• Tidak ada hasil yang ditemukan

ILMU-ILMU PEMBANTU HUKUM ACARA PIDANA

Dalam dokumen HUKUM ACARA PIDANA 002 (Halaman 40-44)

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa tujuan hukum acara pidana ialah ”menemukan kebenaran material”. Untuk itu selain penguasaan ilmu pengetahuan tentang hukum pidana dan hukum acara pidana itu sendiri, maka diperlukan pula para penegak hukum, antara lain Kepolisian (Penyelidik/Penyidik), Kejaksaan (Penuntut Umum), hakim dan penasihat hukum memiliki ilmu pengetahuan lainnya untuk dapat menunjang dan membantu dalam menemukan kebenaran material.

Untuk lebih jelasnya akan dikemukakan bebarapa ilmu-ilmu pembantu yang dapat digunakan sebagai ilmu pembantu hukum acara pidana, sebagai berikut:

(1)

Logika

Untuk memperoleh suatu kebenaran, seseorang akan mememerlukan suatu pemikiran untuk dapat menghubungkan satu keterangan dengan keterangan lainnya, dalam hal ini dibutuhkan logika itu. Pada bagian hukum acara pidana yang paling membutuhkan pemakaian logika, ialah masalah pembuktian dan metode penyidikan. Pola yang dipergunakan adalah hipotesis atau dugaan sementara kemudian diupayakan

adanya pembuktian yang logis dan mendukung. Berdasarkan hasil-hasil pemeriksaan yang diperoleh antara hipotesis dan pembuktiaan tersebut, maka fakta-fakta sesungguhnya akan membentuk konstruksi yang logis.

(2)

Psikologis

Dengan logika kita dapat mengarahkan pikiran kita menuju suatu ketercapaian kebenaran materil, kemudian polisi, hakim, jaksa/penuntut umum dan terdakwa adalah manusia yang memiliki perasaan dan harus dimengerti pola tingkah lakunya. Salah satu ilmu yang mempelajari prilaku manusia adalah psikologi, sehingga untuk seorang penyidik yang ingin memperoleh suatu keterangan (keberanan) dari pelaku perbuatan tindak pidana, maka secara psikilogis penyidik harus mampu menguasainya, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menuju kepada suatu pembuktian persangkaan terhadap pelaku tersebut.

(2) Kriminalistik

Ilmu psikologi sebagai ilmu pembantu dalam hukum acara pidana dalam menghadapi manusianya, maka ilmu kriminalistik adalah ilmu yang dapat menganalisis dan menilai fakta-faktanya.

Jadi logika diperlukan untuk penyusunan jalan pikiran dalam pemeriksaan dan pembuktian, sedangkan psikologi untuk memahami dan mengerti akan sifat dan kraktek manusianya, maka kriminalistik diperlukan untuk menemukan fakta atau kejadian yang sebenarnya melalui rekonstruksi.

Dalam pembuktian bagian-bagian kriminalistik yang

dipergunakan, antara lain: ilmu tulisan, ilmu kimia, isiologi,

anatomi patolohik, toxikologi (ilmu racun), pengetahuan tentang luka, daktiloskopi atau sidik jari, jejak kaki) antropometri dan antropologi.

(3) Psikiatri

Hal-hal yang perlu diteliti dan iusut dalam uasaha menemukan kebenaran material, bukan hanya manusia dan situasi dan kondisi yang normal, tetapi kadang-kadang juga diperlukan

ha-hal yang abnormal. Dalam ha-hal ini ilmu yang dibutuhkan untuk meneliti keadaan-keadan yang abnormal adalah psikiatri, maka dengan psikiatri akan mengungkapkan suatu kebenaran mataerial secara abnormal.

(4) Kriminologi

Selain daripada ilmu-ilmu pembantu hukum acara pidana di atas, maka ilmu kriminologi merupakan salah satu ilmu pembantu yang sangat penting dalam hukum acara pidana, sebab krimnologi ilmu yang mempelajasi sebab-sebab atau latar belakang mengapa oarng melakukan kejahatan (etiologi kriminal/ criminele aetologie).

