BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
B. Analisis Objektif Novel Jalan Tak Ada Ujung
4. Latar
a. Latar Waktu
1) September-Desember 1946
Pada tahun 1946 keadaan Kota Jakarta yang sedang
menghadapi ancaman dari NICA, penyerangan dan
penembakan gencar dilakukan oleh NICA.
“Jakarta. Bulan September 1946. Pagi. Tiga orang kanak
-kanak kecil sedang bermain-main di jalan Gang Jaksa.”44
“Melihat mereka lari, serdadu-serdadu di atas truk itu mulai
menembak. Letusan senapan dan sten mengoyak udara jalan
yang sunyi itu.”45
Sejak awal-awal penyerangan yang dilakukan oleh serdadu NICA, pemuda setempat tidak tinggal diam, mereka menyiapkan peralatan untuk berjaga diri dari serangan yang datang.
“Mereka titipkan dua pistol dan lima granat tangan padaku,
disimpan dalam keranjang loak, dan aku pergi duduk
menunggu geledahan habis dekat truk si ubel-ubel”46
“Bukan takut sama si ubel-ubel, tetapi sama pemuda. Mereka
ancam gua bakal disiap kalau tidak mau sembunyikan senjata. Setelah si ubel-ubel pergi, mereka datang dan ambil
kembali. Baru gua lega.”47
Di bulan November, pertemanan Guru Isa dan Hazil semakin akrab, mereka menyatu tidak hanya karena mereka menyukai
44 Ibid, h.2 45 Ibid, h.6 46Ibid, h.4 47Ibid,
musik, tapi pada bulan ini mereka bersatu dalam organisasi yang melawan serdadu NICA. Seperti pada kutipan berikut:
“Gesekan biolamu, meskipun belum lancar dan mahir,
mengandung tenaga, kata Guru Isa kepada Hazil memuji.”48
Di bulan ini semua anggota yang tergabung dalam organisasi perjuangan mulai mengadakan rapat, mereka menyusun rencana menyeludupkan senjata.
“Pemuda-pemuda di Kebon Sirih berkumpul, dan karena dia
menjadi wakil ketua panitia keamanan rakyat, maka dia
dipanggil hadir.”49
“Kita pergi mengambil senjata dan membawanya ke
Manggarai. Di sana kita sembunyikan dan kemudian akan
diselundupkan ke Karawang.”50
Hal tersebut memberikan penjelasan bahwa rakyat sudah mulai mengatur siasat, mereka saling membantu dalam perjuangan melawan Belanda, mereka tidak lagi akan tinggal diam saat serdadu yang semakin hari semakin bertindak sesuka hati mereka.
“Sebagai kebanyakan orang di hari-hari pertama revolusi itu, Guru Isa belum menganalisa benar-benar kedudukannya, kewajibannya dan pekerjaannya dalam revolusi. Selama ini dia membiarkan dirinya dibawa arus. Arus semangat rakyat
banyak.”51
Di akhir tahun ini menjadi tahun awal-awal revolusi. Semangat perjuangan melawan serdadu NICA dilakukan oleh Hazil dan teman-temannya, Hazil ada seorang pemuda pemberani, berani melakukan apapun demi tanah air. Seperti pada kutipan berikut:
“Ini musik hidupku. Ini perjuanganku. Ini jalan tak ada ujung yang kutempuh. Ini revolusi yang kita mulai. Revolusi hanya alat mencapai kemerdekaan. Dan kemerdekaan juga hanya
48 Ibid, h.37 49Ibid, h.38 50Ibid, h.78 51Ibid, h.27
alat memperkaya kebahagiaan dan kemuliaan penghidupan
manusia-manusia.”52
Selama berbulan-bulan, pada tahun 1946 Guru Isa terpaksa harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang membuat dia harus ikut serta dalam perjuangan dan mengatur siasat bersama Hazil dan teman-temannya melawan serdadu NICA.
2) Januari-April 1947
Pada awal tahun 1947, semakin banyak orang-orang yang mengatasnamakan perjuangan tetapi mereka malah mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Bahkan mereka juga memeras sesama rakyat Indonesia yang sedang berjuang membebaskan diri dari Belanda.
