• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAHANAN (1) Pendahuluan(1) Pendahuluan

Dalam dokumen HUKUM ACARA PIDANA 002 (Halaman 162-167)

UPAYA PAKSA DALAM HUKUM ACARA PIDANA

2. PENAHANAN (1) Pendahuluan(1) Pendahuluan

Dalam pembahasan sebelumnya hanya berfokus pada ruang lingkup pembahasan yang berfokus pada wewenang aparat Polri dalam penyidikan, namun dalam pembahasan tentang penahanan akan dibahas menyangkut instansi penegak hukum lainnya, termasuk penuntut umum dan hakim atau peradilan.

Jadi masalah penahanan bukan hanya wewenang yang dimiliki oleh penyidik saja (Polri), tapi juga meliputi wewenang yang diberikan undang-undang kepada semua instansi dan tingkat yang dilakukan dalam rumah tempat tinggal atau tempat tertutup lainnya harus dengan ijin Ketua Pengadilan Negeri.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01.PW.07.03 Tahun 1982 Tentang Pedoman Aparatur Penegak Hukum menjelaskan belumlah cukup syarat petugas kepolisian melakukan penangkapan karena adanya bukti permulaan yang kuat sebelum ada ijin dari Ketua Pengadilan Negeri khususnya penangkapan yang dilakukan di tempat tinggal tersangka atau tempat tertutup lainnya, artinya penangkapan tidak sah tanpa adanya ijin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

7 Penjelasan: surat perintah penangkapan dikeluarkan oleh pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang berwenang dalam melakukan penyidikan didaerah hukumnya.

peradilan (penuntut umum dan hakim).

Masalah penahanan diatur dalam KUHAP, yaitu pada Bab V Bagian Kedua dari Pasal 20 sampai dengan Pasal 31, kemudian dijumpai beberapa aturan-aturan lainnya yang mengatur tentang penahanan.

Untuk lebih jelasnya akan dibahas masalah penahanan sebagaimana pembahasan selanjutnya.

(2) Pengertian

Menurut Pasal 1 angka 21 KUHAP, bahwa yang dimaksud dengan penahanan adalah “penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

(3) Tujuan Penahanan

Tujuan penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 20 KUHAP, antara lain bahwa ”Penyidik/penyidik pembantu berwenang melakukan penahanan untuk pemeriksaan penyelidikan/ penyidikan kepada tersangka secara objektif dan benar-benar mencapai hasil penyelidikan/penyidikan yang cukup memadai untuk diteruskan kepada penuntut umum, dan selanjutnya akan dipergunakan sebagai bahan pemeriksaan di depan persidangan. (4) Alasan atau Syarat-syarat dan Dasar Hukum Penahanan &

Penahanan Lanjutan

Dalam pembahasan tentang penangkapan, telah dibahas bahwa seseorang yang diduga melakukan suatu perbuatan sebagai tindak pidana, maka penyelidik/penyidik berwenang untuk menangkap orang tersebut, dan berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 KUHAP), maka proses selanjutnya tersangka dapat dilakukan penahanan.

Dalam proses penahanan terhadap tersangka, maka harus memenuhi 2 syarat, atau alasan yaitu syarat syarat subjektif dan syarat objektif, sebagai berikut:

1. Syarat Subjektif

Adapun dimaksud syarat subjektif yaitu karena hanya tergantung pada orang yang memerintahkan penahanan tadi, apakah syarat itu ada atau tidak. Syarat subjektif sebagaimana diatur di dalam:

Pasal 20 ayat (3) KUHP, yaitu:

a. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan melarikan diri; b. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan merusak/

menghilangkan barang bukti; dan

c. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi tindak pidana

Pasal 21 ayat (1) KUHAP, bahwa alasan penahanan dan

penahanan lanjutan yaitu ”Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”.

2. Syarat Objektif

Adapun dimaksud syarat objektif yaitu syarat tersebut dapat diuji ada atau tidak oleh orang lain. Syarat objektif sebagaimana diatur di dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan, apabila: ”Terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal :

a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

b. tindak pidana ancamannya kurang dari 5 tahun, tetapi sebagaimana dimaksud dalam:

 KUHPidana, yaitu Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459,

Pasal 480 dan Pasal 506;

Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea

dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatersebutlad Tahun 1931 Nomor 471), yaitu Pasal 25 dan Pasal 26;

Undang-undang RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika,

yaitu Pasal 85, 86, 87, dan Pasal 88;

Undang-undang RI Tindak Pidana Imigrasi

(Undang-undangRI Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), yaitu Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4., yaitu antara lain tidak punya dokumen imigrasi yang sah, atau orang yang memberikan pemondokan atau bantuan kepada orang asing yang tidak mempunyai dokumen imigrasi yang sah.

