• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberadaan TNGL disadari memiliki beraneka manfaat lamgsung dan manfaat tidak langsung pada masyarakat maupun ekosistem lingkungan. Untuk memenuhi kelestarian fungsi sosial ekonomi, pihak pemerintah melalui Departemen Kehutanan yaitu Direktorat Jenderal Taman Nasional sebagai pengelola TNGL secara rutin telah mengeluarkan dana pengusahaan agar Taman Nasional tetap lestari. Dana pengusahaan tersebut merupakan biaya-biaya bagi pembangunan sara maupun prasarana serta biaya petugas lapangan. Pada dasarnya, biaya pengusahaan TNGL dikelompokkan pada dua golongan yaitu : (1). Anggaran pembangunan, dan (2). Anggaran Rutin, yang meliputi segala pengeluaran yang disedikan untuk memelihara sarana fisik yang tersedia dan pengeluaran rutin untuk gaji pegawai.

Sedangkan anggaran pembangunan merupakan anggaran yang dipersiapkan dan dipergunakan untuk membangun berbagai sarana fisik yang diperlukan di dalam kawasan taman nasional. Pengeluaran fisik tersebut diantaranya untuk membangun jalan dan lain-lain. Pada bagian pembangunan fisik ini biaya rutin dipergunakan untuk memelihara sarana fisik yang terhitung sejak pembangunan sarana fisik diselesaikan hingga April 1990 untuk seluruh lokasi TNGL telah dibangun gedung dan sarana fisik 513 buah, sarana jalan setapak 56 km, instalasi air dan jalan patroli 5,5 km. Seluruh bangunan gedung sarana dan prasarana tersebut tersebar pada beberapa wilayah Taman Nasional

yang meliputi Daerah Gunung Leuser bagian Barat, Tengah dan Timur. Lebih Jelas Lihat Tabel 18.

Sumber dana pengusahaan Taman Nasional Gunung Leuser secara keseluruhan diperoleh dari dana pemerintah (merupakan investasi pemerintah). Selain itu bantuan keuangan juga diperoleh dari World Bank Iuran Hasil Hutan (IHH). Dana pengusahaan TNGL dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut menunjukan suatu pertanda bahwa keberadaan TNGL semakin dirasakan mempunyai manfaat yang besar bagi kehidupan. Hal ini dapat diduga dari kerugian yang ditimbulkan bila keberadan Taman Nasional rusak.

Tabel 19. Biaya Pembangunan TNGL

No. Nama Daerah Total Biaya

1.

2.

3.

4. 5.

Gunung Leuser Bagian Barat a. Tapak Air Dingin b. Tapak Kluet Selatan

c. Stasiun Pengamatan Kluet Selatn

d. Stasiun Pengamatan Jambu Kluange

e. Stasiun Pengamatan Pucuk Lembang

Gunung Leuser Bagian Tengah a. Stasiun Penelitian Ketambe b. Stasiun Penelitian Ketambe

c. Tapak Stasiun Pengamatan Lawe Gurah

Gunung Leuser Bagian Timur

a. Tapak Bukit Lawang Bohorok

b. Tapak Sekundur, Besilang

c. Stasiun Penelitian Aras Napal. Sekundur d. Stasiun Pengamatan Sekundur

Peralatan Komunikasi Kantor dan Rumah Dinas (Fasilitas Pengelola) Rp. 65.170.000 Rp. 309.032.000 Rp. 67.768.000 Rp. 84.963.000 Rp. 84.968.000 Rp. 318.012.000 Rp. 81.968.000 Rp. 340.968.000 Rp. 124.850.000 Rp. 134.814.000 Rp. 340.548.000 Rp. 49.890.000 Rp. 93.968.000 Rp. 1.288.352.500 Jumlah Rp. 3.382.352.500

Sumber : Desain Engineering Gunung Leuser, 1992.

Besarnya nilai kerugian kerusakan TNGL, dapat diketahui dari besarnya biaya pencegahan kerusakan, dari rencana pengembangan tahunan program

terpilih diperkirakan besarnya biaya seluruhnya adalah Rp. 444.420.000.000. Biaya ini secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel pengembangan tahunan.

