• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Implementasi dianggap sebagai wujud utama dan sangat menentukan dalam proses suatu kebijakan. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno,2012). Menurut Akib (2010) yang mengutip pernyataan Edwards III (1984) menyatakan bahwa tanpa implementasi yang efektif keputusan pembuat kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat (Akib,2010).

Menurut Winarno (2012) yang mengutip pendapat Ripley dan Franklin (1982) bahwa implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh para pejabat pemerintah.

Menurut Akib (2010) yang mengutip pendapat Grindle (1980) bahwa implementasi merupakan proses umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu. Proses implementasi dimulai apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun, dana telah siap dan disalurkan untuk mencapai sasaran (Akib,2010).

Selanjutnya, Van Meter dan Van Horn (1975) yang dikutip oleh Winarno (2012) membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah ataupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan yang telah digariskan.

Dari defenisi-defenisi para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan diawali dari adanya tujuan atau sasaran, kemudian proses pelaksanaan untuk mencapai tujuan dan akhirnya diperoleh hasil atau dampak dari implementasi kebijakan tersebut. Hal ini senada dengan pandangan Van Meter dan Van Horn (1980) yang dikutip oleh Akib (2010), bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik

direalisasikan melalui aktifitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan.

Jika divisualisasikan akan terlihat bahwa suatu kebijakan memiliki tujuan yang jelas yang diformulasikan ke dalam program pelaksanaan yang dilaksanakan berpedoman pada rencana. Keseluruhan implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur luaran (output) program berdasarkan tujuan program. Luaran program dilihat melalui dampaknya terhadap sasaran yang dituju baik individu , kelompok maupun masyarakat. Luaran implementasi kebijakan adalah adanya perubahan dan diterimanya perubahan oleh kelompok sasaran (Akib, 2010)

Keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan. Ada banyak faktor yang dinyatakan oleh para ahli, diantaranya menurut Edwards III (1984) yang dikutip oleh Tangkilisan (2003), bahwa ada 4 faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kebijakan yakni faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi.

Pendapat lain diutarakan oleh Grindle (1980) yang dikutip Subarsono (2009), menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 2 variabel besar yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan mencakup : 1) Kepentingan kelompok sasaran atau target groups, 2) Jenis manfaat yang diterima oleh target groups (masyarakat), 3) Perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. 4)

Letak pengambilan keputusan, 5) Pelaksanaan program, dan 6) Sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan variabel lingkungan (context) mencakup : 1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, 2) Karakteristik lembaga dan penguasa, 3) Kepatuhan dan daya tanggap.

Mazmanian dan Sabatier (1983) juga mengemukakan pendapatnya yang dikutip oleh Subarsono (2005), bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 3 variabel yaitu : 1) Karakteristik dari masalah (tractability of the problems), 2) Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statue to structure implementation), 3) Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation). Karakteristik masalah mencakup 1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, 2) Keragaman perilaku kelompok sasaran, 3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi, 4) Cakupan perubahan perilaku. Karakteristik kebijakan mencakup 1) Kejelasan isi kebijakan, 2) Dukungan teoritis, 3) Besarnya alokasi sumber daya, 4) Keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana, 5) Kejelasan dan konsistensi aturan, 6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan, dan 7) Akses formal. Sementara variabel lingkungan meliputi : 1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat, 2) Dukungan publik terhadap kebijakan, 3) Sikap dari kelompok pemilih, 4) Tingkat komitmen dan keterampilan implementor.

Selain faktor-faktor di atas , Korten (1980) menambahkan pendapat yang dikutip oleh Akib (2010), bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari 3 unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian

antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang dipersyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program.

Berdasarkan pola pikir Korten dapat dipahami bahwa jika tidak terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi kebijakan maka kinerja program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika output program tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran maka jelas outputnya tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana program tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program maka organisasinya tidak dapat menyampaikan output program dengan tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi pelaksana program tidak dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran maka kelompok sasaran tidak mendapatkan output program. Oleh karena itu, kesesuaian antara 3 unsur implementasi kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai rencana yang telah dibuat ( Akib, 2010).

Hampir sama dengan Korten, Grindle (1980) dan Quade (1984) yang dikutip oleh Akib (2010) juga menyatakan bahwa dalam implementasi kebijakan memerlukan 3 variabel yang bekerja sinergis demi keberhasilan implementasi

kebijakan tersebut. Konfigurasi ketiga variabel itu disebut hubungan segitiga variabel yaitu variabel kebijakan, organisasi dan lingkungan kebijakan. Melalui pemilihan kebijakan yang tepat, maka masyarakat dapat berpartisipasi memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan kebijakan. Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih perlu diwadahi oleh organisasi pelaksana yang memiliki kewenangan dan sumber daya yang mendukung pelaksanaan program. Penciptaan situasi dan lingkungan kebijakan yang mendukung sangat dibutuhkan dalam pencapaian keberhasilan. Karena diasumsikan bahwa jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu kebijakan maka diharapkan akan menghasilkan dukungan positif yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika lingkungan berpandangan negatif akan dapat mengancam kesuksesan implementasi kebijakan (Akib, 2010).

Dokumen terkait