• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berkembang di Ciater

2. Identitas Budaya Masyarakat Betawi a.Identitas Budaya a.Identitas Budaya

Konsepsi lenong mencerminkan bahwa lenong menjadi sebuah kesenian teater yang berasal dari rakyat dan dekat dengan kehidupan rakyat pada umumnya. Sebuah kesenian teater yang bukan hanya sekedar tradisi, melainkan untuk mempersentasikan identitas budaya Betawi. Dalam praktik komunikasi, identitas acapkali tidak hanya memberikan makna tentang pribadi seseorang,

12

tetapi lebih jauh dari itu, menjadi ciri khas sebuah kebudayaan yang melatarbelakanginya.13

Mengacu kepada pengertian identitas sendiri yang mengandung pengertian sebagai kondisi yang subjektif dan objektif. Menurut Liliweri “konsep identitas terbagi kedalam tiga bentuk, yakni: identitas sosial, identitas kultural dan identitas personal”.14

Identitas sosial terbentuk sebagai akibat dari keanggotaan kita dalam suatu kelompok kebudayaan (umur, gender, kerja, agama, kelas sosial, tempat, dan sebagainya) maupun berbentuk pengakuan yang berasal dari ego (misalnya saya seorang muslim, saya orang Betawi). Dalam konteks ini proses identifikasi dibentuk melalui konsepsi mengenai diri yang berhubungan dengan keanggotaan individu terhadap kelompok atau kategori sosialnya tersebut. Di dalam skripsi ini akan dilihat bagaimana identitas budaya direpresentasikan di dalam konteks seni pertunjukan kesenian, sekaligus keanggotaan individu ke dalam sebuah kelompok etnis tertentu yang meliputi tradisi, bahasa, dan sifat bawaan dari suatu kebudayaan.

Identitas pribadi atau personal seperti yang dikatakan Ritzer didasarkan pada keunikan karakteristik pribadi seorang individu. Hal ini disebabkan oleh faktor biografi dan pengalaman hidup masing-masing orang yang berbeda-beda. Individu dapat menolak identitas sosialnya, ketika ia merasa bahwa peran atau kategori sosial yang diberikan kepadanya tidak sesuai dengan konsepsi diri individu.15 Komitmen tertinggi individu terhadap suatu identitas menggambarkan bahwa identitas itulah yang menempati posisi paling penting bagi dirinya.

13

Alo Liliweri M.S, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Lkis, 2007), h. 68

14

Ibid., h.96

15 George Ritzer (Ed), Encyclopedia Of Sosial Theory, Vol

1 (London: SAGE Publication, 2002), h. 385-387

Menurut Ensiklopedia Sosiologi yang ditulis oleh Ritzer:

Identitas terpenting selain identitas personal dan identitas sosial, adalah identitas kolektif. Identitas kolektif disini dimaksudkan adalah identitas kultural. Identitas kultural ini timbul dari perasaan ke-kami-an ataupun menjadi satu kelompok, yang berasal dari hubungan sosial, kepemilikan status dan atribut yang sama. Misalnya kesamaan menjadi etnis minoritas, memiliki kelompok tandingan, atau terdapat keadaan yang mengancam, sehingga timbul solidaritas kolektif pada akhirnya membentuk identitas kultural.16

Dalam hal ini faktor kebudayaan megambil peran penting karena kebudayaan dipandang sebagai suatu faktor yang paling penting untuk menujukan identitas masyarakat. Sehingga suatu masyarakat agar dapat mempertahankan identitasnya harus dapat pula mempertahankan kebudayaannya, yaitu dengan cara mewariskan dari generasi ke generasi berikutnya melalui suatu proses yang disebut dengan proses sosialisasi. Tanpa melalui proses sosialisasi maka kebudayaan suatu masyarakat akan hilang sehingga identitasnya sebagai masyarakat yang memiliki kebudayaan tertentu akan hilang pula. Kenneth Burke menjelaskan bahwa untuk menentukan identitas budaya itu sangat tergantung pada bahasa (bahasa sebagai unsur kebudayaan nonmaterial), bagaimana representasi bahasa menjelaskan sebuah kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan.17

Identitas dapat diperoleh melalui proses sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Identitas yang diperoleh dari sosialisasi primer disebut identitas primer, sedangkan identitas yang diperoleh dari sosialisasi sekunder disebut identitas sekunder.18

Identitas primer bersifat sejak lahir, misalnya gender, etnisitas, nama keluarga.