Tabel 20. Rencana Tahapan Pengembangan.

No Rincian Program Nilai Program

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Pembuatan tatabatas kawasan lindung Aceh Selatan

Penetapan hutan kemasyarakatan

Penyusunan rencana detail tata ruang daerah Penyusunan rencana teknik tata ruang daerah Study evaluasi lingkungan DAS singkil, kluet Kr. Baro, Kr. Susoh, dan Kr. Bakongan Pembuatan saluran pengendali banjir dan peningkatan jaringan teknis bendungan irigasi Reklamasi tanah tandus dan reporstrasi

kawasan lindung yang rusak

Intensifikasi tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan

Pembuatan dan peningkatan jalan, jembatan dan gelombang Situlan

Mobil patroli dan operasional TNGL Barat

Rp. 550.000.000 Rp. 110.000.000 Rp. 120.000.000 Rp. 120.000.000 Rp. 550.000.000 Rp. 220.000.000.000 Rp. 550.000.000 Rp 2.200.000.000 Rp 220.000.000.000 Rp 220.000.000 Jumlah Rp. 444.420.000.000

Sumber : Pemda Aceh Selatan, 2005 (diolah).

Dilihat dari besarnya prediksi pengeluaran untuk pengembangan kawasan TNGL, menunjukan bahwa keberadaan TNGL semakin strategis bagi pelestarian lingkungan dan pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Memperhatikan perubahan dari tahun ke tahun, besarnya pengeluaran (biaya operasi) untuk pengamanan TNGL dari berbagai kerusakan yang dilakukan oleh perbuatan manusia yang kurang memiliki kesadaran dan tanggung jawab baik tanggung jawab sosial maupun tanggung jawab secara fisik. Pada kawasan TNGL memerlukan banyak bangunan serba guna sebagai upaya pemeliharaan kawasan serta usaha membeikan peningkatan pelayanan pengunjung TNGL yang berasal dari dalam maupun manca negara. Selain itu di tapal batas kawasan banyak dibangun pos-pos jaga, shelter-shelter maupun rambu pengaman. Hal ini

sangat penting agar penduduk yang tinggal di daerah penyangga tidak memasuki kawasan lindung yang sudah disepakati. Pengamanan dengan bangunan fisik sangat penting karena selama ini terjadi tumpang tindih pemilikan lahan dan ketidakjelasan batas sehingga timbul perambahan hutan TNGL. Biaya Investasi rata-rata pengusahaan TNGL adalah sebesar Rp 1.341.071.505 sedangkan biaya operasionalnya sebesar Rp 2.428.062.754 setiap tahunnya.

Selain itu dengan pengamanan yang menggunakan bangunan fisik para pengelola TNGL melakukan pengamanan dengan tenaga sumber daya manusia yaitu melakukan operasi-operasi tertentu pada situasi-situasi tertentu pula. Tujuan operasi ini sama dengan tujuan pembangunan fisik TNGL yaitu pengamanan kawasan dari pengrusakan dan perambahan. Besarnya biaya operasional ini dari tahun ketahun menunjukkan peningkatan yang cukup berarti.

Untuk mengamankan kawasan lindung TNGL, pada posisi keasriannya sekarang digalakkan pembudidayaan tanaman hortikultura atau tanaman pohon- pohon keras. Masyarakat digerakkan untuk menanami lahan-lahan garapannya dengan tanaman hortikultura tersebut. Besarnya dana untuk model ini terlihat dari alokasi THH. Dengan demikian untuk mengamankan kawasan lindung TNGL dari resiko pengrusakan yang merugikan masyarakat maupun ekosistemnya. Adapun bentuk-bentuk pengaman tersebut yaitu dengan pembangunan fisik, peningkatan personal operasional dan pengamanan dengan penanaman hortikultura. Dari ketiga model pengamanan tersebut dengan pendekatan analisa efektifitas biaya dapat diketahui bentuk pengamanan yang efektif dan yang relatif lebih tepat yang diperlukan oleh TNGL. Atau dengan istilah lain model pengamanan tidak intensif, pengamanan intensif dan pengamanan alamiah.

