STRUKTUR PUISI DALAM KUMPULAN PUISI
2.3 Proses Naturalisasi Figur Retorik Kumpulan Puisi Syair Pemanggul Mayat Mayat
2.3.5 Proses Naturalisasi Figur Retorik Puisi “Siulan Hitam Raut Kematian” Proses pengubahan figur retorik menjadi bentuk yang lebih sederhana Proses pengubahan figur retorik menjadi bentuk yang lebih sederhana
disebut dengan proses naturalisasi. Proses tersebut bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mudah terhadap imaji dengan merujuk pada citraan yang dihadirkan oleh figur retorik. Pada tahap ini tiap figur retorik dianalisis dengan mencermati citraan masing-masing berdasarkan kemunculan dan hubungannya dengan diksi-diksi lain yang ikut membangun imaji.
Pada bait pertama, figur retorik 1.1 menghadirkan citraan kuasa atau kendali. Figur retorik 1.2 menghadirkan citraan kelemahan. Diksi menjulur
memberikan citraan mengarah, mendekat, menuju. Diksi dasar menunjukkan titik paling bawah atau titik awal waktu. Dengan demikian kalimat pertama dapat dibaca dengan kendali ingatanku lemah, menuju ke titik awal waktu. Figur retorik 1.3 menghadirkan citraan udara sekitar berhubungan dengan yang dirasakan. Diksi beku berhubungan dengan diksi sedih yang mencitrakan pengendapan atau sesuatu yang tertahan. Figur retorik 1.4 menghadirkan citraan jiwa yang mati. Figur retorik 1.5 menghadirkan citraan kebebasan. Diksi melayang membawakan citraan berkitar atau beredar mengelilingi. Figur retorik 1.6 menghadirkan citraan rasa perih. Dengan demikian kalimat kedua dapat dibaca dengan semalaman perasaan yang sedih mengendap, jiwa yang mati dari suatu keleluasaan memenuhi, menciptakan keperihan tatapanku. Figur retorik 1.7 menghadirkan citraan kekejaman. Perusuh dapat dipahami sebagai orang-orang yang berbuat kerusakan. Figur retorik 1.8 menghadirkan citraan logika dan kesadaran. Diksi
figur retorik 1.8 dapat dipahami sebagai perasaan yang berkaitan dengan kesadaran. Dengan demikian kalimat ketiga dapat dibaca dengan seperti kekejaman di tangan para pembuat kerusakan, aku begitu menderita, seluruh perasaan yang berkaitan dengan kesadaran membusuk dalam paruku. Figur retorik 1.9 menghadirkan citraan tanpa tabir atau penghalang. Figur retorik 1.9 juga dapat dipahami dengan tanpa pelindung. Figur retorik 1.10 menghadirkan citraan keburukan. Diksi menggayuti bermakna membebani. Dengan demikian kalimat keempat dapat dibaca dengan aku tak berpelindung, segala keburukan membebani pelirku. Figur retorik 1.11 menghadirkan citraan suara kesakitan. Figur retorik 1.12 menghadirkan citraan keperihan. Dengan demikian kalimat kelima dapat dibaca dengan seteguk kekosongan menyuarakan kesakitan menciptakan keperihan pada urat nadiku.
