• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. SAKRAMEN EKARISTI DEMI PENGEMBANGAN IMAN

A. Iman

Yesus Kristus, sakramen, Ekaristi sebagai sakramen, makna sakramen, makna sakramen Ekaristi, Ekaristi sebagai ungkapan cinta kasih Yesus sehabis-habisnya, Ekaristi sebagai perjamuan dan persekutuan umat dengan Allah, Ekaristi sebagai perayaan seruan karunia Roh Kudus (Epiklese), Ekaristi sebagai sumber kekuatan hidup umat, Ekaristi sebagai pengembangan iman, Ekaristi memberikan semangat untuk berbagi kepada sesama, Pengembangan iman. Sejarah putera altar, definisi putera altar, keanggotaan putera altar, keberadaaan putera altar di paroki, dasar putera altar, tujuan pelayanan putera altar, organisasi putera altar, kegiatan putera altar, tugas khusus putera altar BAB III:

Bab ini membahas tentang penelitian yang akan dilakukan. Mulai dari penghayatan putera altar Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunung Kidul, Yogyakarta terhadap makna sakramen Ekaristi demi pengembangan iman mereka, ini meliputi: Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunung Kidul,

Yogyakarta, sejarah paroki, situasi umum umat paroki, gambaran umum mengenai putera altar dan kegiatan putera altar di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunung Kidul, Yogyakarta, penelitian tentang penghayatan putera altar Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunung Kidul, Yogyakarta terhadap makna sakramen Ekaristi demi pengembangan iman, metodologi penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian dan variabel penelitian, hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian, keterbatasan penelitian.

BAB IV:

Bab ini berisi tentang usulan program dalam bentuk Rekoleksi putera altar sebagai usulan untuk meningkatkan penghayatan makna sakramen Ekaristi demi pengembangan iman Putera Altar di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunung Kidul, Yogyakarta, pendampingan remaja model rekoleksi, latar belakang penyusunan program, tema dan tujuan program, gambaran pelaksanaan program, matrik program, dan contoh persiapan salah satu sesi dalam rekoleksi remaja khusus untuk Putera Altar.

BAB V:

Bab ini berisi penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.  

BAB II

SAKRAMEN EKARISTI DEMI PENGEMBANGAN IMAN PUTERA ALTAR

Bab II ini penulis menguraikan mengenai sakramen Ekaristi demi pengembangan iman putera altar yang memiliki kesinambungan dengan pembahasan pada bab sebelumnya. Pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana sumbangan makna sakramen Ekaristi bagi iman para remaja Katolik khususnya remaja (laki-laki maupun perempuan) yang tergabung dalam kegiatan putera altar dimana mereka sangat dekat dengan sakramen Ekaristi. Dalam kenyataannya, remaja yang tergabung dalam putera altar melaksanakan tugas pelayanan tanpa tahu makna dari apa yang dilakukan khususnya berkaitan dengan sakramen Ekaristi sehingga semua tugas pelayanan akan jatuh pada rutinitas belaka. Penulis berusaha memberikan sumbangan pemikiran untuk membantu para remaja yang tergabung di dalam putera altar menemukan makna sakramen Ekaristi dalam kehidupan mereka dan demi perkembangan iman mereka.

Dalam bab ini, penulis membahas tentang sakramen Ekaristi dan maknanya melalui Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja, dan juga pandangan dari para ahli. Selain itu penulis juga membahas tentang putera altar, berkaitan dengan sejarah putera altar, dan seluk-beluk tentang putera altar.

Perayaan Ekaristi hendaknya menjadi pusat dan puncak dari seluruh hidup rohani manusia. Melalui perayaan Ekaristi kita memiliki persatuan mesra dengan Kristus sehingga mengalami pembebasan yang sejati, dan hanya dalam kesatuan dengan Kristus saja kita mampu mempersembahkan diri secara layak kepada Allah.

Bab II lebih merupakan kajian pustaka. Penulis pada bab ini membagi uraian menjadi empat bagian, yakni pada bagian pertama penulis menjelaskan tentang iman. Pada bagian kedua penulis menjelaskan tentang sakramen Ekaristi. Pada bagian ketiga penulis menjelaskan Ekaristi sebagai tempat pengembangan iman umat. Kemudian secara khusus pada bagian terakhir, penulis menjelaskan sejarah putera altar dan seluk beluk tentang putera altar

Penulis pada bagian awal bab ini didahului dengan penjelasan mengenai iman, sakramen Ekaristi dan dilanjutkan dengan putera altar. Kegiatan putera altar selalu berkaitan dengan perayaan Ekaristi maka dari itu perlu dipaparkan tentang kedua hal tersebut. Melalui Ekaristi, remaja Katolik yang tergabung dalam kegiatan putera altar memperoleh kekuatan rohani untuk berkembang dalam iman serta menghadapi berbagai permasalahan hidup dan memberi semangat untuk berbagi kepada sesama.

