadi kontaminasi pemprosesan spesimen.7

(40)

18 Pemeriksaan laboratorium lainnya biasanya tidak spesifik. Jumlah sel darah putih biasanya normal atau rendah. Limfopenia; jumlah limfosit

<1000 telah dikaitkan dengan penyakit yang parah. Jumlah trombosit biasanya normal atau agak rendah. C-reactive protein (CRP) dan erythrocyte sedimentation rate (ESR) umumnya meningkat tetapi kadar prokalsitonin biasanya normal. Kadar prokalsitonin tinggi kemungkinan menunjukkan koinfeksi bakteri. Alanin transaminase / Aspartat transaminase (ALT/ AST), waktu protrombin, kreatinin, D-dimer dan lactate dehydrogenase (LDH) mungkin menjadi tinggi dan kadar yang tinggi dikaitkan dengan penyakit yang parah.24 Gambaran foto toraks pneumonia yang disebabkan oleh infeksi Covid-19 mulai dari normal hingga ground glass opacity, konsolidasi. CT scan thoraks dapat dilakukan untuk melihat lebih detail kelainan, seperti gambaran ground glass opacity, konsolidasi, efusi pleura dan gambaran pneumonia lainnya. Diagnosis pasti atau kasus terkonfirmasi ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan ekstraksi RNA virus SARS-CoV-2. Corona virus disease (Covid-19) menggunakan RT-PCR untuk mengekstraksi dua gen SARS-CoV-2.6

2.1.7. Penatalaksanaan

Saat ini belum tersedia rekomendasi tatalaksana khusus pasien Covid-19, termasuk antivirus. Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah terapi simptomatik dan oksigen. Pastikan paten jalan napas sebelum memberikan oksigen. Indikasi oksigen adalah distress pernapasan atau syok dengan desaturasi, target kadar saturasi oksigen >94%. Oksigen dimulai dari lima liter per menit dan dapat ditingkatkan secara perlahan sampai mencapai

(41)

19 target. Pada kondisi kritis, boleh langsung digunakan nonrebreathing mask.

Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi mekanik.17 Pengobatan Covid-19 tergantung pada stadium dan derajat keparahan penyakit. Karena replikasi SARS-CoV-2 paling besar sebelum atau segera setelah onset gejala, obat antivirus (misalnya, remdesivir dan pengobatan berbasis antibodi) kemungkinan paling efektif bila digunakan lebih awal.Remdesivir adalah obat antivirus spektrum luas yang telah digunakan secara luas untuk virus RNA, termasuk MERS/SARS-CoV, penelitian in vitro menunjukkan obat ini dapat menginhibisi infeksi virus secara efektif.18 Ketika dengan keadaan hiperinflamasi dan koagulopati dianggap menyebabkan komplikasi klinis;

dalam tahap ini, obat antiinflamasi, imunomodulator, antikoagulan, atau kombinasi merupakan pengobatan yang mungkin lebih efektif daripada agen antivirus. Tidak ada pengobatan yang direkomendasikan untuk Covid-19, tetapi beberapa obat terbukti bermanfaat.7

2.2 Rasio Neutrofil Limfosit 2.2.1. Definisi

Rasio neutrofil limfosit (RNL) merupakan parameter sederhana yang dapat digunakan untuk menilai status inflamasi dari seseorang. Rasio neutrofil limfosit dihitung dengan cara membagikan nilai neutrofil absolut dengan nilai limfosit absolut. Rasio neutrofil limfosit dapat digunakan sebagai pengukur risiko mortalitas seseorang pada penyakit jantung, sebagai faktor prognosis pada beberapa tipe kanker, atau sebagai prediktor dan sebuah penanda dari infeksi patologis dan komplikasi setelah operasi.28,29 Rasio neutrofil limfosit adalah rasio jumlah neutrofil absolut dengan jumlah limfosit

(42)

20 absolut dan digunakan sebagai salah satu penanda inflamasi yang cepat, sederhana, hemat biaya dan marker proses inflamasi yang indikatif dari tubuh manusia yang dapat diperoleh pada analisis hitung darah lengkap.30 Namun sampai saat ini, nilai cut-off optimal untuk RNL belum didefinisikan dengan nilai cut-off varibel yang digunakan antara studi.31 Neutrofil terdapat pada darah manusia dengan persentase kisaran antara 20% dan 70%, memiliki ukuran sekitar 10-12 mikron dengan karakteristik nukleus berbentuk bulan dan rendah sitoplasma.32 Neutrofil merupakan leukosit pertama yang menjangkau daerah inflamasi dan mengawali pertahanan host melawan patogen serta neutrofil diketahui berperan mayor selama proses inflamasi akut.28,33

