• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROSES PERALIHAN OBJEK WARISAN SECARA

B. Ahli Waris dan Akibat Pewarisan

Keturunan dari orang yang meninggalkan warisan merupakan ahli waris yang terpenting karena pada kenyataannya mereka merupakan satu-satunya ahli waris, dan sanak keluarganya tidak menjadi ahli waris, jika orang yang meninggalkan warisan itu mempunyai keturunan.52

51

Ksatria Justicia. Dasar-Dasar Hukum Perdata.

http://zakaaditya.blogspot.com/2012/03/dasar-dasar-hukum-waris-perdata.html. diunduh pada hari Rabu tanggal 13 Maret 2013

Pada asasnya setiap orang, meskipun seorang bayi yang baru lahir, adalah cakap untuk mewaris. Hanya oleh undang-undang telah ditetapkan ada orang-orang yang karena perbuatannya, tidak patut menerima warisan, mereka itu adalah53:

1. Seorang waris yang dengan putusan hakim telah dihukum karena dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh si meninggal

2. Orang yang dengan keputusan hakim pernah dipersalahkan memfitnah si pewaris, berupa fitnah dengan ancaman hukuman lima (5) tahun atau lebih berat.

3. Orang yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.

4. Orang yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris.

Ahli waris adalah anggota keluarga orang yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya pewaris.54 Ahli waris menurut KUH Perdata dapat diidentifikasi melalui adanya hubungan sedarah, semenda (ikatan perkawinan), dan orang lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pewaris (melalui surat wasiat).

Dalam Pasal 290 ayat (1) KUH Perdata: “keluarga sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara mereka, yang mana yang satu adalah keturunan yang lain, atau yang semua mempunyai nenek moyang yang sama”. Sedangkan cara mengatur

53Effendi Perangin,Op. Cit, Hal. 10

perderajatan diatur dalam Pasal 290 (2) KUH Perdata: “Pertalian keluarga sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran dinamakan derajat”.

Garis lurus yaitu urutan perderajatan antara mereka yang satu adalah keturunan yang lain. Contohnya hubungan anak dengan orang tuanya. Sedangkan yang dimaksud garis menyamping yaitu urutan perderajatan antara mereka yang mana yang satu bukanlah keturunan yang lain, melainkan yang mempunyai nenek moyang yang sama (Pasal 291 KUH Perdata). Contohnya hubungan antara seseorang dengan saudara saudaranya.

Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu55:

a. Sebagai ahli waris menurut Undang-undang (ab intestato) pewarisan berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk pewarisan dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewarisan antara pewaris dan ahli waris.

b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament) Dalam hal ini testamen merupakan suatu akta yang memuat tentang apa yang dikehendaki terhadap harta setelah pewaris meninggal dunia dan dapat dicabut kembali (pernyataan sepihak), testament ini diatur dalam Pasal 875 KUHPerdata.

Pewarisan secara ab intestato tanpa testamen yang juga ada istilah yang dipergunakan dalam bahasa Belanda yaitu erfrecht bij versterf (hukum waris karena kematian) diatur dalam pasal 833 KUH Perdata yang berbunyi:

“sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal.”

Arti dari pasal ini ialah, bahwa pada prinsipnya yang berlaku terhadap suatu warisan ialah hukum waris tanpa wasiat karena dengan sendirinya ahli waris memperoleh dari harta peninggalan pewaris.

Undang-undang telah menetapkan tertib keluarga yang menjadi ahli waris, yaitu: isteri atau suami yang ditinggalkan dan keluarga sah dari pewaris. Ahli waris menurut undang undang atau ahli waris ab intestato berdasarkan hubungan darah terdapat 2 (dua) cara yaitu56:

1. Pewarisan Langsung (uit eigen hoofde) karena pribadi itu dipanggil atau ditetapkan oleh undang-undang untuk mewaris karena orang itu adalah keluarga sedarah yang terdekat derjat pertalian darahnya dalam kelas ahli waris yang terdekat pula dengan pewaris. Dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu :

a. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama. Suami atau isteri yang ditinggalkan atau hidup paling lama ini baru diakui sebagai ahli waris pada tahun 1935, sedangkan sebelumnya suami / isteri tidak saling mewarisi.

56Syafnil Gani. Ocw.usu.ac.id/../kn_510_slide_cara_pewarisan_ab intestato-2 diunduh pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2013

b. Golongan kedua, keluarga dalam garis lurus ke atas, meliputi orang tua dan saudara, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ (seperempat) bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersamasama saudara pewaris. c. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas

dari pewaris.

d. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Jika pewaris dan ahli waris sama-sama meninggal tanpa dapat diketahui siapa yang lebih dahulu meninggal, mereka dianggap meninggal pada saat yang sama dan di antara mereka tidak terjadi saling mewaris (pasal 831 dan 894 KUH Perdata).Jika semua golongan tidak ada, maka harta warisan ini jatuh pada negara yang wajib melunasi utang-utang pewaris sekadar harta warisan itu mencukupi.

