• Tidak ada hasil yang ditemukan

Impeachment Dalam Konteks Global

Dalam dokumen Andy Wiyanto Peranan MK dalam Proses I (Halaman 77-84)

Pengertian mengenai impeachment bisa didapat bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yang diartikan sebagai (1) pendakwaan, tuduhan (2) panggilan untuk pertanggungjawaban.1 Namun bila digali lebih jauh Konsep mengenai impeachment sesungguhnya lahir pada zaman Mesir Kuno dengan istilah ieasangelia, yang pada abad ke-17 diadopsi pemerintahan Inggris2 dan dimasukkan ke dalam Konstitusi Amerika Serikat di akhir abad ke-18.3 Dalam sumber lain disebutkan bahwa sejarah impeachment berasal dari praktek ketatanegaraan Inggris abad ke-14 dengan kasus impeachment yang diberikan kepada Roger Mortimer, Baron of Wigmore VIII dan Earl of March yang diputuskan oleh lembaga House Of Lord.4

Impeachment menurut Nelson Michael sebagaimana dikutip Hamdan Zoelva adalah pengawasan legisatif yang luar biasa, baik terhadap eksekutif maupun yudikatif. Impeachment adalah tindakan politik dengan hukuman berhenti dari jabatan dan kemungkinan larangan untuk memegang suatu

1 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 312.

2 Pada tahun 1688 meletus the glorious revolution di Inggris yang pada hakikatnya merupakan suatu konflik perebutan kekuasaan antara raja dan parlemen. Raja James II dipaksa untuk turun tahta dan parlemen mengundang Puteri Marry bersama suaminya Pangeran William of Orange untuk menjadi Raja dan Ratu Inggris. [Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 98.]

3 Iwan Permadi, “Impeachment MK terhadap Presiden dan Kekuasaan Mayoritas di MPR” Jurnal Konstitusi, Volume 4 Nomor 3 (September, 2007), hlm. 124-125.

jabatan, bukan hukuman pidana atau pengenaan ganti kerugian perdata.5 Dalam pengertian yang lain Hamdan Zoelva juga mengutip Akhil Reed Amar bahwa impeachment bukan hanya mengenai penggantian seorang pimpinan yang sedang menurun kredibilitasnya dalam suatu jajak pendapat atau partainya, tetapi juga menyangkut hukuman dan ketidakpercayaan yang permanen dari suatu jabatan publik kepada orang yang melakukan kesalahan berat terhadap negara.6

Disamping sebagai alat untuk membatasi perbuatan-perbuatan penguasa yang menyimpang dan mencederai kepercayaan publik, impeachment juga dilakukan untuk menindak pejabat-pejabat tinggi yang sangat berkuasa dan memiliki kecenderungan menyalahgunakan kekuasaannya. Sehingga tindakan yang semula tidak tersentuh oleh lembaga pengadilan biasa bisa diadili dengan mekanisme ini. Mahfud MD mengatakan bahwa impeachment dimaksudkan untuk “mencegah jabatan yang digerayangi oleh tangan kotor pemegangnya sekaligus melindungi kejujuran dan kredibilitas sehingga terjaga kemurniannya”.7

Jadi impeachment adalah seperti layaknya suatu proses peradilan pidana dimana menurut amanat konstitusi badan legislatif melaksanakan suatu pengadilan yang dapat dipertanggungjawabkan dan badan ini terikat untuk melakukan tindakan menurut pandangan mereka tentang hukum dan fakta-

5 Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden: Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945 (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 13.

6Ibid, hlm. 13-14.

7 Dedy, “Mahfud MD: Pemakzulan Cegah Penyalahgunaan Jabatan”, Majalah Konstitusi, No. 39 (April, 2010), hlm. 60.

fakta yang sedapat mungkin bebas dari motif dan tekanan politik partisan.8 Secara sederhana impeachment juga dapat diartikan sebagai proses pendakwaan dari badan legislatif kepada badan tinggi negara.9 Yang perlu digaris bawahi bahwa proses impeachment adalah sidang politik sebagai kontrol parlemen terhadap pejabat publik, sehingga sanksi yang dijatuhkan bukan sanksi penjara atau denda sebagaimana putusan lembaga peradilan umum.10

