• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebagai suatu kawasan yang masih asli (hutan primer) TNGL diisi oleh berbagai jenis flora dan fauna. Kekayan berbagai jenis flora meliputi tumbuhan

timber atau kayu langka seperti kayu kapur. Sedangkan banyak lagi jenis kayu yang digunakan untuk kepentingan pertukangan (kebutuhan rumah tangga). Fauna yang menghuni TNGL terdiri banyak jenis yan dilindungi secara Nasional karena kelangkaannya. Selain itu dari kawasan TNGL diperkaya oleh produk-produk bukan kayu yang memiliki suatu peran dan fungsi pada ekositem lingkungan secara global. Keberadan produk bukan kayu belum menjadi perhatian yang serius karena pemanfaatan hasil hutan hanya bertumpu pada hasil kayu dan tanaman yang dapat dijual belikan secara tradisional. Produk bukan kayu dihitung nilai manfaatnya dimana perhitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

7.2.2. Pariwisata

Keberadan TNGL pada saat ini bukan hanya merupakan kekayaan bangsa Indonesia tetapi telah menjadi milik bansa-bangsa di dunia.hal ini dapat terjadi karena TNGL merupakan satu kesatuan dari ekositem dunia. Oleh karena itu berbagai keunikan flora, fauna dan panorama yang asli merupakan produk yang tak ternilai harganya. Sejak disahkan menjadi kawasan konservasi, TNGL telah dikunjungi oleh berbagai penduduk mancanegara untuk keperluan ilmu pendidikan pengembangan kawasan TNGL sebagai pusat rehabilitasai Orang Utan, khususnya di Bahorok bukit Lawang. Jumlah pengunjung domestik dan manca negara dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Menrut hasil survey pada pengunjung TNGL terdiri atas 70% untuk berekreasai, 28% untuk tujuan widyawisata (pendidikan) dan dua persen untuk kepntingan penelitian dengan komposisi tersebut juga diramalkan bahwa peningkatan kunjungan wisata terlihat

dari kedatangan pengunjung sejumlah 113.092 untuk lebih lengkap lihat tabel Ramalan pengunjung TNGL berikut.

Tabel 25. Ramalan pengunjung TNGL

Tahun Jenis Pemgunjung Maksud Kunjungan

Asing Domestik Rekreasi Pendidikan Penelitian

1985 1990 1995 2000 2005 3.150 5.987 8.824 8.824 8.824 22.518 63.417 104.268 104.268 104.268 17.187 48.588 79.164 79.164 79.164 7.187 19.433 31.666 31.666 31.666 513 1.388 2.262 2.262 2.262

Besarnya minat wisatawan asing dan domestik berwista ke TNGL memberikan dampak ekonomi yang cukup besar yaitu perolehan dari tiket masuk ke lokasi TNGL khusunya pusat rehabilitasi Orang Utan di bukit Lawang. Kawasan Dusun Bukit Semelir yang berbatasan langsung dengan tanah tinggi Karo memiliki keunggulan keindahan pemandangan, udara yang sejuk serta keaslian tanaman- tanaman hutan primer. Dengan keunggulan tersebut kawasan ini belum dikenal secara luas.

Jumlah pengunjung domestik lebih banyak dari kalangan remaja yaitu anak-anak sekolah SLTP dan SLTA. Umumnya para pelajar memanfaatkan lokasi Pamah Semelir sebagai tempat berkemah. Sedangkan wisatawan asing yang datang ke lokasi ini perbulannya rata-rata masih sedikit yaitu enam sampai delapan orang. Kegiatan mereka lebih sering melakukan napak tilas dari bukit lawang ke tanah Karo. Oleh karena minimnya jumlah wisatawan yang datang ke Dusun Pamah Semelir ini berdampak negatif bagi pengusaha yang menyediakan kamar sewa kosong. Sepanjang tahun wisatawan yang datang hanya beristirahat untuk melepas lelah kemudian melanjutkan perjalanan kembali. Dilihat dari kecilnya jumlah pengunjung domestik maupun manca negara ke kawasan Dusun Pamah Semelir karena daerah ini belum dijadikan pusat wisata. Jumlah

pengunjung terbesar lebih berpusat di pusat rehablitasi Orang Utan Bahorok. Perhitungan manfaat yang dihasilkan dari kegiatan pariwisata dalam hitungan yang digunakan untuk analisis manfaat-biaya diperlihatkan pada Lampiran 2.