2. Pewarisan melalui Penggantian tempat (bij plaats vervulling) suatu cara pewarisan dengan mana seseorang menjadi ahli waris karena menggantikan tempat orang lain yang sekiranya akan mewaris jika orang yang digantikan itu masih hidup pada saat kematian pewaris. Syarat-syarat penggantian tempat : a. Orang yang menggantikan itu haruslah keluarga sedarah dari pewaris,

tidak tergolong orang yang tidak pantas mewaris, tidak ditiadakan haknya mewaris (onerfd) oleh pewaris dengan surat wasiat.

b. Orang yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris.

c. Pasal 847 KUH Perdata tiada seorang pun boleh menggantikan tempat orang yang masih hidup.

Undang-undang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran, hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup hak anggota keluarga lainnya dalam dalam garis lurus ke atas maupun ke samping. Demikian pula golongan yang lebih tinggi derajatnya menutup yang lebih rendah derajatnya.

Dasar hukum tersebut menentukan bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum bagi harta seseorang yang meninggal, sedapat mungkin disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undang-undang berprinsip bahwa seseorang bebas menentukan kehendaknya tentang harta kekayaannya setelah ia meninggal dunia. Namun, bila orang dimaksud tidak menentukan sendiri ketika ia masih hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaannya, dalam hal demikian undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta yang ditinggalkan oleh seseorang dimaksud.

Pewaris dengan surat wasiat dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang termuat dalam undang-undang. Akan tetapi para ahli waris dalam garis lurus baik ke atas maupun ke bawah tidak dapat sama sekali dikecualikan. Menurut undang-undang mereka dijamin dengan adanya legitieme portie (bagian mutlak). Menurut pasal 874 KUH Perdata harta peninggalan seorang yang meninggal adalah

kepunyaan ahli waris menurut undang-undang, sepanjang si pewaris tidak menetapkan sebagai lain dengan surat wasiat.57

Menurut Pasal 838 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Ahli waris yang dinyatakan tidak patut untuk menerima warisan adalah :

a. Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh si pewaris.

b. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah melakukan pengaduan terhadap si pewaris, ialah suatu pengaduan telah melakukan kegiatan kejahatan yang diancam hukuman penjara lima tahun lamanya atau lebih berat.

c. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiat.

d. Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si pewaris.

Suatu harta peninggalan (warisan) diwarisi berdasar wasiat dan berdasar undang-undang. Dengan surat wasiat, si pewaris dapat mengangkat seseorang atau beberapa orang ahli waris dan pewaris dapat memberikan sesuatu kepada seseorang atau beberapa orang ahli waris tersebut. Dalam pasal 875 KUH Perdata surat wasiat atau testamen itu adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa

yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali.58

Harta warisan seseorang yang meninggal dunia menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook) yang beralih pada hakikatnya adalah semua harta warisan yang meliputi juga utang-utang dari si peninggal warisan. Menurut KUH Perdata yang diwarisi adalah aktiva dan passiva, dengan adanya ketentuan sebagaimana tersebut diatas maka para ahli waris itu dapat memilih satu diantara 3 (tiga) sikap yaitu59:

1. Menerima secara keseluruhan jadi inklusif utang pewaris.

2. Menerima dengan syarat, warisan diterima secara terperinci sedangkan utangnya pewaris akan dibayar berdasarkan harta benda yang diterima ahli waris.

3. Menolak ahli waris tidak mau tahu tentang pengurusan atau penyelesaian warisan tersebut.

Menerima secara keseluruhan atau menerima secara murni, maka ia bertanggung jawab dengan segala kekayaannya untuk bagiannya yang sebanding dalam utang harta peninggalan. Apabila ia menolak maka ia tidak akan menerima apa-apa, jalan tengah adalah menerima secara benefisier berarti menerima dengan syarat. Apabila harta peninggalan memperlihatkan saldo merugikan (nadelig saldo),

58Ibid, Hal 77-78

59Imam Sudiyat,Peta Hukum Waris di Indonesia, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1989, Hal. 26

maka ia hanya membayar utang peninggalan, jika ada saldo yang menguntungkan maka itu adalah untuk ahli waris.60

KUH Perdata telah mengatur adanya proses pewarisan yang terkait dengan hak untuk menolak dan menerima warisan. Hal ini sesuai dengan pasal 1045 BW bahwa seseorang memiliki kebebasan untuk menerima dan menolak warisan. Penerimaan seseorang terhadap warisan dapat diartikan bahwa orang tersebut tidak mempunyai hak lagi untuk menolak warisan sehingga aktiva dan passiva warisan beralih kepada ahli waris yangmenerimanya.

