• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identitas dan informasi yang Saya berikan akan DIRAHASIAKAN dan tidak akan disampaikan secara terbuka kepada umum kecuali atas se-ijin

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

3. Identitas dan informasi yang Saya berikan akan DIRAHASIAKAN dan tidak akan disampaikan secara terbuka kepada umum kecuali atas se-ijin

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Rena (nama samaran) Usia : 23 tahun

Alamat asal : Malang

Menyatakan SETUJU dan BERSEDIA untuk terlibat dan berpartisipasi aktif dalam proses asesmen, intervensi, dan pengambilan data untuk tujuan Penelitian Tesis dengan Rullita Aristya Mintarsih selaku mahasiswa bimbingan Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam kegiatan ini, Saya telah menyadari, memahami, dan menerima bahwa: 1. Saya bersedia terlibat penuh dan aktif selama proses pengambilan data

berlangsung sebagai Subjek Penelitian.

2. Saya diminta untuk memberikan informasi yang sejujur-jujurnya berkaitan dengan masalah yang saya hadapi.

3. Identitas dan informasi yang Saya berikan akan DIRAHASIAKAN dan tidak akan disampaikan secara terbuka kepada umum kecuali atas se-ijin Saya.

4. Saya menyetujui adanya perekaman selama proses pemeriksaan berupa tulisan dan/atau rekaman percakapan dengan jaminan informasi pribadi Saya dirahasiakan.

5. Guna menunjang kelancaran proses pengambilan data yang akan dilaksanakan, maka segala hal yang terkait dengan waktu, tempat, konsekuensi, hingga proses pengambilan data akan disepakati bersama.

Demikian Saya menandatangani lembar persetujuan ini, TANPA ADANYA PAKSAAN dari pihak manapun sehingga Saya bersedia untuk mengikuti proses ini dari awal hingga selesai serta menerima segala hal terkait dengan pelaksanaan kegiatan tersebut. Malang, 5 September 2020 Subjek ( Rena )

52 Lampiran 2. Diagnosa DSM-5

Diagnosis : 296.22 (F32.1) Major Depressive Disorder Moderate Kriteria Gangguan DSM-5 Simtom yang Muncul Kesesuaian Sesuai Tidak Sesuai A Lima (atau lebih) dari

gejala berikut telah hadir selama periode 2 minggu yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya saat ini; setidaknya salah satu gejalanya adalah (1) suasana hati

tertekan/depresif atau (2) kehilangan minat atau kesenangan.

Subjek mengalami suasana hati depresif dan kehilangan minat atau kesenangan untuk menjalani kehidupan

sehari-hari.

1. Suasana hati tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih, kosong, atau putus asa) atau pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misalnya, tampak menangis).

Merasa sedih, putus asa, dan gelisah hampir setiap hari, tapi subjek tidak lagi mampu mengekspresikan rasa sedihnya dengan mengeluarkan air mata.

2. Minat atau kesenangan yang sangat berkurang dalam semua, atau hampir semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh catatan subjektif atau observasi).

Tidak bersemangat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Tidak berminat keluar rumah atau

berinteraksi sosial.

3. Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak berdiet atau penambahan berat badan (misalnya, perubahan lebih dari 5% berat badan dalam sebulan), atau penurunan atau

Tidak ada

53 peningkatan nafsu

makan hampir setiap hari.

4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.

Tidak terlalu sering mengalami gangguan tidur. 5. Agitasi atau keterbelakangan psikomotor hampir setiap hari (dapat diamati oleh orang lain; tidak hanya perasaan subjektif dari

kegelisahan atau menjadi lambat).

Terlihat lambat, kurang semangat, merasa gelisah tapi tidak memiliki hambatan psikomotor.. 6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

Merasa lelah meski tidak melakukan kegiatan apa-apa.

7. Perasaan tidak berharga

atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak pantas (yang mungkin delusi) hampir setiap hari (bukan hanya menyalahkan diri sendiri atau rasa bersalah karena sakit).

Merasa tidak memiliki kelebihan yang dapat

dibanggakan, selalu membandingkan diri dengan orang lain, merasa bersalah karena tidak dapat mengerjakan atau mendapatkan apa yang diharapkan. 8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau ketidaktegasan, hampir setiap hari (baik secara subjektif atau seperti yang diamati oleh orang lain). Sulit berkonsentrasi, sulit membuat perencanaan, tidak mampu membuat keputusan dalam aktivitas sehari-hari. 9. Pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), keinginan bunuh diri yang berulang tanpa rencana tertentu, atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk bunuh diri.

Tidak ada

B Gejala tersebut

menyebabkan gangguan atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam bidang fungsi sosial,

Aktivitas dan fungsi keseharian terganggu karena subjek berdiam diri tanpa

54 pekerjaan, atau fungsi

penting lainnya.

melakukan kegiatan yang berarti. C Episode ini tidak

disebabkan oleh pengaruh fisiologis atau substansi atau kondisi medis lainnya.

Tidak ada

D Terjadinya episode depresi mayor tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniformis, gangguan delusi, atau spektrum skizofrenia spesifik dan tidak spesifik dan gangguan psikotik lainnya.

Tidak ada

E Tidak pernah ada episode manik atau episode hipomanik.

Tidak ada

55 Lampiran 3. Modul Intervensi

Terapi Eksistensial untuk Meningkatkan Harga Diri dan Menurunkan Gejala Depresi

A. Pengantar

Intervensi yang digunakan adalah terapi eksistensial yang berlandaskan pada pendekatan humanistik. Intervensi ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu Subjek dalam menemukan makna hidup dan tujuan hidupnya, menumbuhkan emosi positif, dan pandangan positif terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungan (Pitchford, 2009).

