• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Jarak dan Deiktik pada Puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” Mayat”

Dalam dokumen SYAIR PEMANGGUL MAYAT KARYA INDRA TJAHYADI (Halaman 72-77)

STRUKTUR PUISI DALAM KUMPULAN PUISI

2.1 Identifikasi Jarak dan Deiktik pada Kumpulan Puisi Syair Pemanggul Mayat Mayat

2.1.4 Identifikasi Jarak dan Deiktik pada Puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” Mayat”

Judul kumpulan puisi Syair Pemanggul Mayat diambil dari sebuah puisi dalam subbagian “Kembali ke Neraka” dengan judul asli puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” (Tjahyadi, 2011:hal. 77). Tidak ada penjelasan mengapa diksi

penyair dalam judul puisi tidak disertakan pada judul kumpulan. Dalam rangka analisis kumpulan puisi Syair Pemanggul Mayat, perlu mencermati puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” sebagai salah satu data primer untuk mengungkap apa yang dimaksud dengan judul kumpulan Syair Pemanggul Mayat.

Unsur-unsur deiktik pada puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” yaitu diksi aku yang muncul beberapa kali, kau dalam bentuk –mu, diksi hidungku, rambutmu, kesunyianku, nafas perawanmu, kerinduanku, malam, di kedalaman kelam, arwahku, di halaman, di sepanjang impian, penampakanku, dan kalbuku. Kemunculan unsur deiktik tersebut cukup banyak mengingat puisi hanya disusun dalam dua bait pendek. Berikut uraian kemunculan unsur deiktik tersebut:

Diksi syair erat kaitannya dengan konstruksi aku lirik dalam teks puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat”. Namun hal tersebut tampak bertentangan dengan kalimat pembuka kalimat pembuka yang menyatakan kehadiran kau lirik dalam diksi rambutmu. Dapat dicermati pada bait pertama puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat”, /Kubenamkan hidungku di sela rambutmu..../ dilanjutkan dengan kalimat /Kesunyianku purba membangun jembatan.../ dan

/...memunajatkan gemuruh..../. Lalu /.... Seketika aku/bermimpi tentang burung, tapi hujan tiba-tiba turun, mengisyaratkan/derita/. Kemudian /Aku imani nafas perawanmu/ lalu /Kerinduanku berumah bulan/ dan /Cahaya/melukis cuaca dengan bayangan/. Sampai di sini bait pertama berhenti dan disambung bait kedua yang juga tidak disertai kata penghubung yang jelas. Kesemua subjek tersebut membentuk bangun imaji yang berloncatan. Sulit mengonstruksikan kesemua subjek ke dalam satu situasi tertentu yang menghubungkan satu sama lain.

Loncatan imaji begitu padat dan intens. Diksi-diksi tidak dirangkai dengan hubungan semantik yang umum. Misalnya diksi kesunyianku dan jembatan. Pada bait pertama, dua diksi tersebut dirangkai sebagai dua hal yang berhubungan sebab akibat, tepatnya sebagai subjek dan objek yang dihasilkan karena adanya diksi membangun. Hubungan yang ada antara kesunyian dan jembatan tidak dijelaskan dengan keterangan yang logis. Dapat disimpulkan, pada puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” hubungan umum antardiksi berubah menjadi hubungan baru yang mengandung ambiguitas.

Kecenderungan yang dibentuk oleh jalinan diksi menyebabkan imaji menjadi bertumpuk tanpa pemahaman yang jelas. Dapat dicermati kebertumpukan juga muncul pada bait kedua:

Malam jadi makin larut, bergaung-lengang di kedalaman kelam. seperti senyum pemadat, iklim sungguh dingin, arwahku

bersipacu dengan diam, memucatkan tulang-belulang jamur di halaman. Ada maut. Butiran gerimis

yang menghitam di sepanjang impian. Aku

mencintaimu, tapi seperti trowongan penampakanku

kian singup. Musim-musim sekarat tanpa siulan. Aku sendiri

bagai syair. Syair penyair pemanggul mayat –menggeram di kalbuku. (Tjahyadi, 2011: 77)

Keadaan imaji yang demikian ini diikat oleh kemunculan aku dan kau lirik dalam tiap-tiap kalimat. Aku dan kau lirik dalam puisi tersebut muncul di antara padatnya pergantian subjek. Kemunculan aku dan kau lirik dapat diperhatikan dalam dua bentuk kehadiran yaitu bentuk utuh dan bentuk parsial.

