• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

3) Jenis Mata Pencaharian Penduduk

Setiap orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat pendidikan seseorang seringkali memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan mata pencaharian orang tersebut. Masyarakat Ciater yang berpendidikan rendah seperti tamatan SD mereka bekerja sebagai kuli bangunan, tukang sayur, tukang ojek. Sementara lulusan SMP dan SMA umumnya bekerja di sektor informal sebagai buruh pabrik, makelar tanah sebagian juga ada yang bekerja seperti berwiraswata dan berdagang.

Spesialisasi pekerjaan sepertinya terjadi karena mereka tidak mampu bersaing dengan penduduk lain yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi di bidang akademik dan keterampilan. Untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di sektor forml dengan gaji dan tunjangan yang mencukupi mereka diwajibkan mampu bersaing dengan perkembangan zaman dan kebtuhan masyarakat yang semakin kompleks.

Guna memasuki persaingan memperoleh lapangan pekerjaan mreka dituntut membekali diri dengan tingkat pendidikan dan tentunya memiliki ijazah pendidikan jenjang perguruan tinggi serta kemampuan dan keterampilan yang apik di dunia kerja. Karena beberapa pekerjaan mereka yang bergerak di sektor informal seperti kuli bangunan, tukang sayur dan tukang ojek tidak memiliki penghasilan yang tetap dan tergolong berpenghasilan rendah. Penghasilan ini berdampak pada kehidupan keluarga mereka sehari-hari. Penghasilan mereka yang terbilang rendah dan tergolong pas-pasan mengakibatkan mereka seringkali mangalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup primer sehari-hari hingga memenuhi kebutuhan guna pendidikan ataupun urusan sekolah anak-anak mereka.

Buruh pabrik sendiri masih tergolong beruntung karena memiliki penghasilan tetap meskipun penghasilan mereka tidak banyak dan hanya cukup untuk makan dan biaya sekolah. Penduduk lain yang bekerja di

sektor formal seperti guru, dokter, karyawan BUMN/BUMD/Swasta, TNI-POLRI, PNS dapat hidup layak dan memenuhi segala kebutuhan hidupnya baik primer, sekunder maupun tersier. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, penulis menggambarkan jenis mata pencaharian masyarakat Ciater dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.3

Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Ciater No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Satuan

1 Pensiunan 74 Jiwa

2 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 112 Jiwa 3 Tentara Nasional Indonesia (TNI) 44 Jiwa 4 Polisi Republik Indonesia (POLRI) 43 Jiwa

5 Pedagang 1.879 Jiwa

6 Petani 17 Jiwa

7 Peternak 9 Jiwa

8 karyawan BUMN/BUMD/Swasta 4.164 Jiwa

9 Buruh 1.499 Jiwa 10 Guru 199 Jiwa 11 Dosen 2 Jiwa 12 Dokter 24 Jiwa 13 Perawat 23 Jiwa 14 Bidan 25 Jiwa

Sumber: Profil kelurahan Ciater

2. Konteks SejarahTeater Lenong Betawi Marong Group

Pada bab ini penulis akan memaparkan gambaran dan karakteristik masyarakat dan kondisi fisik lokasi penelitian, yaitu teater lenong Marong yang berdomisili Kelurahan Ciater Kecamatan Serpong, Tangerang Selatan. Sebagai gambaran awal penulis menjelaskan sejarah

perkembangan teater lenong Marong Group serta posisi teater lenong dalam masyarakat Betawi di Ciater tersebut. Penulis mengkaji keistemewaan teater lenong yang memiliki ketertarikan khusus dibanding kesenian Betawi lainnya di Ciater.

a. Sejarah Perkembangan Teater Lenong Betawi

Sebagai suatu bentuk teater, tentunya teater lenong mempunyai sejarah perkembangan sendiri hingga pada akhirnya terwujud apa yang dinamakan teater lenong. Uraian tentang sejarah perkembangan teater lenong ini lebih ditunjukan untuk mengetahui proses perkembangan teater tersebut, sampai dikenal bentuk teater lenong seperti yang sekarang ini.

“Lenong merupakan salah satu bentuk teater peran di Betawi yang mulai berkembang di akhir abad ke- 19”.3

Teater ini merupakan pengaruh dari kebudayaan Cina. Hal ini jelas terlihat pada musik pengiringnya yaitu gambang kromong. Gambang kromong merupakan alat musik yang dibawa ke Indonesia dibawa oleh orang-orang Tiong Hoa yang merantau sampai ke Indonesia secara khusus menetap di Betawi.

