BAB II KAJIAN TEORI
3. Unsur- unsur Intrinsik Novel…
Gambar 5. Alur novel kolektif
Dalam novel kolektif, individu sebagai pelaku tidak
dipentingkan. Novel kolektif tidak terutama membawa “cerita”, tetapi lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas suatu keseluruhan. Novel seperti ini mencampuradukkan pandangan antropologis dan sosiologis dengan cara mengarang
novel atau roman. Contohnya adalah novel Sang Pencerah karya
Akmal Nasery Basral.
3. Unsur-Unsur Intrinsik Novel
Novel yang utuh terdiri dari berbagai unsur pembentuknya. Secara garis besar berbagai macam unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang sering disebut para kritikus dalam rangka mengkaji dan membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya.
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri.
……….. ………..
Melalui unsur instrinsik dapat ditemukan informasi-informasi yang membangun karya sastra tersebut.
a. Tokoh, Watak, dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita. Sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan. Tokoh dalam karya rekaan selalu mempunyai sifat, sikap, tingkah laku atau watak-watak tertentu. Pemberian watak pada tokoh suatu
karya oleh sastrawan disebut perwatakan.8
Watak atau karakter menurut Stanton, dibagi menjadi dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk kepada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan,
emosi, dan prinsip moral dari individu-individu.9
b. Tema
Brooks dalam Tarigan mengatakan bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau
membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.10
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan
pengarangnya.11 Tema merupakan gagasan pokok yang ingin
disampaikan pengarang dalam karya sastranya. Tema biasanya
8
Siswanto, Op. Cit. h. 142
9
Robert Stanton, Teori Fiksi, terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) h.33
10
Tarigan, op. cit., h.125
11
selalu berkaitan dengan pengalaman kehidupan sosial, cinta, ideologi, religious dan sebagainya. Dengan demikian, tema adalah bagian dari suatu cerita yang menggambarkan kondisi emosi dan kejiwaan pengarang yang membentuk dasar gagasan utama sebuah cerita.
c. Alur
Alur atau Plot merupakan rangkaian peristiwa dalam suatu
cerita rekaan. Rangkaian peristiwa direka dan dijalin dengan seksama membentuk alur yang menggerakan jalannya cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian. Plot atau alur memiliki beberapa tahapan yaitu tahap pengenalan, tahap
pemunculan konflik, klimaks, peleraian dan tahap penyelesaian.12
1) Tahap Pengenalan
Tahap pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita yang memperkenalkan tokoh atau latar cerita. Ciri yang dikenalkan dari tokoh ini, misalnya nama, asal, fisik, dan sifatnya.
2) Tahap Pemunculan Konflik
Tahap konflik adalah tikaian, ketegangan, pertentangan antara dua kepentingan di dalam cerita rekaan. Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat atau lingkungannya, antara tokoh dan alam, serta antara tokoh dan Tuhan.
3) Tahap Komplikasi
Bagian tengah alur atau cerita rekaan atau drama yang mengembangkan tikaian. Dalam tahap ini konflik yang terjadi semakin tajam karena berbagai sebab dan berbagai kepentingan yang berbeda dari setiap tokoh.
12
4) Tahap Klimaks
Bagian alur cerita yang melukiskan puncak ketegangan, terutama dipandang dari segi tanggapan emosional pembaca.
5) Tahap Peleraian
Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi
menunjukkan perkembangan ke arah penyelesaian.
6) Tahap Penyelesaian
Tahap akhir suatu cerita rekaan. Dalam tahap ini semua masalah dapat diuraikan, kesalahpahaman dijelaskan.
d. Latar atau Setting
Latar yang dimaksud dalam karya sastra naratif adalah tempat dan suasana lingkungan yang mewarnai peristiwa. Ke dalamnya mencakup lokasi peristiwa dan sosial budaya setempat. Perlu diperhatikan adalah hubungan latar dengan
peran tokoh.13 Tidak semua jenis latar cerita itu ada di dalam
cerita rekaan. Dalam cerita rekaan, mungkin saja yang menonjol hanya latar waktu dan latar tempat. Pengambaran latar ini ada yang secara terperinci atau ada pula yang tidak. Hal itu semua, dilihat dari bagaimana sastrawan menciptakan karya fiksinya.
Latar ini biasanya diwujudkan dengan menciptakan kondisi-kondisi yang melengkapi cerita. Baik dalam dimensi waktu maupun tempatnya, suatu latar bisa diciptakan dari tempat dan waktu imajiner ataupun faktual. Hal yang paling menentukan bagi keberhasilan suatu latar, selain deskripsinya, adalah bagaimana novelis memadukan tokoh-tokohnya dengan latar di
mana mereka melakoni perannya.14
13
Atmazaki, Ilmu Sastra: Teori dan Terapan, (Padang: Angkasa Raya, 1990) h.62
14
Furqonul Aziez dan Abdul Hasim, Menganalisis Fiksi: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010) h.74
1) Hakikat Latar
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu,
menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan.15 Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan, dan aktualisasi latar yang diceritakan.
