• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Keberadaan serangga pada lahan pertanian dipengaruhi beberapa faktor, seperti aplikasi pestisida, pengendalian gulma, panen dan habitat alami (Kruess dan Tscharntke 1994; Zabel dan Tscharntke 1998; Golden dan Christ 1999). Keanekaragaman, kelimpahan dan distribusi sejumlah musuh alami dipengaruhi oleh keberadaan habitat tersebut (Gurr et al. 2003; Olson dan Andow 2008). Hal ini disebabkan habitat alami tersebut berfungsi sebagai sumber pakan, inang alternatif dan tempat berlindung bagi musuh alami (Landis et al. 2000; Gagic et al. 2011). Menurut Vaissiére et al. (2011) habitat alami adalah area yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman tahunan yang tidak dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, dengan luas minimal 5 000 m2.

Pengendalian hayati pada lanskap pertanian meningkat seiring dengan bertambah dekatnya jarak habitat alami ke pertanaman pertanian (Holland et al. 2004; Thomson and Hoffman 2013). Namun hal ini tidak konsisten karena beberapa peneliti melaporkan hal sebaliknya. Thomson et al. (2010) melaporkan bahwa pengaruh jarak kebun anggur ke habitat pepohonan meningkatkan kelimpahan Eulophidae, namun berpengaruh negatif terhadap kelimpahan Trichogrammatidae dan Mymaridae. Sedangkan pengaruhnya terhadap kelimpahan Coccinellidae dan Neuroptera tidak konsisten. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh jarak dari habitat alami terhadap musuh alami bersifat spesifik spesies. Coccinellidae dan Neuroptera merupakan predator kelompok generalis yang dapat menggunakan bermacam sumber daya yang tersedia pada pertanaman sehingga untuk memenuhi kebutuhannya tidak perlu mencari ke habitat alami (Rand et al. 2006; Rand dan Tscharntke 2007). Bortolotto et al. (2016) melaporkan bahwa perbedaan wilayah (daerah beriklim subtropis dan iklim sedang) dan sistem budi daya dapat menyebabkan terjadinya perbedaan pengaruh jarak pertanaman dari hutan terhadap kelimpahan kutudaun dan tingkat parasitisasi. Mengingat sebagian besar penelitian pengaruh jarak pertanaman dari habitat alami dilakukan di daerah yang memiliki iklim dan sistem budi daya berbeda dengan Indonesia, maka kajian yang sama perlu dilakukan di Indonesia.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari hubungan antara jarak pertanaman dari habitat alami terhadap (1) keanekaragaman dan kelimpahan komunitas serangga Lepidoptera dan Hymenoptera parasitika, (2) tingkat parasitisasi parasitoid hama Lepidoptera, (3) interaksi inang - parasitoid, (4) karakteristik morfologi Hymenoptera parasitika

Bahan dan Metode Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel serangga dilakukan di areal pertanaman mentimun yang ada di kawasan Bogor, Sukabumi dan Cianjur Jawa Barat (Gambar 6.1) mulai bulan

November 2014 sampai Mei 2015. Pemeliharaan dan identifikasi sampel serangga dilakukan di laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan November 2014 sampai Agustus 2015.

Gambar 6.1 Peta lokasi penelitian berdasarkan jarak dari habitat alami

Penentuan Lokasi

Lokasi pengambilan sampel adalah lahan pertanaman mentimun yang memenuhi kriteria jarak dari habitat alami dan keadaan struktur lanskap. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan diperoleh 12 lokasi yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel. Lokasi pengamatan dikelompokkan berdasarkan jarak pertanaman mentimun dari habitat alami, yaitu jarak pertanaman ke habitat alami < 200 m (dekat) dan jarak pertanaman ke habitat alami > 400 m (sedang).

Pengambilan dan Pemeliharaan Sampel Serangga

Pengambilan contoh serangga dilakukan pada saat tanaman mentimun berada pada stadia vegetatif (umur 2 dan 3 minggu) serta stadia generatif (umur 5, 6 dan 7 minggu). Pengambilan contoh serangga dilakukan dengan dua cara, yaitu pengambilan langsung dan menggunakan perangkap nampan kuning. Pengambilan contoh serangga secara langsung dilakukan dengan membuat jalur transek sepanjang 60 m. Sampel serangga diambil dari tanaman yang berada di kanan dan kiri jalur transek tersebut (jumlah tanaman sampel 200 tanaman per lokasi) (Gambar 6.2). Jenis serangga yang diambil pada penelitian ini adalah serangga pra dewasa dari ordo Lepidoptera. Masing-masing individu larva/kelompok telur yang