“Tapi perlahan-lahan aku lihat bertambah banyak orang yang
memakai perjuangan untuk kedok mencari untung bagi dirinya sendiri. Banyak pula yang telah mulai memeras rakyat, minta beras, sapi, uang. Dan kekejaman-kekejaman
yang berlaku.”53
Pada tahun ini, tidak hanya semangat revolusi yang kian bertambah dari masyarakat. Namun, beberapa orang berjuang mengatasnamakan revolusi sebagai kedok mereka yang hanya ingin memeras rakyat.
“Saya maksud mau pindah saja ke Purwakarta. Sama orang
tua. Tidak tahan terus-terus begini. Saban malam tidak bisa
tidur. Sebentar-sebentar geledahan.”54
Keadaan yang makin hari seperti itu membuat orang-orang terdekat Guru Isa mulai ketakutan, mereka tidak tahan dengan kondisi yang saat itu sedang terjadi. Salah satunya adalah Guru Saleh yang merupakan teman Guru Isa di sekolah, dia
52Ibid, h.46 53Ibid, h.97 54Ibid, h.94
memutuskan untuk pindah keluar kota yang dia rasa cukup aman untuk menjalani kehidupan.
“Guru Isa baru kembali dari sekolah. Ketika dia sedang
membuka bajunya di kamar, Fatimah masuk ke kamar tidur
dari dapur dan berkata, “Is, engkau tahu, Tuan Hamidi di
sebelah telah pergi mengungsi ke Yogya. Hanya tinggal
pamannya yang menjaga rumah.”55
Saat Guru Isa mengetahui bahwa tetangganya juga menyusul jejak Guru Saleh yang mengungsi keluar kota karena tidak tahan dengan ancaman yang terjadi di Jakarta, Guru Isa engga mengikuti jejak teman-temannya yang mengungsi, dia menganggap bahwa ancaman di luar kota sama besarnya dengan ancaman yang terjadi di Jakarta.
Dalam tahun ini terjadi pula tepatnya pada bulan Maret 1947 terjadi peristiwa Perjanjian Linggarjati. Seperti pada kutipan berikut:
“Jadi meskipun persetujuan Linggarjati telah diparap, orang
di dalam tidak percaya akan berhasil.”56
Perjanjian Linggarjati dibuat Belanda lantaran Belanda sudah mengetahui banyak rakyat yang sudah bergerak dan menyiapkan diri untuk melawan. Adanya perjanjian itu dilakukan sebagai bentuk upaya Belanda menghalau rakyat menjadi kaum revolusi.
3) Pagi
Saat pagi hari, waktu saat banyak orang ingin menghirup udara pagi dengan santai, tapi hal ini tidak terjadi karena serdadu NICA menyerang tanpa mengenal waktu. Saat itu Mr. Kamarudin ingin menikmati pagi dengan duduk di teras rumahnya, menghirup udara pagi yang sejuk, tapi yang di dapat
55Ibid,
h.108
56Ibid,
adalah pagi yang penuh gemuruh suara senapan yang dilancarkan oleh serdadu NICA.
“Persetan! Sumpahnya. “Kenapa mesti saban pagi mesti ada
tembakan? Dunia ini sudah mau kiamat. Orang semua sudah
gila.”57
“Pagi-pagi pukul lima serdadu-serdadu itu telah bersiap-siap. Serdadu-serdadu berlompatan turun, dan mulai mengadakan
pengurungan di kampung sekitar pabrik itu.58
Penyarangan yang dilakukan Serdadu Belanda pagi hari karena di pagi hari, semua orang mulai keluar rumah untuk melakukan aktivitas. Ketika Serdadu Belanda melakukan penyerangan akan semakin banyak korban yang berjatuhan, itulah yang diinginkan oleh serdadu Belanda.
4) Siang
Ketika Hazil, Guru Isa, dan Rakhmat hendak
menyelundupkan senjata untuk dibawa ke Karawang, mereka mengatur siasat agar penyelundupan senjata ini berhasil, mereka tidak melakukannya pada siang hari.
“Jika kita angkat terang-terang, siang-siang, maka tidak
seorang juga serdadu Inggris yang akan curiga kita membawa
mesiu,” tulis Hazil dalam suratnya.”59
Rencana penyelundupan senjata tidak akan menarik perhatian jika dilakukan pada siang hari, karena siang hari segala aktivitas yang orang lakukan akan dianggap sebagai kegiatan yang tidak mencurigakan.
