• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA

A. Hukum Waris di Indonesia

Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum Waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan terjadinya peristiwa hukum kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut.38

Kemajemukan masyarakat di Indonesia diikuti dengan kemajemukan Hukum Perdatanya. Dimana Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari Hukum Perdata yang berkembang dengan sangat kental di masyarakat Indonesia. Kita ketahui kegiatan waris mewaris tidak bisa terlepas dari tata kehidupan masyarakat. Dalam hukum waris perdata di Indonesia terdapat beberapa macam cara yang dianut oleh masyarakat Indonesia dikarenakan banyaknya ras, suku, agama yang hidup berdampingan.

Telah diketahui, bahwa di Indonesia berlaku lebih dari satu sistem Hukum Perdata yaitu, Hukum Barat (Hukum Perdata Eropa), Hukum Adat dan Hukum Islam.

38M. Idris Ramulyo,Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW. Bandung. Refika Aditama, 2005, Hal. 3

Ketiga sistem hukum tersebut semuanya antara lain juga mengatur cara pembagian harta warisan. Hukum Waris Perdata ini digunakan bagi orang yang mengesampingkan Hukum Adat Waris dalam mendapatkan penyelesaian pembagian warisan.

Hukum Waris erat hubungannya dengan Hukum Keluarga, karena seluruh masalah mewaris yang diatur undang-undang didasarkan atas hubungan kekeluargaan sedarah karena perkawinan”39. “Hukum Waris sebagai bidang yang erat kaitannya dengan hukum keluarga adalah salah satu contoh klasik dalam kondisi masyarakat Indonesia yang heterogen yang tidak mungkin dipaksakan agar terjadi unifikasi”.40

Berdasarkan pasal 528 KUH Perdata, hak mewaris diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan Pasal 584 KUH Perdata menyebutkan hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan. Di dalam sistematik Hukum Perdata Barat yang berlaku sekarang hukum waris dimuat dalam Buku II Tentang Kebendaan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan demikian hak waris dianggap sebagai hak kebendaan41.

Hukum Waris di Indonesia masih bersifat pluralistis, karena saat ini berlaku tiga sistem hukum kewarisan yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris kitab undang-undang hukum perdata.

Hukum Waris di Indonesia berbeda-beda antara lain42:

39 Pitlo, Hukum Waris Buku Kesatu, diterjemahkan oleh F. Tengker, Bandung, PT. Cipta Aditya Bakti, 1995, Hal. 8

40

Irman Suparman,Hukum Perselisihan, Jakarta. Refika Aditama, 2005, Hal. 128

41

Ali Afandi,Op.Cit, Hal. 9

42Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah,Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, Hal. 2-3

1. Adanya hukum waris Islam yang berlaku untuk segolongan penduduk Indonesia.

2. Adanya hukum waris menurut hukum perdata barat yang berlaku untuk golongan penduduk yang tunduk pada hukum perdata barat.

3. Adanya hukum adat yang disana sini berbeda-beda tergantung pada daerah masing-masing yang berlaku bagi orang-orang yang tunduk kepada hukum adat.

Berdasarkan Pasal 131 jo Pasal 163 Indische Staatsregeling, hukum waris yang diatur dalam KUH Perdata berlaku bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut.

Berdasarkan Staatsblad 1917 No.129 hukum waris perdata berlaku bagi golongan timur asing Tionghoa. Golongan Timur Asing Bagi golongan Timur Asing, terhadap mereka yang beragama Kristen, sesuai dengan ketentuan staatsblad 1847 Nomor 23, berlakulah ketentuan Hukum Perdata Eropa. Bagi yang tidak beragama Kristen, golongan ini dibagi menjadi dua yaitu Golongan Timur Asing Tionghoa dan Golongan Timur Asing bukan Tionghoa. Untuk Golongan Timur Asing Tionghoa sejak tahun 1919 dikenakan hampir seluruh ketentuan KUH Perdata (staatsblad 1917 Nomor 129 yang mulai diberlakukan tanggal 29 Maret 1917).