Gambang kromong sendiri sebuah orkes tradisional Betawi yang merupakan orkes perpaduan antara gamelan, dengan nada pentatonis bercorak Cina. Orkes ini memang erat hubungannya dengan masyarakat Cina Betawi. Pada awal perkembangannya lagu-lagu yang biasa dibawakan dengan iring-iringan gambang kromong adalah lagu-lagu Cina. Menurut istilah setempat lagu semacam itu biasa disebut gambang Cina. Gambang Cina itu berupa lagu-lagu instrumentalia dan lagu-lagu bersyair.4

Di samping untuk mengiri lagu, Gambang kromong biasa dipergunakan untuk pengiring tarian yakni tari Cokek, tari pertunjukan kreasi baru dan teater Lenong. Biasanya musik gambang kromong

3

Eni Setiati, Pofil Kota Jakarta Doeloe, Kini, Dan Esok, (Jakarta: PT Lentera Abadi, 2009) h.63

4

Muhadjir,dkk, Peta Seni Budaya Betawi,(Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1986), hlm 31

digunakan untuk menyambut tamu, demikian juga halnya dengan teater lenong, dipertunjukan untuk menghibur tamu suatu pesta hajat. Dalam perkembangannya gambang kromong memperlihatkan berbagai variasinya. Misalnya ada yang disebut gambang cokek yang dikenal juga dengan gambang plesir. Jenis musik ini digunakan untuk mengiringi cokek, yaitu penari wanita yang menari dengan pasangannya yang merupakan tamu-tamu yang diundang dalam suatu pesta hajat orang Tiong Hoa.

Bapak Marong sendiri mulai belajar menabuh dari rombongan gambang plesir ini. Baru kemudian setelah mulai bisa, ia pindah ke rombongan musik gambang kromong, yang pada gilirannya digunakan untuk mengiringi pertunjukan teater lenong. Dengan demikian uraian di atas memperlihatkan bahwa teater lenong memang mempunyai hubungan erat dengan orang Tiong Hoa.

Gambar 4.1

Alat musik gambang kromong milik Marong group

Menurut cerita Bapak Marong pada masa kecilnya pertunjukan teater lenong tidak mempunyai batas waktu. Kalau dikehendaki penonton,

pertunjukan yang diadakan setelah sembahyang Isya dapat berlangsung sampai pukul enam pagi atau bahkan lebih siang lagi. Pertunjukan semacam ini biasanya menggunakan dua macam cerita. Sampai pukul dua pagi pertunjukan mengemukakan cerita bangsawan, dan kemudian dilanjutkan dengan cerita preman yang menceritakan kehidupan pada masa tuan tanah masih bercokol di daerah Betawi.

Tema cerita lenong preman mengenai kesengsaraan rakyat miskin di pinggiran kota Jakarta, di bawah kekuasaan para tuan tanah yang ceritanya didasarkan atas kisah nyata kehidupan sehari-hari atau karangan.5 Kisah nyata didasarkan pada cerita dari para penjahat yang masih diingat penduduk setempat sedangkan cerita karangan diciptakan sendiri oleh pemain lenong khususnya, yang ceritanya diperoleh dari buku, film, atau menonton pertunjukan lenong dari kelompok lain. Terkadang tema cerita juga di adopsi dari kehidupan sehari-hari dengan menggambarkan keadaan ekonomi rumah tangga yang semerawut, cinta segitiga para pemuda-pemudi desa yang bergenre drama. Busana lenong preman adalah pakaian sehari-hari orang Betawi.

Bahasa yang digunakan adalah bahasa sehari-hari penduduk lokal di pinggiran kota Jakarta yang dinilai kasar oleh golongan kelas menengah atas di Jakarta. Teater jenis inilah yang justru digemari oleh banyak penonton karena di nilai lebih ekspresif dan jalan ceritanya yang terkadang sulit ditebak dibandingkan dengan cerita-cerita kebangsawanan yang mengawang di atas jangkauan.