diperoleh dimasukkan ke dalam wadah plastik bertutup (diameter 6.5 cm dan tinggi 10 cm), diberi pakan daun mentimun dan diberi label. Serangga tersebut kemudian dipelihara di laboratorium (suhu 28.4oC, kelembaban 63%) dalam wadah plastik bertutup. Setiap hari pakan dan wadah plastik tempat pemeliharaan diganti dengan yang baru. Larva terparasit dipisahkan dan diamati secara intensif hingga imago parasitoid muncul. Parasitoid yang muncul kemudian disimpan dalam alkohol 70%. Selanjutnya dilakukan proses identifikasi di laboratorium.

Perangkap nampan kuning yang terbuat dari kotak plastik berukuran 19,5 x 13,5 x 5 cm. Perangkap nampan kuning diisi larutan air sabun hingga 2/3 bagian, kemudian diletakkan di lapangan sebanyak 3 buah secara diagonal pada setiap lokasi (Gambar 6.2). Perangkap tersebut diletakkan di lapang selama 24 jam kemudian semua serangga yang terperangkap dibersihkan dari kotoran dan dipindahkan ke dalam botol plastik yang berisi alkohol 70%. Selanjutnya dilakukan proses identifikasi di laboratorium.

Gambar 6.2 Desain plot pengambilan serangga Lepidoptera pradewasa dan Hymenoptera parasitika

Identifikasi Serangga

Identifikasi sampel diawali dengan menyortir serangga yang diperoleh berdasarkan ordo. Setelah dipisahkan sesuai ordo kemudian untuk Ordo Hymenoptera dilanjutkan ke tingkat famili hingga morfospesies. Semua proses identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku panduan Hymenoptera of The World (Goulet dan Huber 1993), Annotated Keys to the Genera of Nearctic Chalcidoidea (Hymenoptera) (Gibson et al 1997), Manual of the New World Genera of the Family Braconidae (Hymenoptera) (Wharton et al 1997), BOLD Systems Taxonomy Browser, The Diapriidae, iNaturalist.org, dan Bugguide.net.

Pengamatan Karakteristik Morfologi Parasitoid

Imago parasitoid Hymenoptera yang muncul dari larva terparasit dikoleksi kemudian difoto dengan mikroskop kamera Leica M205. Foto tersebut selanjutnya didigitasi dengan menggunakan program tpsDig versi 2. Hasil digitasi selanjutnya dikonversi ke Microsoft Excel untuk mengetahui ukuran panjang tubuh, sayap depan, sayap belakang, tibia belakang, dan lebar kepala.

Analisis Data

Frekuensi serangan hama dihitung berdasarkan ada atau tidaknya (presence/absence) serangan hama pada setiap individu tanaman yang diamati. Tingkat serangan hama dan parasitasi parasitoid dihitung dengan rumus yang dimodifikasi dari Hamid et al. (2003), yaitu:

Persentase serangan hama = a a a a a

a a a a a ya a a x 100%

Distribusi spesies A = a a a a a A

a a a a a ya a a x 100%

Persentase parasitisasi parasitoid = a a a a

a a a x 100%

Persentase kemunculan hiperparasit = a a a a a

a a x 100%

Keanekaragaman karakter morfologi Hymenoptera parasitika dihitung berdasarkan nilai koefisien variasi (CV) ukuran panjang tubuh, sayap depan, sayap belakang, tibia belakang dan lebar kepala masing-masing spesies. Nilai CV dihitung dengan rumus:

CV = � µ Dimana: CV = koefisien variasi

σ

= simpangan baku

µ = rata-rata

Keanekaragaman fungsional Hymenoptera parasitika dihitung berdasarkan nilai community weighted mean (CWM) ukuran panjang tubuh, sayap depan, sayap belakang, tibia belakang dan lebar kepala masing-masing spesies. Nilai CWM dihitung menurut rumus yang digunakan oleh Ricotta dan Moretti (2011), sebagai berikut:

CWM =

�=1

����

Dimana:

��

=kelimpahan relative spesies ke- i

��

= ukuran masing-masing karakter morfologi dari setiap spesies

Pengaruh kompleksitas lanskap terhadap kekayaan spesies, kelimpahan, tingkat serangan hama, parasitisasi parasitoid, kemunculan hiperparasitoid dan keanekaragaman karakter morfologi dan keanekaragaman fungsional dianalisis dengan General Linier Model (GLM procedure) dan ditampilkan dalam boxplot. Pengaruh parameter lanskap terhadap keanekaragaman, kelimpahan dan karakteristik parasitoid dianalisis menggunakan uji korelasi Pearson. Untuk mengetahui komposisi parasitoid D. indica pada setiap tipe lanskap dilakukan analysis of similarity (ANOSIM). Pola interaksi tritrofik (inang – parasitoid –

hiperparasit) disusun dengan menggunakan perangkat lunak RStatistic 3.0.2 paket bipartite (Dormann et al. 2008). Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan program R 3.02 (R Development Core Team 2013).

Kesamaan dan perbedaan komposisi spesies parasitoid pada kedua jarak pertanaman mentimun dari habitat alami digambarkan dengan menggunakan diagram Venn. Lingkaran yang tumpang tindih menggambarkan lanskap yang memiliki kesamaan spesies, sedangkan perbedaan digambarkan dengan porsi lingkaran yang tidak bertumpang tindih. Diagram Venn disusun dengan mengolah data spesies parasitoid pada website interaktif (Oliveros 2015).

Hasil

Hubungan Jarak dari Habitat Alami dengan Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga Lepidoptera dan Parasitoidnya

Secara keseluruhan, larva hama Lepidoptera telah dikoleksi dari 11 800 tanaman mentimun di 12 lokasi pertanaman mentimun. Dari keseluruhan jumlah tersebut, diketahui hanya 23.85% (2 815 tanaman) saja yang terserang hama. Hama Lepidoptera yang menyerang tanaman mentimun terdiri dari empat famili dan enam spesies/morfospesies, yaitu famili Crambidae (Diaphania indica), Noctuidae (Chrysodeixis chalcites, Spodoptera litura, dan Anadevidia sp.), Hesperidae (Hesperidae01) serta Geometridae (Geometridae01). Diaphania indica merupakan hama yang paling dominan pada semua lokasi pertanaman mentimun. Berdasarkan jumlah individu, hama ini merupakan hama yang paling banyak ditemukan di pertanaman mentimun dengan proporsi kelimpahan 73%, diikuti oleh S. litura dan C. chalcites (Gambar 6.3A). Diaphania indica juga merupakan hama yang paling banyak ditemukan menyerang tanaman mentimun contoh, diikuti oleh S. litura dan C. chalcites (Gambar 5.3B). Jarak lokasi pertanaman mentimun dari habitat alami tidak memengaruhi kekayaan spesies (F1,10 = 2.81, P = 0.12), kelimpahan hama Lepidoptera pada pertanaman mentimun tersebut (F1,10 = 0.81, P = 0.38) (Tabel 6.1) serta persentase tanaman mentimun yang terserang hama tersebut (F1,10 = 3.13, P = 0.11) (Gambar 6.4).

Gambar 6.3 Hubungan jarak lokasi pertanaman mentimun dari habitat alami dengan (A) proporsi kelimpahan dan (B) distribusi spesies hama Lepidoptera yang menyerang tanaman mentimun

Tabel 6.1 Kekayaan spesies dan kelimpahan hama Lepidoptera dan parasitoidnya pada pertanaman mentimun yang dekat dan sedang dari habitat alami Jarak pertanaman dari habitat alami Famili Spesies/ morfospesies Statistik Jumlah individu Statistik Hama < 200 m 4 6 F1,10 = 2.81 P = 0.12 2 274 F1,10 = 0.81 P = 0.38 > 400 m 3 5 1 675 Parasitoid primer < 200 m 5 12 F1,10 = 0.74 P = 0.41 11 796 F1,10 = 3.77 P = 0.08 > 400 m 4 8 2 929 Hiperparasitoid < 200 m 3 3 F1,14 = 0.07 P = 0.80 2 092 F1,14 = 1.12 P = 0.31 > 400 m 2 2 340

Gambar 6.4 Hubungan jarak lokasi pertanaman mentimun dari habitat alami dengan persentase tanaman mentimun terserang hama Lepidoptera

Hasil analisis menunjukkan bahwa jarak lokasi pertanaman mentimun dari habitat alami tidak memengaruhi keanekaragaman spesies parasitoid yang memarasit hama Lepidoptera di pertanaman mentimun (F1,10 = 0.74, P = 0.41), sedangkan kelimpahan parasitoid primer cenderung meningkat pada lokasi pertanaman mentimun yang dekat dengan habitat alami namun kecenderungan ini tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (F1,10 = 3.77, P= 0.08). Keanekaragaman (F1,10 = 0.07, P= 0.80) dan kelimpahan (F1,10 = 1.12, P= 0.31) hiperparasitoid tidak dipengaruhi oleh jarak pertanaman dari habitat alami (Tabel 6.1).