Bagi Golongan Timur Asing bukan Tionghoa seperti Arab, Pakistan, India dan sebagainya (umumnya orang Asia) diberlakukan sebagian KUH Perdata yang pada pokoknya hanya mengenai hukum harta kekayaan, sedaangkan untuk hukum perorangan, hukum keluarga dan hukum waris (personen, familie en erfrecht) tetap

tunduk pada hukum negaranya sendiri (staatsblad 1924 Nomor 556 yang mulai berlaku tanggan 1 Maret 1925).43

Hukum Waris yang dipergunakan di Indonesia untuk setiap Warga Negara Indonesia yaitu44:

a) Pada dasarnya hukum Adat berlaku untuk orang Indonesia Asli, dimana telah dijelaskan berbeda dari bermacam-macam daerah serta masih ada kaitannya dengan ketiga macam sifat kekeluargaan, yaitu sifat kebapakan, sifat keibuan dan sifat kebapak-ibuan.

b) Peraturan warisan dari hukum Agama Islam pada umumnya mempunyai pengaruh yang mutlak bagi orang Indonesia Asli di berbagai daerah.

c) Hukum warisan dari agama Islam pada umumnya diperlakukan bagi orang-orang Arab.

d) Hukum warisanBurgerlijk Wetboek (buku II title 12 sampai dengan 18 pasal-pasal 830 sampai 1130) diperlakukan bagi orang-orang Tionghoa.

Hukum Waris di Indonesia terdiri dari tiga macam peraturan yaitu Hukum Adat, Hukum Agama Islam dan Hukum Buregerlijk Wetboek. Unsur-unsur dalam hukum waris yaitu45:

1. Unsur Individual (menyangkut diri pribadi seseorang), seseorang pemilik atas suatu benda mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya sebagai individu untuk berbuat apa saja atas benda yang dimilikinya.

43

Mulai berlaku Mei 1919 bagi golongan tionghoa untuk daerah-daerah tertentu berlaku Hukum Perdata Barat (BW), termasuk hukum waris, penundukan diri terhadap hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia dimungkinkan pula menggunakan hukum waris yang tertuang dalam KUHPerdata.

44

Omersalim,Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta, Bina Aksara, 1987, Hal. 9 45Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah,Op.Cit, Hal. 13.

2. Unsur Sosial (menyangkut kepentingan bersama) perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pemilik harta kekayaan sebagaimana dijelaskan dalam unsur individual, yaitu kebebasan melakukan apa saja terhadap harta benda miliknya dengan menghibahkan kepada orang lain akan dapat menimbulkan kerugian pada ahli warisnya. Oleh karena itu undang-undang memberikan kebebasan pewaris demi kepentingan ahli waris yang sangat dekat yang bertujuan untuk melindungi kepentingan mereka. Pembatasan tersebut dalam kewarisan perdata disebut dengan istilahLegitieme Portie.

Prinsip Umum Pewarisan adalah46:

a) Pada asasnya yang dapat beralih pada ahli waris hanya hak dan kewajiban di bidang hukum kekayaan saja.

b) Dengan meninggalnya seseorang seketika itu segala hak dan kewajiban pewaris beralih pada ahli warisnya.

c) Yang berhak mewaris pada dasarnya adalah keluarga sedarah dengan pewaris.

d) Pada asasnya harta peninggalan tidak boleh dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi (Pasal 1066 KUH Perdata).

e) Pada asasnya setiap orang termasuk bayi yang baru lahir, cakap mewaris, kecuali mereka yang dinyatakan tak patut mewaris (Pasal 838 KUH Perdata).