5

Yasmine Zaki Shahab, Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi, (Depok: Laboratorium Anropologi, FISIP UI, 2004), h.28

Gambar 4.2

Bang Marong ketika main lenong preman dengan Mak Nori6

Menurut Bapak Marong pada masa kecilnya ia mengenal adanya dua macam pertunjukan teater lenong yang dibawakan suatu perkumpulan, Bapak Marong juga bercerita bahwa pada tahun 1950-an teater lenong dapat dipertunjukan dengan hanya menggunakan enam atau tujuh orang seniman saja (pertunjukan sekarang dilakukan 25 sampai 30 orang seniman). Keenam atau ketujuh orang seniman itu bukan anggota tetap suatu perkumpulan teater lenong. Jika pemilik (yaitu orang yang mempunyai peralatan teater lenong) ingin mengadakan pertunjukan teater lenong maka ia mengumpulkan teman-temannya untuk diajak main bersama. Mereka melakukan tugas serabutan. Selain berperan sebagai tokoh-tokoh yang digambarkan dalam cerita, mereka juga harus berperan sebagai tukang angkut, yaitu orang yang mengangkat peralatan ke tempat pertunjukan, mereka juga harus dapat mengatur pentas dan mereka juga berperan sebagai tukang tabuh atau pemain musik.

Dalam hal ini seorang seniman teater lenong harus dapat membawakan peran sebagai dua atau tiga tokoh sekaligus, namun seiring

6

Rajakamar Admin, Lenong, Seni Peran Penerus Gambang Kromong, 2014 (http://content.rajakamar.com/lenong-seni-peran-penerus-gambang-kromong/) Diakses Jumat, 17 Oktober 2014

dengan perkembangan peran-peran ini juga terspesialisasi sesuai dengan kemampuan para pemain. Pertunjukan teater lenong pada saat itu boleh dikatakan mempunyai sifat opera, sebab dialog dan monolog yang digunakan banyak dilakukan dengan bernyanyi. Nyanyian itu juga digunakan untuk mengungkapakan perasaan sedih, gembira, dan menyatakan suatu maksud. Misalnya maksud untuk melakukan perjalanan atau maksud untuk melamar seorang wanita. Pementasan teater lenong juga dapat digunakan sebagai tempat pertemuan para pendekar silat, karena pendekar silat juga banyak yang merangkap sebagai seniman teater lenong.

Seniman teater lenong memperoleh uang dari hasil pertunjukan yang dilakukannya, baik itu merupakan pertunjukan yang diselenggarakan karena suatu pesta hajat maupun pertunjukan yang dilakukan dengan cara ngamen. Pada tahun 1960-an pementasan lenong yang diselenggrakan pada suatu hajat seharga Rp. 500,00. Dan pemain mendapat bagian sebesar Rp.75,00. Sekarang lenong setiap pementasan di suatu pesta hajat paling kecil yaitu Rp. 30.000.000,00 dan pemain mendapat Rp. 200.000, - Rp. 300.000,00.

Jenis pertunjukan yang dilakukan dengan cara ngamne tidak berhubungan dengan suatu hajat apapun, tetapi semata-mata dilakukan untuk memperoleh uang. Dengan ngamen, biasanya terisi dengan sawer, yaitu hadiah-hadiah yang diberikan penonton kepada seniman karena ia puas dengan pertunjukan yang dapat mengunggah perasaannya atau karena penonton secara pribadi menyenangi seniman yang dipujanya.

Dalam pertunjukan lenong tidak ada batas yang jelas antara pemain dan penonton. Para penonton dapat duduk di pinggir tempat pertunjukan, sedangkan para pemain dapat berlari dan saling mengejar di antara para penonton. Sering ada pertunjukan dengan adegan seorang dikejar dan berlari di antara para penonton. Keakraban dengan penonton

sangat menonjol. Penonton dapat turut ambil bagian dalam dialog. Kadang-kadang penonton ikut terlibat secara emosi dan ikut memukul pemain yang membawa peran orang jahat. Untuk itu pimpinan lenong sering harus merubah jalan cerita ketika pemain peran jahat harus kalah, padahal tidak terdapat dalam rencana cerita. Hal ini terpaksa dilakukan untuk menghindari keributan dengan para penonton.

Menurut tradisi, ada upacara sebelum permainan teater lenong dimulai, yaitu upacara yang dinamakan ungkup yang ditunjukan untuk roh halus penjaga alat musik supaya pertunjukan berjalan lancar.