Hubungan Jarak Pertanaman Mentimun dari Habitat Alami terhadap Interaksi Tritrofik

Pola interaksi tritrofik pada pertanaman mentimun disusun berdasarkan populasi masing-masing serangga. Sedangkan posisi masing-masing serangga pada tingkatan trofik tertentu ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan langsung di lahan pertanaman mentimum dan pemeliharaan di laboratorium. Hubungan jarak pertanaman mentimun dari habitat alami terhadap interaksi tritrofik ditampilkan pada Gambar 6.5.

Interaksi trofik pertama dan kedua menggambarkan hubungan antara serangga herbivor dan musuh alaminya di pertanaman mentimun. Sebanyak tiga spesies dari enam spesies serangga herbivor yang berasosiasi dengan tanaman mentimun ditemukan berinteraksi dengan 12 spesies parasitoid primer. Interaksi antara serangga herbivor dengan musuh alaminya cenderung bervariasi antar jarak pertanaman mentimun dengan habitat alami. Lokasi pertanaman mentimun yang berjarak dekat dengan habitat alami memiliki pola interaksi trofik pertama dan kedua yang lebih kompleks dibandingkan dengan pertanaman mentimun yang berjarak sedang dari habitat alami. Pertanaman mentimun yang berjarak dekat dari habitat alami memiliki 12 spesies parasitoid yang memarasit tiga spesies herbivor dan menghasilkan 13 tautan trofik. Lokasi pertanaman mentimun yang berjarak

sedang dari habitat alami memiliki delapan spesies parasitoid yang memarasit tiga spesies herbivor dan menghasilkan 11 tautan trofik (Gambar 6.5).

Hama : 11. C. chalcites; 12. D. indica; 15. S. litura Parasitoid

primer

: 201. A. taragamae; 202. Apanteles sp.; 203. B. lasus; 204. Chelonus sp.01; 205. Chelonus sp.02; 206. Dasiops sp.; 207. Ichneumon sp.; 208. Microgaster sp.; 209. M. demolitor; 210. Pteromalus sp.; 211. Stictopisthus sp.01; 212. Temelucha sp.; 213. Wagneria sp.; 214. Xanthopimpla sp.

Hiperparasitoid : 31. Ceraphron sp.; 32. Stictopisthus sp.02; 33. Tetrastichus sp.

Gambar 6.5 Interaksi tritrofik hama, parasitoid dan hiperparasitoid pada pertanaman mentimun di berbagai jarak pertanaman dari habitat alami. (A) jarak < 200 m dan (B) jarak > 400 m

Interaksi trofik kedua dan ketiga menggambarkan hubungan antara parasitoid primer dan hiperparasitoid di pertanaman mentimun. Sebanyak tiga spesies hiperparasitoid berinteraksi dengan satu spesies parasitoid primer. Pertanaman mentimun yang berjarak dekat dari habitat alami memiliki tiga spesies hiperparasitoid dan menghasilkan tiga tautan trofik. Sedangkan lokasi pertanaman mentimun yang berjarak sedang dari habitat alami memiliki dua spesies hiperparasitoid dan menghasilkan dua tautan trofik (Gambar 6.5).

Hasil analisis menunjukkan bahwa jarak lokasi pertanaman mentimun dari habitat alami tidak memengaruhi parasitisasi terhadap total hama Lepidoptera pada pertanaman tersebut (F1,10 = 2.98, P = 0.115) namun memengaruhi persentase D. indica terparasit. Parasitisasi terhadap D. indica meningkat secara nyata pada pertanaman mentimun yang dekat dengan habitat alami (F1,10 = 5.66, P = 0.039). Hal ini disebabkan kekayaan spesies dan parasitoid kelimpahan yang memarasit D. indica cenderung meningkat pada pertanaman mentimun yang dekat dengan habitat alami (Gambar 6.6). Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa parasitisasi terhadap D. indica meningkat dengan meningkatnya kekayaan spesies (AdjR2= 0.142, P< 0.124) dan kelimpahan parasitoid (AdjR2= 0.778, P< 0.001) yang memarasit D. indica (Gambar 6.7).

