BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
C. Analisis Latar dalam Novel Jalan Tak Ada Ujung
2. Hubungan Penokohan
Latar yang dimaksudkan adalah tempat dan suasana lingkungan yang mewarnai peristiwa. Ke dalamnya tercakup lokasi peristiwa, suasana lokasi, sosial budaya setempat, dan bahkan suasana hati tokoh. Yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara latar dengan
peran yang dimainkan oleh tokoh.102 Karakter seseorang akan
dibentuk oleh keadaan latarnya. Dalam novel Jalan Tak Ada Ujung
berlatarkan cerita pada saat awal revolusi yaitu tepatnya pada tahun 1946-1947, di mana serdadu Belanda atau lebih dikenal dengan NICA menjadi ancaman di Jakarta, novel ini yang lebih mendominasi adalah tokoh Guru Isa dan Hazil, mereka memiliki karakter yang berbeda. Guru Isa seorang yang menginginkan ketenangan. Hazil, pemuda yang pemberontak dan memiliki semangat untuk perjuangan yang dipilihnya.
“Melihat anak-anak muda itu membawa pistol tumbuh rasa kecut hatinya. Tetapi bagaimana ia akan menolak? Jika ditolaknya, dia akan disyak dan dimusuhi orang sekampung. Lebih hebat dia
mungkin dituduh mata-mata musuh.”103
Latar sosial yang terjadi pada saat itu, memberikan pengaruh terhadap sikap Guru Isa. Membuat Guru Isa yang memiliki rasa takut yang amat besar, terpaksa menjadi anggota organisasi perjuangan. Dia pencinta damai selama hidupnya dia tidak pernah berkelahi, dia takut dengan hal-hal yang berbau kekerasan, di sisi lain Guru Isa takut dengan keadaan, berlatarkan cerita pada saat serdadu-serdadu NICA kerap melakukan penyerangan, penembakan dan penggeledahan, membuat orang yang menolak berjuang dalam revolusi dianggap sebagai mata-mata lalu akan dibunuh.
“Aku takut sebenarnya Fat, katanya. Tidak pernah aku
berorganisasi seperti ini. Main senjata. Memakai pistol saja aku
102
Atmazaki. loc. cit,
103
tidak tahu. Tetapi kalau tidak ikut, engkau tahu apa akan kata
orang.”
“Tidak perlu engkau takut, Is,” kata Fatimah membalas, “bukankah
semua orang ikut? Kalau engkau tidak ikut, jangan-jangan nanti kita di cap mata-mata musuh lagi. Engkau tahu betapa mudahnya
orang dipotong kerena soal yang bukan-bukan saja.”104
Karakter Guru Isa selain berkaitan dengan latar cerita yang terjadi
pada novel JTAU, juga berkaitan dengan profesinya sebagai seorang
Guru. Pendidikan dan tugas Guru menyebabkan ia mengutamakan sikap-sikap tertentu. Misalnya, Guru Isa mengutamakan pengajaran yang lemah lembut. Ia mesti mengutamakan pendidikan ke arah kebaikan, sehingga pembunuhan binatang pun akan dianggap kejam olehnya.
“Engkau lihat, aku seorang Guru. Aku tidak suka pada kekerasan.
Semenjak dahulu aku tidak pernah ikut berkelahi. Aku benci berkelahi. Aku anggap berkelahi pekerjaan kasar dan orang biadab.
Tetapi mereka pilih aku menjadi salah seorang pemimpin.” 105
Dari kutipan berikut menunjukkan bahwa Guru Isa ikut dalam organisasi perjuangan hanya karena terpaksa, dia takut dengan keadaan pada masa revolusi ini. Rasa takut yang dialami oleh Guru Isa adalah rasa takut yang terdapat dalam kehidupan Guru Isa, seorang guru biasa yang sepanjang tahun 1946-1947 dengan tidak sepenuh hati, terpaksa turut serta dalam perjuangan menentang musuh-musuh asing.
“Engkau tahu mengapa aku terima? Bukan karena semangat
revolusiku berapi-api, semangat cinta tanah airku berapi-api, aku memang cinta tanah air, tetapi dalam darahku tidak ada atau belum ada itu tradisi yang mendorong aku berkorban darah dan jiwa untuk tanah air, untuk itu aku belum pernah hidup dalam tanah air yang mesti dibela dengan darah, jadi jika ada orang berkata mempunyai semangat seperti ini, maka itu semangat palsu dan dibikin-bikin.