2) Penekanan Unsur Latar
Penekanan latar dapat mencakup ketiga unsur sekaligus atau hanya satu-dua unsur saja. Unsur latar yang ditekankan akan berpengaruh terhadap elemen fiksi yang lain, khususnya alur dan tokoh. Jika elemen tempat mendapat penekanan dalam sebuah novel, ia akan dilengkapi dengan sifat khas keadaan geografis setempat yang mencirikannya, yang disebut sebagai
Landmark, yang berbeda dengan tempat-tempat yang lain.16 Penekanan peranan waktu juga banyak ditemui dalam berbagai karya fiksi di Indonesia. Elemen waktu biasanya dikaitkan dengan peristiwa faktual, peristiwa sejarah, yang dapat mempengaruhi pengembangan plot dan penokohan. Peristiwa-peristiwa sejarah tertentu yang diangkat ke dalam
cerita fiksi memberikan landasan waktu secara konkret.17 Plot
dan tokoh cerita tinggal menyesuaikannya dan kadang-kadang
seolah-olah membuat tokoh menjadi tidak berdaya
menghadapinya sebab hal itu memang di luar jangkauan pemikirannya.
15
Burhan Nurgiantoro. op. cit., h. 302
16Ibid,
h.310
17Ibid,
3) Latar dan Unsur Fiksi yang Lain
Sastra merupakan produk budaya yang menggambarkan aktivitas sosial masyarakat yang diwakili oleh tokoh-tokohnya
dalam suatu Setting dan waktu tertentu.18
Latar dengan penokohan mempunyai hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Bahkan, barangkali tidak berlebihan jika dikatakan bahwa karakter seseorang akan dibentuk oleh keadaan latarnya. Dapat dikatakan bahwa sifat-sifat dan tingkah laku tertentu yang ditunjukkan oleh seorang tokoh
mencerminkan dari mana dia berasal. Tokoh akan
mencerminkan latar.19 Penokohan dan pengaluran memang
tidak hanya ditentukan oleh latar, namun setidaknya peranan latar harus diperhitungkan.
Latar dalam kaitannya dengan hubungan waktu, akan berpengaruh terhadap cerita dan pemlotan, khususnya waktu yang dikaitkan dengan unsur kesejarahan. Peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah novel, jika ada hubungan dengan peristiwa sejarah, harus tidak bertentangan dengan kenyataan sejarah itu. Hal ini penting sebab pembaca akan
menjadi sangat kritis terhadap masalah yang demikian.20
4) Unsur Latar
Latar memiliki tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial yang masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda, namun ketiganya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi. Ketiga unsur pokok tersebut sebagai berikut:21
18
Heru Kurniawan, Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012) h. 3 19 Nurgiantoro. op.cit., h.313 20Ibid, h.315 21Ibid, h.227-237
a) Latar Fisik
Latar fisik adalah tempat dalam wujud fisik yaitu bangunan, daerah, dan sebagiannya. Latar fisik dibagi menjadi dua bagian yaitu latar tempat dan latar waktu. Karena latar tempat secara jelas menunjuk pada lokasi tertentu, yang dapat dilihat dan dirasakan kehadirannya, disebut sebagai latar fisik. Keadaan yang agak berbeda adalah latar yang dihubungkan dengan waktu. Latar waktu jelas tidak dapat dilihat, namun bekas kehadirannya dapat dilihat pada tempat-tempat tertentu berdasarkan waktu
kesejarahannya.22
(1) Latar tempat. Dalam sebuah novel, latar menyarankan
kepada lokasi terjadinya peristiwa. Tempat yang dipergunakan biasanya menggunakan nama-nama tertentu, inisial tertentu, juga mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas.
(2) Latar waktu. Berhubungan dengan “kapan” terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Masalah “kapan”
dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Latar waktu dapat bermakna ganda: di satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di lain pihak menunjuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita.
b) Latar sosial. Unsur ini menyaran pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat, berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta keadaan sosial lainnya seperti status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau atas.
22Ibid,
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh,
peristiwa, tempat, waktu dan gayanya sendiri.23
Sudut pandang memiliki tipe tersendiri sesuai dengan
tujuannya, tipe-tipe sudut pandang tersebut, yaitu:24
1) Orang Pertama-utama, yaitu sang karakter utama bercerita
dengan kata-katanya sendiri.
2) Orang Pertama-sampingan, adalah cerita dituturkan oleh
satu karakter bukan utama (sampingan)
3) Orang Ketiga-terbatas, yaitu dengan cara pengarang
mengacu pada semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja.
4) Orang Ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu kepada
setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga dengan begitu pengarang juga dapat membuat beberapa karakter, seperti melihat mendengar atau berpikir.
f. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah yang mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat
menyentuh emosi pembaca.25
23 Siswanto, op.cit., h.151 24 Stanton, op.cit., h.53-54 25 Siswanto, op.cit., h.158
g. Amanat
Amanat adalah pesan atau nasihat merupakan kesan yang
ditangkap pembaca setelah membacanya.26 Saat
mengungkapkan masalah apa yang terjadi kehidupan dan kemanusiaan lewat karya prosanya, pengarang berusaha memahami secara dalam keseluruhan masalah itu secara internal yang dihubungkannya dengan keberadaan suatu individu maupun dalam hubungan antara individu dengan kelompok masyarakatnya.