Selanjutnya pada bait kedua, figur retorik 2.1 menghadirkan citraan proses yang sempurna atau dapat dipahami dengan kesempurnaan. Figur retorik 2.2 menghadirkan citraan suara menggemuruh yang memenuhi. Diksi luka merujuk pada citraan figur retorik 1.6, keperihan. Dengan demikian kalimat keenam dapat dibaca dengan kesempurnaan sesuatu yang menggemuruh menjelaskan keperihan kejalanganku. Figur retorik 2.3 berkaitan dengan diksi fantasi menghadirkan citraan seksual. Figur retorik 2.4 menghadirkan citraan siksaan. Figur retorik 2.5 menghadirkan citraan kisah. Diksi seratus menghadirkan citraan kesempurnaan nilai. Diksi ektase atau ekstase bermakna kondisi trans atau di luar kesadaran. Figur retorik 2.6 menghadirkan citraan ketidakberhargaan. Dengan demikian kalimat ketujuh dapat dibaca dengan fantasi seksual terlaknat memberikan siksaan
kisah sempurna dari ketaksadaran diri yang tidak berharga. Figur retorik 2.7 menghadirkan citraan sembunyi. Figur retorik 2.8 menghadirkan citraan titik paling bawah gema, dapat dipahami sebagai ketiadaan suara. Dengan demikian kalimat kedelapan dapat dibaca dengan aku berdiam dalam kesunyian. Figur retorik 2.9 menghadirkan citraan kenangan masa lalu. Figur retorik 2.10 menghadirkan citraan akhir kehidupan. Diksi karam yang bermakna tenggelam. Figur retorik 2.11 menghadirkan citraan bersuara gelegar dan kalut. Maka figur retorik 2.11 dapat dipahami dengan penyampaian penuh hasrat. Dengan demikian kalimat kesembilan dapat dibaca dengan kenangan masa lalu dan akhir kehidupan tersampaikan dengan sepenuh hasrat lewat sajakku. Figur retorik 2.12 menghadirkan citraan terampas. Figur retorik 2.13 menghadirkan citraan peringatan. Dengan demikian kalimat kesepuluh dapat dibaca dengan syahwatku terampas, menjelma sajak peringatan. Pada kalimat selanjutnya ode patung
merupakan pengulangan dan penegasan sebelumnya. Diksi runtuh dapat dibaca sebagai hancur. Figur retorik 2.14 menghadirkan citraan kegelapan. Dengan demikian kalimat kesebelas dapat dibaca dengan sajak peringatan yang hancur di tengah kegelapan. Figur retorik 2.15 menghadirkan citraan daya yang mempengaruhi. Diksi singup merupakan kata dalam bahasa Jawa yang bermakna seram atau mencekam. Figur retorik 2.16 menghadirkan citraan rasa panas yang menghancurkan. Figur retorik 2.17 menghadirkan citraan tanda ungkapan perasaan. Dengan demikian kalimat kedua belas dapat dibaca dengan daya yang magis dan singup dari hawa panas yang mengakibatkan penderitaan berbunyi dengan keras, menjelma tanda ungkapan perasaan. Figur retorik 2.18
menghadirkan citraan muda. Figur retorik 2.19 menghadirkan citraan diam. Dengan ketiga belas dapat dibaca dengan tanda ungkapan perasaan yang muda yang diharamkan Tuhan pada sosok yang diam.
Figur retorik 3.1 yang disandingkan dengan diksi salju, menghadirkan citraan kebekuan. Figur retorik 3.1 dapat dipahami sebagai kesedihan yang begitu lama. Figur retorik 3.2 menghadirkan citraan kisah buatan. Diksi mengubur