5) Malam
Pada waktu malam hari, saat semua orang ingin melepaskan penatnya dan menghilangkan lelahnya setelah sehari
57Ibid, h.19 58Ibid, h.102 59Ibid, h.72
beraktifitas, mereka selalu dikhawatirkan oleh bunyi senapan yang belum juga usai.
“Gemuruh tembakan-tembakan di seluruh kota tidak
berkurang seperti malam-malam biasa.”60
Guru Isa, Hazil, dan juga Rakhmat akan melancarkan rencana penyerangan terhadap serdadu Belanda dengan melemparkan granat ke arah mereka. Hal ini menjadi pembalasan dendam mereka terhadap serdadu Belanda yang selama ini banyak menyerang rakyat.
“Malam di Pasar Senen. Malam Minggu. Di Kramatplein
amat ramainya…., Mereka akan melemparkan granat tangan
itu bersama-sama, dan kemudian lari. Melempar granat ke tengah-tengah serdadu-serdadu Belanda yang berdesak-desak
keluar dari bioskop.”61
Penyerangan yang dilakukan oleh Guru Isa, Hazil, dan Rakmat pada malam hari tidak dengan alasan, mereka memilih menyerang dengan melempar granat ke arah serdadu Belanda disaat serdadu Belanda sedang tidak menjalankan tugas mereka dan sedang menghabiskan waktu untuk bersenang-senang disaat itulah Hazil dan Rakhmat menyerang.
Keadaan di waktu pagi, siang, dan malam menunjukkan bahwa setiap hari rakyat mengalami kondisi darurat dan keadaan yang tidak normal dari bangun tidur hingga ingin kembali tidur. Kondisi pada saat itu menunjukkan bahwa sepanjang hari rakyat harus diliputi rasa cemas, takut dan gelisah terhadap penyerangan yang dilakukan oleh serdadu Belanda yang tidak mengenal waktu.
60Ibid,
h.63
61Ibid,
b. Latar Tempat
Jakarta, kota besar yang penuh ancaman dari serdadu NICA. Kedatangan mereka menjadi ancaman bagi siapa saja yang tak bersalah, serdadu NICA tidak mengenal ampun, di Jakarta, saat waktu bermain bagi anak-anak pun, mereka bermain dengan penuh ancaman penyerangan yang dilakukan oleh serdadu NICA.
“Jakarta. Bulan September 1946. Pagi. Tiga orang kanak
-kanak kecil sedang bermain-main di jalan Gang Jaksa.”62
“Melihat mereka lari, serdadu-serdadu di atas truk itu mulai menembak. Letusan senapan dan sten mengoyak udara jalan
yang sunyi itu.”63
Karena sebagian besar serdadu NICA bermarkas di Jakarta, yang lebih sering menjadi lokasi penyerangan NICA yaitu di
daerah Jakarta Pusat yang kemudian tempatnya lebih
dispesifikasikan sebagai berikut:
1) Kebon Sirih
Di jalan tidak luput dari serangan yang dilakukan oleh serdadu NICA, penembakan yang dilakukan oleh serdadu itu menewaskan satu anak kecil yang sedang bermain layang-layang.
“Kebon Sirih ketika orang mulai berteriak siap. Dengan
tidak berpikir mereka melompat, hendak lari masuk ke pekarangan rumah di tepi jalan. Melihat mereka lari,
serdadu-serdadu di atas truk itu mulai menembak.”64
“Seorang mengangkat anak kecil yang kena tembak itu dan
membaringkannya di atas pinggir jalan. Benang layang-layangnya masih tergenggam dalam tangannya yang kecil
dan kotor itu. Dia tidak bergerak-gerak lagi.”65
62 Ibid, h.2 63 Ibid, h.6 64Ibid, h.6 65Ibid, h.7
2) Tanah Tinggi
Menjadi salah satu tempat yang diserang oleh serdadu NICA.
“Kemaren kampung Tanah Tinggi digeledah lagi sama si
ubel-ubel,” cerita tukang loak, mulutnya penuuh pisang
goreng.”66
“Aku tolong tiga orang pemuda kemaren di Tanah Tinggi,”
kata tukang loakmeneruskan ceritanya.67
3) Gang Jaksa
Tempat penyerangan yang dilakukan oleh NICA.