10. HAL-HAL YANG DIATUR DALAM HUKUM ACARA PIDANA Dalam karya Mr. J.M. Van Bemmelen ”Leerboek van het Nederlandse Strafprocesrecht”, yang distir oleh Rd. Achmad S

Soema Dipradja yang mengemukakan bahwa pada pokoknya

hukum acara pidana mengatur hal-hal32:

(1) Diusutnya kebenaran dari adanya persangkaan dilarangnya undang-undang pidana, oleh alat negara, yang khusus diadakan untuk keperluan tersebut.

(2) Diusahakan diusutnya para pelaku dari perbuatan itu.

(3) Diikhtiarkan segala daya-upaya agar para pelaku dari perbuatan tadi, dapat ditangkap, jika perlu untuk ditahan.

(4) Alat-alat bukti yang telah diperoleh oleh terkumpul hasil pengusutan dari kebenaran persangkaan tadi diserahkan kepada hakim, demikian juga diusahakan agar tersangka dapat dihadapkan kepada hakim.

(5) Menyerahkan kepada hakim untuk diambil putusan tentang terbukti tidaknya daripada perbuatan yang disangka dilakukan oleh tersangka dan tindakan atau hukuman apakah yang lalu akan diambil atau dijatuhkan.

(6) Menentukan upaya-upaya hukum yang dapat dipergunkana terhadap putusan yang diambil Hakim.

(7) Menentukan upaya-upaya hukum yang dapat dipergunakan terhadap putusan yang diambil Hakim.

(8) Putusan yang pada akhirnya diambil berupa pidana atau tindakan untuk dilaksanakan.

Maka berdasarkan hal di atas, dapatlah diambil kesimpulan, bahwa tiga fungsi pokok acara pidana, adalah:

1. Mencari dan menemukan kebenaran. 2. Pengambilan putusan oleh hakim.

3. Pelaksanaan daripada putusan yang telah diambil.

Dengan demikian hukum acara pidana, menentukan, aturan agar para pengusut dan pada akhirnya Hakim, dapat berusaha menembus ke arah ditemukannya kebenaran dari perbuatan yang disangka telah dilakukan orang.

Demikian pula Moch. Faisal Salam33, bahwa ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang mengatur prosedur agar pelaku pelanggaran dan kejahatan dapat dihadapkan ke muka sidang pengadilan dinamakan hukum pidana formil. Dengan kata lain bahwa ”Hukum pidana formil adalah kumpulan peraturan-peraturan hukum yang memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal sebagai berikut:

(1) Tindakan-tindakan apa yang harus diambil,apabila ada dugaan, bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dilakukan seseorang. (2) Apabila benar telah terjadi suatu tindak pidana yang dilakukan

oleh seseorang, maka perlu diketahui, siapa pelakuknya dan cara bagaimana melakukan penyidikan terhadap pelaku. (3) Apabila telah diketahui pelakunya, maka penyidik perlu

menangkap, menahan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan permulaan atau dilakukan penyidikan.

(4) Untuk membuktikan apakah tersangka benar-benar melakukan suatu tindak pidana, maka perlu mengumpulkan barang-barang bukti, menggeledah badan dan tempat-tempat serta

33 Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana dalam teori & Praktek, Pen. Mandar Maju, Bandung, 2001, h. 3

menyita barang-barang bukti yang diduga ada hubungannya dengan perbuatan tersebut.

(5) Setelah selesai dilakukan pemeriksaan permulaan atau penyidikan oleh Polisi, maka berkas perkara diserahkan pada kejaksaan negeri, selanjutnya pemeriksaan dalam sdiang pengadilan terhadap terdakwa oleh hakim sampai dapat dijatuhkan pidana.

Dalam dokumen HUKUM ACARA PIDANA 002 (Halaman 40-44)