Besarnya nilai kerugian kerusakan TNGL, dapat diketahui dari besarnya biaya pencegahan kerusakan, dari rencana pengembangan tahunan program terpilih diperkirakan besarnya biaya seluruhnya Rp. 675.357.570.000. Biaya ini secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel pengembangan tahunan Tabel 20.

Tabel 21. Rencana Pengembangan Tahunan

No Rincian Program Nilai Program

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Pembuatan tatabatas kawasan lindung aceh selatan

Penetapan hutan kemasyarakatan

Penyusunan rencana detail tata ruang daerah Penyusunan rencana teknik tata ruang daerah Study evaluasi lingkungan DAS singkil, kluet Kr. Baro, Kr. Susoh, dan Kr. Bakongan

Pembuatan saluran pengendali banjir dan peningkatan jaringan teknis bendungan irigasi Reklamasi tanah tandus dan reporstrasi kawasan lindung yang rusak

Intensifikasi tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan

Pembuatan dan peningkatan jalan, jembatan dan gelombang Situlan

Mobil patroli dan operasional TNGL Barat

Rp. 835.500.000 Rp. 167.100.000 Rp. 34.200.000 Rp. 334.200.000 Rp. 50.000.000 Rp. 334.200.000.000 Rp. 835.500.000 Rp. 3.342.000.000 Rp. 334.200.000.000 Rp. 334.200.000 Jumlah : Rp. 675.357.570.000

Sumber : Pemda Aceh Selatan, 2005 (diolah).

Dilihat dari besarnya prediksi pengeluaran untuk pengembangan kawasan TNGL, menunjukan bahwa keberadaan TNGL semakin strategis bagi pelestarian lingkungan dan pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Memperhatikan perubahan dari tahun ke tahun, besarnya pengeluaran (biaya operasi) untuk pengamanan TNGL dari berbagai kerusakan yang dilkaukan oleh perbuatan manusia yang kurang memiliki kesadaran dan tanggung jawab baik tanggung jawab sosial maupun tanggung secara fisik. Pada kawasan TNGL memerlukan banyak bangunan serba guna sebagai upaya pemeliharaan kawasan serta usaha membeikan peningkatan pelayanan pengunjung TNGL yang berasal

dari dalam maupun manca negara. Selain itu di tapal batas kawasan banyak dibangun pos-pos jaga, shelter-shelter maupun rambu pengaman. Hal ini sangat penting agar penduduk yang tinggal di daerah penyangga tidak memasuki kawasan lindung yang sudah disepakati. Pengamanan dengan bangunan fisik sangat penting karena selama ini terjadi tumpang tindih pemilikan lahan dan ketidakjelasan batas sehingga timbul perambahan hutan TNGL.

Selain itu dengan pengamanan yang menggunakan bangunan fisik para pengelola TNGL melakukan pengamanan dengan tenaga sumber daya manusia yaitu melakukan operasi-operasi tertentu pada situasi-situasi tertentu pula. Tujuan operasi ini sama dengan tujuan pembangunan fisik TNGL yaitu pengamanan kawasan dari pengrusakan dan perambahan. Besarnya biaya operasional ini dari tahun ketahun menunjukkan peningkatan yang cukup berarti.

Untuk mengamankan kawasan lindung TNGL, pada posisi keasriannya sekarang digalakkan pembudidayaan tanaman hortikultura atau tanaman pohon- pohon keras. Masyarakat digerakkan untuk menanami lahan-lahan garapannya dengan tanaman hortikultura tersebut. Besarnya dana untuk model ini terlihat dari alokasi THH. Dengan demikian untuk mengamankan kawasan lindung TNGL dari resiko pengrusakan yang merugikan masyarakat maupun ekosistemnya. Adapun bentuk-bentuk pengaman tersebut yaitu dengan pembangunan fisik, peningkatan personal operasional dan pengamanan dengan penanaman hortikultura. Dari ketiga model pengamanan tersebut dengan pendekatan analisa efektifitas biaya dapat diketahui bentuk pengamanan yang efektif dan yang relatif lebih tepat yang diperlukan oleh TNGL. Atau dengan istilah lain model pengamanan tidak intensif, pengamanan intensif dan pengamanan alamiah. Bentuk pengaman lainnya yaitu

dengan penanaman pohon-pohon. Pengaman ini untuk mencapai hasil yang lebih efektif diperkirakan memerlukan waktu 30 tahun.