Sebelum mulai main, saya melakukan tradisi yang selalu dilakuin kalau ngelenong yaitu ngungkup atau ungkup. Kita percaya kalau alat-alat ngelenong kita ada roh yang nempatin tuh alat. Saya nyajiin sesajen yang terdiri dari tujuh makanan dan minuman, rokok, telur serta nyalahin kemenyan, baca doa, nyiprat bunga dan air pada alat-alat permainan tujuannya agar pertunjukan berjalan dengan selamat.7

Teater tradisional ini berjalan sampai tahun 1960-an8 yang cukup subur di daerah perbatasan kota Jakarta seperti Tangerang. Sesudah beberapa waktu teater lenong mulai menghilang di perbatasan kota Jakarta. Teater lenong nyaris punah dari Tangerang perkumpulan demi perkumpulan lenong yang pernah ada gulung tikar. Semakin meningkatnya urbanisasi di Tangerang menyebabkan semakin berkurangnya area terbuka di Tangerang sehingga seiring dengan ini teater lenong secara perlahan-lahan juga mulai menghilang.

Panggilan untuk mentas di pesta-pesta semakin jarang. Si Pitung yang perkasa, Nyai Dasima yang malang, untuk sementara istirahat dalam ruangan lain dari imaji para aktor dan aktris lenong yang pernah memainkannya. Cerita Si Pitung dan para jagoan Betawi lainnya juga tragedi Nyai Dasima, adalah kisah-kisah Betawi yang cukup lama

7

Wawancara dengan Bapak Marong tanggal 19 September 2014 8

Dina Nawangningrum (ed.), Ragam Seni Budaya Betawi, (Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,2012), h. 91

mengoperasikan narasi Betawi sebagai kebudayaan. Hingga, membiarkan kisah-kisah itu raib boleh jadi sama dengan menutup mata atas memudarnya nilai-nilai Betawi. Di samping itu, masuknya hiburan modern, seperti film dan radio yang biaya pertunjukannya lebih murah daripada lenong, menyebabkan orang cenderung meninggalkan teater lenong sebagai kesenian hiburan.

Umumnya orang di daerah ini lebih memilih menyewa video untuk menghibur tamu-tamunya dalam pesta keluarga seperti khitanan dan perkawinan. Latar belakang dimunculkannya kembali lenong adalah ide Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu untuk menggalakkan Betawi di Jakarta. Akhirnya pada tahun 1970 para pembesar Taman Ismail Marzuki (TIM) seperti Sumantri Sastrosuwondi, Daduk Jayakusumah, Ardan dan Ali Shahab, mengangkat lenong ke tempat terhormat.9 Hal ini berpengaruh juga pada kota Tangerang, teater lenong Betawi di Ciater sangat merasakan pengaruh tersebut, mereka mulai kebanjiran order untuk tampil di acara-acara penting seperti khitanan, pernikahan, dan dalam pertunjukan seni-seni lainnya.

b. Sejarah Terbentuknya Lenong Marong Group

Kecintaan terhadap kesenian Betawi telah mengiringi Bapak Marong untuk menjadi seoarang pemain lenong. Di awal karirnya dia menjadi salah satu pemain lenong di perkumpulan teater lenong Gaya Baru pimpinan Almarhum Bapak Sarkim. Perkumpulan teater lenong Gaya Baru merupakan salah satu perkumpulan yang memiliki banyak penggemar. Banyak para pelawak yang memulai karirnya di Gaya Baru ini, contohnya yaitu Almarhum Bokir, H. Mandra, H. Bolot dan tentunya Marong.

9

Yasmine Zaki Shahab, Identitas dan Otoritas: Rekonstruksi Tradisi Betawi, (Depok: Laboratorium Anropologi, FISIP UI, 2004), h. 40

Ketika Bapak Sarkim meninggal akhirnya perkumpulan teater lenong Gaya Baru dipimpin oleh anaknya dan itu membuat perkumpulan lenong Gaya Baru ini menjadi hilang pamor. Panggilan untuk manggung mengurang sehingga membuat beberapa pemain membuat perkumpulan lenong sendiri. Salah satunya yaitu Bapak Marong.

Kecintaan terhadap kesenian Betawi memang tak cukup baginya jika hanya menjadi pemain lenong di perkumpulan milik orang. Beliaupun akhirnya memutuskan untuk membentuk perkumpulan lenong pada tahun 2004 yang ia namakan Marong group. Berdirinya perkumpulan lenong

tesebut didasari oleh pemikiran untuk melestarikan budaya Betawi. “Kalau

bukan kita, siapa lagi?” itulah jawaban dari Bapak Marong ketika penulis bertanya apa alasan beliau mendirikan perkumpulan lenong tersebut.

Marong sudah cukup mempunyai nama di masyarakat Betawi khususnya di Tangerang Selatan. Banyak penggemar yang menunggu kehadirannya di setiap kali ada lenong tampil. Lelaki yang memiliki jargon “Marong namanya, baru keluar dari sarangnya” ini tentu tidak kesulitan baginya untuk membuat perkumpulan lenongnya menjadi terkenal.

