• Tidak ada hasil yang ditemukan

Secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam suatu pelaksanaan kegiatan. Menurut Mubyarto (1984), partisipasi dapat diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan diri sendiri. Partisipasi disini umumnya dikaitkan dengan upaya mendukung program pemerintah.

Terdapat dua jenis definisi partisipasi yang beredar di masyarakat. Pertama adalah definisi yang diberikan oleh perencana pembangunan formal di Indonesia dimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah dukungan rakyat terhadap proyek pembangunan yang dirancak dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Kedua adalah definisi yang berlaku universal dimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut definisi ini tinggi rendahnya partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibanguan di wilayah mereka (Soetrisno, 1995).

Definisi lain menurut Hadi (1995) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan proses dimana masyarakat ikut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Ditinjau dari segi kualitas, partisipasi dianggap

sebagai masukan kebijakan, strategi, komunikasi, media pemecahan publik, dan terapi sosial.

Menurut Soetrisno (1995) dari sudut pandang sosiologis, partisipasi yang diartikan hanya sebagai dukungan masyarakat terhadap program pembangunan yang sudah dirancang dan ditetapkan tujuannya sebelumnya bukan merupakan partisipasi masyarakat melainkan mobilisasi masyarakat dalam pembangunan. Mobilisasi masyarakat dalam pembangunan hanya dapat mengatasi permasalahan pembangunan dalam jangka pendek. Pengertian partisipasi masyarakat yang sebenarnya diharapkan dalam pembangunan adalah keterlibatan atau keikutsertaan masyarakat secara aktif baik secara moril maupun materil dalam program pembangunan untuk mencapai tujuan bersama yang didalamnya menyangkut kepentingan individu.

2.9.2. Jenis, Tipe, dan Tahapan Partisipasi

Partisipasi merupakan masukan dalam proses pembangunan dan sekaligus juga sebagai keluaran atau sasaran dari pelaksanaan pembangunan (Harahap, 2001). Partisipasi dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, tipe dan tahapan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dibagi lima. Pertama, ikut memberikan masukan dalam proses pembangunan, menerima imbalan atas masukan tersebut, dan menikmati hasil pembangunan. Kedua, ikut memberikan masukan dan ikut menikmati hasil pembangunan. Ketiga, ikut memberikan masukan dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan. Keempat, menikmati hasil pembangunan tanpa memberikan masukan. Terakhir,

memberikan masukan tanpa menerima imbalan dan tidak ikut menikmati hasil pembangunan.

Tipe partisipasi menurut Pretty dalam

1. Partisipasi Pasif

Harahap (2001) dikelompokkan menjadi tujuh jenis yaitu:

Partisipasi masyarakat dengan diberitahu tentang hal-hal yang sudah jadi yang merupakan tindakan sepihak dari administratur atau manajer proyek tanpa menghiraukan tanggapan masyarakat. Sumber informasi yang dihargai hanya pendapat para professional.

2. Partisipasi dalam Pemberian Informasi

Partisipasi msyarakat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan kuesioner atau pendekatan serupa. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk mempengaruhi cara kerja karena temuan- temuan tidak dibagi kepada mereka.

3. Partisipasi Konsultatif

Partisipasi masyarakat dengan dimintai tanggapan atas suatu hal. Pihak luar yang merumuskan permasalahan, mengumpulkan informasi, dan melakukan analisis. Bentuk konsultasi tersebut tidak melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan pihak luar pada dasarnya tidak berkompeten untuk mewakili masyarakat.

4. Partisipasi dengan Imbalan Materi

Partisipasi masyarakat dengan cara memberikan kontribusi sumberdaya yang dimilikinya, misalnya sebagai tenaga kerja, untuk memperoleh imbalan makanan, uang tunai maupun imbalan material lainnya. Masyarakat boleh

jadi menyediakan lahan dan tenaga kerjanya, namun tidak terlibat dalam proses eksperimentasi dan pembelajaran. Proses inilah yang selama ini lazim disebut sebagai partisipasi. Dalam konteks ini masyarakat tidak memiliki pijakan untuk melanjutkan kegiatannya tatkala imbalan dihentikan.

5. Partisipasi Fungsional

Partisipasi masyarakat dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan proyek yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterlibatan masyarakat biasanya tidak hanya pada tahap awal proyek atau perencanaan, tetapi juga setelah keputusan pokok dibuat pihak luar. Kelompok masyarakat cenderung menjadi tergantung terhadap pemrakarsa dan fasilitator luar, tetapi juga mungkin untuk menjadi mandiri.

6. Partisipasi Interaktif

Partisipasi masyarakat dalam tahapan analisis, pengembangan rencana kegiatan, dan dalam pembentukan dan pemberdayaan institusi local. Partisipasi dipandang sebagai hak, dan bukan sekedar sebagai cara untuk mencapai tujuan proyek. Proses tersebut melibatkan metodologi multidisiplin yang membutuhkan perspektif yang mejemuk serta membutuhkan proses pembelajaran yang sistematik dan terstruktur. Sebagai kelompok, masyarakat memegang kendali sepenuhnya atas keputusan- keputusan local, sehingga masyarakat memiliki kewenangan yang jelas untuk memelihara struktur dan kegiatannya.

