• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Naturalisasi Figur Retorik Puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” Mayat”

Dalam dokumen SYAIR PEMANGGUL MAYAT KARYA INDRA TJAHYADI (Halaman 138-145)

STRUKTUR PUISI DALAM KUMPULAN PUISI

2.3 Proses Naturalisasi Figur Retorik Kumpulan Puisi Syair Pemanggul Mayat Mayat

2.3.4 Proses Naturalisasi Figur Retorik Puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” Mayat”

Proses pengubahan figur retorik ke bentuk yang lebih sederhana disebut proses naturalisasi. Proses ini memungkinkan untuk mendapatkan rujukan yang paling tepat dalam proses membaca keutuhan teks khususnya dalam mengungkap identitas aku dan kau lirik. Tiap figur retorik yang telah diidentifikasi diubah dengan mencermati citraan yang dihasilkan oleh unsur tersebut. Kemudian, tiap kalimat dibaca dengan perubahan yang terjadi setelah figur retorik mengalami naturalisasi.

Dibandingkan puisi-puisi lainnya dalam kumpulan Syair Pemanggul Mayat

puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” relatif pendek. Puisi hanya terdiri dari dua bait. Bait pertama dibuka dengan kubenamkan hidungku di sela rambutmu.

Pada kalimat tersebut tidak terdapat diksi yang diidentifikasi sebagai unsur deiktik karena konstruksi imajinya cukup jelas. Pada kalimat kedua, figur retorik 1.1 menghadirkan citraan lampau dan tua. Figur retorik 1.2 menghadirkan citraan jalan penghubung. Figur retorik 1.3 menghadirkan citraan suara menderu. Diksi

memunajatkan bermakna menyampaikan doa atau harapan dengan sepenuh hati. Maka figur retorik 1.3 yang mencitrakan sesuatu yang menderu dapat dibaca sebagai kegelisahan hati. Dengan demikian kalimat kedua dapat dibaca dengan kesunyianku begitu tua, membangun jalan penghubung, menyampaikan kegelisahan sepenuh hati. Figur retorik 1.4 menghadirkan citraan kebebasan dan keluasan. Figur retorik 1.5 menghadirkan citraan cuaca dingin yang dapat pula dibaca sebagai kesedihan. Dengan demikian, kalimat ketiga dapat dibaca dengan

seketika aku bermimpi tentang kebebasan, tapi kesedihan hadir tiba-tiba, mengisyaratkan derita. Figur retorik 1.6 menghadirkan citraan kehidupan. Diksi

imani dapat dibaca sebagai percayai yang diiringi dengan penghormatan sebagai sesuatu yang agung. Dengan demikian kalimat keempat dapat dibaca dengan aku hormati kehidupan perawanmu. Figur retorik 1.7 menghadirkan citraan berteduh atau tempat meneduh. Diksi kerinduanku mempengaruhi citraan bulan sebagai sesuatu yang tinggi dan jauh, susah dijangkau, atau bahkan mustahil. Dengan demikian kalimat kelima dapat dibaca dengan kerinduanku tinggal dalam kemustahilan. Figur retorik 1.8 menghadirkan citraan sesuatu yang seharusnya menerangi. Figur retorik 1.9 menghadirkan citraan rasa akan suasana. Figur retorik 1.10 menghadirkan citraan kegelapan. Dengan demikian kalimat keenam dapat dibaca dengan sesuatu yang seharusnya menerangi membuat suasana menjadi gelap.

Pada bait kedua, figur retorik 2.1 merupakan gabungan dua diksi yang memiliki nilai kontradiktif. Diksi gaung bermakna gema. Diksi lengang bermakna suasana sunyi sepi. Penggabungan dua diksi tersebut menghadirkan citraan kesepian yang mendalam. Diksi kedalaman kelam menunjukkan kegelapan yang begitu suram. Dengan demikian, kalimat ketujuh dapat dibaca dengan malam jadi makin larut, menghadirkan kesepian mendalam dalam kegelapan yang suram. Figur retorik 2.2, diksi pemadat bermakna pemabuk. Figur retorik 2.2 menghadirkan citraan rusuh dan dugal (kurang ajar). Diksi senyum dapat dibaca sebagai ekspresi kebahagiaan. Figur retorik 2.3 menghadirkan citraan suasana. Figur retorik 2.4 menghadirkan citraan kesedihan. Figur retorik 2.5 menghadirkan

