• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ADAT LANJUTAN TENTANG KEKELUARGAAN

A. PENGERTIAN HUKUM ADAT KEKELUARGAAN

Istilah hukum kekeluargaan diantara para sarjana hukum adat tidak ada kesatuan istilah seperti Ter Haar memakai istilah hukum kesanak saudaraan, Soerjono Soekanto memakai istilah Hukum Keluarga, sedangkan Djaren Saragih maupun Soerojo Wignyodipuro memakai istilah Hukum kekeluargaan. Untuk mengetahui lebih lanjut apa yang dimaksud dengan Hukum Adat Kekeluargaan itu, perlu mencari beberapa pendapat sarjana. Secara umum pengertian yang terkandung dalam hukum adat kekeluargaan itu antara lain :

Menurut Djaren Saragih : Hukum keluarga adalah sekumpulan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang ditimbulkan oleh hubungan biologis (Djaren Saragih, 1980, h.123).

Akibat hukum yang timbul dari adanya hubungan biologis akan beraneka ragam tergantung dari bentuk perkawinan yang dilakukan oleh pria dan wanita atau orang tua mereka. Apabila hubungan biologis yang dilakukan oleh seorang pria dan wanita tanpa dilakukan secara sah maka anak-anak yang lahir dari hubungan tersebut akan menjadi anak tidak sah. Hal seperti ini akan menjadi berbeda apabila hubungan biologis itu dilakukan secara saah maka anak-anak yang dilahirpun akan menjadi anak-anak yang sah.

Sedangkan di Bali, kedudukan seorang anak dalam keluarga dan keluarga besarnya selain ditentukan oleh sah tidaknya perkawinan orang tuanya, juga ditentukan oleh bentuk perkawinan orang tuanya, apakah dalam bentuk perkawinan biasa atau dalam bentuk perkawinan nyeburin. Karena bentuk perkawinan tersebut akan mempengaruhi pula hubungan-hubungan hukum yang akan timbul baik dengan orang tua maupun keluarga besarnya (kerabatnya).

31

B. SISTEM KEKELUARGAAN DI INDONESIA

Untuk mengetahui sistem hukum kekeluargaan yang berlaku, perlu terlebih dahulu mengerti dan memahami sistem kekeluargaan yang secara umum dikenal di Indonesia.

Sistem kekeluargaan ini perlu dipahami karena sistem kekeluargaan merupakan kunci untuk dapat memahami persoalan-persoalan yang akan muncul kemudian antara lain seberapa jauh ada hubungan hukum maupun hubungan kekeluargaan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya sehingga dengan mengetahui hubungan-hubungan itu akan dapat diketahui pula apakah ada halangan atau larangan diantara mereka apabila mereka ingin melangsungkan perkawinan, serta untuk dapat mengetahui apakah mereka mempunyai hak atau tidak sebagai ahli waris.

Pada prinsipnya di seluruh Indonesia terdapat 3 (tiga) sistem kekeluargaan, yaitu cara melihat atau menarik keturunan sehingga dapat diketahui dengan siapa seseorang itu mempunyai hubungan hukum kekeluargaan atau keturunan siapa mereka serta dapat pula diketahui batas-batas hubungan tersebut. Apakah mereka merupakan hubungan sedarah, bukan sedarah atau pada derajat ke berapa mereka berada ?

Adapun ketiga cara menarik garis keturunan itu di indonesia antara lain : 1. Keturunan semata-mata dihitung menurut garis laki-laki saja

(garis patrilinial), seperti pada masyarakat suku Batak, Nias, Sumba, Bali.

2. Keturunan semata-mata dihitung menurut garis wanita (ibu) saja (garis matrilinial), seperti masyarakat suku minangkabau.

3. Keturunan yang dilihat baik garis laki-laki maupun garis wanita (garis keturunan yang bersifat parental), seperti suku Jawa, Sunda, Aceh, Dayak dan lain-lain.