Penerimaan hak atau hak waris dari pewaris atau orang yang memberikan harta warisannya memiliki hak dan kewajiban masing-masing dari kedua belah pihak yaitu:61

1. Hak dan kewajiban pewaris a. Hak pewaris

Hak pewaris timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti bahwa pewaris sebelum meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya dalam sebuah wasiat. Isi dari wasiat dapat berupa :

1) Enfstelling,yaitu suatu penunjukan satu atau beberapa orang menjadi ahli waris untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan. Orang yang ditunjuk dinamakan testamentain erfgenaam(ahli waris menurut wasiat )

60Hartono Soerjopratiknjo,Hukum Waris Tanpa Wasiat, Jakarta, Intermasa, 1975, Hal. 63 61J. Satrio,Hukum Waris tentang Pemisahan Boedel, Bandung, PT. Citra Aditya, 1998, Hal. 55

2) Legaat, adalah pemberian hak kepada seseorang atas wasiat yang khusus. Pemberian itu dapat berupa :

a) Hak atas satu atau beberapa benda tertentu. b) Hak atas seluruh dari satu macam benda tertentu c) Hak atas sebagian atau seluruh warisan.

3) Testament Rahasia dibuat oleh calon pewaris tidak harus ditulis tangan kemudian testamen tersebut disegel dan diserahkan kepada seorang Notaris yang disaksikan oleh 4 (empat) orang saksi.

b. Kewajiban pewaris

Kewajiban pewaris adalah merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan undang-undang. Pewaris harus menguatkan adanya legitisme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Jadi legitisme portie adalah pembatasan terhadap hak pewaris dalam membuat testament atau wasiat.

2. Hak dan kewajiban ahli waris a. Hak ahli waris

Setelah terbuka warisan, ahli waris diberi hak untuk menentukan sikap : 1) Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara

lain. Dengan tegas yaitu jika penerimaan tersebut dituangkan dalam suatu akta yang memuat penerimaannya sebagai ahli waris. Secara diam-diam, jika ahli waris tersebut melakukan perbuatan penerimaannya sebagai ahli

waris dan perbuatan tersebut harus mencerminkan penerimaan terhadap ahli waris yang meluang, yaitu dengan mengambil,menjual, atau melunasi hutang-hutang pewaris.

2) Menerima dengan hak menukar. Hal ini harus dinyatakan pada panitera pengadilan negeri ditempat warisan terbuka. Akibat yang terpenting dari warisan ini adalah kewajiban untuk melunasi hutang-hutang dan beban lain sipewaris dibatasi sedemikian rupa sehingga pelunasannya dibatasi menurut kekuatan warisan, dalam hal ini berarti Ahli Waris tersebut tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaan sendiri, jika hutang pewaris lebih besar dari harta bendanya.

3) Menolak warisan. Hal ini mungkin jika ternyata jumlah harta kekayaan yang berupa kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati harta peninggalan. Penolakan wajib dilakukan dengan suatu pernyataan kepada panitera pengadilan negeri setempat.

b. Kewajiban ahli waris

1) Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan dibagi.

2) Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dan lain-lain. 3) Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang.

4) Melaksanakan wasiat yang ada.

Apabila ahli waris menolak warisan yang terbuka baginya, maka saat mulai berlakunya penolakan dianggap terjadi saat hari meninggalnya si pewaris. Ahli waris

yang menolak warisan berarti melepaskan pertanggungjawabannya sebagai ahli waris dan menyatakan tidak menerima pembagian harta peninggalan.62

Pasal 1057 KUH Perdata :

“menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di Kapaniteraan Pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya telah terbuka warisan itu.”

Dalam hal ini, penolak warisan harus datang menghadap Panitera Pengadilan Negeri setempat, lalu menyatakan keinginannya dan panitera membuat akta penolakan. Apabila si penolak warisan tidak datang sendiri, ia boleh menguasakan penolakan itu kepada orang lain akan tetapi surat kuasa itu haruslah notariil.63

C. Proses Peralihan Warisan AB Intestato dan Kepastian Hukum

Bilamana orang membicarakan masalah warisan, maka orang akan sampai kepada dua masalah pokok, yaitu seorang yang meninggal dunia yang meninggalkan harta kekayaanya sebagai warisan dan meninggalkan orang-orang yang berhak untuk menerima harta peninggalan tersebut.

Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil, kekayaan yang dimaksud adalah sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia berupa kumpulan aktiva dan pasiva.

