• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Perencanaan di Puskesmas

1) Sumber Daya Manusia

Menurut Hessel (2003) bahwa kemungkinan sumber daya yang paling esensial dalam mengimplementasikan kebijakan adalah staf dengan jumlah yang cukup dan keterampilan yang tepat untuk melaksanakan tugasnya.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa dari sisi kuantitas SDM di puskesmas sudah cukup dan cenderung berlebih sedangkan dari sisi kualitas masih kurang. Penilaian kualitas menurut Kepala Puskesmas dinilai melalui kompetensi dan kinerja yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, dan untuk mengatasi hal ini Kepala Puskesmas berupaya melakukan pembinaan internal dan pembinaan yang bekerjasama dengan pihak dinas kesehatan.

Masalah kurangnya kualitas SDM ini juga dapat dinilai melalui perencanaan yang dibuat oleh puskesmas terutama dari kondisi POA yang sering harus diperbaiki karena dianggap verifikator belum tepat. Untuk menyelesaikan permasalahan kualitas SDM ini, Dinas Kesehatan Kota sebaiknya lebih

meningkatkan kemampuan SDM puskesmas melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Propinsi baik itu pelatihan yang bersifat teknis fungsional maupun manajerial.

2) Fasilitas

Fasilitas juga menjadi sumber daya yang penting dalam melaksanakan suatu kebijakan karena walaupun sudah disertai dengan SDM yang cukup dan berkualitas namun bila tidak disertai dengan fasilitas pendukung untuk melaksanakan tugas maka tujuan tak dapat tercapai.

Penelitian ini menilai dari fasilitas pelayanan puskesmas serta fasilitas administrasi pengelolaan BOK, dan berdasarkan hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi diketahui bahwa fasilitas untuk pelayanan puskesmas sudah sangat memadai demikian juga dengan fasilitas administrasi. Keluhan yang muncul mengenai fasilitas administrasi lebih disebabkan karena ketidaktepatan penempatan suatu fasilitas sesuai dengan kebutuhan. Jumlah komputer 2 dan komputer jinjing juga 2 untuk masing-masing puskesmas seharusnya sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan administrasi puskesmas. Kepala Puskesmas sangat diharapkan kemampuan dan kejeliannya dalam pemanfaatan sumber daya dalam situasi keterbatasan.

3) Dana

Peran dana dalam implementasi suatu kebijakan sangatlah penting, meskipun SDM dan sarana pendukung telah tersedia dengan baik dan komunikasi

telah tersampaikan dengan jelas, namun bila dana tidak tersedia akan menghalangi terlaksananya kebijakan tersebut dengan baik.

Kebijakan BOK sendiri dibuat oleh Pemerintah Pusat dilatarbelakangi oleh keterbatasan dana operasional yang diperoleh puskesmas yang dikhawatirkan akan mengurangi kinerja yang tentu saja akan berdampak pada terhambatnya tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia.

Pemerintah Kota Sibolga sejak tahun 2009 juga telah menganggarkan dana operasional untuk puskesmas yang pemanfaatannya digunakan untuk membiayai pelaksanaan lokakarya mini bulanan dan tribulanan, pembelian ATK, fotocopy, transport petugas kesehatan ke posyandu, pembelian bahan bakar Puskesmas Keliling dan incenerator puskesmas. Adanya dana ini sangat membantu terutama dalam pembiayaan mini lokakarya sehingga kegiatan manajemen yang sangat penting ini dapat terlaksana secara rutin. Namun meskipun demikian kegiatan operasional luar gedung masih belum dapat dibiayai oleh APBD Kota Sibolga. Kehadiran dana BOK tentu saja memberi angin segar bagi Puskesmas untuk dapat lebih bersemangat dalam melaksanakan kegiatan luar gedung yang bersifat promotif dan preventif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepala puskesmas sudah merasa cukup dengan dana yang diperoleh namun tidak menutup kemungkinan bila ada penambahan dana BOK dengan harapan dapat lebih meningkatkan kinerja. Tambahan dana tidak terlalu diharapkan dari APBD oleh karena keterbatasan dana di dinas kesehatan. Meskipun demikian, BOK tetaplah hanya berupa bantuan

Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di daerahnya, tetapi kewajiban utama tetap pada Pemerintah Daerah sesuai dengan Undang-Undang desentralisasi. Aspek yang paling penting dalam masalah finansial ini adalah perencanaan dan pemanfaatan dana yang tepat sasaran sehingga dana yang dikeluarkan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah tidak mengalami kesia-siaan belaka.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap faktor sumber daya maka dapat disimpulkan beberapa faktor sumber daya yang mendukung dan menghambat keberhasilan implementasi kebijakan BOK. Adapun faktor yang mendukung, yaitu:

a. Adanya kecukupan SDM dari sisi kuantitas.

b. Kelengkapan fasilitas dalam mendukung pelaksanaan kebijakan BOK. c. Adanya dukungan dana yang mencukupi dalam melaksanakan kegiatan.

Sedangkan faktor penghambatnya adalah masalah kualitas SDM yang belum sesuai dengan yang diharapkan.

C. Disposisi atau Sikap

Sikap atau disposisi implementor memiliki peran yang tak kalah penting dengan faktor lain, para pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melaksanakannya dengan dukungan segala sumber daya, tetapi juga implementor harus memiliki kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Apabila implementor memiliki sikap yang baik, maka kebijakan akan mampu dilaksanakan dengan baik seperti yang diinginkan

oleh pembuat kebijakan namun ketika implementor memiliki sikap dan perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka implementasi kebijakan akan menjadi tidak efektif (Subarsono, 2009).

Berkaitan dengan kebijakan BOK, maka hasil penelitian yang menilai dari respon dan kejujuran pelaksana kebijakan serta tindakan nyata yang telah dilakukan sebagai perwujudan komitmen terhadap kebijakan BOK ini. Penjelasan mengenai hasil penelitiannya sebagai berikut:

1) Respon Pelaksana

Respon pelaksana kebijakan BOK yakni puskesmas sangatlah baik, antusias dan mendukung pelaksanaan dan keberlanjutannya. Hal ini terbukti dari berbagai komentar baik dari Kepala Puskesmas, Pengelola BOK Puskesmas, Pengelola BOK Dinas Kesehatan dan staf puskesmas. Semua menjadi sangat bersemangat dalam melaksanakan tugasnya ke lapangan, bahkan menurut pengakuan Pengelola BOK Puskesmas terkadang petugas yang aktif mengusulkan agar programnya dimasukkan ke dalam POA. Selama ini tak dapat dipungkiri bahwa upaya promotif dan preventif ke luar gedung menjadi terkendala karena ketiadaan dana puskesmas.

Adanya antusiasme dan semangat dari petugas kesehatan tentu saja berefek sangat baik dengan pelaksanaan tugas. Seperti yang dikemukakan oleh salah satu staf puskesmas yang juga adalah bidan koordinator, merasa senang dengan adanya uang transport untuk melaksanakan tugas ke lapangan sehingga banyak sasaran yang dapat dicapai. Kemudian banyak kegiatan yang semula tidak

dapat dilaksanakan karena keterbatasan dana puskesmas menjadi terlaksana setelah adanya dana BOK. Penambahan kegiatan ini sekaligus menjadi tambahan pendapatan bagi petugas kesehatan dan hal ini tentu saja sangat menambah motivasi dalam melaksanakan tugas. Hal ini juga ditemukan oleh Handry Mulyawan (2012) dalam penelitiannya tentang pelaksanaan BOK di Dinas Kesehatan Rejang Lebong, bahwa terjadi peningkatan motivasi kerja dengan adanya uang transport yang berasal dari dana BOK.

Meskipun demikian, menurut beberapa informan masih ada sebagian kecil petugas kesehatan di puskesmas yang tidak peduli dengan kebijakan BOK karena menganggap tidak berkepentingan langsung dengan dirinya yang bukan penanggung jawab program. Keadaan ini hendaknya tidak dibiarkan berkepanjangan karena hasil yang baik dari suatu organisasi adalah berasal dari kerjasama tim yang baik. Kepala Puskesmas harus dapat menumbuhkan kepedulian bagi petugas puskesmas untuk dapat memberi dukungan dan masukan demi tercapainya tujuan organisasi dan tujuan kebijakan BOK.