104Ibid,
h.39
105Ibid,
Aku terima karena aku takut. Dan aku bertambah takut setelah
menerimanya.”106
Di satu sisi yang lain profesi Guru Isa dapat menguntungkan bagi organisasi yang dipelopori oleh Hazil. Profesinya sebagai guru memungkinkan gerak-gerik yang dilakukan Guru Isa dalam perjuangan melawan Belanda tidaklah diketahui atau dicurigai.
“Dia ikut jadi anggota jaga kampung. Malahan karena
kedudukannya sebagai guru, maka dia menjadi wakil ketua panitia keamanan rakyat di kampungnya, dan menjadi penasehat Badan
Keamanan Rakyat, lebih terkenal dengan nama BKR.”107
“Alangkah terkejutnya dia, ketika dia terpilih menjadi kurir, pengantar senjata dan surat-surat di dalam kota Jakarta. Alasan-alasan pemuda-pemuda itu ialah, karena dia guru sekolah, maka
orang tidak akan curiga padanya.”108
Karakter berbeda ditunjukkan oleh Hazil, seorang pemuda yang pemberani dan pemberontak. Pemberontakan yang dilakukan Hazil adalah saat ia tidak mendengarkan perkataan Ayahnya untuk tidak berjuang melawan Belanda.
“Jangan Ayah! Kita perlu senjata ini untuk perjuangan kemerdekaan.”
“Kemerdekaan? Nah!” Sumpah Mr. Kamaruddin.
“Kamu anak-anak muda sudah gila. Apa engkau pikir kamu bisa menang berperang melawan Belanda? Berontak-berontak seperti
orang gila!”109
Kedatangan Belanda pada saat itu membuat Hazil memilih jalan perjuangan, membela tahan air lantaran ia tidak ingin bangsanya dijajah kembali. Dengan gigih ia berjuang, melakukan perlawanan atau mengatur strategi dalam perjuangannya.
“Ini jalan perjuanganku. Ini jalan tak ada ujung yang kutempuh. Ini revolusi yang kita mulai. Revolusi hanya alat mencapai
kemerdekaan.”110 106Ibid, h.74 107 Ibid, h.27 108Ibid, h.39 109Ibid, h.20 110Ibid, h.46
“Manusia Indonesia sebagai gerombolan dapat dijajah oleh
Belanda lebih dari 350 tahun. Itu massa begitu saja tidak ada artinya. Gerombolan pun hanya dapat bergerak karena ada individu-individu yang dapat mengangkat diri mereka di atas gerombolan-gerombolan itu. Maka musikku bukan musik
gerombolan, tetapi musik manusia seorang-seorang.”111
Apa dilakukan Hazil, ia tidak begitu memperdulikan berapa banyak orang yang mengikuti jejaknya, berjuang melawan serdadu Belanda pada saat itu, yang dia lakukan hanyalah menjalankan apa yang sudah menjadi pilihannya.
“Ini bisa berbahaya,” kata Hazil, “Kita pergi mengambil senjata dan membawanya ke Manggarai. Di sana kita sembunyikan dan kemudian akan diselundupkan ke Karawang. Engkau Masih
berani?”112
“Dan ketika Hazil kemudian berkata, bahwa yang akan melempar
granat ialah Rakhmat dan dia, dan Guru Isa perlu ikut hanya untuk
melihat apa mereka berhasil.”113
Hazil dapat dikatakan sebagai penggerak perjuangan melawan serdadu NICA, ia yang mengatur siasat dan rencana dalam melawan serdadu Belanda dengan mengatur untuk menyeludupkan senjata keluar kota dan melakukan penyerangan kepada serdadu Belanda dengan melemparkan granat ke arah mereka.
Berdasarkan perbadaan antara Guru Isa dengan Hazil juga berdasarkan usia mereka yang berbeda. Guru Isa relatif tua sedangkan Hazil relatif muda dan juga seorang bujang. Maka, Guru Isa seorang yang menjadi dewasa pada masa ketenangan sebelum kedatangan Jepang, sehingga tak heran kalau ia menginginkan ketenangan. Hal yang berbeda dengan Hazil yang mengalami pendewasaan pada masa pendudukan Jepang dan revolusi, sehingga ia memang terbiasa pada kehidupan yang resah. Guru Isa terpaksa menjadi kaum revolusioner
111Ibid, h.47 112Ibid, h.78 113Ibid, h.131
lantaran keadaan sosial yang menuntutnya, sedangkan Hazil memilih menjadi pejuang revolusi karena ingin terbebas dari ancaman NICA.