• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini adalah single case research design dimana subjek diberikan intervensi berupa terapi eksistensial dengan teknik bibliotherapy setelah diketahui hasil sebelum intervensi dan kemudian dilakukan pengukuran pasca intervensi untuk mengetahui ada tidaknya perubahan yang terjadi setelah diberikan intervensi. Selanjutnya dilakukan follow up sebanyak dua kali yaitu dua bulan setelah intervensi dan 8 bulan setelah follow up pertama. Perubahan skor pra dan pasca intervensi dijelaskan dengan cara yang relatif langsung menggunakan data-data statistik sederhana (Gerring & McDermott, 2007; Sjödén, 1988). Data dapat diperoleh dari pengukuran dengan skala dan wawancara mendalam terkait harga diri dan gejala depresif yang dimiliki oleh subjek penelitian.

Penelitian single case dapat digunakan untuk mengevaluasi perubahan perilaku dan fungsi dari hubungan antara intervensi dan hasil intervensi. Penelitian ini merupakan salah satu jenis penelitian studi kasus yang memaparkan deskripsi Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir

Terapi Eksistensial dan Teknik

Bibliotherapy

Terapi berfokus pada situasi ‘here

and now’ untuk memberikan

kesadaran (awareness), yang dikombinasikan dengan teknik

biblioterapi agar individu mendapatkan pemahaman mendalam (insight) terkait masalah

yang dihadapi.

Harga Diri (x)

Penilaian individu tentang diri dan sikap terhadap diri yang dapat berupa penilaian

positif ataupun negatif.

Gejala Depresi (y)

Gejala psikologis yang menunjukkan adanya perubahan dalam emosi, perilaku,

dan kognitif individu secara negatif dan mempengaruhi keberfungsian hidup.

21

unit data tunggal yang berkaitan dengan masalah-masalah klinis individu secara kualitatif untuk menghasilkan tema-tema berdasarkan hasil penelitian (L. L. Cohen, Feinstein, Masuda, & Vowles, 2014; Tarlow, Mccord, Nelon, & Bernhard, 2020).

Subjek Penelitian

Subjek penelitian berjenis kelamin perempuan yang berusia 23 tahun. Subjek diperoleh berdasarkan purposive sampling dengan kriteria subjek memiliki kecenderungan harga diri rendah dan tingkat gejala depresi tinggi. Kriteria ini diperoleh dari hasil observasi, wawancara, pengukuran skala, tes psikologi dan kriteria gangguan klinis berdasarkan DSM-V untuk menegakkan diagnosis. Pengambilan data ini dilakukan secara individual sehingga data yang diperoleh merupakan subjek yang tunggal.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Harga diri adalah variabel x yaitu kemampuan seseorang dalam mengevaluasi diri dan merefleksikan diri menggunakan pandangan positif terhadap diri sendiri atau kehidupannya. Alat ukur harga diri dikembangkan berdasarkan teori self-esteem oleh Rosenberg (1965). Untuk itu, skala ini diberi nama Rosenberg Self-Esteem

Scale (RSES). Skala harga diri dapat dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan

rendah. Alat ukur ini berupa skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu, Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. RSES memiliki 10 item dengan skala interval. Aturan pemberian skor ini ditentukan berdasarkan butir-butir pernyataan favorable pada item nomor: 1, 3, 4, 7, dan 10. Untuk butir-butir-butir-butir pernyataan unfavorable pada item nomor: 2, 5, 6, 8, dan 9 (Wicaksana & Suwartono, 2012). Semakin besar skor total artinya individu memiliki harga diri yang tinggi. Skala harga diri yang digunakan telah dialih bahasakan menjadi Bahasa Indonesia. Berdasarkan uji validitas konstruk pada RSES yang dilakukan oleh Maroqi (2018) dengan menggunakan confirmatory factor analysis (CFA) Gambar 2. Desain Penelitian

Pra intervensi (A) Intervensi (B) Pasca intervensi (A’)

22

menunjukkan bahwa skala self-esteem adalah skala yang bersifat unidimensional dan hanya terdapat 7 item dari 10 item yang mengukur satu faktor saja yaitu harga diri. Korelasi antar kesalahan pengukuran item ditemukan pada nomor item 2, 5 dan 8 karena item ini memiliki muatan negatif dan tidak signifikan. Jadi, 3 item tidak akan diikutsertakan dalam menentukan true score. Reliabilitas Cronbach’s alpha dari skala harga diri versi Indonesia adalah 0.9024 (Maya et al., 2018).