Marong yang berawal hanya menjadi bintang tamu di perkumpulan lenong milik orang kini mampu memberikan sumber rezeki untuk para anggotanya. Marong group kurang lebih memiliki 30 anggota yang terdiri dari panjak dan pemain musik.

Selain membentuk perkumpulan lenong, Marong mendirikan sanggar kesenian yang baru terbentuk tahun 2014. Sanggar ini dibentuk oleh Bapak Marong dengan tujuan untuk mencari penerus kesenian Betawi. Berikut adalah jawaban dari Bapak Marong ketika penulis menanyakan tujuan mendirikan sanggar kesenian Betawi:

“Tujuan saya ya buat nyari penerus Neng, Kesenian Betawi gak akan punah kalau ada penerusnya, lenong sampai sekarang masih

ada ya itu karna ada penerusnya. Cukuplah ubrug, jinong, jipeng dan yang lainnya punah karna tidak ada penerusnya. Jangan sampai ada lagi kesenian Betawi yang punah. Kasian cucu Eneng, nanti tau kesenian Betawi cuma dari cerita aja”.10

c. Posisi Teater Lenong Betawi dalam Masyarakat Betawi Setempat

“Keberadaan kesenian Betawi yang merupakan kesenian tuan rumah di DKI Jakarta, mempunyai berbagai keanekaragaman, karena paling tidak terdapat 72 jenis, kesenian Betawi dari seluruh disiplin seni termasuk ragam hias yang pernah dan masih berkembang di DKI Jakarta”.11

Keanekaragaman kesenian Betawi yang sering tampil di masyarakat wilayah Ciater Tangerang Selatan adalah lenong, tanjidor, samrah, ubrug, jipeng, jinong, wayang (Sumedar, Senggol dan Si Ronda).12 Seni pertunjukan inilah yang sering dinikmati masyarakat Ciater, Tangerang Selatan Keempat kesenian terakhir yang disebutkan di atas telah dinyatakan hilang oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta (2002).13 Penulis akan menjelaskan keempat kesenian-kesenian yang hilang guna memberikan gambaran dan mengingatkan kembali bentuk dari kesenian-kesenian yang pernah menjadi tontonan masyarakat Ciater khususnya.

Pertama, kesenian ubrug kesenian ini sudah dikenal rakyat Betawi pada awal abad ke-20 dengan masa keemasan tahun 1930-an. Ubrug

berasal dari daerah Banten Selatan. Untuk membedakan dengan ubrug lain, di Betawi menjadi ubrug Betawi. Ubrug adalah teater rakyat yang melakukan pentas di tanah lapang. Ubrug berpentas ngamen keliling kampung. Dahulu ubrug menjadi suguhan tontonan yang popular. Jika masyarakat mendengar tabuhan musik ubrug, mereka segera keluar rumah

10

Hasil Wawancara dengan Bapak Marong, Jumat, 19 September 20 14

11

Budiaman, Folklore Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2000), hlm. 18

12

Hasil Wawancara dengan Bapak Marong, Jumat, 19 September 20 14 13

Ridwan Saidi, Maman S. Mahayana, Yahya Andi Saputra, Rizal SS, Ragam Budaya Betawi Pendidikan Mulok Untuk Kelas 6 SD, (Jakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, 2002), Hlm. 26

memastikan di tanah lapang mana ubrug akan melakukan pertunjukan.

Ubrug mengumpulkan penonton dengan cara berkeliling kampung mencari tempat pentas.

Sepanjang perjalanan keliling, musik ubrug (terompet, rebana biang, gendang dan lanter) tidak henti dimainkan. Suara musik pengiring

ubrug itu akan menarik perhatian masyarakat untuk datang menonton. Pementasan ubrug tidak lain dari menunjukan sulap yang dilengkapi peran pendek penuh banyolan (lawakan). Gerak sulap didasarkan pada keahlian tangan dan ilmu gaib. Sulap yang didasarkan ilmu gaib di sebut sulap gedebus. ubrug tidak mementingkan alur cerita yang terpenting banyolan-banyolannya yang tetap menghibur. Walaupun begitu kritik sosial dan sindiran tetap diselipkan di antara banyolan itu. ubrug kini sudah punah, tidak ada tokoh yang mencoba menghidupkan kembali.