citraan saling berlomba cepat. Figur retorik 2.5 yang dihubungkan dengan diksi

diam mencitrakan berlomba untuk diam maka menghasilkan keadaan yang lebih diam. Figur retorik 2.6 menghadirkan citraan pudar. Figur retorik 2.7 menghadirkan citraan tubuh. Figur retorik 2.8 menghadirkan citraan tumbuhan parasit yang tidak berharga. Figur retorik 2.9 menghadirkan citraan bagian yang tampak dari luar. Figur retorik 2.9 dapat dipahami dengan bagian yang terlihat. Dengan demikian, kalimat kedelapan dapat dibaca dengan seperti kebahagiaan yang rusuh, suasana begitu sedih, arwahku dalam keadaan sangat diam, memudarkan tubuh tak berharga yang menghiasi bagian yang tampak. Figur retorik 2.10 menghadirkan citraan akhir kehidupan. Dengan demikian kalimat kesembilan dapat dibaca dengan ada akhir dari kehidupan. Figur retorik 2.11 menghadirkan citraan bagian kecil dari hujan. Berkaitan dengan citraan hujan

sebagai figur retorik 1.5, figur retorik 2.11 dapat dipahami dengan butiran kecil kesedihan. Figur retorik 2.12 menghadirkan citraan pekat. Dengan demikian kalimat kesepuluh dapat dibaca dengan bagian-bagian kesedihan memekat di sepanjang impian. Diksi singup merupakan kata dalam bahasa Jawa yang bermakna seram atau mencekam. Figur retorik 2.13 menghadirkan citraan lorong yang gelap dan lengang atau sepi. Dengan demikian kalimat kesebelas dapat dibaca dengan aku mencintaimu tapi seperti kegelapan yang sepi, penampakanku kian singup. Figur retorik 2.14 menghadirkan citraan pergantian waktu. Figur retorik 2.14 dapat dipahami dengan waktu yang berjalan. Figur retorik 2.15 menghadirkan citraan kesakitan. Figur retorik 2.16 menghadirkan citraan melodi yang lembut (bunyi seruling atau burung) yang menyiratkan keriangan. Dengan

demikian kalimat kedua belas dapat dibaca dengan waktu berjalan dengan penderitaan tanpa kelegaan. Figur retorik 2.17 menghadirkan citraan tulisan ungkapan perasaan. Dengan demikian kalimat ketiga belas dapat dibaca dengan aku sama sendirinya dengan tulisan ungkapan perasaan. Figur retorik 2.18 menghadirkan citraan tubuh yang mati. Pada kalimat keempat belas tersebut terdapat tanda hubung dan muncul diksi menggeram. Diksi menggeram bermakna bunyi karena emosi yang tertahan. Diksi menggeram dimaksudkan untuk subjek

syair penyair pemanggul mayat. Maka dapat dipahami bahwa syair dalam kalimat tersebut menggeram di kalbuku. Dengan demikian kalimat keempat belas dapat dibaca dengan tulisan ungkapan perasaan penyair yang dibebani kematian- (tulisan ungkapan perasaan) yang tertahan di kalbuku.

Secara rinci perubahan figur retorik ke bentuk yang lebih sederhana dapat dibaca pada tabel berikut:

Tabel 10 Proses Naturalisasi Figur Retorik Puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat”