Gambar 6.6 Hubungan jarak pertanaman mentimun dari habitat alami dengan (A) kekayaan spesies dan (B) kelimpahan parasitoid yang memarasit D. indica

Gambar 6.7 Hubungan antara persentase D. indica terparasit dengan (A) kekayaan spesies dan (B) kelimpahan parasitoid yang memarasit D. indica

Hubungan antara Jarak Pertanaman Mentimun dari Habitat Alami dengan

Keanekaragaman dan Kelimpahan Hymenoptera Parasitika pada

Pertanaman Mentimun tersebut

Data Hymenoptera parasitika yang ditampilkan pada subbab ini diperoleh dari hasil transek dan perangkap nampan kuning di 12 lokasi pertanaman mentimun. Jumlah Hymenoptera parasitika yang diperoleh adalah 19 167 individu yang termasuk dalam 19 famili dan 132 spesies (Tabel 6.2). Jarak pertanaman dari habitat alami memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan Hymenoptera parasitika pada pertanaman tersebut. Kekayaan spesies (F1,10 = 4.86, P= 0.052) dan kelimpahan individu (F1,10 = 4.00, P = 0.073) Hymenoptera parasitika cenderung lebih tinggi pada pertanaman yang dekat dari habitat alami (Tabel 6.2).

Tabel 6.2 Keanekaragaman dan kelimpahan Hymenoptera parasitika di pertanaman mentimun yang berjarak dekat dan sedang dari habitat alami

Jarak dari habitat alami Famili Spesies/ morfospesies Statistik Jumlah individu Statistik Dekat 18 113 F1,10 = 4.86 P = 0.052 15 214 F1,10 = 4.00 P = 0.073 Sedang 17 91 3 953 Total 19 130 19 167

Gambar 6.8 Jumlah spesies famili Hymenoptera parasitika di pertanaman mentimun yang berjarak dekat dan sedang dari habitat alami

Gambar 6.9 Kelimpahan famili Hymenoptera parasitika di pertanaman mentimun yang berjarak dekat dan sedang dari habitat alami. (A) transek dan perangkap nampan kuning; (B) perangkap nampan kuning

Hubungan Jarak Pertanaman Mentimun dari Habitat Alami dengan Dominansi Hymenoptera Parasitika

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 56 spesies (43.1%) Hymenoptera parasitika hanya ditemukan pada pertanaman dengan jarak tertentu saja dari habitat alami (Gambar 6.10). Dari jumlah tersebut, sebanyak 39 spesies (69.6%) Hymenoptera parasitika ditemukan di pertanaman mentimun yang berjarak dekat dari habitat alami, sedangkan pada pertanaman yang berjarak sedang dari habitat alami ditemukan 17 spesies (13.1%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar spesies parasitoid yang unik ditemukan di pertanaman yang dekat dari habitat alami. Spesies Hymenoptera parasitika yang ditemukan di pertanaman yang dekat dari habitat alami adalah Acroricnus sp., Aphanogmus sp.03, Aphycus sp., Aphytis sp., Aulacidea sp.02, Brachymeria sp., Bracon sp., Calotelea sp., Ceraphron sp.03, Ceroptres sp., Chelonus sp.02, Colastes sp.02, Coptera holoptera, Diachasmimorpha sp., Diadegma sp., Echthromorpha sp., Eulagynodes sp., Euplectrus sp., Eurytoma sp., Fopius sp., Habrocytus sp., Haltichella sp., Hyptia sp., Idiotypa sp., Inostemma sp., Kleidotoma sp., Leptomastix sp., Macroteleia spinitibia, Metaphycus sp.02, Microterys sp., Mymar sp.02, Panstenon sp., Phorotrophus sp., Polypeza sp.03, Telenomus sp.02, Telenomus sp.03, Tetrastichus sp., Xanthopimpla sp., dan Xorides sp.(Lampiran 3).