(5) Prosedur Pelaksanaan Penahanan

Untuk melaksanakan penahanan terhadap tersangka/ terdakwa, maka petugas harus melengkapi dengan:

a. Surat perintah penahanan dari penyidik; atau

b. Surat perintah penahanan dari penuntut umum; atau

c. Surat penetapan dari Hakim yang memerintahkan penahanan itu

Maka pada saat penahanan itu akan dilaksanakan, maka surat perintah penahanan dan penahanan lanjutan tersebut di atas harus diserahkan kepada tersangka/terdakwa dan kepada keluarganya setelah penahanan dilaksanakan (sebagai tembusan).

Adapun surat perintah/penetapan penahanan berisikan antara lain:

a. Identitas dari tersangka/terdakwa (nama lengkap, umur, pekerjaan, agama dan alamat/tinggal);

b. Alasan penahanan;

c. Uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakakn atau didakwakan, dan

d. Tempat di mana tersangka/terdakwa ditahan (Pasal 20 ayat (3) KUHAP).

(6) Jenis-jenis & Tempat Pelaksanaan Penahanan

Penahanan terdiri dari beberapa jenis, yang dapat dibedakan dari persyaratan atau penempatan tersangka/terdakwa ditahan. Adapun jenis penahan-an sebagaimana menurut Pasal 22 KUHAP, yaitu:

(1) Jenis penahanan dapat berupa :

a. penahanan rumah tahanan negara8; yaitu tersangka/ terdakwa ditahan dan ditempatkan di rumah tahanan negara (Rutan)

b. penahanan rumah;

8 Pasal 1 angka 2 UU No. 27 Tahun 1983 tentang. Pelaksanaan KUHAP, bahwa. “Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Menurut Pasal 19 Peraturan pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP, bahwa:

(1) Di dalam RUTAN ditempatkan tahanan yang masih dalam Proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung.

(2) Tempat tahanan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat pemeriksaan.

(3) Untuk keperluan adininistrasi tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat daftar tahanan sesuai dengan tingkat pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan penggolongan sebagaiinatia dimaiksud dalam ayat (2).

(4) Kepala RUTAN tidak boleh menerima tahanan dalam RUTAN, jika tidak disertai surat penahanan yang sah dikeluarkan pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan. (5) Kepala RUTAN tiap bulan membuat daftar mengenai tahanan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (3) dan disampaikan kepada Menteri dalam hal ini Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan tembusan kepada pejabat yang bertangung jawab secara juridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman yang bersangkutan.

(6) Kepata RUTAN memberitahukan kepada pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu, sesuai dengan tingkat pemeriksaan mengenai tahanan yang liampir habis masa penahanan atau perpanjangan penahanannya. (7) Kepala RUTAN demi hukum mengeluarkan tahanan yang telah habis masa

penahanan atau perpanjangan penahanannya.

(8) Dalam hal tertentu tahanan dapat diberi izin meninggalkan RUTAN untuk sementara dan untuk keperluan ini harus ada izin dari pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas tahanan itu.

(9) Pada RUTAN ditugaskan dokter yang ditunjuk oleh Menteri, guna memelihara dan merawat kesehatan tahanan.

(10)Tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) selama berada di luar RUTAN dikawal dan dijaga oleh petugas Kepolisian.

c. penahanan kota.

(2) Penahanan rumah dilaksanakan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan terhadapnya untuk menghindarkan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.

(3) Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan.

Selama tersangka belum dilimpahkan perkaranya ke penuntut umum, maka tersangka dapat ditahan di kantor Kepolisian, demikian pula selama penuntut umum belum dilimpahkan perkaranya ke pengadilan, maka dapat ditahan di kantor Kejaksaan. Demikian pula tersangka/terdakwa dapat pula ditahan/ditempatkan di lembaga pemasyarakatan selama belum ada rumah tahanan negara yang tersedia.

(7) Pejabat yang Berwewenang Melakukan Penahanan

Menurut Pasal 20 KUHAP, bahwa yang berwenang untuk melakukan penahanan, adalah:

(1) untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang melakukan penahanan.

(2) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan.

(3) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan. (8) Lamanya & Perpanjangan Penahanan

Dalam dokumen HUKUM ACARA PIDANA 002 (Halaman 162-167)