Member Pros

es Class Proses Member

Purba Keadaan tak terjamah Keadaan lampau Lampau dan tua

Apa-apa yang lampau dan tua

Jembatan Jalan tambahan Jalan melayang Jalan penghubung

Apa-apa yang menghubungkan

Gemuruh Suara di langit Suara ombak Suara menderu

Apa-apa yang menderu

Burung Hewan dengan sayap Hewan yang terbang Hewan yang bebas

Hujan Cuaca basah Cuaca yang jatuh Cuaca dingin

Apa-apa yang terasa dingin

Nafas Udara yang bergerak Udara yang keluar Menunjukkan kehidupan

Apa-apa yang menandakan kehidupan

Berumah Memiliki ruang Memiliki tempat pulang

Memiliki tempat meneduh

Apa-apa yang dapat meneduhkan

Cahaya Sesuatu yang

menunjukkan

Sesuatu yang bening Sesuatu yang

menerangi

Apa-apa yang bisa menerangi

Cuaca Keadaan udara

Tingkat suhu Wujud musim di sekitar Apa-apa yang menggambarkan sekitar

Bayangan Tidak nyata Pantulan cermin Sosok yang terhalang cahaya

Apa-apa yang terhalang cahaya

Bergaung-lengang Terdengar kosong Suara sunyi Gema kesepian

Apa-apa yang bergema dan terasa sepi

Pemadat Orang yang

kecanduan

Orang yang mengisap Orang yang tidak sadar

Apa-apa yang tampak tidak sadar

Iklim Keadaan hawa pada

suatu waktu Suasana yang menyelimuti Suasana sekitar Apa-apa yang menggambarkan sekitar

Suasana yang lembab dan berair

Suasana sedih Bersipacu Berlomba cepat

Bergerak cepat Berusaha lebih cepat

Apa-apa yang berusaha lebih Memucatkan Memutihkan Melayukan Menghilangkan warna Apa-apa yang kehilangan warna

Tulang-belulang Sekumpulan rangka Kematian Tubuh

Apa-apa yang menunjukkan keberadaan tubuh

Jamur Tumbuhan kecil

Tumbuhan hama Tumbuhan yang tidak berharga

Apa-apa yang tidak berharga

Halaman Bagian rumah yang ditumbuhi tanaman Bagian rumah di depan

Bagian dari sebuah rumah yang tampak

Apa-apa yang tampak

Maut Hilangnya nyawa

Keadaan mengagumkan Akhir bagi kehidupan

Apa-apa yang menandakan akhir

Gerimis Hawa dingin Air yang turun dengan gerakan kecil atau pelan

Bagian kecil dari

hujan

Apa-apa yang menjadi bagian hujan

Menghitam Berubah semakin hitam

Berubah tidak tampak Berubah mejadi gelap

Apa-apa yang menjadi lebih gelap

Trowongan Lorong yang panjang Lorong yang

tersemunyi

Lorong yang gelap

Apa-apa yang gelap dan sepi

dan sepi

Musim Waktu yang berganti-ganti

Waktu yang berlangsung

Waktu yang berjalan

Apa-apa yang menunjukkan perjalanan waktu

Sekarat Kesakitan

Tersiksa

Keadaan hampir mati

Apa-apa yang hampir mati

Siulan Bunyi burung

Bunyi lengking Bunyi yang lembut

Apa-apa yang terdengar lembut

Syair Teks bernilai seni Teks nyanyian Teks ungkapan perasaan Apa-apa yang mengungkapkan perasaan

Mayat Tubuh yang berhenti Tubuh sisa

Tubuh dari makhluk yang sudah mati

Apa-apa yang sudah mati

Pada uraian dan tabel dapat dicermati perubahan figur retorik memberikan citraan yang lebih sederhana sekaligus lebih umum terhadap imaji. Misalnya kalimat penutup pada puisi “Syair Penyair Pemanggul Mayat” yang sebelumnya begitu rumit, menjadi lebih umum dibaca dengan pemahaman bahwa syair merupakan ungkapan perasaan sehingga hubungannya dengan kalbuku menjadi lebih masuk akal. Figur retorik yang telah dipasangkan kembali dalam kalimat masih menyisakan beberapa permasalahan. Untuk mengikat seluruh kemunculan menjadi satu situasi sebenarnya, maka diperlukan pembacaan teks sebagai kesatuan organis.

2.3.5 Proses Naturalisasi Figur Retorik Puisi “Siulan Hitam Raut Kematian”

Dalam dokumen SYAIR PEMANGGUL MAYAT KARYA INDRA TJAHYADI (Halaman 138-145)

Garis besar

Dokumen terkait