A. IMAN

1. Pengertian Iman

Menurut Konstitusi Dogmatis Dei Verbum (DV), dokumen Konsili Vatikan ke II tentang Wahyu Ilahi, iman adalah tanggapan atau keputusan atas wahyu ilahi yang diwujudkan dalam perbuatan dan perkataan yang bertalian satu sama lain (DV 2). Ikatan antara pribadi manusia dengan Allah secara utuh dan juga merupakan anugerah yang adikodrati dari pemberian wahyu Allah untuk manusia. Iman menjadi anugerah yang terindah yang telah Tuhan berikan kepada manusia maka dari itu umat memiliki kewajiban untuk memperkembangkannya (KGK 50).

Iman merupakan suatu penyerahan diri manusia secara total kepada Allah secara ikhlas tanpa terpaksa. Iman berkaitan dengan wahyu yang berasal dari Allah untuk manusia. Allah menyapa, menjumpai, dan menyerahkan diri hanya untuk manusia, hal ini menjadi sebuah perjumpaan yang menandakan suatu persahabatan mesra antara manusia dan Allah. Allah dengan penuh kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia. Maka dengan menjadi sahabat, Allah tetap menginginkan suatu tanggapan dan jawaban dari manusia akan sapaanNya atau wahyu yang mau menjalin hubungan mesra antara manusia dan Allah. Allah menyatakan memberikan kelimpahan Cinta Kasih kepada manusia dan tinggal memberikan jawaban yang tulus dari hati apakah mau menerima pemberian Allah itu (KWI, 1996: 127-128).

Pada dasarnya iman memiliki suatu kehendak yang bebas. Di dalam memilih suatu pilihan tidaklah mudah tetapi kita memiliki kebebasan yang ada dalam diri untuk memilih, menentukan pilihanpun juga dirasa sulit untuk mengambil keputusan. Kehendak yang bebas lebih dari mengikuti suara hati untuk menentukan arah hidup sendiri melainkan sampai pada manusia memasuki kemerdekaan Allah. Kemerdekaaan Allah yang dimaksud adalah dimana manusia memiliki kebebasan yang menjadikan manusia untuk masuk ke dalam kebebasan untuk merdeka bersama Allah, bebas untuk terhindar dari rasa takut dan merasa damai bersama Tuhan. Hidup seturut kehendak kasih Tuhan dari pada mementingkan diri sendiri. Kasih Allah menembus rasa takut dan cemas dan membebaskan manusia dari segala kegelisahan (KWI, 1996: 128).

Iman memberikan suatu kesadaran diri pada Allah yang menyapa, memanggil manusia sekaligus merasuk dalam kehidupannya. Dengan menyadari akan hal itu,

maka manusialah yang memberikan jawaban atas panggilan Allah, dan melakukan penyerahan diri seutuhnya terhadap Allah yang menjumpai manusia secara pribadi. Iman menjadi suatu jawaban atas panggilan Allah serta pernyataan diri Allah secara pribadi kepada manusia secara langsung. Manusia akan menemukan imannya bila dirinya mengalami pengalaman religious yang sungguh memberikan penyadaran akan karya Allah terhadap manusia (KWI, 1996: 129).

2. Makna Iman Kristiani

Iman berhubungan dengan kepercayaan (berkaitan dengan agama) dan keyakinan kepada Allah, atau ketetapan hati, keteguhan batin. Percaya berarti mengakui bahwa sesuatu memang benar atau nyata, menganggap bahwa sesuatu itu benar-benar ada, menganggap seseorang itu jujur dan sebagainya. Iman memiliki suatu kesamaan dengan percaya dan ini sama-sama menunjukkan suatu keyakinan terhadap yang benar dan nyata. Keyakinan di sini lebih pada suatu pernyataan hati atau ketetapan hati seseorang terhadap apa yang diyakini. Tetapi ketetapan hati itu tidaklah selalu terungkap dengan suatu pembuktian yang pasti. Pada umumnya kata

iman digunakan dalam konteks hubungan dengan Allah dan kata percaya dapat digunakan dalam hubungan dengan Allah dan sesama manusia (Martasudjita, 2010: 12-16).

Di dalam Gereja, iman atau percaya dipergunakan untuk menyatakan hati yang tulus untuk mengikuti Allah dan menjalankan segala ajaran-ajaran Allah. Orang yang ingin menyatakan diri untuk bergabung atau masuk dalam Gereja, maka ia harus mau untuk menerima baptis, dengan dibaptis orang menjadi menyakini apa

yang benar menurut hati nuraninya untuk bergabung atas apa yang diyakininya. Dalam Gereja pengungkapan iman sungguh nampak ketika mengucapkan syahadat para rasul yaitu Aku percaya.