16

Ibid,. hlm. 390

17

Alo Liliwei M.S, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Lkis, 2007), h. 72

18

George Ritzer (Ed), Encyclopedia Of Sosial Theory, Vol 1 (London: SAGE Publication, 2002), hlm. 392

Identitas keluarga diperoleh seorang anak sejak kecil ketika dibesarkan oleh keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya. Identitas etnis dibentuk melalui proses pembelajaran seorang anak terhadap kebiasaan, sistem kepercayaan dan nilai-nilai kelompok sosialnya.

Identitas sekunder diperoleh ketika individu mengalami proses sosialisasi sekunder. Misalnya, status pekerjaan, kelompok penggemar dan lain sebagainya. Identitas primer dan sekunder individu selalu mengalami proses perubahan sepanjang hayat guna menghasilkan keseimbangan berdasarkan hidup yang dimilikinya.

Dari konsep-konsep yang telah diuraikan mengenai arti identitas penulis dapat mengatakan bahwa identitas sebagai suatu fenomena sosial dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengarah pada realitas subyektif yang mempunyai hubungan yang bersifat dialektik antara individu dengan masyarakat. Hubungan yang dialektik antara individu dan masyarakat dapat merupakan hubungan yang tidak ada ujung pangkalnya, suatu hubungan yang terus berlanjut dan tidak ada habisnya selama masyarakat itu tetap ada. Artinya identitas dibentuk oleh suatu proses sosial yang dipertahankan dan identitas juga merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh kesadaran individu yang merupakan reaksi terhadap struktur sosial yang ada.

Pada dasarnya identitas dapat dipahami suatu pemahaman yang keluar dari dalam diri individu tentang dirinya yang berkaitan dengan penempatan dirinya dalam suatu lingkungan sebagai suatu hasil dari interaksi dengan lingkungan diluar kelompoknya. Identitas merupakan bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai konteks relasi sosial ataupun interaksi sosial, peran-peran yang kita jalankan merupakan representasi identitas sosial.

b. Budaya

“Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal.”19

Kebudayaan merupakan posisi penting dalam kehidupan manusia. Dengan begitu, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan begitupun sebaliknya, tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dimana masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya, sehingga fungsi kebudayaan itu sendiri dapat dijadikan sebagai faktor pendorong dalam perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau masyarakat dapat menentukan sikapnya sendiri terhadap dunia berdasarkan pada pengetahuan yang ada pada kebudayaan.

Budaya atau kebudayaan menurut para tokoh antara lain: 1) E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

2) Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar.

3) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat20

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan dibagi atau digolongkan dalam tiga wujud, yaitu:

1) Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan.

19

Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,(Jakarta: Kencana, 2008) h. 27

20

Wujud tersebut menunjukan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang, ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.

2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri.

3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya

manusia.

Wujud ini disebut wujud fisik. Di mana wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktivitas perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat)21

Koentjaraningrat berpendapat bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat kita sebut sebagai isi pokok dari tiap kebudayaan di dunia itu adalah:

1) Bahasa

2) Sistem pengetahuan 3) Organisasi sosial

4) Sistem peralatan hidup dan teknologi 5) Sistem mata pencaharian hidup 6) Sistem religi

7) Kesenian22

Masing-masing unsur kebudayaan sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayan terurai di atas, yaitu wujudnya yang berupa sistem budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa

21

Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,(Jakarta: Kencana, 2008), H. 28-30

22

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Fa. Aksara baru, 1983) cet . 4, h. 206

unsur-unsur kebudayaan fisik. Dalam penelitian ini penulis akan mencoba meneliti salah satu unsur kebudayaan Betawi yaitu kesenian lenong Betawi yang merupakan teater peran yang cukup menjadi primadona masyarakat Betawi.

c. Masyarakat Betawi

“Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.”23

Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin dalam buku mereka Cultural Sociology yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative.24

Ketika kota Jakarta secara resmi dinyatakan sebagai ibukota negara, konon mulai muncul dan mengemukakan berbagai komunitas yang menamakan diri sebagai komunitas yang menamakan diri sebagai masyarakat Betawi. Diduga masyarakat Betawi sudah cukup lama bermukim di Jakarta, dan mereka diperkirakan sudah tinggal di Jakarta semenjak zaman prasejarah, yaitu zaman batu bara atau neolitikum. Diperkirakan mereka mulai tinggal di Jakarta tahun 2500 SM.25

“Suku Betawi adalah salah satu etnis di Indonesia yag dikenal sebagai penduduk asli kota Jakarta. Secara geografis suku Betawi tinggal di pulau Jawa, namun secara sosiokultural, mereka kelihatannya lebih dekat dengan budaya Melayu Islam”.26

Terdapat beberapa pendapat seputar suku Betawi ini. Pertama yaitu Dr.