Gejala depresi adalah variabel y yaitu gejala-gejala psikologis dan fisik yang ditandai dengan kehilangan minat dan kesenangan, gangguan makan, gangguan tidur, sulit konsentrasi, perasaan sedih, perasaan bersalah, rendah diri, dan yang paling berat adalah gejala munculnya pikiran bunuh diri. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan BDI (Beck Depression Inventory) oleh Beck di tahun 1967 dan ditelah direvisi oleh Steer & Brown pada tahun 1996 dengan nama BDI-II untuk mengukur tingkat depresi individu. Terdapat enam kategori dalam menentukan tingkat depresi yaitu normal, gangguan mood ringan, ambang depresi klinis, depresi sedang, depresi berat, dan depresi ekstrim/parah. Semakin besar skor total dari hasil pengukuran ini menunjukkan tingkat depresi parah. Skala ini telah dialih bahasakan ke Bahasa Indonesia. Berdasarkan uji statistik confirmatory factor

analysis (CFA) oleh Sorayah (2015) didapatkan hasil bahwa 21 item BDI-II dapat

digunakan karena seluruh item bernilai signifikan dan tidak memiliki satupun muatan faktor negatif. Akan tetapi, terdapat item yang juga mengukur faktor lain artinya multidimensional item. Sehingga pada item nomor 4, 5 dan 20 perlu dipertimbangkan untuk mengukur true score agar dapat digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosa tingkat depresi dengan benar. Untuk nilai Cronbach’s alpha dari skala depresi versi Indonesia adalah 0.90 (Ginting et al., 2013).

Prosedur Penelitian

Tahap persiapan yaitu, 1) Menyiapkan skala RSES (Rosenberg Self-Esteem Scale) dan BDI-II (Beck Depression Inventory II) dalam Bahasa Indonesia. 2) Memberikan informed consent sebagai bukti bahwa subjek telah menyepakati ketentuan dan apa yang akan didapatkannya selama proses asesmen dan intervensi. 3) Menyiapkan rancangan asesmen seperti observasi, wawancara, tes inteligensi

23

(DAP), house tree person (HTP), dan draw a tree (BAUM) untuk mengetahui gambaran kepribadian, serta kriteria DSM-V tentang gejala gangguan depresi yang bertujuan untuk menegakan diagnosis terkait permasalahan subjek penelitian. Selanjutnya, 4) Menyusun rancangan dan modul intervensi agar tahapan intervensi dapat terstruktur dan sistematis.

Tahap pelaksanaan, melaksanakan prosedur intervensi dalam 6 sesi yaitu Sesi 1, menetapkan tujuan, kontrak, dan building rapport. Sesi ini dilakukan dalam durasi 90 menit yang memiliki tujuan yaitu untuk menentukan bersama tujuan atau target yang ingin dicapai antara subjek dan terapis. Serta menyepakati kontrak yang dibuat bersama.

Sesi 2, identifikasi masalah dan penemuan makna hidup. Sesi yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah subjek selanjutnya menjelaskan tentang penyebab dan dampak dari permasalahan tersebut. Subjek diminta untuk menuliskan kelebihan dan kekurangannya, serta tujuan hidup yang dimiliki oleh subjek. Sesi ini berlangsung selama 90 menit.