Dalam Perjanjian Lama, iman mengungkapkan tanggapan atas perwahyuan diri Allah kepada umat bangsa Israel. Umat bangsa Israel memiliki hubungan yang sungguh dekat dengan Allah. Bahkan bangsa Israel menjadi bangsa yang terpilih oleh Allah didalam pewahyuan-Nya dan mereka menjadi umat yang sungguh dikasihi oleh Allah.

Dalam Perjanjian Baru, iman yang mau dicapai dalam Perjanjian Baru tertuju pada tindakan Allah dalam dan melalui Yesus Kristus, yang terungkap dalam Kitab Suci. Banyak sekali ungkapan akan iman yang terlihat di dalam Kitab Suci, misalkan saja: “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan” (bdk. Rom 10: 9).

Iman Perjanjian Baru sesudah Yesus menjadi sebuah tumpuan iman dari pengalaman paskah yang memberikan suatu tanggapan akan wahyu Tuhan yang sungguh terjadi dalam diri Yesus Kristus. Menurut Paulus, iman memberikan suatu pembenaran, dan iman ada karena mendengarkan, menerima sabda Allah, ketaatan akan sabda Allah dan melepas keegoisan diri. Iman juga menjadi suatu ajaran yang membuat orang masuk dalam perbuatan-perbuatan kehendak Allah. Jadi, iman bila menjadi suatu ajaran pastinya takkan lepas dari tindakan atau perbuatan nyata.

3. Dasar Iman Kristiani

Iman yang dimiliki tidaklah datang begitu saja tanpa sebuah dasar. Dasar Iman Kristiani yaitu wahyu. Melalui wahyu Allah, manusia disapa, Allah mengenalkan diri pada manusia, serta mengajak manusia untuk mengikuti jalan kebenaran. Dengan mewahyukan diri kepada manusia, Allah mengharapkan manusia untuk memberikan tanggapan atas wahyu-Nya. Manusia menerima wahyu Allah berarti dapat mengenal siapa Allah itu dan bila ingin lebih mengenal maka ia harus bergaul dengan Allah dari hati kehati seperti halnya manusia menyatakan cintanya kepada sesamanya. Ini menjadi suatu tindakan yang konkrit manusia sebagai tanggapan dari wahyu Allah (Dister, 1991: 85-86).

Selain Wahyu Ilahi, dasar Iman Kristiani yang lainnya adalah iman para rasul. Ini menjadi sebuah dasar karena kedua belas rasul yang telah bersama-sama dengan Yesus menyaksikan perbuatan, tindakan, dan mendengarkan ajaran-Nya. Apa yang dikerjakan oleh Yesus merupakan ajaran yang benar karena berasal dari Bapa yaitu ajaran cinta kasih yang memberikan suatu pertobatan bagi manusia.Yesus selalu mengajak untuk bertobat dan berdamai dengan Allah. Dengan tindakan-tindakan Yesus yang disenangi oleh banyak orang, membuat mereka sadar dan banyak yang mengikuti-Nya. Banyak orang yang mengikuti Yesus membuat pemuka-pemuka agama yang iri dengan-Nya. Dengan rasa iri ini membuat pemuka agama itu merencanakan untuk memasukkan Yesus dalam hukuman yang membawa Dia sampai pada kematian (Michel, 2001: 45-46).

Yesus yang dianiaya sampai mati membuat orang-orang yang terdekat merasa sedih. Apa yang telah mereka yakini seolah-olah hanya kebohongan karena orang

yang dianggap Mesias telah mati dan misi yang telah dirintis-Nya dianggap telah gagal. Dengan kejadian yang telah dialami, murid Yesus menyingkir sementara untuk berdoa memohon petunjuk dari Allah. Selama penyingkiran ke tempat yang tenang dan sampai pada hari ketiga kelompok kecil murid-murid Yesus (Maria Magdalena, Petrus dan Yohanes, dan dua orang murid yang berjalan ke Emaus) dan kelompok besar (10 murid, lalu 11 murid semuanya, kelompok besar 500 orang) menyatakan dan menyakini bahwa Yesus Kristus telah bangkit dari mati (bdk. 1Kor 15: 1-11). Pengalaman perjumpaan dengan Kristus selalu dialami oleh mereka selama sebulan (40 hari) dan setelah itu mereka tidak mengalami lagi. Dengan pengalaman yang mereka jumpai ini membuat mereka berfikir apa yang harus mereka lakukan. Mereka merenungkan dan berdoa memohon petunjuk pada Allah. Di dalam permenungan mereka merasakan Allah hadir dalam diri dan seolah-olah mereka sungguh dipenuhi Roh Allah yang berkarya dalam diri mereka. Dengan adanya kepenuhan akan Roh Allah mereka berupaya untuk menyebarluaskan apa yang telah mereka alami kepada semua orang ketika hidup bersama Yesus dengan cara berkhotbah.