2.2.2. Rasio Neutrofil Limfosit pada Pasien Covid-19

Penghitungan sel darah putih, rasio neutrofil limfosit (RNL), dan rasio platelet limfosit (RPL) adalah marker untuk inflamasi sistemik. Marker- marker ini berguna sebagai prediktor untuk prognosis dan follow up pada pasien dengan pneumonia viral. RNL adalah indikator yang sangat berguna, cepat, dan ekonomis. Dari penelitian ini didapatkan RNL dan demam ditemukan menjadi tinggi pada kasus Covid-19. Tidak ada perbedaan peningkatan nilai RNL pada perbedaan usia dan jenis kelamin.8 Penelitian menunjukkan bahwa parameter limfosit cell population data (CPD) memiliki potensial diagnostik untuk infeksi SARS-CoV-2 dan dapat digunakan untuk diagnosis awal dari penyakit Covid-19.34 Rasio neutrofil limfosit (RNL) dapat digunakan sebagai tanda peringatan awal untuk infeksi Covid-19 berat yang memburuk dan dapat menyediakan sebuah dasar objektif untuk deteksi

(43)

21 awal dan menajemen pneumonia berat akibat Covid-19.35 Berdasarkan penelitian, rasio RNL berkaitan dengan respon imun bawaan dan inflamasi dapat membantu dalam membedakan pasien Covid-19 yang kasus berat dan kasus tidak berat.36 Seyit, dkk. pada tahun 2020, juga mendapatkan hasil penelitian yaitu kadar CRP, LDH, RPL, dan RNL tetap lebih tinggi secara signifikan pada pasien terkonfirmasi positif Covid-19, sementara kadar eosinofil, limfosit, dan trombosit meningkat secara signifikan pada pasien negatif Covid-19.37 Respon imun bawaan digambarkan dengan sebuah aliran masuk neutrofil di paru-paru, terutama di alveoli. Pelepasan sitokin antiinflamasi yang berkelanjutan dapat menyebabkan apoptosis limfosit yang meluas, mengakibatkan limfopenia.38 Rasio neutrofil limfosit (RNL) memiliki nilai prediksi yang baik pada keparahan penyakit dan mortalitas pasien Covid-19. Mengevaluasi RNL dapat membantu klinisi mengidentifikasi kasus potensial gawat secara lebih dini, dalam memilah pasien saat awal masuk dan menginisiasi manajemen efektif dalam segi waktu, yang mungkin dapat mengurangi mortalitas secara keseluruhan dari Covid-19.39

2.3 C-Reactive Protein 2.3.1. Definisi

C-Reactive Protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respon imunitas nonspesifik dan juga terdapat dalam serum normal dalam jumlah yang sangat sedikit (1ng/L). Dalam keadaan tertentu dengan reaksi inflamasi atau terjadi kerusakan jaringan baik yang disebabkan oleh infeksi maupun yang bukan

(44)

22 infeksi, kadar CRP meningkat sampai 100 kali atau lebih.40

C-Reactive Protein pertama kali dipaparkan oleh Willem Tiller dan Thomas Francis di Institut Rockefeller pada tahun 1930. Mereka mengekstrasi protein dari serum pasien yang menderita Pneumonia Pneumococcus yang akan membentuk presipitasi dengan C-Polisakarida dari dinding sel Pneumococcus. Karena reaksi antara protein dan polisakarida menyebabkan presipitasi maka protein ini diberi nama C-reactive protein.40,41 2.3.2. Struktur dan Sintesis C-Reactive Protein

C-reactive protein (CRP) merupakan protein fase akut pentamer, suatu protein pengikat kalsium dengan sifat pertahanan imunologis. Molekul CRP terdiri dari 5-6 subunit polipeptida non glikosilat yang identik, terdiri dari 206 residu asam amino, dan berikatan satu sama lain secara non kovalen, membentuk satu molekul berbentuk berbentuk cakram dengan berat molekul 110-140 kDa, setiap unit mempunyai berat molekul 23 kDa.42

C-reactive protein merupakan marker inflamasi sistemik non spesifik terutama dihasilkan oleh hepatosit di bawah pengaruh sitokin seperti interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosis factor-alpha (TNFα). C-reactive protein terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk pentamer (pCRP) dan monomer (mCRP). Bentuk pentamer dihasilkan oleh sel hepatosit sebagai reaksi fase akut dalam respon terhadap infeksi, inflamasi, dan kerusakan jaringan. Bentuk monomer berasal dari pentamer CRP yang mengalami disosiasi dan dihasilkan juga oleh sel-sel ekstrahepatik seperti otot polos dinding arteri, jaringan adiposa dan makrofag.42