1. Objek Impeachment

Jika dilihat dari pengertian diatas, objek impeachment tidak hanya seorang Presiden atau Wakil Presiden akan tetapi juga para pejabat publik lain dan orang-orang yang powerfull, yang di berbagai negara hal demikian ditentukan berbeda-beda dalam konstitusinya.11 Senada dengan pendapat tersebut, menurut Denny Indrayana secara konseptual impeachment tidak hanya berarti prosedur pemberhentian Presiden ditengah masa jabatannya, tetapi juga pemecatan bagi para pejabat tinggi negara lainnya termasuk Hakim Agung karena melakukan kejahatan atau pelanggaran hukum.12

8 Hamdan Zoelva, op.cit., hlm. 14.

9 Bambang Sutiyoso, “Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden di Indonesia” Jurnal Konstitusi, Volume 7 Nomor 1 (Februari, 2010), hlm. 93.

10 Miftakhul Huda, “Kamus Hukum: Impeachment”, Majalah Konstitusi, No. 36 (Januari, 2010), hlm. 67.

11Ibid. hlm. 67. 12

Pandangan Denny Indrayana ini dapatlah dipahami dalam konstruksi objek impeachment di Amerika Serikat sebagaimana diutarakan Hamdan Zoelva sebagai berikut:

“ .... seorang Presiden, Wakil Presiden dan seluruh pejabat sipil Amerika Serikat dapat diberhentikan dari jabatannya atas penuntutan dan penghukuman (impeachment for and conviction of)

karena melakukan penghianatan terhadap negara,

penyuapan/korupsi, atau tindak pidana berat (high crimes) lainnya serta tindak pidana ringan (misdemeanors).”13

Sebagai pembanding lain, Konstitusi Thailand juga mengenal impeachment terhadap pejabat-pejabat publik seperti Perdana Menteri, Menteri, anggota DPR, Senator, Ketua MA, Ketua MK, dan lain-lain, sebagaimana tercantum dalam Part 3 The Removal from Office section 303.14 Sedangkan di Indonesia berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan objek impeachment hanya Presiden dan/atau Wakil Presiden.

2. Alasan-Alasan Impeachment

Mengenai alasan impeachment di tiap negara menentukan berbeda- beda, yakni terdapat negara yang menerapkan hanya pelanggaran hukum yang bersifat pelanggaran pidana atau pelanggaran yang lebih bersifat tata negara yang menjadi dasar pendakwaan. Untuk pelanggaran pidana misalkan diatur dalam Konstitusi Amerika Serikat Pasal 2 ayat 4 (treason,

13 Hamdan Zoelva, op.cit., hlm. 104-105.

14 Abdul Mukthie Fadjar, Hukum Konstitusi & Mahkamah Konstitusi (Yogyakarta: Konstitusi Press & Citra Media, 2006), hlm. 232.

bribery or other high crimes, and misdemeanors15), Konstitusi Argentina Pasal 52 (malfeasance or crime committed in exercise of their offices or for common crimes), Konstitusi Perancis Pasal 68 (only the case of high treason), dan Konstitusi Rusia Pasal 93 ayat 1 (treason or the commission of some other grave crime). Tetapi Konstitusi Jerman mengaitkan impeachment baik dengan pelanggaran tata negara maupun pidana, dan bahkan dengan semua bidang hukum. Dalam Pasal 61 ayat 1 disebutkan bahwa “The Bundestag or the Bundesrat may impeach the Federal President before the Federal Constitutional Court for wilful violation of this Basic Law or any other federal statute”. Presiden dapat di-impeach baik karena didakwa melanggar UUD ataupun UU Federal lainnya.16

Di Indonesia sebelum perubahan UUD 1945, MPR dapat memberhentikan presiden sebelum habis masa jabatannya. Menurut Pasal 4 Tap MPR No. III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata

15 Menurut Harjono dalam Kata Pengantar penelitian Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi batasan dari high crimes dan misdemeanors di Amerika sendiri masih menjadi perdebatan. [Winarno Yudho, et al, Mekanisme Impeachment dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengkajian Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia bekerjasama dengan Konrad Adenauer Stiftung, 2005), hlm. vi] Senada dengan pendapat Harjono, Hamdan Zoelva juga mengatakan bahwa istilah high crimes dan misdemeanors merupakan istilah yang baku dalam praktik hukum di Amerika Serikat, walaupun Charles L. Black, Jr. masih mengajukan beberapa pertanyaan yang mendasar mengenai pengertian kedua istilah tersebut dalam konstitusi Amerika Serikat [Hamdan Zoelva, op.cit., hlm. 12.]. Lebih lanjut hamdan Zoelva mengatakan bahwa istilah high crimes dan misdemeanors telah menimbulkan perdebatan panjang sejak Konstitusi Amerika Serikat dibuat khususnya tentang batasan dan definisi kedua istilah tersebut. [Ibid, hlm. 65-66]