Tabel 22. Daftar Anggaran TNGL dari APBN, World Bank dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)

No Th Anggaran APBN Rutin B L N PSDH

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1985/1986 1986/1987 1987/1988 1988/1989 1989/1990 1990/1991 1991/1992 1992/1993 Rp. 42.000.000 Rp. 52.000.000 Rp. 89.720.000 Rp. 117.500.000 Rp. 135.250.000 Rp. 134.544.000 Rp. 149.955.000 Rp. 299.922.300 Rp. 89.791.135 Rp. 63.999.000 Rp. 239.867.000 Rp. 237.600.000 Rp. 277.618.000 Rp. 890.370.000 - Rp. 11.083.000 Rp. 19.120.000 Rp. 21.632.000 Rp. 20.639.000 Rp. 23.554.000 Rp. 35.391.000 Rp. 87.269.260 Rp. 68.709.000 Rp. 93.596.000 Rp. 174.745.000 Rp. 132.876.000 Rp. 200.980.000 Rp. 262.475.000 Rp. 196.463.008 Rp. 1.004.085 - - - - - - - Rp. 116.750.000 Rp. 725.255.000 Rp. 177.390.000 Rp. 29.500.000 - - - Rp. 10.700.000 Rp. 15.700.000 - - - Rp. 10.080.000 Rp. 62.770.000 Rp. 72.235.000 Rp. 85.728.000 Rp. 81.902.000 Rp. 88.003.000 -

Sumber : Rencana Karya Lima Tahun TNGL, 1992.

Data dari tabel menerangkan bahwa dari tahun ke tahun besarnya dana yang disediakan untuk menjaga kelestarian TNGL semakin tinggi. Demikian pula perhatian dunia usaha pemegang HPH maupun Bank Dunia memperbesar bantuan keuangan dan bantuan teknis. Secara lebih rinci dari anggaran APBN 1979/1980 sebesar Rp. 42.000.000 meningkat menjadi Rp. 52.000.000 atau naik sebesar 19,23 persen di tahun anggaran 1980/1981. Pada tahun anggaran 1981/1982m meningkat lagi sebesar 32,20 persen. Kemudian tahun anggaran 1982/1983 mengalami kenaikan pula sebesar 32,64 persen dari tahun anggaran sebelumnya. Sedangkan pada tahun 1983/1984 kenaikan hanya sebesar 1,49 persen. Tahun 1984/1985 terjadi penurunan sebesar 0,48 persen atau turun sebesar Rp. 656.000 yaitu dari Rp. 135.200.000 berkurang menjadi Rp. 134.544.000. Pada tahun anggaran 1985/1986 besarnya anggaran kembali mengalami kenaikan sebesar 10,27 persen dari tahun sebelumnya yaitu dari Rp. 134.544.000 menjadi Rp. 149.955.000. Tahun anggaran berikutnya yaitu tahun 1986/1987 terjadi kenaikan

yang cukup tajam yaitu sebesar 80,43 persen dari tahun sebelumnya atau kenaikan sebesar Rp. 148.967.300 dari Rp. 149.955.000 menjadi Rp 299.922.300. Namun peningkatan tesebut pada tahun berikutnya tidak terjadi, bahkan mengalami penurunan sebesar Rp. 210.131.115 yaitu turun dari Rp. 299.922.300 menjadi Rp. 89.791.185 pada tahun 1987/1988 atau turun sebesar 230 persen.