Pengertian hukum waris tidak di jelaskan dalam Pasal tertentu dalam KUH Perdata tetapi melalui BAB XII Bagian Kesatu Ketentuan Umum Pasal 830 menyatakan bahwa “pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.47

Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli waris.48 Karakteristik daripada warisan memberikan batasan-batasan antara lain:49

1. Seseorang yang meninggalkan warisan (Erflater) pada saat orang tersebut meninggal dunia.

2. Seseorang atau beberapa orang ahli waris (Erfenaam) yang mempunyai hak menerima kekayaan yang di tinggalkan pewaris.

3. Harta warisan (Nalaten schap) yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris tersebut.

Unsur-Unsur Hukum Waris. Adapun unsur-unsur yang dapat menyebabkan adanya warisan adalah50:

47

A.Pitlo. Hukum Waris Menurut KUH Perdata. Terjemahan Isa Arif. Jakarta. Intermasa. 1979. Hal.1

48Effendi Perangin.Hukum Waris. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2010. Hal. 3

1. Adanya pewaris.

Pewaris atau peninggal warisan adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Istilah pewaris dipakai untuk menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan ketika hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan harta peninggalan yang diteruskan atau dibagikan kepada waris. Tegasnya pewaris adalah yang memiliki harta peninggalan atau harta warisan.

Menurut Pasal 830 KUHPerdata dikatakan bahwa : “Pewaris hanya terjadi atau berlangsung dengan adanya kematian. Kematian seseorang dalam hal ini orang yang meninggal dengan meninggalkan harta kekayaan merupakan unsur yang mutlak untuk adanya pewarisan, karena dengan adanya kematian seseorang maka pada saat itu pula mulailah harta warisan itu dapat dibuka atau dibagikan. Dan pada saat itu pula para ahli waris sudah dapat menentukan haknya untuk diadakan pembagian warisan, karena dengan meninggalnya perwaris maka seluruh aktiva atau seluruh harta kekayaanya maupun seluruh pasiva atau seluruh hutang-hutangnya secara otomatis akan jatuh/beralih kepada ahli waris yang ada.”

2. Adanya harta warisan.

Harta warisan adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan passiva. Menurut

50 Rizal Effendi, Pelaksanaan Pendaftaran Peralihan Hak atas Tanah karena warisan Berkaitan dengan Pembuatan Akta Pembagian Hak Bersama, UNDIP, 2008, Hal. 25

ketentuan undang-undang hanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum meninggalkan harta kekayaanlah yang dapat diwarisi oleh para ahli waris.

3. Adanya ahli waris.

Ahli waris adalah setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris dan berkewajiban menyelesaikan hutang-hutangnya. Hak dan kewajiban tersebut timbul setelah pewaris meninggal dunia. Hak waris ini didasarkan pada hubungan perkawinan, hubungan darah dan surat wasiat yang diatur dalam undang-undang.

Dalam hukum waris menurut BW berlaku suatu asas bahwa “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang beralih pada ahli waris adalah sepanjang termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau hanya hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.

Merupakan ciri khas hukum waris menurut BW antara lain “adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan”. Ini berarti, apabila seorang ahli waris menuntut pembagian harta warisan di depan pengadilan, tuntutan tersebut tidak dapat ditolak oleh ahli waris yang lainnya. Ketentuan ini tertera dalam pasal 1066 BW, yaitu:

1. Seseorang yang mempunyai hak atas sebagian dari harta peninggalan tidak dapat dipaksa untuk memberikan harta benda peninggalan dalam keadaan tidak terbagi-bagi di antara para ahli waris yang ada.

2. Pembagian harta benda peninggalan itu selalu dapat dituntut walaupun ada perjanjian yang melarang hal tersebut.

3. Perjanjian penangguhan pembagian harta peninggalan dapat saja dilakukan hanya untuk beberapa waktu tertentu.

4. Perjanjian penagguhan pembagian hanya berlaku mengikat selama lima tahun, namun dapat diperbaharui jika masih dikehendaki oleh para pihak.

Dari ketentuan pasal 1066 BW tentang pemisahan harta peninggalan dan akibat-akibatnya itu, dapat dipahami bahwa sistem hukum waris menurut BW memiliki ciri khas yang berbeda dari hukum waris yang lainnya. Ciri khas tersebut di antaranya hukum waris menurut BW menghendaki agar harta peninggalan seorang pewaris secepat mungkin dibagi-bagi kepada mereka yang berhak atas harta tersebut. Kalau pun hendak dibiarkan tidak terbagi, harus terlebih dahulu melalui persetujuan seluruh ahli waris.51

Dokumen terkait