Kedua jipeng, ada seniman kreatif yang mencoba menggabungkan dua jenis kesenian menjadi satu. Sebagai contoh kesenian yang disebut

Jipeng. Jipeng adalah singkatan dari kata tanji dan topeng. Sebagai kesenian perpaduan, tata cara pertunjukan Jipeng tidak berbeda dengan tata cara pertunjukan topeng. Perbedaanya terletak pada awal pertunjukan dan kostum.

Kostum yang digunakan pemain Jipeng lebih sederhana. Untuk penarinya, Jipeng cukup memakai kebaya, kain panjang dan selendang panjang yang diikatkan ke pinggang. Topeng diawali dengan lagu arang-arangan atau enjot-enjotan. Jipeng diawali dengan lagu-lagu khas tanjidor. Lagu-lagu Jipeng antara lain Kramton, Bataliyon, dan Was Katak. Tema dan cerita yang dibawakan Jipeng tidak banyak berbeda dengan topeng. Cerita berkisar pada kebaikan dan kebenaran pasti mengalahkan kejahatan, dalam pertunjukan Jipeng sering ditampilkan tokoh-tokoh ksatria, yang melawan kewenang-wenangan penjajah atau tuan tanah, cerita-cerita legenda seperti Raja Majapahit, Prabu Siliwangi.

Ketiga, jinong proses terbentuknya kesenian jinong sama dengan jipeng. Jinong singkatan dari kata tanji dan lenong. Pertunjukan lenong preman dengan iringan musik tanjidor disebut jinong. Jinong, pada masanya berdiri sendiri sebagai teater rakyat. Sama seperti lenong, jinong

sering digunakakn untuk memeriahkan hajatan, peran yang ditampilkan dalam pertunjukan seperti Si Jampang, Si Pitung, Si Angkri Jago Pasar Ikan. Biasanya jinong sudah mulai memainkan musiknya pada jam 9 pagi sampai menjelang magrib. Musik ini berfungsi sebagai pemberitahuan aka nada pertunjukan jinong. Pertunjukan jinong dibagi menjadi tiga tahap. Tahap pertama penyajian musik dan nyanyian, tahap kedua penyajian musik dan tarian, tahap ketiga penyajian peran.

Keempat, wayang (sumedar, senggol, si ronda) penggunaan kata wayang dalam wayang sumedar, wayang senggol dan wayang si ronda, tidak mengacu pada arti yang sebenarnya. Wayang disini berarti sama dengan teater rakyat. Ketiga wayang yang disebutkan terdahulu sebenarnya bentuk lain dari lenong, hanya saja wayang sumedar dan

wayang senggol ini cenderung seperti lenong denes sedangkan si ronda menyerupai lenong preman.

Wayang sumedar pernah popular sebelum perang dunia ke-2.

Wayang sumedar biasanya membawakan peran komedi bangsawan. Peran yang sering dibawakan antara lain: Jula Juli Bintang Tujuh, Saiful Muluk dan Indra Bangsawan. Wayang senggol pada tahun 1930-an pernah menjadi tontonan yang sangat dinanti-nantikan. Wayang senggol mirip dengan lenong denes terlihat dari cerita dan teknik perkelahian.

Wayang senggol membawakan cerita-cerita panji, seperti: Candakirana dan Jaka Sembung. Gerak dan perkelahian dalam wayang senggol lebih memperlihatkan gerak tari, tentu kontak badan terjadi dengan senggol-senggolan. Adegan action dilakukan dengan senggol-enggolan maka orang lebih mengenal dengan wayang senggol. Wayang

ronda lebih menyerupai lenong preman. Perbedaan paling menonjol terletak pada tempat pertunjukan.

Wayang si ronda melakukan pertunjukan di atas tanah. Sedangkan lenong mengadakan pertunjukan di atas panggung. Dalam pertunjukan wayang si ronda menampilakn peran sehari-hari seperti peran jagoan, yang dilengkapi dengan humor dan nyanyian. Keempat kesenian yang telah disebutkan di atas kini sudah tiada hanya sejarah yang mampu mengenangnya karena tidak ada generasi yang mengembangkan. Teater rakyat betawi mempunyai kegunaan sebagai alat hiburan dan pendidikan. Teater itu dapat hilang jika masyarakatnya sudah tidak membutuhkannya lagi. Berbeda dengan teater lenong meskipun sulit upaya untuk menggiatkannya kembali, namun para pecinta lenong di Ciater masih memiliki semangat untuk membangkitkan kembali teater lenong yang