2) Kejujuran Pelaksana

Masalah kejujuran pelaksana menjadi sangat penting tatkala implementasi suatu kebijakan terutama yang berhubungan dengan keuangan. Banyak kejadian yang menunjukkan kegagalan suatu program atau kebijakan karena penyimpangan yang dilakukan oleh implementor. Kejadian ini tidak hanya terjadi di negara kita namun juga banyak dialami oleh negara dunia ketiga yang komitmen dan kejujuran aparatnya rendah.

Berkaitan dengan kebijakan BOK ini, maka hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejujuran pelaksana sudah cukup baik, sesuai dengan pernyataan dari Kepala Puskesmas, Pengelola BOK Puskesmas, Pengelola BOK Dinas Kesehatan dan staf puskesmas. Namun, Kepala Puskesmas sebagai penanggung jawab pelaksanaan BOK di puskesmas juga tidak menutup kemungkinan bila penyimpangan itu bisa saja terjadi dan untuk itu mereka tetap melakukan monitoring bekerjasama dengan lintas sektor terkait dan sejauh ini mereka masih menilai kalau kejujuran itu masih terjaga.

Salah satu bentuk monitoring yang dilakukan adalah melalui pembuatan laporan pelaksanaan dan dokumentasi kegiatan. KPA di dinas kesehatan juga mendukung pernyataan tentang kejujuran para petugas namun untuk mencegah hal yang tidak diinginkan dinas kesehatan meminta agar semua pertanggungjawaban keuangan dilengkapi. Petugas kesehatan yang ditanyakan mengenai hal tersebut juga menyangkal akan kemungkinan tersebut karena selain jujur, dalam pelaksanaan tugas juga tidak pernah sendirian namun selalu bersama dengan petugas lain yang memperkecil kemungkinan terjadinya kecurangan.

3) Pelaksanaan atau Tindakan Pelaksana

Komitmen terhadap suatu kebijakan diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata atau melaksanakan dengan baik kebijakan tersebut. Penilaian terhadap komitmen hanya dapat dilakukan melalui adanya tindakan nyata, karena bila hanya komitmen berupa ucapan tanpa tindakan belum menunjukkan komitmen yang sesungguhnya.

Sesuai dengan hasil wawancara dan studi dokumentasi dapat dinilai bahwa komitmen pelaksana kebijakan BOK sudah cukup baik terbukti dari sudah terlaksananya semua kegiatan dan sudah dimanfaatkannya semua dana sesuai dengan Juknis.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap faktor disposisi ini maka dapat diketahui faktor pendukung dan penghambat kebijakan BOK. Adapun faktor yang mendukung tersebut adalah:

a. Adanya respon pelaksana kebijakan yang sangat mendukung kebijakan BOK.

b. Adanya kejujuran dari pelaksana kebijakan.

c. Adanya tindakan nyata berupa pelaksanaan sebagai perwujudan dukungan terhadap kebijakan BOK.

Sementara yang menjadi faktor penghambat adalah masih adanya sebagian kecil petugas yang kurang peduli dengan kebijakan BOK.

D. Struktur Birokrasi

Implementasi kebijakan juga dipengaruhi oleh struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikannya karena meskipun semua faktor lain sudah terpenuhi meliputi adanya komunikasi yang baik, sumber daya yang cukup dan sikap implementor yang mendukung namun bila tidak didukung oleh struktur birokrasi yang baik maka implementasi kebijakan tersebut bisa menjadi tidak efektif karena kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama dari banyak orang.

Struktur birokrasi seharusnya mendukung dan berupaya untuk mencapai tujuan dari kebijakan, karena konsep kebijakan yang bagus akan menjadi tanpa arti tanpa dukungan semua aktor yang terkait.

Penelitian terhadap struktur birokrasi ini dikaitkan dengan pembentukan struktur organisasi, adanya petunjuk pelaksanaan tugas dan adanya pembagian tugas dalam struktur organisasi. Pembahasan hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

Dokumen terkait