(45)

23 2.3.3. C-Reactive Protein pada Pasien Covid-19

C-reative protein (CRP) adalah penanda diagnostik yang banyak digunakan terutama untuk menilai inflamasi yang sedang berlangsung. C- reative protein (CRP) adalah protein kunci dari respon fase akut, muncul dalam darah 6-10 jam setelah adanya kerusakan jaringan, memiliki waktu paruh plasma 19 jam, dan diproduksi tanpa respon memori. Meskipun kemunculannya dalam darah dikaitkan dengan respon inflamasi yang sedang berlangsung, CRP tidak selektif terakumulasi ke dalam jaringan atau organ apa pun pada pasien yang sedang mengalami inflamasi.43 Suatu penelitian meta-analisis menunjukkan bahwa peningkatan serum CRP, procalcitonin (PCT), D-dimer, dan kadar serum feritin dikaitkan dengan peningkatan perburukan prognosis dan mortalitas dari Covid-19 yang parah, ARDS, serta pasien Covid-19 dengan kebutuhan perawatan ICU. Hasil estimasi ini tidak secara signifikan dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia, penyakit kardiovaskular, diabetes dan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). C-reative protein (CRP) adalah protein inflamasi fase akut yang diproduksi oleh hati yang dapat meningkat dalam beberapa kondisi, seperti inflamasi, penyakit kardiovaskular, dan infeksi. Dari penelitian ini didapatkan bahwa peningkatan nilai CRP berkaitan dengan Covid-19 berat, kebutuhan perawatan ICU, namun tidak berkaitan dengan angka mortalitas.

Terlepas dari memprediksi outcome yang buruk pada pasien Covid-19, perlu diketahui bahwa berbagai faktor dapat mempengaruhi kadar CRP yaitu usia, jenis kelamin, status merokok, berat badan, kadar lipid, tekanan darah, serta cedera hati. Selain itu, bukti terbaru menunjukkan bahwa kadar CRP juga

(46)

24 dapat digunakan dalam memantau progresivitas dan perbaikan pasien Covid- 19.9 Menurut Ahnach, dkk. tahun 2020, dari penelitian ditemukan bahwa nilai CRP saat pasien masuk menggambarkan sebuah faktor yang simpel dan independen yang dapat berguna untuk deteksi dini dari keparahan selama Covid-19 dan petunjuk awal untuk perawatan primer.44 Hasil penelitian mengkonfirmasi bahwa nilai median CRP berkorelasi dengan tingkat keparahan Covid-19 dan merupakan prediktor kematian yang independen.

Lebih lanjut, hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa peningkatan CRP selama tujuh hari pertama rawat inap dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi perkembangan penyakit dan menetukan kebutuhan untuk transfer ICU lebih awal.45 Pasien Covid-19 dengan kadar prokalsitonin, CRP, D-dimer, dan LDH yang tinggi dan kadar serum albumin yang rendah harus dipantau secara ketat untuk meminimalkan risiko perkembangan penyakit yang parah.46

2.4 D-dimer 2.4.1. Definisi

D-dimer adalah produk degradasi cross-linked yang merupakan hasil akhir dari pemecahan bekuan fibrin oleh plasmin dalam sistem fibrinolitik.

Sejak tahun 1990, tes D-dimer digunakan untuk pemeriksaan trombosis.

Konsentrasi D-dimer plasma dapat mewakili indikasi fibrinolisis. Suatu hasil tes yang menunjukkan kadar D-dimer di bawah nilai rujukan dapat mengesampingkan kecurigaan adanya trombus, namun pada hasil yang menunjukkan keadaan D-dimer di atas nilai rujukan dapat menandai adanya trombus namun tidak dapat menunjukkan lokasi kelainan dan menyingkirkan

(47)

25 etiologi-etiologi potensial lain.47

D-dimer merupakan produk degenerasi fibrin yang berguna untuk mengetahui abnormalitas pembentukan bekuan darah atau kejadian trombotik dan untuk menilai adanya pemecahan bekuan atau proses fibrinolitik.48

Fibrinolisis adalah proses aktivitas enzim hidrolitik plasmin untuk mencerna fibrin dan fibrinogen yang secara progresif mereduksi bekuan (trombus).49 Plasmin menyebabkan degradasi fibrin, meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin yang terlarut.49,50 Fibrin degradation product (FDP) yang dihasilkan berupa fragmen X, Y, D, dan E. Dua fragmen D dan satu fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer.50

