Magang Bidan Desa di Rumah Sakit Umum Daerah Luwu Situasi sebelum program dilakukan
6. Implementasi program magang bidan desa
Pada tahap implementasi magang, dinas kesehatan Kabupaten Luwu menunjuk dua orang bidan masing-masing desa untuk mengikuti magang selama dua minggu yang dilaksanakan secara bergilir. Sebelum para bidan desa mengikuti magang, terlebih dahulu mereka diminta oleh dinas kesehatan untuk mengikuti orientasi awal guna mendapatkan pemahaman yang utuh tentang maksud dan tujuan magang ini, sehingga para bidan dapat mengikutinya dengan tingkat motivasi yang tinggi.
Selama bidan desa melakukan magang di RSUD Batara Guru Belopa, mereka dibimbing oleh bidan senior (koordinator bidan tingkat kabupaten dan Bidan Koordinator tingkat puskesmas) dan dua orang dokter kandungan dalam memahami dan mempraktekkan tindakan-tindakan pelayanan kebidanan. Bidan pembimbing magang membagi dua tahapan pembimbingan, yakni pada minggu pertama, para bidan desa hanya diminta untuk melakukan observasi-observasi tindakan sambil mengembangkan proses diskusi interaktif. Pada minggu kedua, mereka sudah diberi kesempatan untuk melakukan tindakan pelayanan di bawah pengawasan ketat dari bidan pembimbing.
Hasil keseluruhan proses pelaksanaan magang dilaporkan oleh pihak RSUD kepada pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu.
Anggaran yang diperlukan
Informasi yang diperoleh dari analisa dokumen DPA Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Tahun 2013 dan dokumen pelaksana kegiatan (Binkesmas) mencantumkan jumlah
anggaran yang digunakan pada kegiatan pemagangan ini sebanyak 150 juta Rupiah. Jumlah anggaran ini ditujukan untuk membiayai kegiatan orientasi awal, manajemen kegiatan, honor pembimbing, honor pengawasan, dan pertemuan-pertemuan evaluasi pelatihan. Tentu saja besaran dana kegiatan sangat ditentukan oleh durasi pelaksanaan magang dan jumlah peserta yang akan diikutkan. Belajar dari praktek magang di Kabupaten Luwu ini didapatkan informasi bahwa dana sebesar 150 juta itu diperuntukkan pada sasaran sebanyak 200 bidan desa dengan durasi waktu magang masing-masing selama dua minggu.
Ketersediaan anggaran ini sesungguhnya hanya membiayai kegiatan pokok proses magang. Masih terdapat keperluan pembiayaan yang belum mendapatkan alokasi anggaran, seperti pemakaian bahan-bahan dan alat kesehatan habis pakai, khususnya yang hanya digunakan pada tindakan praktek magang. Pembiayaan untuk keperluan ini ditanggung oleh pihak RSUD sekalipun tidak secara khusus mengalokasikannya dalam DPA RSUD.
Jika memperhatikan seluruh proses kegiatan yang dimulai dari tahap sosialisasi ide sampai tahapan pelaksanaan magang, sebenarnya masih banyak unit pembiayaan yang belum mendapatkan alokasi dana. Kondisi tersebut dipahami mengingat program ini masih dalam taraf uji coba yang memerlukan perbaikan dimasa yang akan datang. Proses perencanaan dan penganggaran pada tahun berikutnya tentu memperhitungkan keseluruhan proses yang dibutuhkan.
Hasil dan dampak program
Pemagangan ini menghasilkan perubahan pada tataran manajemen pembangunan kesehatan daerah dan kapasitas bidan desa. Hasil pada manajemen program adalah tumbuhnya inisiatif dan inovatif SKPD pemerintah daerah dalam mengatasi masalahnya sendiri; adanya kerjasama kelembagaan secara sinergis di antara semua pihak; perencanaan dan penganggaran yang bersifat partisipatif dengan alokasi yang bersumber dari APBD Kabupaten; dan metode pendekatan pembelajaran dalam bentuk
magang yang secara efektif mampu meningkatkan keterampilan bidan (soft skill maupun hard skill) dalam memberikan pelayanan di masyarakat desa.