32

Perbedaan sistem kekeluargaan seperti tersebut diatas hanyalah berfungsi untuk menunjukkan adanya suatu perbedaan kadar hubungan kekeluargaan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya yang ada antara kedua belah pihak yaitu garis bapak dan garis ibu, tetapi antara hubungan kedua belah pihak itu tidak terputus sama sekali.

Sebagai contoh : masyarakat hukum adat di Bali yang menganut sistem kekeluargaan patrilinial yang menghitung garis keturunan melalui garis ayah, walaupun perkawinannya mungkin berbeda kasta tetap saja hubungan dengan keluarga ibu juga dijaga. Hanya saja porsi hubungan itu lebih tinggi kekeluarga ayah dari pada kekeluarga ibu apalagi dalam peristiwa-peristiwa yang penting seperti dalam upacara dan upacara “Pitra Yadnya”.

Itu berarti keluarga dari pancar laki-laki lebih utama dari keluarga pancar wanita kecuali keluarga dari pancar laki-laki sudah tidak ada lagi, barulah keluarga dari pancar wanita mendapat perhatian baik mengenai penerimaan warisan maupun pemeliharaan anak. Dalam masyarakat yang berhukum kekeluargaan patrilinial pada umumnya terdapat cara perkawinan, dimana si wanita sesudahnya kawin akan tinggal pada kelompok keluarga suami, demikian pula si anak masuk golongan keluarga (clan) bapaknya. Sebagai corak kedua dalam susunan kekeluargaan di Indonesia pada umumnya yang bersifat

“klasifikatoris”, artinya bahwa seluruh generasi dari bapak (dan ibu), seorang anak dari beberapa hal mempunyai kedudukan yang sama dengan bapak serta ibunya, tanpa memperhatikan umur yang bersangkutan (Gde Panetja, 1986, h.41).

Hal diatas adalah berkaitan dengan istilah menyapa dan menyebut atau cara memanggil seseorang dalam keluarga baik keluarga dari bapak maupun dari keluarga ibu tanpa memandang umur dari mereka yang disapa atau disebut tersebut.

Bahan diskusi :

a. Apakah ada perbedaan kedudukan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya sebagai akibat adanya hubungan biologis atau karena perbuatan hukum lainnya di Indonesia ?

33

b. Jelaskan perbedaan konsep dan akibat hukumnya antara patrilinial Batak dengan patrilinial Bali ?

c. Jelaskan pengertian unilateral, bilateral, patrilinial beralih-alih !

C. KETURUNAN

Pengertian keturunan menurut hukum adat pada umumnya

Berdasarkan pendapat dari Surojo Wignyodipuro yang dimaksud dengan keturunan adalah ketunggalan leluhur, yang artinya ada perhubungan darah antara orang yang seorang dengan orang lain. Dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah, jadi yang tunggal leluhur adalah keturunan yang seorang dari yang lain (Surojo Wignyodipuro, 1979, h,128).

Sedangkan menurut T I P. Astiti, Cs : dikatakan bahwa keturunan itu adalah orang-orang laki dan perempuan yang mempunyai hubungan darah dengan orang yang menurunkannya (T.I.P. Astiti, Cs, 1984, h.2).

Dari kedua pendapat tersbut dapat dikatakan bahwa : keturunan adalah merupakan unsur yang mutlak harus ada jika satu keluarga tidak menginginkan dirinya dikatakan tidak ada generasi penerusnya.

Oleh karena itu, jika khawatir akan menghadapi kenyataan tidak mempunyai keturunan maka dapat melakukan pengangkatan anak untuk menghindari kepunahan. Orang yang satu sebagai keturunan dari orang yang lainnya mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu sesuai dengan kedudukan dalam keluarga yang bersangkutan.

Keluarga wajib saling membantu, saling mewakili, saling pelihara-memelihara, boleh mempergunakan nama keluarga mereka yang menjadi keturunan seorang bapak akan menjadi anggota pula dari clan bapak.

34