16 Jimly Asshiddiqie, Impeachment dalam http://jdih.jatimprov.go.id/index.php? option=com_content&view=article&id=103:impeachment&catid=1:makalah-hukum&Itemid=37

Kerja Lembaga Tertinggi dengan/atau antar Lembaga-lembaga Tinggi Negara, alasan pemberhentian tersebut adalah sebagai berikut:17

1. Atas permintaan sendiri; 2. Berhalangan tetap;

3. Sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara.

Sedangkan pasca amandemen UUD 1945 alasan impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden di Indonesia telah dirumuskan secara limitatif dalam Pasal 7A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi (1) apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, maupun (2) apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Mengenai alasan-alasan impeachment tersebut M. Laica Marzuki berpendapat bahwa alasan-alasan tersebut dimaksud berkonotasi hukum (rechtmatigheid), bukan berpaut dengan kebijakan (doelmatigheid) atau beleid, memiliki konotatif hukum.18

17 Republik Indonesia, Tap MPR tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi dengan/atau Antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara, Tap MPR No. III/MPR/1978, Pasal 4.

18 M. Laica Marzuki, “Pemakzulan Presiden/Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945” Jurnal Konstitusi, Volume 7 Nomor 1 (Februari, 2010), hlm. 18.

3. Mekanisme Impeachment

Mengenai mekanisme impeachment di negara-negara yang mengadopsi ketentuan ini juga berbeda-beda sesuai dengan pengaturan dalam konstitusinya. Lazimnya mekanisme impeachment melalui sebuah proses peradilan tata negara, yang melibatkan lembaga yudikatif19, baik lembaga itu adalah Mahkamah Agung (Supreme Court) atau Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court). Bagi negara-negara yang memiliki 2 lembaga pemegang kekuasaan yudikatif yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, maka besar kecenderungan bahwa Mahkamah Konstitusilah yang terlibat dalam proses mekanisme impeachment tersebut. Keterlibatan Mahkamah Konstitusi dalam proses impeachment itu sendiri berbeda di masing-masing negara, tergantung pada sistem pemerintahan yang dimiliki oleh negara tersebut serta tergantung pula pada kewenangan yang diberikan oleh Konstitusi kepada Mahkamah Konstitusi dalam keterlibatannya pada proses impeachment. Di satu negara Mahkamah Konstitusi berada pada bagian terakhir dari mekanisme impeachment setelah proses itu melalui beberapa tahapan proses di lembaga negara lain.20 Contoh negara dalam sistem ini adalah Korea Selatan yang memberlakukan impeachment terhadap Presiden dan pejabat

19 Konsep pemberhentian pejabat dalam hukum tata negara yang melalui proses peradilan di lembaga yudikatif disebut forum previlegiatum. Saldi Isra mendefinisikannya sebagai “Pemberhentian pejabat tinggi negara, termasuk presiden, melalui proses peradilan khusus (special legal proceedings). Pejabat yang dianggap melanggar hukum diberhentikan melalui mekanisme pengadilan yang dipercepat tanpa melalui proses dari tingkat bawah (konvensional).” [Miftakhul Huda, op.cit., hlm. 68-69]

publik lain, yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi atas usul Majelis Nasional (National Assembly).21

Ada juga sistem yang menerapkan dimana Mahkamah Konstitusi berperan sebagai jembatan yang memberikan landasan hukum atas peristiwa politik impeachment ini. Kata akhir proses impeachment berada dalam proses politik di parlemen. Contoh dari negara yang mengadopsi aturan demikian adalah Lithuania yang telah memberhentikan Presidennya, Rolandas Paskas dalam proses impeachment pada 6 April 2004. Indonesia juga mengadopsi aturan seperti ini.22

Dalam dokumen Andy Wiyanto Peranan MK dalam Proses I (Halaman 77-84)