Keadaan tahun 1988/1989 dimana biaya anggaran mengalami penurunan kembali dari Rp. 89.791.185 menjadi Rp. 63.999.000 atau turun sebesar 70,02 persen. Penurunan sedemikiain rupa diduga disebabkan keadaan perekonomian nasional yang mengalami kelesuan. Namun kekurangan tersebut terbantu oleh adanya suntikan dana dari PSDH yang cukup besar. Pada tahun anggaran 1989/1990 terjadi lonjakan kenaikan dari Rp. 63.999.000 menjadi Rp. 239.867.000 atau naik sebesar 374 persen. Kenaikan ini ditambah lagi dengan

kenaikan dana dari PSDH sebesar Rp. 85.728.000 dan bantuan World Bank

sebesar Rp. 725.255.000, sehingga pada periode tahun ini anggaran terbesar yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 1.165.340.000. Peningkatan ini terjadi karena besarnya harapan yang diberikan agar keberadaan TNGL lebih aman dari berbagai kerusakan. Pada tahun 1990/1991 dana yang dipergunakan turun dari tahun sebelumnya yaitu Rp. 2.267.000 atau sama dengan 9,9 persen. Sedangkan pada tahun 1991/1992 besarnya meningkat kembali dari Rp. 237.600.000 dari tahun sebelumnya menjadi Rp. 277.618.000 atau naik sebesar 6,8 persen. Untuk tahun 1992/1993 besarnya jumlah dana yang dialokasikan bagi pengamanan TNGL meningkat dari Rp. 277.618.000 menjadi Rp. 890.370.000 atau naik sebesar 220 persen dari tahun sebelumnya. Dari gambaran tersebut maka jelaslah bahwa untuk mempertahankan kawasan TNGL tetap pada keasllian dan keasriannya diperlukan

biaya yang cukup besar dari tahun ke tahun. Sebenarnya pengalokasian anggaran pengeluaran tersebut sangat strategis bila ditinjau dari segi pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan. Untuk membangun kawasan lindung tetap terpelihara maka peran serta berbagai lembaga perlu dilibatkan secara penuh baik swasta maupun lembaga internasional. Sehubungan dengan hal ini TNGL setiap tahun mendapat dukungan bantuan yang cukup besar terutama dari pemegang HPH (PSDH) serta bantuan dari luar negeri yaitu dari World Bank. Partisipasi nyata dari World Bank terungkap dengan nilai bantuan teknis maupun bantuan program dan dana sedangkan bantuan dari PSDH berupa dana saja.

Secara lebih rinci besarnya bantuan kedua sumber tersebut adalah jumlah

bantuan dari World Bank secara keseluruhan sebesar Rp.1.276.362.093.

Sedangkan bantuan dari PSDH dari 1991-1992 secara keseluruhan berjumlah Rp. 427.118.000. Dari gambaran tersebut dana PSDH dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup berarti. Kenaikan tersebut bermula dari tahun 1981-1982 dari Rp. 10.700.000 meningkat menjadi Rp. 15.700.000 atau naik sebesar 46,72 persen. Sedangkan pada tahun 1983-1984 dan 1985/1986 dana dari PSDH mengalami kekosongan. Sedangkan pada tahun 1986/1987 besarnya dana dari PSDH mencapai Rp. 10.080.000 atau turun 35,79 persen lebih rendah dari tahun 1983/1984. Pada tahun 1987/1988 terjadi peningkatan tajam sebesar 522 persen. Untuk 1988/1989 terjadi peningkatan sebesar 16,17 persen. Tahun 1989/1990 dana PSDH juga meningkat sebesar 18,67 persen dari Rp. 72.235.000 menjadi Rp. 85.728.000. Tetapi kembali mengalami penurunan pada tahun 1990/1991 dari Rp 85.728.000 menjadi Rp 81.902.000 atau turun sebesar 4,4 persen dari tahun sebelumnya. Hanya saja pada tahun 1991/1992 penurunan tidak terjadi bahkan

mengalami kenaikan sebesar 7,44 persen atau meningkat dari Rp. 31.902.000 menjadi Rp. 88.003.000. Dengan demikian jelas terlihat bahwa secara umum pada tahun pengamatan terakhir dana PSDH semakin besar disumbangkan bagi keperluan upaya pengamanan penyelamatan TNGL. Adapun rata-rata kenaikannya sebesar 65,175 persen.