“Ketika tembakan pertama di Gang Jaksa itu memecah
kesunyian pagi Guru Isa sedang berjalan kaki menuju
sekolahnya di Tanah Abang.”68
4) Kebon Sirih Wetan Gang I
Tempat ini juga menjadi lokasi yang serbu oleh serdadu NICA, seiap serdadu NICA melintas mereka selalu melepaskan tembakan. Tidak peduli sekalipun yang mereka tembak perempuan ataupun anak-anak.
“Perempuan yang menggendong anak itu bergegas lari,
masuk dan menghilang ke dalam Kebon Sirih Wetan Gang
I.”69
5) Laan Holle dan Jalan Asam Lama
Jalan ini juga tidak luput dari penyerangan yang dilakukan oleh serdadu-serdadu.
“Teriak siap! Siaaap! Yang gemuruh itu disambut oleh
kampung-kampung sekitar Laan Holle dan Jalan Asam Lama,
hingga akhirnya kedua jalan besar itu sunyi pula.”70
66Ibid, h.3 67 Ibid, h.4 68Ibid, h.5 69Ibid, h.7 70Ibid, h.8
6) Tanah Abang
Tempat Guru Isa menjual buku tulis yang ada di sekolah. Hal
ini dia lakukan karena untuk mendapatkan uang,
memberikannya kepada Fatimah untuk biaya makan sehari-hari.
“Setelah menjual buku tulis kepada warung Tionhoa di Pasar
Tanah Abang, Guru Isa bergegas pulang.”71
7) Sekolah
Selama penyerangan yang dilakukan oleh serdadu NICA, Guru Isa selalu mendapati sekolah tempat ia mengajar sepi, tidak ada murid yang datang, teman-teman sesama guru pun lekas pulang.
“Guru Isa memejamkan telinganya. Sekolah itu sepi. Guru -guru lain sudah pulang. Dia merasa kepalanya agak
pening.”72
8) Di Kelas
Saat Guru Isa masuk ke dalam kelas, ia mendapati kelas kosong tidak ada satu murid pun yang masuk, hal ini terjadi karena serdadu NICA sering kali melakukan penyerangan.
“Langkahnya agak tegap, ketika dia masuk ke dalam kelas. Seakan-akan kelas itu tidak kosong, tetapi penuh dengan murid-murid yang menunggu kedatangannya. Perasaannya yang segar itu tidak berkurang melihat kelas yang kosong dan
sepi.”73
9) Warung Pak Damrah
Dalam tempat ini sering menjadi tempat yang ramai saat jam-jam orang berangkat kerja, terdapat sebuah warung tempat orang-orang yang hendak kerja mampir sebentar untuk sarapan, mereka bercerita tentang serdadu NICA.
71Ibid, h.99 72Ibid, h.23 73Ibid, h.25
“Di warung Pak Damrah enam orang sedang duduk
minum-minum.”74
“Empat orang opas kantor Kotapraja di Kebon Sirih. Mereka
hendak masuk kerja, dan singgah setiap pagi di sana minum secangkir kopi dan makan sepotong dua potong pisang
goreng.”75
10)Rumah Guru Isa
Hazil selalu datang ke rumah Guru Isa, mereka berteman baik, bahkan di rumah Guru Isa mereka membicarakan tentang perjuangan, atau kadang hanya sekedar bermain musik bersama.
“Sejak saat itu Hazil kerap datang ke rumahnya. Dan
perlahan-lahan dalam dua bulan yang terakhir ini mulai
tumbuh semacam persahabatan antara mereka.”76
11)Asam Reges
Tempat Hazil dan Rakhmat menyembunyikan senjata untuk diseludupkan ke luar kota.
“Barang-barang itu disimpan di Asam Reges, dan harus mereka bawa ke Manggarai. Di Manggarai akan di sembunyikan di ruamah seorang kawan, dan berangsur-angsur akan diselundupkan ke Karawang di dalam
lokomotif.”77
“Ke mana kita sekarang pak?” katanya.
“Asam Reges, depan pabrik limun,” kata Hazil.78
12)Manggarai
Setelah mengambil senjata di Asam Reges kemudian mereka menaruhnya kembali di rumah seorang kawan di Manggarai, dari situ akan dibawa dengan kereta menuju Karawang Bekasi.