7.2.3. Air

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan kawasan tangkapan air yang sangat besar. Air selain bermanfaat bagi masyarakat dapat pula mendatangkan bencana berupa banjir bandang atau tanah longsor jika kwasan tangkapan air mengalami kerusakan. Sumber air yang sangat besar di kawasan TNGL jika dihitung debit air perhari mencapai 1.296 meter kubik atau sama dengan 1.296.000 liter perhari. Jika penduduk menggunakan air bersih setiap hari 125 liter maka dapat dipenuhi kebutuhan bagi 10.368 penduduk. Dan dengan memberi harga per 125 liter sebesar Rp 836 maka nilai Rupiahnya sebesar Rp 8.667.648 /hari. Perhitungan lebih terperinci untuk analisis manfaat-biaya dijelaskan di dalam Lampiran 3.

7.3. Analisis Kelayakan Ekonomi 7.3.1. Analisis Manfaat-Biaya

Metode analisis yang digunakan pada analisis ekonomi manfaat dan biaya adalah dengan mengitung Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return

(IRR) dan Net Benefit/Cost (Net B/C) yang dilakukan pada discount rate sesuai

dengan suku bunga pasar (18 persen) dan discount rate apabila suku bunga

diperlihatkan pada Lampiran 4 hingga 6, dan ringkasan hasil perhitungan tersebut disajikan pada Tabel 26.

Terlihat pada Lampiran 4 bahwa di antara komponen manfaat yang terbesar adalah nilai produk bukan kayu, yang pada tahun pertama diestimasi sebesar Rp 82,60 milyar. Pada urutan berikutnya adalah pariwisata, yang pada tahun pertama diperkirakan mencapai Rp 4,31 milyar untuk pariwisata domestik dan Rp 0,43 milyar untuk pariwisata luar negeri, diikuti dengan air dengan besaran yang relatif kecil.

Estimasi awal dari analisis arus manfaat dan arus biaya yang dilakukan untuk tingkat diskonto (discount rate) 18 persen menunjukkan bahwa nilai NPV negatif yakni -Rp 75.383.199.966 (Tabel 26). NPV yang negatif ini menunjukkan bahwa keberadaan TNGL dengan suku bunga pasar (tingkat diskonto 18 persen) tidak layak untuk dijalankan. Tingkat pengembalian internal (IRR) yang dihasilkan adalah sebesar 13,86 persen. Tingkat pengembalian internal ini menunjukkan bahwa ”proyek” akan memberikan tingkat pengembalian terhadap modal yang ditanamkan sebesar 13,86 persen, dimana nilai ini lebih rendah dari tingkat diskonto yang digunakan (18 persen). Hasil estimasi nilai Net B/C menunjukkan nilai yang kurang dari satu, yaitu sebesar 0,878. Angka hasil estimasi ini menunjukkan bahwa setiap pengeluaran sebesar satu rupiah maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 0,878. Hasil-hasil analisis ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan suku bunga pasar, maka TNGL tidak layak untuk dijalankan. Oleh sebab itu, apabila TNGL akan tetap dipertahankan, mengingat besarnya peranan yang dimilikinya termasuk kelestarian lingkungan, diperlukan subsidi suku bunga.

Tabel 26. Hasil Analisis Manfaat-Biaya TNGL

Suku Bunga (Discount Rate) NPV NET B/C IRR

Suku Bunga Pasar (DR=18%) -75.383.199.966 0,878 13,86%

Suku Bunga Disubsidi (DR=10%) 96.853.434.058 1,141 13,86%

Suku Bunga Disubsidi (DR=7%) 196.622.495.384 1,275 13,86%

Estimasi analisis manfaat-biaya yang dilakukan dengan suku bunga yang disubsidi (tingkat diskonto 10 persen maupun 7 persen) menunjukkan bahwa nilai NPV menjadi positif, Net B/C lebih besar dari satu, dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto (Tabel 26).

Analisis manfaat-biaya yang dilakukan pada tingkat diskonto 10 persen, misalnya, dapat mendatangkan NPV sebesar Rp 96.853.434.058, Net B/C sebesar 1,141, dan IRR sebesar 13,86 persen. Nilai-nilai IRR untuk ketiga besaran tingkat diskonto sama besarnya karena, sesuai dengan teori, besaran IRR tidak tergantung pada tingkat diskonto. Besaran IRR akan berubah apabila ada perubahan items

arus manfaat dan/atau arus biaya. Hasil-hasil analisis di atas menunjukkan bahwa pemberian subsidi suku bunga menyebabkan TNGL layak untuk dijalankan.