Pelaksanaan pemagangan ini memunculkan pemanfaatan sumber daya-sumber daya kesehatan yang dimiliki daerah yang semakin efisien, sehingga dengan sumber daya yang terbatas, pemerintah daerah mampu untuk mengatasi sejumlah masalah secara efektif. Selain itu, partisipasi sektor-sektor dalam kegiatan ini sangat berguna dalam menemukan akar permasalahan sebagai patokan dasar untuk perencanaan program.
Pelaksanaan magang bidan desa di RSUD Batara Guru Belopa menghasilkan perubahan-perubahan mendasar yang berkaitan dengan kemampuan bidan desa dalam memberikan pelayanan kehamilan dan persalinan. Bidan makin mampu mengenal tanda-tanda komplikasi kehamilan beserta dengan teknik pertolongan pertama yang akan diberikan kepada ibu hamil. Pemahaman ini memberikan pengaruh terhadap angka kematian ibu yang penyebabnya secara langsung banyak disumbangkan oleh kasus-kasus komplikasi dan keterlambatan dalam mendapatkan pertolongan selama masa kehamilan, persalinan dan nifas.
Para bidan desa saat ini, sudah memahami dengan baik mekanisme kerja sistem kesehatan rumah sakit hubungannya dengan pelayanan kesehatan puskesmas, pustu dan polindes. Pengetahuan ini memberikan perubahan dasar bagi kalangan bidan dalam melaksanakan sistem rujukan yang dalam beberapa kasus, keterlambatan rujukan dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan bidan, di samping faktor-faktor lain yang berperan.
Terkait sikap, kegiatan magang ini menciptakan perubahan kepercayaan diri sehingga munculmotivasi di kalangan bidan desa. Terdapat motivasi yang kuat untuk melakukan pendampingan intensif di desa khususnya terhadap keluarga-keluarga yang memiliki ibu hamil. Sebelum dilakukan magang ditemukan bahwa bidan desa hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin sesuai dengan instruksi kerja, bahkan biasa terjadi bidan tidak berada di desa dengan berbagai alasan. Dampak langsung
perubahan sikap pelayanan bidan adalah meningkatnya kinerja bidan yang dibuktikan dengan intensitas keberadaan di desa dan tingkat perhatian yang diberikan kepada setiap ibu hamil semakin tinggi.
Hasil kegiatan yang tak kalah pentingnya adalah perubahan tindakan praktis pelayanan, yakni meningkatnya keterampilan bidan desa dalam melakukan pemeriksaan kehamilan, menolong persalinan, menggunakan alat-alat kesehatan untuk menangani komplikasi seperti cara pemasangan infus, cara penggunaan inkubator bayi, cara pemotongan tali pusar, cara perawatan bayi baru lahir, cara memandikan bayi, cara penanganan masa nifas, dan aspek teknis kebidanan lainnya. Bidan desa sudah memiliki inisiatif dan kreativitas sebagai dampak positif dari motivasi tinggi yang sudah mereka miliki, sehingga tidak lagi pasif menunggu inisiasi dan dorongan dari bidan puskesmas. Situasi seperti ini sangat kondusif dalam meningkatkan status dan derajat kesehatan masyarakat di desa.
Keseluruhan hasil yang dijelaskan di atas memberikan dampak kumulatif terhadap peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, cakupan K1-K4, penurunan angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, dan angka kematian neonatus pada akhir tahun 2014. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu per tahun 2013, ditemukan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan sebanyak 87,9%, cakupan K1 sebanyak 91,5% dan cakupan K4 sebanyak 77,7%. Pada tahun 2014, ketiga cakupan ini sudah meningkatkan – persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 91.4%, cakupan K1 menjadi 96,7%, dan cakupan K4 menjadi 85%. Dengan peningkatan kemampuan bidan desa dalam penanganan ibu bersalin, angka ini akan terus bergerak naik pada tahun 2015 ke depan.
Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi kegiatan ini dilakukan oleh bagian unit kerja bidang Bina kesehatan masyarakat dinas kesehatan Kabupaten Luwu dalam bentuk pertemuan
sebelum, selama, dan setelah program berlangsung, supervisi lapangan di rumah sakit saat program berlangsung, dan observasi lapangan di desa-desa.
Pertemuan monitoring sebelum program berlangsung dimaksudkan untuk mengetahui dengan jelas, kesiapan bidan-bidan desa dalam mengikuti magang selama dua minggu dan kesiapan rumah sakit dalam melakukan pembimbingan. Yang penting juga pada pertemuan ini adalah Dinas Kesehatan mendapatkan masukan dari IBI mengenai ruang lingkup keterampilan yang harus diperoleh bidan setelah magang. Informasi ini, selanjutnya diusulkan kepada RSUD Batara Guru Belopa sebagai pedoman teknis dalam menerapkan kegiatan pembelajaran.
Pertemuan saat program berlangsung lebih spesifik ditujukan untuk memantau perkembangan sementara bidan-bidan peserta magang dan mendengarkan keluhan yang berkaitan dengan proses belajar. Cara ini efektif menangkap gejala-gejala sekiranya terdapat proses magang keluar dari fokus. Perkiraan kemungkinan terjadinya pembelajaran yang out of context pada kegiatan jenis magang sangatlah besar, oleh karena aktivitas pelayanan di rumah sakit cukup banyak yang boleh jadi praktikan magang diminta melakukan sesuatu di luar dari lingkup tugasnya.
Pertemuan setelah program magang berlangsung diarahkan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan awal yang sudah didapatkan oleh bidan magang. Sangat diharapkan mereka mengalami perubahan kerja yang lebih profesional dibandingkan sebelum melakukan pemagangan. Materi utama yang ditekankan pada pertemuan ini adalah arahan dari Bidan Koordinator Tingkat Kabupaten dan Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu, supaya para bidan magang mampu mengambil inisiatif dan membangun komunikasi dengan pihak kesehatan lainnya dalam lingkup puskesmas dalam menangani masalah KIA.
Model monitoring lainnya yang dilakukan adalah supervisi lapangan yang dilakukan oleh Koordinator Bidan Kabupaten bersama dengan Ketua IBI Cabang Luwu untuk memantau secara langsung proses pembelajaran bidan magang di RSUD Batara Guru
Belopa. Setiap kunjungan lapangan, supervisor berkomunikasi langsung dengan bidan- bidan pembimbing di RSUD dan bidan magang guna mengetahui perkembangan kemampuan bidan serta hambatan-hambatan yang sedang dihadapi. Umumnya, jika terjadi hambatan yang bersifat teknis, supervisor secara langsung dapat menyelesaikannya di lapangan. Namun jika hambatan tersebut bersifat kebijakan, biasanya diselesaikan melalui komunikasi pimpinan, baik pimpinan RSUD maupun pimpinan Dinas Kesehatan dalam suatu pertemuan khusus (hanya satu kali yang berkaitan dengan usulan transportasi dan akomodasi bidan magang yang tidak ditanggung selama kegiatan).
Teknik monitoring terakhir yang dikembangkan adalah observasi lapangan di desa-desa dalam rangka memantau secara nyata aktivitas bidan dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat. Metode observasi ini tidak diterapkan secara khusus, namun paralel dengan monitoring lapangan untuk program lainnya seperti pemantauan posyandu, pemantauan gizi, sanitasi, dan upaya promosi kesehatan.
Evaluasi yang dilakukan hanya fokus pada evaluasi proses dengan memastikan semua indikator-indikator proses yang sudah ditetapkan seperti jumlah bidan yang mengikuti magang, jumlah pertemuan koordinasi, jumlah jam pembelajaran, dan jumlah bidan pembimbing. Informasi tentang capaian indikator-indikator ini melalui wawancara dengan bidan magang dan bidan pembimbing.