Gambar 6.10 Diagram Venn jumlah spesies Hymenoptera parasitika di berbagai jarak pertanaman dari habitat alami

Spesies Hymenoptera parasitika yang ditemukan pada kedua kelompok jarak dari habitat alami sebanyak 74 spesies (56.9%) (Gambar 6.10). Spesies Hymenoptera parasitika tersebut berasal dari 16 famili. Pertanaman mentimun yang berjarak dekat dari habitat alami didominasi oleh 57.89% famili, sedangkan pertanaman yang berjarak jauh dari habitat alami didominasi oleh 10.53% famili yaitu Eulophidae dan Platigastridae (Gambar 6.11). Famili Aphelinidae, Elasmidae,

Evanidae, Pteromalidae, dan Trichogrammatidae tidak dipengaruhi oleh jarak pertanaman mentimun dari habitat alami (Gambar 6.11).

Gambar 6.11 Famili Hymenoptera parasitika yang ditemukan pada keseluruhan jarak dari habitat alami

Hubungan Jarak Pertanaman Mentimun dari Habitat Alami dengan Karakter Morfologi Hymenoptera Parasitika

Kompleksitas lanskap memengaruhi CWM panjang tubuh (F1,10 = 4.78, P= 0.054), panjang sayap depan (F1,10 = 4.49, P= 0.060), panjang sayap belakang (F1,10 = 4.54, P= 0.059), panjang tibia belakang (F1,10 = 4.51, P= 0.059), dan lebar kepala (F1,10 = 4.72, P = 0.0554). Nilai CWM masing-masing karakteristik morfologi Hymenoptera parasitika meningkat seiring dengan bertambah dekatnya pertanaman mentimun ke habitat alammi (Gambar 6.12).

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan Lepidoptera tidak dipengaruhi oleh jarak pertanaman dari habitat alami. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya yang dibutuhkan oleh Lepidoptera tersedia pada habitat pertanian.

Kelimpahan parasitoid primer dan Hymenoptera parasitika cenderung menurun dengan bertambah jauhnya pertanaman mentimun dari habitat alami. Hal yang sama telah dilaporkan oleh sejumlah peneliti (Rand et al. 2006; Krewenka et al. 2011). Menurut Ricketts et al. (2008), tingkat kunjungan serangga penyerbuk pada bunga menurun dengan bertambahnya jarak dari habitat alami. Dampak ini terlihat lebih jelas pada daerah beriklim tropis dibandingkan dengan daerah

beriklim sedang. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis serangga penyerbuk pada daerah tersebut.

Gambar 6.12 Hubungan jarak pertanaman mentimun dari habitat alami dengan community weighted mean (CWM) karakteristik morfologi Hymenoptera parasitika. (A) ukuran tubuh, (B) panjang sayap depan, (C) panjang sayap belakang, (D) panjang tibia belakang, dan (E) lebar kepala Hymenoptera parasitika. Dekat (< 200 m), Jauh (> 400 m) Meskipun keanekaragaman Hymenoptera parasitika tidak dipengaruhi oleh jarak pertanaman dari habitat alami, namun peningkatan keanekaragaman fungsional seiring dengan bertambah dekatnya jarak pertanaman dari habitat alami konsisten untuk semua karakteristik morfologi Hymenoptera parasitika. Hasil

penelitian ini sesuai dengan penelitian Forrest et al. (2015) yang menjelaskan bahwa habitat pertanian dapat mengganggu keanekaragaman fungsional serangga terbang. Lebih lanjut Geslin et al. (2016) melaporkan efek negatif isolasi habitat pertanian dari habitat alami pada kelimpahan dan keragaman fungsional serangga terbang, walaupun berada pada habitat yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Menurut Gagic et al. (2015), peran keanekaragaman fungsional ini terhadap jasa ekosistem lebih penting dibandingkan kontribusi keanekaragaman spesies terhadap jasa ekosistem. Rendahnya keanekaragaman fungsional menyebabkan proses penyerbukan tidak efisien (Forrest et al. 2015; Wood et al. 2015) dan pada akhirnya menyebabkan produksi tanaman manga menurun (Carvalheiro et al. 2010, 2012).

Simpulan

Jarak pertanaman mentimun dari habitat alami tidak memengaruhi keanekaragaman dan kelimpahan komunitas Lepidoptera, parasitoid primer dan hiperparasitoid pada pertanaman tersebut. Namun, jarak pertanaman mentimun dari habitat alami memengaruhi persentase D. indica terparasit. Keanekaragaman dan kelimpahan Hymenoptera parasitika cenderung meningkat dengan semakin dekatnya pertanaman mentimun dari habitat alami. Keragaman fungsional Hymenoptera parasitika cenderung meningkat dengan semakin dekatnya lahan pertanaman ke habitat alami.

Dokumen terkait