Sesi 3, penerapan teknik bibliotherapy yang terdiri dari beberapa tahap yaitu a) recognition – mengetahui cerita dalam video, b) examination – memahami konten video, c) juxtaposition – membandingkan kondisi diri dengan tokoh yang ada dalam video, dan d) application to self – menerapkan perilaku dan sikap tokoh dalam kehidupan sehari-hari. Teknik biblio dengan menunjukkan video merupakan bagian dari terapi eksistensial yang berfungsi sebagai penguat teknik eksistensial. Teknik ini bertujuan untuk memperdalam pemahaman (insight) subjek terhadap permasalahan yang dihadapinya melalui media berupa video. Sesi yang berdurasi 90 menit ini, diharapkan mampu menumbuhkan motivasi internal subjek dalam memahami tentang dirinya lebih baik serta dapat memberikan insight pada subjek tentang solusi yang dapat diterapkannya dalam sehari-hari.

Sesi 4, eksplorasi diri dan penugasan. Tujuan dari sesi ini adalah untuk menemukan potensi-potensi yang dimiliki subjek sehingga ia mampu membuat perencanaan kegiatan sehari-hari ataupun tujuan hidupnya. Subjek menentukan beberapa kegiatan positif yang dapat dilakukannya tanpa perlu merasa khawatir dengan pendapat orang lain ataupun pikiran negatif yang dimilikinya. Durasi dari sesi ini adalah selama 90 menit.

24

Sesi 5, evaluasi dan terminasi. Sesi ini bertujuan untuk megevaluasi apakah kedua intervensi yang diberikan telah mencapai target atau tujuan intervensi. Apabila telah terdapat perubahan dalam hal perilaku dan sikap subjek yang tampak, maka intervensi dapat diakhiri jika subjek telah mendapatkan insight terkait permasalahan, mampu mengevaluasi hidupnya, menentukan sendiri solusi yang akan dilakukannya, dan memiliki kesadaran akan tanggung jawab terhadap kehidupan dirinya sendiri maupun orang-orang disekitarnya, seperti keluarga. Sesi ini dilakukan selama 60 menit.

Sesi terakhir yang dilakukan adalah follow up yaitu untuk mengevaluasi apakah terdapat perkembangan yang signifikan terkait harga diri dan juga gejala depresi subjek selama kurun waktu dua bulan dan delapan bulan setelah dilakukan intervensi. Pada sesi ini dilakukan secara virtual, dikarenakan kondisi pandemi yang menyebabkan adanya kesulitan untuk melakukan pengambilan data secara langsung. Jadi, follow up hanya bisa dilakukan secara virtual yaitu melalui pengisian skala harga diri dan gejala depresi dengan menggunakan google form. Selanjutnya dilakukan tahap wawancara secara virtual atau daring.

Tahap pelaporan, pada tahap ini dilakukan pengolahan data secara kuantitatif dan kualitatif dari hasil skor tingkat harga diri dan gejala depresi serta hasil setiap sesi-sesi yang telah dilakukan. Setelah itu, hasil penelitian dibahas menggunakan bukti-bukti hasil penelitian yang relevan.

Analisis Data

Analisa data secara deskriptif kuantitatif digunakan untuk melihat dan membandingkan perubahan skor sebelum dan sesudah intervensi dari skala harga diri. Ini dimaksudkan untuk mengetahui ada/tidaknya perubahan harga diri setelah subjek mendapatkan intervensi yang berupa terapi eksistensial. Selanjutnya, analisa data yang sama digunakan untuk mengetahui perubahan tingkat gejala depresi dengan membandingkan hasil skor sebelum dan sesudah intervensi untuk skala depresi, serta membandingkan hasil skor sesudah intervensi dengan hasil skor

follow up pada skala harga diri dan depresi.

Setelah dilakukan analisa data secara kuantitatif selanjutnya, dilakukan analisa data secara kualitatif yaitu mereduksi data dan menemukan tema-tema

25

berdasarkan perubahan sebelum dan sesudah intervensi untuk menggambarkan kondisi harga diri dan gejala depresi yang dirasakan oleh subjek selama proses intervensi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran perubahan kondisi harga diri dan gejala depresi subjek secara detail dan jelas berdasarkan tema-tema yang ditemukan.