Pendekatan pada terapi eksistensial, menekankan pada proses perenungan tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh (Sharf, 2016). Menurut Rolo May, psikologi eksistensial berfokus pada manusia yang dapat berfungsi secara utuh dengan adanya pengaruh sosial, budaya, dan pengalaman individu itu sendiri. Fokus utamanya adalah untuk memahami manusia, kapasitas mereka di dalam hidup, dan keterbatasan yang menghalangi kapasitas manusia secara utuh (Pitchford, 2009).

Individu pada dasarnya dapat memandang secara positif atau negatif tentang kehidupannya secara keseluruhan. Penilaian negatif tentu akan berdampak pada kehilangan arah dalam menentukan tujuan. Hal ini membuat individu kesulitan untuk mengambil keputusan yang tepat bagi kehidupannya dan mulai memunculkan emosi-emosi negatif. Selain itu, individu yang memandang kehidupannya dengan penilaian negatif akan sulit untuk menggali potensi yang ada dalam dirinya serta sulit mengaktualisasikan diri (Nigesh & Saranya, 2017).

Karakteristik dari terapi eksistensial adalah adanya pengalaman terapeutik yang berdampak positif pada kemampuan adaptasi dengan perasaan negatif (self-distancing), kemampuan untuk memperluas batasan pribadi (self-transcendence), kebebasan (freedom), dan tanggung jawab (responsibility), sehingga individu dapat memberikan penilaian yang objektif terhadap diri dan lingkungannya (Haugan et al., 2012; Kross & Ayduk, 2017; Solobutina & Miyassarova, 2019).

Terapi eksistensial dapat diterapkan dalam mengatasi masalah psikologis karena intervensi ini dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan tanggung jawab diri, menuntun individu dalam pencarian makna hidup serta mengembangkan kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Rey, 2018). Kelebihan terapi eksistensial dibandingkan dengan jenis terapi lain adalah terapi ini lebih berfokus pada masa sekarang daripada peristiwa di masa lalu serta dapat menyadarkan individu bahwa masa depan bukanlah sesuatu yang menakutkan. Terapi ini juga bersifat nondirective dimana individu mendapatkan kebebasan

seluas-56

luasnya untuk menentukan sikap dan tindakan apa yang diharapkan, tetapi individu harus berani untuk bertanggung jawab dengan konsekuensi dari apa yang dilakukan. Hal ini diperlukan karena setiap individu memiliki tanggung jawab atas kehidupannya sendiri sehingga tugas psikoterapis adalah mendorong individu menemukan jalan untuk memahami dunianya sendiri (Hasna, 2019).

Teknik terapeutik dalam terapi eksistensial dapat dianggap suatu hambatan dalam memahami individu, hal ini menjadikan terapi eksistensial membutuhkan waktu yang lama. Selain itu tidak semua karakteristik masalah atau subjek dapat menggunakan jenis intervensi nondirective sehingga perlu adanya penyesuaian dalam menerapkan teknik terapeutik bagi individu-individu tertentu (Vos et al., 2015). Untuk itu, terapi eksistensial dapat dilakukan dengan menerapkan teknik yang memiliki efek psikoterapeutik seperti beberapa teknik dalam bibliotherapy.

Menurut Czernianin, Czernianin, & Chatzipentidis (2019), teknik dalam bibliotherapy dapat dipertimbangkan menjadi salah satu metode pelengkap terapi yang efektif. Terapi ini bertujuan untuk membantu menciptakan insight dan kesadaran terhadap masalah. Ciri khusus dari efek terapeutik bibliotherapy adalah dapat menstimulus perasaan, mengurangi kecemasan mental, dan memfasilitasi perspektif baru berdasarkan media karya seni, karya sastra, literatur, cerita atau objek pengalaman estetika yang diberikan. Bibliotherapy adalah sebuah intervensi yang menggunakan media literatur, puisi, atau video untuk individu atau kelompok yang mengalami masalah emosional atau gangguan mental, selain itu metode ini berguna bagi kemajuan pertumbuhan dan perkembangan manusia (Pehrsson & Mcmillen, 2007).

Teknik dalam bibliotherapy meliputi empat tahap yaitu a)

recognition – mengenal cerita dalam video, b) examination – menguji

pemahaman tentang konten video, c) juxtaposition – membandingkan kondisi diri dengan tokoh yang ada dalam video, dan d) application to self – menerapkan tindakan tokoh di video dalam kehidupan sehari-hari (Lucas & Soares, 2013; Purwanto, 2015).

Kelebihan dari teknik bibliotherapy adalah a) untuk menyampaikan informasi terkait masalah yang sedang dialami, b) memberikan pemahaman (insight), c) mendorong terciptanya diskusi, d) membahas tentang sikap dan moral yang dapat diambil, e) membangun kesadaran (awareness) bahwa orang lain mampu menemukan solusi untuk masalah yang sama seperti pengalamannya, dan f) menyediakan alternatif solusi dari masalahnya (Herlina, 2012).

57 B. Sasaran Subjek

Subjek memiliki kecenderungan harga diri rendah dan tingkat gejala depresi tinggi. Strategi untuk meningkatkan harga diri dapat menjadi kunci untuk mencapai kehidupan yang baru bagi individu yang kurang mampu berfungsi secara utuh, memiliki perasaan rendah diri, tidak berdaya, dan rasa bersalah karena ketidak mampuannya dalam mengatasi masalah atau kekurangan yang dimilikinya. Apabila subjek dapat meningkatkan harga dirinya maka gejala-gejala depresi yang sebelumnya dirasakan dapat secara perlahan berkurang karena subjek dapat menemukan makna dari eksitensi dan dunianya.