Salah satu sebab terjadinya peralihan hak adalah karena adanya peristiwa pewarisan. Peralihan hak atas tanah adalah merupakan peralihan hak atas tanah dari

62Effendi Perangin.Op.Cit. Hal 171

seseorang kepada orang lain. Salah satunya dengan pewarisan. Dengan demikian peralihan hak adalah merupakan perbuatan hukum yang terjadi secara otomatis dikarenakan adanya peritiwa kematian. Maka hak pewaris langsung beralih kepada ahli warisnya, artinya peralihan hak terjadi dengan tidak disengaja.

Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Untuk menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil, salah satu caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).

Pada asasnya yang beralih adalah seluruh kekayaan Pewaris, semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban Pewaris dalam lapangan hukum kekayaan yang seringkali disebut dengan istilah “boedel warisan”. Boedel warisan meliputi, baik hak-hak maupun kewajiban-kewajiban Pewaris dalam lapangan Hukum Kekayaan.

Pitlo mengemukakan hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai perpindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh orang yang mati dan akibat dari hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.64

Pewarisan secara undang-undang (ab intestato) telah dijelaskan diatas merupakan pewarisan berdasarkan hubungan darah, menurut hukum perdata jika pemegang suatu hak atas tanah meninggal dunia hak tersebut karena hukum beralih

kepada ahli warisnya yaitu orang-orang keturunan dari orang yang meninggal tersebut berhak menerima dan menggunakan segala hak dan kewajiban dari orang yang meninggal tersebut.

Apabila harta peninggalan warisan secara ab intestato berupa hak atas tanah belum dibagi dan didiamkan dalam waktu yang lama maka pada saat melakukan permohonan peralihan hak atas tanah akibat pewarisan mengalami kendala dalam hal administrasi, pajak yang tinggi (disesuaikan dengan harga tanah pada saat melakukan peralihan hak atas tanah), dan ahli waris dari pewaris tersebut sudah ada yang meninggal maka akan terjadi pergantian tempat (bij plaats vervulling).65

Dalam Pasal 42 ayat 4 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan :

“Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan pada waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan haknya dilakukan langsung kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan akta pembagian waris tersebut”.

Ketentuan dalam Pasal 105 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa :

1) Pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar lainnya dilakukan sebagai berikut :

a) Nama pemegang hak lama di dalam buku tanah dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang ditunjuk. b) Nama atau nama-nama pemegang hak yang baru dituliskan pada halaman

dan kolom yang ada dalam buku tanahnya dengan dibubuhi tanggal pencatatan, dan besarnya setiap pemegang hak dalam hal penerima hak beberapa orang dan besarnya bagian ditentukan, dan kemudian ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk dan cap dinas Kantor Pertanahan.

c) Yang tersebut pada huruf a dan b juga dilakukan pada sertipikat hak yang bersangkutan dan daftar-daftar umum lain yang memuat nama pemegang hak lama.

d) Nomor hak dan identitas lain dari tanah yang dialihkan dicoret dari Daftar Nama pemegang hak lama dan nomor hak dan identitas tersebut dituliskan pada Daftar Nama penerima hak.

2) Apabila pemegang hak baru lebih dari 1 (satu) orang dan hak tersebut dimiliki bersama, maka untuk masing-masing pemegang hak dibuatkan Daftar Nama dan dibawah nomor hak atas tanahnya diberi garis dengan tinta hitam.

3) Apabila peralihan hak hanya mengenai sebagian dari sesuatu hak atas tanah sehingga hak atas tanah itu menjadi kepunyaan bersama pemegang hak lama dan pemegang hak baru, maka pendaftrannya dilakukan dengan menuliskan besarnya bagian pemegang hak lama di belakang namanya dan menuliskan nama pemegang hak yang baru beserta besarnya bagian yang diperolehnya dalam halaman perubahan yang disediakan.

4) Sertipikat hak yang dialihkan diserahkan kepada pemegang hak baru atau kuasanya.

Peralihan hak guna bangunan oleh seseorang karena warisan yang berarti peralihan hak dari pewaris kepada ahli waris diperlukan jaminan kepastian hukum. Pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena warisan diatur dalam Undang- Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Dengan mendaftarkan tanahnya maka akan mendapatkan Surat Tanda Bukti Pemilikan Tanah yang disebut sertifikat. Pemberian sertifikat tersebut dimaksudkan

untuk memberikan wewenang kepada yang memperoleh hak untuk mempergunakan tanah tersebut.

Pendaftaran peralihan hak akibat pewarisan diwajibkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan tersaji dalam buku tanah merupakan keadaan yang mutakhir66. Pendaftaran hak karena pewarisan tersebut wajib dilakukan, namun tidak disebutkan konsekuensinya apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan.67

66Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,Op.Cit, Hal. 513

BAB III

SURAT KETERANGAN WARIS SEBAGAI DASAR PERALIHAN HAK GUNA BANGUNAN AKIBAT PEWARISAN SECARA AB INTESTATO

Dokumen terkait