4. Ciri-ciri Iman Kristiani yang Dewasa

Iman Kristiani memiliki dimensi iman yang mampu membawanya pada arah yang dewasa. Dimensi iman itu di antaranya keyakinan, hubungan yang penuh kepercayaan, dan kehidupan cinta sejati yang hidup. Dimensi iman yang dimiliki umat Kristiani dapat direalitaskan dalam bentuk kegiatan yakni iman sebagai

kegiatan percaya, iman sebagai kegiatan mempercayai, dan iman sebagai kegiatan melakukan (Groome, 2010: 81).

Iman Kristiani dinyatakan akan dikatakan semakin dewasa jika sampai pada tindakan-tindakan nyata perwujudan iman dengan karya kerasulan seperti yang tertulis dalam Dekrit Apostolicam Actuositatem, dokumen Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam artikel 9 yang berbunyi:

Kaum awam menunaikan kerasulan mereka yang bermacam-macam dalam Gereja maupun masyarakat. Dalam kedua tata hidup itu terbukalah pelbagai bidang kegiatan merasul. Yang lebih penting di antaranya akan kami uraikan di sini, yakni: jemaat-jemaat gerejawi, keluarga, kaum muda, lingkungan sosial, tata nasional, dan internasional. Karena zaman sekarang ini kaum wanita semakin berperan aktif dalam seluruh hidup masyarakat, maka sangat pentinglah bahwa keikut-sertaan mereka diperluas, juga di pelbagai bidang kerasulan Gereja.

Dalam Dekrit tentang Kerasulan Awam artikel 9 ini sangat jelas terlihat kedewasaan iman Kristiani yaitu dengan iman yang diwujudkan dalam tindakan nyata menjawab semua kebutuhan dan permasalahan iman baik itu dalam lingkup jemaat-jemaat gerejawi, keluarga, kaum muda, bahkan sampai pada kegiatan pelayanan untuk menjawab permasalahan sosial baik itu dalam skala nasional maupun internasional.

5. Iman Gereja akan Yesus Kristus

Katekismus Gereja Katolik (KGK), menyatakan bahwa iman akan Yesus Kristus merupakan satu ikatan pribadi manusia seutuhnya kepada Allah yang mewahyukan Diri (KGK 176). Dengan kata lain beriman berarti kegiatan manusia yang sadar dan bebas yang sesuai dengan martabat pribadi manusiawi (KGK 180). Beriman adalah suatu kegiatan Gerejani. Iman Gereja adalah memberi kesaksian,

menopangnya dan memupuknya. Iman Gereja mendahului iman kita dan menjadi ibu semua orang beriman (KGK 181).

Dalam Gereja yang menjadi pusat iman Kristiani adalah Yesus Kristus. Gereja sungguh berpegang teguh dalam iman untuk mewartakan-Nya keseluruh dunia. Peristiwa-peristiwa hidup-Nya menjadi sumber kekuatan untuk kehidupan Gereja. Gereja menjadi tempat untuk memunculkan kisah hidup Yesus, mengingat kenangan-Nya dan sekaligus untuk memupuk iman manusia. Dengan menumbuhkan dan memupuk iman melalui Gereja berarti kita menghidupi dan mengambil bagian dari Gereja dan juga menanamkan sikap percaya bahwa Yesus Kristus selalu hadir di dalamnya.

Peristiwa misteri paskah menjadi titik tolak kehidupan Gereja. Iman yang tumbuh dalam Gereja berasal dari Yesus Kristus yang hidup, sengsara, wafat, dan bangkit. Dengan peristiwa Yesus membuat Gereja-gereja yang ada di dunia ini mulai berkembang. Berkembangnya Gereja berawal dari pengalaman kebangkitan Yesus dan juga pengalaman para murid-Nya yang juga merasakan kebangkitan. Melalui kebangkitan yang telah dirasakan para murid mulai membentuk sebuah kelompok perdana yang lama kelamaan menjadi besar dan akhirnya terbentuk sebuah Gereja.Terbentuknya sebuah Gereja memberikan sebuah pengharapan bagi misi Yesus untuk tetap menjaga umat-Nya pada kepenuhan hidup. Gereja juga memiliki sebuah tugas yang penting yaitu mewartakan Injil keseluruh bangsa. Dengan pewartaan injil maka Gereja menjadi hidup seturut kehendak Allah (Martasudjita, 2010: 83-87).

B. SAKRAMEN EKARISTI

Dokumen terkait