7.3.2. Analisis Sensitifitas

Analisis sensitifitas yang dilakukan di sisi manfaat adalah jika terjadi penurunan pada nilai manfaat bukan kayu, yang merupakan komponen dominan dari arus manfaat; dan di sisi biaya yaitu jika terjadi kenaikan pada biaya operasional, yang merupakan elemen yang menentukan kelancaran operasional TNGL. Perubahan masing-masing parameter ini dilakukan secara individual maupun secara bersama-sama (kombinasi) untuk berbagai tingkat diskonto (18

persen, 10 persen, dan 7 persen). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7 sampai dengan 14, dan ringkasannya disajikan pada Tabel 27.

Terlihat pada Tabel 27 bahwa dengan tingkat diskonto 18 persen (suku bunga pasar), semua perubahan yang terjadi (penurunan manfaat bukan kayu 20 persen maupun kenaikan biaya operasional 20 persen) menyebabkan pelaksanaan TNGL menjadi tidak layak (NPV negatif, net B/C lebih kecil dari satu, dan IRR lebih rendah dari tingkat diskonto). Kombinasi kedua perubahan tersebut tidak perlu dianalisis karena dapat dipastikan akan menyebabkan pelaksanaan TNGL semakin tidak layak.

Tabel 27. Hasil Analisis SensitifitasTNGL

Uraian NPV NET B/C IRR

Suku Bunga Pasar (DF=18%)

Manfaat Bukan Kayu Turun 20% -179.144.352.776 0,710 7,81%

Biaya Operasional Naik 20% -77.057.858.384 0,876 13,76%

Suku Bunga Disubsidi (DF=10%)

Manfaat Bukan Kayu Turun 20% -52.661.170.529 0,923 7,81%

Biaya Operasional Naik 20% 94.311.333.113 1,137 13,76%

Manfaat Bukan Kayu Turun 20%,

dan Biaya Operasional Naik 20% -55.203.271.474 0,920 7,70%

Suku Bunga Disubsidi (DF=7%)

Manfaat Bukan Kayu Turun 20% 22.039.238.690 1,031 7,81%

Biaya Operasional Naik 20% 193.602.444.212 1,269 13,76%

Manfaat Bukan Kayu Turun 20%,

dan Biaya Operasional Naik 20% 19.019.187.518 1,026 7,70%

Apabila suku bunga disubsidi sedemikian rupa sehingga tingkat diskonto turun menjadi 10 persen, ternyata penurunan manfaat bukan kayu 20 persen menyebabkan TNGL masih belum layak dilaksanakan (NPV –Rp 52.661.170.529, Net B/C sebesar 0,923, dan IRR 7,81%). Adapun kenaikan biaya operasional 20 persen, dengan tingkat diskonto 10 persen, tidak merubah status kelayakan TNGL

karena NPV masih positif, Net B/C masih lebih besar dari satu, dan IRR masih lebih tinggi dari tingkat diskonto (Tabel 27). Akan tetapi, kombinasi kenaikan biaya operasional 20 persen dengan penurunan manfaat bukan kayu 20 persen menyebabkan bahwa TNGL tidak layak dijalankan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun suku bunganya sudah disubsidi, ”proyek” TNGL berisiko cukup tinggi untuk dijalankan, karena pengusahaannya menjadi tidak layak apabila ada gangguan penurunan arus manfaat bukan kayu. Oleh sebab itu, subsidi terhadap suku bunga yang diberikan harus lebih besar sehingga tingkat diskonto menjadi harus lebih rendah dari yang digunakan di atas.

Dengan menggunakan tingkat diskonto 7 persen (atau diberikan subsidi suku bunga sebesar 18% - 7% = 11%), terlihat pada Tabel 27 bahwa apabila terjadi perubahan-perubahan seperti dikemukakan di atas, TNGL tetap layak dilaksanakan. Dengan demikian, agar manfaat ekonomi dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar TNGL dan konservasi TNGL sekaligus dapat dilaksanakan dengan baik, maka pembiayaan TNGL perlu dilakukan dengan bantuan/subsidi suku bunga. Tanpa insentif ini, maka kemungkinan masyarakat sekitar TNGL tidak dapat memperoleh manfaat ekonomi yang memadai, dan kelestarian lingkungan TNGL pun akan terancam.

VIII. ANALISIS MATRIK KEBIJAKAN

Dokumen terkait