Di sisi lain peran lembaga internasional seperti Bank Dunia juga mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kenaikan ini menunjukkan besarnya perhatian dunia terhadap pemeliharaan sumber-sumber ekosistem dunia agar tetap terpelihara. Bantuan luar negeri ternyata lebih besar dibandingkan dengan bantuan dana dari PSDH. Secara lebih rinci peningkatan bantuan dana dari World Bank dapat dilihat dari Tabel di atas. Melalui tabel tersebut dapat dibaca bahwa bantuan luar negeri sudah dimulai sejak 1979/1980 dengan besar bantuan Rp. 196.463.008. dan bantuan tersebut mengalami penurunan yang drastis tahun 1980/1981 dengan besar hanya Rp. 1.004.085. Sejak tahun 1981-1989 terjadi kekosongan. Kekosongan tersebut mulai mengalir kembali pada tahun 1988/1989 dengan nilai bantuan sebesar Rp. 116.750.000. Seiring dengan gencarnya isu polusi udara secara internasional dan kebocoran lapisan ozon bantuan luar negeri meningkat sebesar Rp. 725.255.000. Tahun 1989-1990 meningkat sebesar 521 persen. Keadaan tersebut tidak berlangsung lama karena pada tahun 1990-1991 bantuan luar negeri mengalami penurunan tajam menjadi Rp. 177.390.000 atau turun sebesar 303,84 persen dari tahun sebelumnya. Bantuan tersebut mengalami penurunan kembali pada tahun 1991-1992 dari Rp. 177.390.000 menjadi Rp. 29.500.000 atau trurun sebesar Rp. 147.890.000 dari tahun sebelumnya.

Dengan menganalisa gambaran data yang ada tersebut jelaslah kiranya bahwa untuk memelihara TNGL dari kerusakan sangat diperlukan biaya yang cukup besar dari tahun ke tahun. Besarnya anggaran yang dialokasikan bagi pengembangan TNGL ini sangat sesuai dengan nilai manfaat yang disumbangkan oleh TNGL pada masyarakat lokal, regional dan internasional. Besarnya dana yang dianggarkan setiap tahun untuk pengembangan kawasan lindung TNGL dapat dilihat dari rincian Rekapitulasi biaya pengusahaan TNGL dari tahun 1980/1981 hingga tahun 1989/1990.

Tabel 23. Rekapitulasi Biaya Pengusahaan TNGL Tahun 1980/1981 hingga 1989/1990

Tahun Biaya Investasi Biaya Operasional

1980/81 Rp. 13.498.000 Rp. 24.991.700 1981/82 Rp. 5.073.400 Rp. 59.106.372 1982/83 Rp. 15.998.000 Rp. 31.842.000 1983/84 Rp. 16.037.800 Rp. 74.419.068 1984/85 Rp. 15.531.850 Rp. 106.422.203 1985/86 Rp. 274.816.642 Rp. 106.422.203 1986/87 Rp. 171.208.075 Rp. 287.902.062 1987/88 Rp. 41.185.720 Rp. 187.436.060 1988/89 Rp. 18.000.000 Rp. 112.561.210 1989/90 Rp. 37.228.470 Rp. 112.561.210 Jumlah Rp. 609.577.957 Rp. 1.103.664.888

Sumber: Laporan tahunan TNGL, 1990.

Upaya memelihara produk-produk bukan kayu dengan mempertahankan keasliannya untuk memberikan nilai perlindungan bagi kelangsungan produksi lahan persawahan yang terdapat di dusun Pamah Semelir seluas 10 ha dan pendayagunaan aliran sungai Bekulap menggerakkan generator listrik tenaga air yang mampu menerangi rumah penduduk sebanyak 44 kepala keluarga. Selain itu aliran sungai yang ada di Dusun Pamah Semelir sebagai sumber mata air bagi ribuan penduduk di desa Telagah. Dengan mengunakan penilaian perlindungan

nyata dapat dilihat dari keadaan sebelum bagian taman nasional mengalami longsor dan sesudah longsor. Hal ini dapat dilihat dari penilaian di Tabel 23.