memberikan citraan menyembunyikan. Figur retorik 3.3 menghadirkan citraan masa yang sempurna. Figur retorik 3.4 menghadirkan citraan nyala berkilauan. Dengan demikian kalimat keempat belas dapat dibaca dengan dalam kesedihan yang begitu dalam dan lama, kegamangan buatan yang tak terpahamkan menyembunyikan kerinduan masa silam yang sempurna dan berkilauan di puncak mataku. Figur retorik 3.5 menghadirkan citraan ruang yang bergetar. Figur retorik 3.6 menghadirkan citraan kemegahan. Figur retorik 3.7 menghadirkan citraan kebahagiaan. Figur retorik 3.8 menghadirkan citraan kemesraan. Figur retorik 3.9 menghadirkan citraan penderitaan. Dengan demikian kalimat kelima belas dapat dibaca dengan seketika aku berilusi bergetar, rasa ngeri menciptakan kemegahan kebahagiaan dari kemesraan dan penderitaan. Figur retorik 3.10 menghadirkan citraan orang terpilih sebagai pembawa kabar. Figur retorik 3.10 dapat dipahami sebagai orang yang dipilih untuk bicara (pesan Tuhan). Dengan demikian kalimat keenam belas dapat dibaca dengan aku adalah orang yang seharusnya bicara namun kebisuan menjadi takdirku. Figur retorik 3.11 menghadirkan citraan kehancuran atau akhir dunia. Figur retorik 3.12 menghadirkan citraan menetap teguh. Dengan demikian kalimat ketujuh belas dapat dibaca dengan kelak
kutinggalkan Sorga meski kehancuran dunia yang sesat menetap teguh di jalan nafasku. Figur retorik 3.13, kata besat tidak tercatat sebagai kosakata bahasa Indonesia. Indikasi kesalahan cetak merujuk pada beberapa kata yang mungkin misalnya, bersat, besar, dan pesat. Mencermati hubungannya dengan diksi lain dalam kalimat, figur retorik 3.13 menghadirkan citraan kehadiran sepintas. Figur retorik 3.14 menghadirkan citraan bunyi panggilan. Kalimat kedelapan belas dapat dibaca dengan kegelapan begitu pekat, menghadirkan sepintas panggilan. Figur retorik 3.15 menghadirkan citraan mengerikan. Maka kalimat kesembilan belas dapat dibaca dengan panggilan mengerikan gambaran kematianku.
Secara rinci perubahan figur retorik menjadi bentuk yang lebih sederhana dapat dibaca pada tabel berikut.
Tabel 11 Proses Naturalisasi Figur Retorik Puisi “Siulan Hitam Raut Kematian”
Member Prose
s Class Proses Member
Tangan Bagian tubuh yang
dapat menjulur Bagian tubuh untuk memegang
Bagian tubuh untuk mengendalikan
Apa-apa yang mengendalikan
Kurus Tidak memiliki
volume tubuh Tidak berdaging Tampak kecil Apa-apa yang tampak kecil Angin Kesegaran Gerakan lembut Udara yang berhembus disekitar Apa-apa yang dirasakan di sekitar Arwah Jiwa Roh Kematian Apa-apa yang menunjukkan kematian
Burung-burung Hewan bersayap Hewan yang terbang Hewan yang bebas
Apa-apa yang bergerak bebas Melukai Menyakiti Menimbulkan darah Menimbulkan rasa perih Apa-apa yang menimbulkan rasa perih
Parang Benda tajam
Benda mengerikan Benda dalam kerusuhan
Apa-apa yang ada dalam kerusuhan
Pengetahuan Segala yang diingat Segala yang
dipahami Segala yang menunjukkan akal sehat
Apa-apa dalam akal sehat
Bugil Telanjang bulat
Tanpa pakaian Tanpa penutup
Apa-apa yang tanpa penutup
Kejahatan Tindakan buruk Tindakan melanggar Tindakan merusak dan merugikan Apa-apa yang merusak dan merugikan
Memekik Bersuara tinggi
Bersuara lantang Mengeluarkan jeritan
Apa-apa yang menjerit
Menyayat Menimbulkan luka
dengan rasa perih Apa-apa yang menimbulkan keperihan
Kupu-kupu Hewan
berwarna-warni
Hewan yang indah Hewan dengan metamorfosis sempurna Apa-apa yang menunjukkan kesempurnaan