7. Mobilisasi Swakarsa

Partisipasi masyarakat dengan mengambil inisiatif secara mandiri untuk melakukan perubahan system. Mereka membangun hubungan konsultatif

dengan lembaga eksternal mengenai masalah sumberdaya dan masalah teknikal yang mereka butuhkan, tetapi tetap memegang kendali menyangkut pendayagunaan sumberdaya. Partisipasi ini mungkin tidak akan mengganggu distribusi kesejahteraan dan kekuasaan.

Tahapan partisipasi masyarakat menurut Sustiwi (1986) dapat dibedakan menjadi tiga tahapan. Pertama, tahap perencanaan biasanya diwakili oleh tokoh masyarakat atau wakil yang duduk di pemerintahan desa. Kedua, tahap pelaksanaan dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program, baik secara fisik maupun non-fisik. Terakhir, tahap pemanfaatan program dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam menikmati dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yang dicapai.

2.9.3. Pengembangan Partisipasi Masyarakat

Keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pembangunan haruslah memberikan manfaat. Menurut Cernea (1991) terdapat lima cara untuk menjamin keuntungan dalam berpartisipasi dalam suatu proyek. Pertama, tingkat partisipasi yang diinginkan harus dibuat jelas sejak awal dan dapat diterima semua orang. Kedua, memiliki sasaran yang realistis untuk berpartisipasi dan harus dibuat berdasarkan fakta yang ada pada setiap perencanaan. Ketiga, pada umumnya perlu dilakukan perkenalan dalam mendukung partisipasi dimana harus disesuaikan dengan pola organisasi social di tingkat lokal. Keempat, harus ada komitmen pendanaan bagi partisipasi masyarakat. Terakhir, harus ada perencanaan terhadap pembagian tanggung jawab dalam setiap tahapan proyek, keuntungan lebih

ditujukan bagi kegiatan proyek dari pada membagi-bagikan asset kepada masyarakat tanpa kontribusi yang berarti.

Upaya dalam mengefektifkan peran serta masyarakat dalam

pembangunan menurut United Nation Environment Programme ada lima pokok

yaitu (Harahap, 2001):

1. Mengindentifikasi kelompok masyarakat yang tertarik atau bakal

dipengaruhi suatu kegiatan.

2. Menggapai kelompok masyarakat dengan memberikannya informasi tentang

permasalahan, alternatif, dan keputusan yang perlu.

3. Mengembangkan dialog dalam bentuk pertemuan, lokakarya, dengar

pendapat, kontak perorangan, surat menyurat, pembentukan tim kerja, dan lain-lain.

4. Mengasimilasi berbagai pendapat ini dalam suatu kesimpulan. 5. Memberi umpan balik tentang peran serta tadi.

Supaya masyarakat mau ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan, perlu adanya suatu upaya pemberdayaan masyarakat. Terdapat empat strategi dalam pemberdayaan masyarakat yaitu:

1. Strategi Fasilitasi

Strategi ini digunakan jika kelompok atau sistem yang menjadi target mengetahui ada suatu masalah dan membutuhkan perubahan dimana ada keterbukaan terhadap bantuan dari luar dan adanya keinginan pribadi untuk terlibat. Para agen peubah diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator yang bertugas membuat kelompok target menjadi sadar terhadap pilihan-pilihan dan keberadaan sumber-sumber. Strategi ini dikenal juga sebagai strategi

kooperatif dimana agen peubah dan klien (masyarakat) bersama-sama mencari penyelesaian.

2. Strategi Edukatif

Strategi ini membutuhkan waktu pelaksanaan yang relatif lebih lama khususnya dalam bentuk transfer pengetahuan dan keahlian. Pendekatan ini memberikan suatu pemahaman dan pengetahuan baru dalam mengadopsi suatu perubahan. Segmentasi merupakan faktor yang penting agar pesan mudah dimengerti dan diterima oleh kelompok yang berbeda. Karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi sosial dan ekonomi) merupakan pengkategorian yang umumnya digunakan.

3. Strategi Persuasif

Strategi ini berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku dimana pesan disusun dan dipresentasikan. Pendekatan ini mengacu pada tingkat reduksi dimana agen peubah mempergunakan emosi dan hal-hal yang tidak rasional untuk melakukan perubahan. Persuasi umumnya digunakan jika target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempeunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan.

4. Strategi Kekuasaan

Strategi ini dalam prakteknya membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sangsi pada target serta mempunyai kemampuan untuk memonopoli akses. Strategi kekuasaan efektif digunakan ketika komitmen terhadap perubahan rendah, waktu singkat, dan perubahan yang dikehendaki lebih kepada perilaku dari pada sikap.

Dokumen terkait