Dengan menggnakan cara penilaian penggunaan tak langsung (indirect Uses Valuation) dapat dijelaskan bahwa pemanfaatan kawasan penyangga (buffer zone) pada kegiatan yang merubah atau berbeda dengan keaslian ekosistem telah menimbulkan kerugian-kerugian fisik sarana produksi maupun kerugian ekonomis berupa berkurangnya pendapatan masyarakat yang berhubungan dengan sarana yang tersedia bagi penduduk yang bertempat tinggal di sekitar kawasan.

Tabel 24. Kerugian Akibat Bencana Alam

Proteksi Aset Sebelum Longsor Kapasitas Produksi Nilai *

I. Sawah Produktif 40 hektar Generator Listrik Tenaga Air Haller Rice Dedak Padi Rumah Huma Kolam ikan 1 x panen/ha 4000 kg=10 40 kk x Rp2000 = 80.000 64 ton x Rp 25/kg 64 ton x 0,08 x 100 5 x Rp70.000 2 x 400 kg x Rp3000 Rp 40 Rp 0.96 Rp 1.6 Rp 0.51 Rp 0.35 Rp 0.24

Proteksi Aset Sesudah longsor II. Sawah Produktif 34 hektar Generator Listrik Tenaga Air Haller Rice Dedak Padi Rehabilitasi 1 x panen/ha 4000 kg=133 18 kk x Rp1000 = 80.000 27,2 ton xR p 25/kg 27,2 ton x 0,08 x 100 5 rumah huma x 100000 2 kolam ikan x 200000 1 bendungan generator Rp 34 Rp 0.21 Rp 0.66 Rp 0.21 Rp 0.50 Rp 0.4 Rp 1.2

* dalam jutaan rupiah

Dilihat dari segi kerugian produksi (lost Production) seluruh sawah dengan luas 40 ha memproduksi padi 160 ton dengan harga Rp 250/kg menghasilkan penerimaan bagi penduduk sebesar 40 juta. Setelah longsor luas sawah yang berproduksi hanya 34 ha dengan produksi 136 ton dengan nilai Rp 36 juta atau mengalami penurunan 8,5 persen yaitu sebesar Rp 4 juta. Huller Rice

tahun mampu menggiling 64 ton dengan upah gilingan per kilogram Rp 25 menghasilkan pendapatan sebesar Rp 960.000 namun dengan adanya longsor kemampuna produksi mengalami penurunan kapasitas. Penurunan produksi mencapai 27,2 ton per tahun sehingga penerimaan Rp 660.000 di sini kapasitas prodiksi menurun sebesar 43,3 persen dengan kerugian Rp 300.000. perolehan dedak padi sebagai keuntungan tambahan bagi pemilik huller rice setiap tahun memproduksi sebanyak 5120 kg dengan harga Rp 100/kg sehingga bernilai Rp 512.000 tetapi setelah terjadi longsor penerima dedak padi menjadi Rp 217.000 atau turun 40,8 persen dengan nilai kerugian sebesar 299.000. Dengan kalkulasi kehilangan atau kerugian produksi maka akibat dari rusaknnya sistem proteksi alamiah, total kerugian yang diterima adalah sebesar sebesar Rp 7.736.000.

Selain itu dengan perhitungan rehabilitation cost sebelum longsor terdapat

lima rumah huma senilai Rp 70.000/unit sehingga nilai keseluruhan menjadi Rp 350.000. Sedangkan untuk merehabilitasi kembali diperlukan Rp 500.000. Untuk memperbaiki kolam ikan yang rusak diperlukan biaya perbaikan sebesar Rp 400 ribu sedangkan untuk memperbaiki bendungan generator serta pembersihan dari endapan pasir diperlukan biaya sebesar Rp 1,2 juta. Dengan demikian jika nilai rehabilitasi dan nilai kerugian dianggap sebagai nilai kerugian keseluruhan maka akan diperoleh nilai kerugian murni sebesar Rp 9.838.000.

7.2. Identifikasi Manfaat TNGL

Dokumen terkait