“Truk disuruh berhenti oleh Hazil di sebuah rumah di jalan
samping di belakang tempat pemandian Manggarai.”79
74Ibid, h.3 75Ibid, h.3 76 Ibid, h.39 77Ibid, h.72 78Ibid, h.77 79Ibid, h.86
13)Karet
Tempat serdadu NICA melakukan penyerangan tidak hanya kepada rakyat biasa, namun juga kepada polisi.
“Engkau ingat serbuan NICA ke dalam pos pilisi di Karet?
Aku ada di sana. Semua polisi yang dalam pos itu habis
ditembak dan dipancung.”80
14)Gang Sentiong
Tempat serdadu NICA melakukan penggeledahan di rumah-rumah, tidak hanya penggeledahan, tetapi serdadu NICA juga melakukan penyiksaan kepada orang tua. Penyiksaan itu dilakukan karena dia kenal dengan Rakhmat dan menceritakan pekerjaan Rakhmat kepada mereka.
“Serdadu nica mengadakan penggeledahan di Gang Sentiong.
Orang tua di rumah itu ikut terbawa dengan beberapa orang muda lain. Tetapi dia menceritakan semua pekerjaan Rakhmat kepada mereka. Cerita orang tua dari Gang Sentiong yang ditangkap dan disiksa Belanda itu, membuat
Guru Isa berdebar-debar.”81
15)Restoran
Tempat Hazil, Rakhmat, dan Guru Isa menunggu untuk melancarkan aksinya di bioskop Rex.
“Guru Isa telah lama merasa perutnya dingin. Dia ingin dia
seribu kilo meter jauhnya dari restoran itu, dan dari bioskop
Rex.”82
16)Biosop Rex di Pasar Senen
Hazil dan Rakhmat melancarkan rencananya untuk membalaskan dendam kepada serdadu NICA dengan
melemparkan granat ke arah serdadu-serdadu yang keluar dari bioskop.
“Malam di Pasar Senen. Malam minggu. Di Kramatplein
amat ramainya. Bioskop yang hanya main satu kali pada sore
80Ibid, h.92 81Ibid, h.113 82Ibid,
hari, karena jam malam yang diperlekas telah hampir
keluar.”83
“Mereka akan melempar granat tangan itu bersama-sama, dan kemudian lari. Melempar granat ke tengah-tengah
serdadu-serdadu Belanda yang berdesak-desak keluar dari bioskop.”84
17)Laan Trivelli
Setelah penyerangan yang dilakukan oleh Hazil, Rakhmat, dan juga Guru Isa di bioskop, walaupun Guru Isa tidak ikut ambil bagian dari pelemparan itu,namun Hazil berhasil ditangkap dan mengatakan siapa saja yang terlibat dalam organisasi perjuangan. Guru Isa ditangkap dan dibawa k markas. Di tempat itu Guru Isa di siksa karena tidak menjawab pertanyaan yang diberikan.
“Dia dimasukkan di kamar kecil di tangsi polisi militer di
Laan Trevelli. Kamar itu kosong. Hanya untuk dia sendiri. Tidak ada meja, tidak ada kursi, tidak ada bale-bale, tidak ada
tikar. Jendelanya berjeriji besi.”85
Kapten muda itu sudah mengetahui segalanya dan ditempat ini Guru Isa dipriksa agar mengakui dan memberikan keterangan terkait dengan perjuangan yang dilakukannya bersama Hazil. Di tempat ini pula Guru Isa di siksa hingga hilang kesadarannya.
“Kita sudah tahu semuanya,” katanya memberi ingat, suaranya menajam dan mengandung ancaman, “kamu lebih
baik mengaku. Kawan yang sudah tertangkap telah mengakui
semuanya.”
“Dia memandang dengan kehilangan akal kepada kapten itu.
Lidahnya menjadi kaku, dia tidak bisa berkata sesuatu apa. Di dadanya seakan sebuah gendang besar dipukul keras-keras, gedebuk-gedebuk, semakin lama semakin keras. Dan kemudian semuanya menjadi gelap baginya. Guru Isa jatuh
pingsan.”86 83 Ibid, h.128 84Ibid, h.129 85Ibid, h.155 86Ibid, h.157
Terkait latar tempat yang terdapat dalam novel JTAU adalah latar tempat yang bersifat latar tipikal. Latar tipikal memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur
tempat, waktu dan sosial-budaya.87 Tempat-tempat yang terdapat
dalam novel JTAU adalah lokasi penyerangan serdadu Belanda.