23

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Fa. Aksara baru, 1983) cet . 4, h. 149

24

Ibid,. h. 150

25

Eni Setiati dkk, Ensiklopedia Jakarta 6, ( Jakarta: PT. Lentera Abadi, 2009), h. 4.

26

Yasmine Zaki Shahab, M.A., seorang antropolog Universitas Indonesia, beliau memperkirakan bahwa etnis Betawi baru terbentuk sekitar tahun 1815-1893.

Kedua yaitu Prof. Dr. Parsudi Suparlan mengemukakan bahwa kesadaran mereka itu sebagai orang Betawi pada awal pembentukan etnis ini tampaknya belum mengakar. Ketiga yaitu Ridwan Saidi seorang sejarawan, budayawan, dan sekaligus seorang politikus asal Betawi beliau membantah pendapat kedua antropolog tersebut. Ia mengatakan bahwa orang-orang Betawi sudah ada jauh sebelum J.P Coen membakar Jayakarta tahun 1619 dan menjadikan Jayakarta menjadi Batavia. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan menunjukan keberadaan orang-orang Betawi secara geografis, arkeologis serta sejarah perkembangan bahasa dan budayanya.

Ada berbagai anggapan mengenai seseorang layak disebut orang Betawi atau masyarakat Betawi. Pertama seseorang layak disebut orang Betawi atau masyarakat Betawi kalau orang tersebut merupakan keturunan generasi ke-3, yang semuanya hidup di Jakarta. Kedua, yang dapat disebut sebaga orang Betawi atau masyarakat Betawi adalah orang yang lahir di Jakarta dan hidup persis seperti orang Betawi asli, entah bahasa maupun budayanya. Ada juga yang mengatakan bahwa seseorang itu lahir di Jakarta, tinggal di Jakarta, makan dan minum di bumi Jakarta.

Bagi orang Betawi, polemik semacam itu tidak penting. Yang penting bagi mereka ialah memikirkan bagaimana mengisi kehidupan sebelum mereka meninggal. Ini dapat terjadi karena mereka memiliki keyakinan yang kuat terhadap agama Islam sebagai nafas hidup dan budaya mereka. Itulah sebabnya mengapa mereka toleran terhadap para imigran dari etniss lain yang masuk ke Jakarta.

Bagi mereka, kualitas manusia tidak ditentukan oleh keturunan siapa, tetapi oleh isi hati, da perilakunya. Itulah sebabnya walaupun secara geografis mayoritas wilayahnya telah diambil orang lain sehingga mereka semakin tergsur, namun orang Betawi masih tetap eksis. Mereka tidak pernah merasa diri tergusur dari Jakarta sebagai kampong halaman mereka. Mereka beranggapan bahwa selama Jakarta masih ada, maka selama itu pula akan muncul orang-orang Betawi.27

Masyarakat Betawi dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: Betawi Tengah, Betawi Pinggir, dan Betawi Udik. Kelompok Betawi Tengah adalah penduduk Betawi yang bermukim daerah kota. Kebanyakan dari mereka tinggal secara berkelompok berdasarkan keturunan. Ada dua kelompok besar orang yang tinggal di kota, yaitu Betawi gedong dan Betawi Kampung. Betawi gedong adalah mereka yang secara ekonomi tergolong mampu atau orang kaya dan tinggal di rumah-rumah mewah yang disebut gedong. Sedangkan Betawi kampung adalah mereka yang hidup sederhana dan tidak memiliki kekayaan yang dapat dibanggkan.

Betawi Pinggir memiliki nilai Islami yang sangat tinggi dibandingkan dengan kedua kelompok Betawi lainnya, cara pandang mereka adalah cara pandang Islam. Orang Betawi Pinggir menolak bila mereka dianggap tertinggal dalam bidang pendidikan, sebab mereka mempunyai prioritas pendidikan tersendiri, yaitu pesantren.

Terakhir yaitu Betawi Udik, kelompok Betawi Udik terbagi dalam dua kelompok, yaitu orang Betawi yang tinggal di Jakarta bagian utara, bagian barat Jakarta, dan Tangerang. Budaya mereka sangat dipengaruhi oleh budaya tionghoa. Kelompok kedua yaitu

27

mereka yang tinggal di sebelah timur dan selatan Jakarta yang terpengaruhi oleh budaya Jawa Barat.