Geludhuk Suara di langit Suara gemuruh Suara menggelegar
Apa-apa yang bersuara gelegar yang melingkupi
Ranjang Benda keras Tempat tidur Tempat yang intim
Apa-apa yang intim
Mencambukkan Memukul berulang Memukul dengan lecutan Menyiksa Apa-apa yang menyiksa Narasi Penjelasan Kisah Uraian panjang Apa-apa yang diuraikan dengan panjang
Perdu Tumbuhan yang
tidak tinggi Tumbuhan yang lemah Tumbuhan yang diacuhkan Apa-apa yang diacuhkan Berlindung Bersembunyi Menyelamatkan Berada di dalam Apa-apa yang di dalam
Dasar gema Titik terdalam suara Titik tak tampak suara
Titik paling bawah suara
Apa-apa yang di bawah suara
Sejarah Peristiwa fakta
Peristiwa penting Peristiwa lalu
Apa-apa yang terjadi di waktu lalu
Maut Nyawa yang hilang
Keadaan mengagumkan Kematian Apa-apa yang menunjukkan kematian
Berledakan Suara keras
Suara mengagetkan Suara menghentak Apa-apa yang menghentak Samun Mencuri Menghilangkan Mengambil Apa-apa yang mengambil
Monumen batu
Peringatan untuk mengingat
Kabut Udara yang padat
Suasana kelam Keadaan menutupi
Apa-apa yang menutupi
Sihir Kekuatan magis
Kekuatan Memperdayai
Apa-apa yang berdaya ajaib
Taifun Angin yang panas
Angin yang mencekam
Angin yang merusak
Apa-apa yang merusak
Kecupan Sentuhan bibir
Kemesraan Tanda rasa sayang
Apa-apa yang menunjukkan perasaan sayang
Hijau Warna daun
Warna yang segar Warna yang muda
Apa-apa yang menunjukkan kemudaan
Batu Benda yang keras
Benda yang kaku Benda yang diam
Apa-apa yang diam
Dasar timbunan
salju Terbebani tumpukan Tersembunyi di bawah
Kebekuan
Apa-apa yang terasa membeku
Dongeng Kisah pengantar
tidur
Kisah impian Kisah tidak benar-benar terjadi
Apa-apa yang tidak benar-benar terjadi
Abad Era zaman
Waktu yang lama Waktu yang bernilai seratus
Apa-apa yang bernilai seratus
Kunang-kunang Hewan kecil Hewan malam Hewan bercahaya
Apa-apa yang bercahaya berkilauan
Kehancuran
Bumi yang bergetar bergetar Kubah marmar Bangunan berharga
tinggi Bangunan yang keras Bangunan yang megah Apa-apa yang megah Bunga-bunga Berwarna-warni Mengeluarkan harum Berhiaskan keindahan Apa-apa yang tampak indah
Ciuman Gerakan hidung
Keintiman Kemesraan Apa-apa yang menampakkan kemesraan Kutuk Hukuman Kebencian Terkena laknat Apa-apa yang terkena laknat
Rasul Seorang laki-laki
Penyampai pesan Pengemban tugas dari Tuhan
Apa-apa yang ditugaskan Tuhan
Kiamat Kejadian akhir
zaman Hari kebangkitan Kehancuran dunia Apa-apa yang menampakkan kehancuran
Bersitegak Saling berdiri Saling kaku Saling menetap Apa-apa yang benar-benar tetap Membesatkan Menyisakan Menggoreskan Muncul dengan cepat
Apa-apa yang cepat
Siulan Bunyi burung
Bunyi harmonis Bunyi untuk mengundang Apa-apa yang ditujukan untuk mengundang
Hitam Kesuraman Kematian Warna kegelapan Apa-apa yang ditampakkan kegelapan
Pada tabel di atas dapat dicermati masing-masing figur retorik menghadirkan citraan tertentu yang mengarahkan pembacaan teks ke bentuk yang lebih sederhana. Pembacaan tersebut dapat dicerna sebatas pembacaan terpisah. Masih terdapat bagian-bagian kalimat yang tampak tidak koheren sebagai satu kesatuan. Diperlukan pembacaan menyeluruh untuk mengikat seluruh tampakan teks menjadi satu situasi.
2.3.6 Proses Naturalisasi Figur Retorik Puisi “Suara Lonceng yang Sekarat”