Sehingga kondisi yang tergambar dari latar tempat menunjukkan kondisi penuh ancaman dari NICA di wilayah Jakarta.
Lokasi yang menjadi tempat serdadu Belanda melakukan penyerangan adalah lokasi yang pada tahun 1946-1947 telah berubah nama dari Batavia menjadi Jakarta. Pergantian nama tersebut dilakukan oleh pihak Jepang saat mengalahkan penjajahan Belanda pada tahun 1942. Jakarta dijadikan markas besar serdadu
NICA. Karena sejak zaman Vereenigde Oost-indische Compagnie
(VOC), dari kota inilah VOC mengendalikan perdagangan dan kekuasaan militer dan politiknya di Nusantara. Kembalinya Belanda ke Jakarta karena ingin menduduki kembali pemerintahan yang mereka bangun.
Pasukan Belanda bersenjata tank, dibantu oleh pasukan udara yang kuat, langsung menyusup ke dalam wilayah Republik Indonesia. Dalam dua minggu, Belanda berhasil menguasai hampir semua kota besar dan kota-kota penting di Jawa Barat dan Jawa
Timur.88 Belanda menempatkan pasukan-pasukannya di tempat
yang strategis. Agresi Belanda yang sering terjadi di wilayah Jakarta sebagai upaya Belanda untuk memperluasan wilayah kekuasaannya ke daerah Jawa Barat.
c. Latar Sosial
Latar sosial pada novel ini adalah keadaan sosial yang menunjukkan kondisi pada waktu itu harga sembako yaitu beras
87
Nurgiyantoro, op. cit., h.308
88
yang makin mahal untuk dibeli oleh rakyat, bukan hanya itu beraspun susah untuk di dapat. Seperti pada kutipan berikut.
“Kasih saya beras dua liter,” katanya pada anak Baba Tan yang menjaga warung. Anak itu membungkus beras dua liter dan diletakkannya di atas meja di depan perempuan itu.
“Enam rupiah!”
“Ah, naik lagi. Kemaren dulu juga seringgit,” bantah perempuan
itu.
“Beras susah masuk sekarang,” anak itu membela harganya.89 Kehidupan sosialnya pun rakyat yang selalu penuh ancaman atau takut serangan atau penggeledahan yang dilakukan oleh serdadu NICA. Parahnya lagi adalah orang dengan mudahnya mengecap siapa saja yang menolak untuk ikut dalam perjuangan akan dianggap sebagai mata-mata dan ada beberapa orang yang bukan merupakan seorang serdadu berlaku keji dengan berani membunuh seseorang lainnya lantaran hanya dituduh sebagai mata-mata tanpa bukti yang kuat. Seperti pada kutipan berikut.
“Tidak perlu engkau takut, Is,” kata Fatimah membalas, “bukankah semua orang ikut? Kalau engkau tidak ikut, jangan -jangan nanti kita di cap mata-mata musuh lagi. Engkau tahu betapa mudahnya orang dipotong kerena soal yang bukan-bukan
saja.”90
Latar sosial yang terjadi pada saat itu, memberikan pengaruh terhadap sikap Guru Isa. Membuat Guru Isa yang memiliki rasa takut yang amat besar, terpaksa menjadi anggota organisasi perjuangan. Dia pencinta damai selama hidupnya dia tidak pernah berkelahi, dia takut dengan hal-hal yang berbau kekerasan, di sisi lain Guru Isa takut dengan keadaan, berlatarkan cerita pada saat
serdadu-serdadu NICA kerap melakukan penyerangan,
penembakan dan penggeledahan, membuat orang yang menolak berjuang dalam revolusi dianggap sebagai mata-mata lalu akan dibunuh. 89 Lubis, op.cit, h.5 90Ibid, h.39
“Dua orang perempuan Tionghoa. Kita potong tiga hari yang lalu. Ketangkep lagi lewat di kampung. Diperiksa tidak mau mengaku, katanya mau menagih hutang. Hutang apa, hah, terus
dibeginiin. “Dia menggerakkan tangannya seakan orang yang hendak mencabut golok, kemudian dengan jari telunjuknya
digoresnya lehernya.”91
Kutipan di atas juga sebagai bukti betapa kejamnya seseorang yang belum terbukti sebagai mata-mata tetapi dengan mudahnya mereka mengambil tindakan keji seperti itu. Perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap manusia.