2.4.2. D-dimer pada Pasien Covid-19

Penelitian ini juga menemukan bahwa peningkatan D-dimer berkaitan dengan peningkatan outcome yang buruk, terutama mortalitas dan Covid-19 yang berat. Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa infeksi SARS-CoV-2 dapat menyebabkan disfungsi pada sistem hemostatik, yang dapat menyebabkan status hiperkoagulasi, suatu kondisi yang secara umum dapat menyebabkan sepsis. Namun, etiologi peningkatan serum D-dimer adalah multifaktorial dan nilai optimal dari peningkatan D-dimer pada pasien dengan Covid-19 masih harus ditetapkan.9

Kadar D-dimer pada pasien dengan Covid-19 berkorelasi dengan outcome, namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk melihat seberapa berguna D-dimer dalam menentukan prognosis.51 Menurut Yao, dkk. pada tahun 2020, dari penelitian mereka menyimpulkan kadar D-dimer biasanya meningkat pada pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2. D-dimer dengan nilai

(48)

26 yang signifikan tinggi ditemukan pada pasien Covid-19 yang kritis dan kemungkinan dapat digunakan sebagai marker prognostik untuk mortalitas pasien Covid-19 yang dirawat inap.52 Dari suatu penelitian juga didapatkan bahwa D-dimer dengan nilai abnormal sering diamati saat pasien Covid-19 saat masuk dan dikaitkan dengan penyakit kritis, trombotik, gagal ginjal akut, dan angka mortalitas yang lebih tinggi. Penatalaksanaan optimal pada pasien Covid-19 dengan peningkatan D-dimer membutuhkan penelitian lebih lanjut.53

2.5 Serum Feritin 2.5.1. Definisi

Feritin adalah sebuah protein penyimpanan zat besi utama yang penting untuk homeostasis besi dan terlibat dalam berbagai proses fisiologis dan patologis. Feritin digunakan sebagai sebuah marker serum dari total zat besi yang tersimpan. Serum feritin memiliki peranan penting pada diagnosis dan manajemen pada kasus kekurangan atau kelebihan zat besi. Peningkatan serum feritin dan jaringan berkaitan dengan penyakit arteri koroner, keganasan, dan prognosis buruk setelah transplantasi stem sel. Feritin secara langsung terlibat dalam penyakit-penyakit yang kurang umum tetapi berpotensi merusak yaitu anemia sideroblastik, penyakit neurodegeneratif, dan sindrom hemofagositik.54

Zat besi bebas merupakan toksik terhadap sel, dan tubuh akan menjaga sel-sel. Organisme akan menguraikan beberapa mekanisme pertahanan untuk mengikat zat besi pada beberapa bagian jaringan. Sehingga, zat besi disimpan dalam kompleks untuk protein sebagai feritin atau

Gambar

Gambar 2.1. Representasi skematik struktur virus SARS-CoV-2
Gambar 2.2. Struktur Genom Virus
Gambar 2.3. Masuknya SARS-CoV-2 dan mekanisme infeksi.
Gambar 2.5. Kerangka Konsep
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada kawasan taman nasional yang berada dalam wilayah adat, seperti di Taman Nasional Wasur dan Taman Nasional Kayan Mentarang, relatif sangat sulit untuk

Pencapaian Tujuan Kebijakan dengan hasil penelitian terhadap tiga fenomena pencapaian tujuan kebijakan program pemberdayaan desa UED-SP di atas, yaitu adanya peningkatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pengaruh pengetahuan tentang Covid-19 dan kesehatan gigi mulut terhadap

Membayar kembali kepada negara biaya pendidikan selama Pelatihan sesuai dengan ketentuan, apabila tidak dapat menyelesaikan studi karena alasan non akademis atau tidak

Latar Belakang : Pada akhir tahun 2019 World Health Organization (WHO, 2020) mengumumkan bahwa Corona Virus Disease/ corona virus 2 (SARS-CoV-2) atau kemudian dikenal

Dalam rangka menindaklanjuti Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyesuaian Sistem Keija Pegawai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai konsentrasi ekstrak daun tembakau terhadap zona hambat pertumbuhan jamur Malassezia

Corona Virus Disease 2019 (Covid-l9) telah dinyatakan oleh World Healtlt Organization (WHO) sebagai pandemi dan Indonesia telah menyatakan Corona Virus Disease 2019