• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peralihan Hak Guna Bangunan yang masih terdaftar atas

BAB IV PENDAFTARAN PERALIHAN HAK GUNA BANGUNAN

B. Peralihan Hak Guna Bangunan yang masih terdaftar atas

seorang ahli waris

Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun kegiatan usaha. Sehubungan dengan itu akan meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diundangkan tanggal 24 September 1960 yang dikenal dengan UUPA, merupakan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang berbunyi “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sebelum berlakunya UUPA, hanya bagi tanah-tanah yang tunduk pada hukum barat misalnya Hak Eigendom, Hak Erfacht, Hak Opstal dilakukan pendaftaran tanah yang tujuannya untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kepadanya diberikan tanda bukti dengan suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Balik Nama.107

Usaha yang menuju kearah kepastian hukum atas tanah tercantum dalam ketentuan-ketentuan dari pasal-pasal yang mengatur tentang pendaftaran tanah, dalam pasal 19 UUPA disebutkan untuk menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, UUPA mengharuskan pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia yang bersifat “Recht Kadaster” artinya yang bertujuan

107 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta, Sinar Grafika, 2006, Hal. 112

menjamin kepastian hukum, dengan di selenggarakannya pendaftaran tanah, maka pihak-pihak yang bersangkutan dengan mudah dapat mengetahui status hukum daripada tanah tertentu yang dihadapinya, letak, luas dan batas-batasnya, siapa yang empunya dan beban-beban apa yang melekat di atas tanah tersebut.

Dalam pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997, tujuan pendaftaran adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah bertujuan menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster, artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan108.

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dalam Pasal 111 ayat (1) PMA No. 3 Tahun 1997 mengatur bahwa proses permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun yang diajukan oleh ahli warisbaik yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia Keturunan maupun Timur Asing Lainnya sebagai berikut :

1. Permohonan pendaftaran hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan :

a) Sertipikat hak atas tanah atau sertipikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau apabila mengenai tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

b) Surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat yang bersangkutan dari Kepala Desa/lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang.

c) Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa: 1) Wasiat dari pewaris

2) Putusan pengadilan

3) Penetapan hakim/ Ketua pengadialn

4) - bagi warga Negara Indonesia penduduk asli surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia. - bagi warga Negara Indonesia Keturunan Tionghoa akta

keterangan hak mewaris dari Notaris.

- bagi warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing Lainnya surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

d) Surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan.

e) Bukti identitas ahli waris.

Pemilikan Hak Guna Bangunan secara warisan ini dapat dikelompokkan berdasarkan kondisi perolehannya yaitu109:

a) Sertipikat Hak Guna Bangunan terdaftar atas nama pasangan pewaris (suami/istri) Dalam hal ini sertipikat Hak Guna Bangunan terdaftar atas nama orang yang masih hidup maka atas sertipikat itu tidak perlu melakukan balik nama ke seluruh ahli waris, namun tetap dibuatkan surat keterangan waris. Jika Hak Guna Bangunan tersebut ingin dijual atau diagunkan ke Bank maka seluruh ahli waris harus hadir untuk memberikan persetujuan, jika salah satu dari ahli waris tidak dapat hadir maka membuat surat persetujuan di bawah tangan yang dilegalisir Notaris setempat atau dibuat surat persetujuan dalam bentuk akta notaris. Ahli waris berada di luar negeri maka membuat surat kuasa menjual atau surat kuasa menjaminkan kepada salah satu ahli waris lainnya yang di tanda tangani dihadapan konsulat Indonesia di luar negeri dan surat kuasa itu akan disahkan oleh pejabat konsul diberi nomor pengesahan. b) Sertipikat Hak Guna Bangunan sudah atas nama seluruh ahli waris dari

pewaris (sudah balik nama), namun akan dilepaskan ke salah seorang ahli waris saja. Dalam hal tersebut maka tahapan yang harus dilakukan adalah : 1) Pembayaran BPHTB sebesar NJOP- Rp 60.000.000 x 5 %

2) Pembayaran Pph sebesar NJOP x 5 %

3) Dibuatkan akta Pembagian Hak Bersama secara PPAT (agar sertipikat tersebut dapat dibalik nama ke nama satu orang)

4) Untuk proses tersebut, harus membayar : PnBP sebesar : NJOP x 1/1000 + Rp 50.000 5) Pelaksanaan balik nama ke atas nama.

Ahli waris lain sudah tidak ada lagi haknya atas hak guna bangunan tersebut, dikarenakan di dalam akta pemisahan dan pembagian yang dibuat dihadapan Notaris telah dilakukan pemisahan dan ahli waris lainnya sudah diberikan ganti rugi oleh ahli waris yang namanya akan menjadi pemegang hak guna bangunan tersebut yang kemudian dilanjutkan dengan akta APHB (Akta Pemisahan Harta Bersama) untuk balik nama110.

Dalam hal ahli waris tidak mempunyai cukup dana untuk melakukan permohonan peralihan (balik nama) dapat meminta pengurangan ke Dinas Pendapatan Kota Medan untuk mendapatkan pemotongan 50%. Maka jika telah mendapat izin dari Dinas Pendapatan Kota Medan perhitungan pajak BPHTB sebesar {(NJOP- Rp 300.000.000) x 5 % x 50 %}.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Chandra di Kantor Pertanahan Medan yang menyebabkan di daftarkannya peralihan Hak Guna Bangunan akibat pewarisan antara lain111:

1. Untuk memperoleh jaminan kepastian hukum dengan di berikannya sertipikat sebagai alat bukti yang kuat. Pemegang hak guna bangunan mendaftarkan peralihan hak guna bangunan yang diperoleh melalui pewarisan karena untuk memberikan kepastian hak guna banguan, kepastian subyek hak guna bangunan dan kepastian objek hak guna bangunan bagi pemegang hak atas tanah. Pemegang hak atas tanah mengetahui bahwa dengan di berikannya

110Hasil wawancara dengan Notaris Mulia Ginting SH

sertipikat sebagai alat bukti yang kuat akan memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak sebagai ahli waris apabila terjadi sengketa.

2. Untuk mendapatkan pinjaman dari Bank dengan sertipikat hak atas tanah sebagai jaminan. Pemegang hak atas tanah mendaftarkan peralihan hak guna bangunan yang diperoleh melalui pewarisan untuk memperoleh sertipikat yang kemudian akan dijadikan untuk meminjam uang dari Bank.

Dalam proses peralihan Hak Guna Bangunan yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia Keturunan (Tionghoa) dan Timur Asing Lainnya (India) di Kantor Pertanahan Medan tidak ada kendala yang dihadapi oleh Badan Pertanahan Medan sejauh tidak ada sengketa atau blokir.

C. Peralihan Hak Guna Bangunan Yang Telah Berakhir Masa Berlakunya

Dokumen terkait