Aku lirik muncul lima kali dalam bentuk utuh yang ditandai oleh ku- dan

aku, sedangkan kau lirik hanya muncul satu kali dalam diksi mencintaimu. Dalam bentuk parsialnya, aku dan kau lirik muncul cukup sering dan ditandai kata ganti milik –ku dan –mu yang menempel pada diksi kebendaan seperti rambutmu, kesunyianku, penampakanku, dan lain-lain. Masing-masing kemunculan aku dan

kau lirik berpengaruh dalam ambiguitas situasi teks secara keseluruhan.

Sebagaimana bangun imaji, konstruksi aku dan kau lirik juga bertumpuk. Misalnya, aku lirik pada bait pertama dibangun oleh imaji tentang subjek aku

yang membenamkan hidung di sela rambutmu. Kemudian, imaji tentang aku

terus ditumpuk oleh mimpi, keimanan pada nafas perawanmu, sampai terakhir muncul kerinduan yang menambah deskripsi tentang aku lirik dalam teks. Sulit merangkai imaji-imaji tersebut ke dalam satu kesatuan situasi karena deskripsi-deskripsi yang muncul tentang aku selalu diisi oleh subjek yang berbeda. Akibatnya konflik dalam teks yaitu yang berkaitan dengan hubungan antara aku

dan kau lirik, menjadi sulit dibaca. Dapat dicermati pada bagan berikut.

Unsur deiktik yang membangun jarak antara teks dengan situasi sebenarnya, antara aku dan subjek yang ditujunya, terhitung padat. Belum lagi sejumlah diksi yang ikut membangun imaji dan kerumitan dalam situasi fiksi.

Kecenderungan lain yang dapat dicermati dengan kemunculan diksi kebendaan pada puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” adalah imaji surealis. Diksi-diksi predikat yang hadir menunjukkan pola-pola personifikasi pada benda-benda alam. Benda-benda-benda hadir tidak hanya sebatas ada tetapi hidup dan memiliki

yang dibentuk oleh diksi kebendaan dan diksi predikat cenderung menyeramkan. Baik diksi kebendaan maupun diksi predikat yang muncul adalah diksi-diksi yang bernada suram. Kersuraman tersebut berasal dari kedekatan diksi-diksi pada hal-hal menakutkan, gelap, spiritual, kematian, dan sebagainya

Diksi predikat yang muncul umumnya diksi-diksi yang dekat dengan hal-hal mengerikan, menyakitkan, sedih, yang memberikan efek „pelebihan‟ dalam kaitannya dengan pengalaman benda-benda. Misalnya pada kalimat /Cahaya melukis cuaca dengan bayangan/, diksi predikat melukis muncul dengan memberikan efek kedalaman karena melukis mengarahkan imaji pada hal-hal yang sifatnya lengkap dan utuh (cenderung rumit, mengandung keragaman garis, warna, bentuk, dan-lain-lain). Imaji cenderung berbeda apabila diksi melukis

diganti dengan menggambar yang membawa konteks lebih sederhana meskipun dalam kamus dua kata tersebut memiliki makna yang dekat. Selain disebabkan oleh jenis diksi predikat yang muncul, sifat yang dibawa diksi predikat ke dalam imaji menambahkan kedalaman pengalaman benda-benda. Penggabungan diksi kebendaan dan diksi predikat yang demikian inilah yang membentuk imaji menjadi bertumpuk dengan kecenderungan nada menyeramkan.

Hubungan antara aku dan kau lirik yang sekilas tampak menjadi konflik puisi tidak dapat dijelaskan dengan mudah karena tampakan imaji yang disebabkan oleh kondisi diksi kebendaan sebagai subjek yang memadati teks. Imaji yang bertumpuk, pengalaman benda-benda, dan hubungan antara aku dan

kau lirik menunjukkan rumitnya situasi tekstual yang muncul dalam puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat”. Oleh sebab itu, teks puisi “Syair Penyair Pemanggul

Mayat” perlu dianalisis lebih lanjut untuk menemukan situasi dibalik konstruksi puitiknya. Konflik puisi baru dapat dirumuskan setelah diungkap konstruksi puitik yang dibangun oleh diksi kebendaan dan diksi predikat.

2.1.5 Identifikasi Jarak dan Deiktik pada Puisi “Siulan Hitam Raut

Dalam dokumen SYAIR PEMANGGUL MAYAT KARYA INDRA TJAHYADI (Halaman 72-77)

Garis besar

Dokumen terkait