Sedangkan evaluasi efektivitas hasil untuk mengetahui perubahan perilaku bidan desa dan dampak dari perubahan perilaku itu, belum dilaksanakan secara sistematis sebagaimana kaidah evaluasi yang tepat. Pihak Dinas Kesehatan belum mengembangkan variabel kunci, indikator, dan target dalam mengukur efektivitas hasil. Hal ini sangatlah dimengerti mengingat kegiatan ini masih berproses terus guna mendapatkan model pengelolaan yang sempurna. Artinya, Dinas Kesehatan Kab. Luwu sudah memiliki perencanaan-perencanaan tertentu dalam rangka peningkatan kualitas pemagangan bidan desa di RSUD pada masa yang akan datang.
Tantangan yang dihadapi
Implementasi program dalam beberapa segi berjalan dengan lancar dengan hasil yang cukup bermakna. Namun demikian, berdasarkan pengalaman lapangan dapat diidentifikasi tantangan-tantangan yang memerlukan tindakan antisipasi, sehingga penerapannya dapat berlangsung terus menerus untuk jangka waktu yang lama. Hal ini penting oleh karena rekruitmen bidan desa oleh Dinas Kesehatan dilakukan setiap tahunnya. Bahkan, sekalipun tidak ada rekruitmen bidan desa, peningkatan kapasitas bidan sangat penting untuk terus dikembangkan karena dinamika permasalahan juga semakin rumit.
Tantangan yang cukup penting adalah dimensi politik kebijakan yang akan mempengaruhi dukungan penganggaran. Lazimnya, pergantian birokrasi akan menimbulkan pergantian kebijakan. Tidak dipungkiri dalam konteks ini, program yang berbasis MoU dapat saja tidak diindahkan manakala kedua institusi inti pelaksana MoU mengalami mutasi kepemimpinan.
Selain mutasi kepemimpinan, pada tingkat birokrasi terdapat tantangan “jebakan rutinitas”. Umumnya ketika SKPD tidak lagi mendapatkan pendampingan atau dorongan dari pihak eksternal, seringkali inovasi yang ada, tidak mengalami keberlanjutan. Oleh karena itu, guna mengantisipasi tantangan ini dibutuhkan pihak lain untuk terus melakukan kontrol dan membangun komunikasi aktif kepada pihak Dinas Kesehatan dan pihak RSUD. Dengan demikian, peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat agar tetap dapat menjadi kontrol social merupakan tantangan tersendiri.
Peningkatan kapasitas pelaksana program dan perangkat desa sangat penting kegunaannya terhadap pelaksanaan magang bidan desa. IBI bisa berperan dalam menindaklanjuti keterampilan-keterampilan baru bidan magang, sementara organisasi desa dapat membantu bidan di desa dalam menfasilitasi kegiatan-kegiatan, baik yang bersifat khusus KIA maupun kegiatan kesehatan masyarakat pada umumnya.
Jenis tantangan lapangan yang ditemukan yakni pada kehidupan sosial-budaya masyarakat yang masih kental memanfaatkan dukun dalam tindakan persalinan. Upaya penyadaran dan kemitraan bidan dan dukun yang saling menguntungkan menjadi alternatif yang efektif.
Tantangan praktis yang ditemukan adalah penjabaran materi magang selama dua minggu belum dituangkan kurikulum khusus, sehingga ada kemungkinan penerapan magang berikutnya tidak terproses secara standar.
Keberlanjutan dan peluang replikasi
Perubahan lingkungan yang terjadi begitu cepat memungkinkan suatu kegiatan tidak mengalami keberlanjutan karena ketidakmampuan pengelola dalam mempertahankan kualitas program dan inovasi-inovasi yang ada dan rendahnya intergrasi program ke dalam perencanaan dan penganggaran rutin daerah (Dinas kesehatan). Program magang bidan desa di RSUD Batara Guru Belopa ini memiliki potensi keberlanjutan untuk jangka waktu lama karena kemauan politik pemerintah daerah, jaminan keuangan, kemampuan manajemen, dan ketersediaan sumber daya manusia.
Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, bahwa kegiatan ini dikembangkan dalam bentuk MoU yang memiliki aspek hukum, oleh karena ditandatangani oleh para pembuat kebijakan. Hal ini mencerminkan adanya komitmen kepemimpinan daerah yang kuat dalam menangani persoalan-persoalan berkaitan dengan kematian ibu dan bayi. Dukungan pemerintah daerah sangat menentukan pengadaan dan pemanfaatan sumber daya yang dibutuhkan pada kegiatan tertentu, sehingga kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik.
Implikasi strategis dari dukungan pemerintah dimanifestasikan dalam bentuk pembiayaan program bersumber APBD Kabupaten dan memberikan dorongan kepada sektor-sektor lainnya agar dapat mengambil bagian dalam program magang ini. Pola pembiayaan magang yang bersumber dari APBD merupakan jaminan keberlanjutan program, sebab anggaran pemerintah daerah selalu tersedia. Yang harus
dipertahankan oleh Dinas Kesehatan dan RSUD guna menyiasati dukungan pemerintah daerah adalah kegiatan ini selalu dimasukkan dalam perencanaan dan penganggaran SKPD (renja).
Sementara peluang replikasi kegiatan bagi daerah lainnya sangatlah terbuka lebar dan dapat diterapkan dengan mudah. Alasan yang mendasari kemudahan replikasi adalah proses kegiatannya relatif sederhana, tidak rumit, dan tidak menuntut pengambilan keputusan dari banyak pihak. Sederhana, karena hanya memerlukan dua tahapan penting yakni kesepakatan antara institusi dan pengawasan pelaksanaan magang. Tidak rumit, karena proses pelatihan atau pembelajaran berlangsung tanpa mengganggu pelayanan yang ada di rumah sakit termasuk pelayanan bidan desa di wilayah kerjanya. Pengambilan keputusan dari orang terbatas karena memang hanya melibatkan Dinas Kesehatan dan RSUD.
Selain hal tersebut, peluang replikasi lainnya diperbesar oleh tuntutan kebutuhan pembiayaan dengan pola minimal. Hampir dipastikan semua kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dapat membiayai dari sumber APBD kabupaten/kota. Alokasi perencanaan dan penganggaran kegiatan ini tidak terlalu sulit bagi SKPD, oleh karena isu kesehatan ibu dan anak sudah menjadi salah satu tujuan Millenium Development Goals yang sering dijadikan sebagai arahan kebijakan dalam penyusunan RPJMD.
Hasil pembelajaran dan rekomendasi
Keseluruhan proses dari kegiatan magang bidan desa di RSUD Batara Guru Belopa yang didukung dengan MoU ini memberikan sejumlah nilai-nilai edukatif yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran. Poin-poin pembelajaran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Perencanaan kegiatan yang bergerak dari bawah secara partisipatif
Peningkatan kompetensi bidan desa merupakan respon dinas kesehatan terhadap keluhan masyarakat tentang rendahnya kompetensi bidan desa. Keluhan ini kemudian ditangkap oleh bidan puskesmas dan dilanjutkan ke
Bagian Binkesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu yang akhirnya mengakomodirnya dalam bentuk perencanaan kegiatan yang dianggarkan dalam RKA Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu. Sebelum usulan ini dimasukkan kedalam RKA, terlebih dahulu Dinas Kesehatan mendengarkan masukan- masukan dari semua pihak, khususnya pemerintahan desa, kelompok masyarakat, dan Organisasi Profesi IBI.
Pola perencanaan partisipatif memiliki kekuatan dalam menciptakan efek perubahan sebab rencana-rencana kerja yang diusulkan menyentuh secara langsung kebutuhan masyarakat. Efek lanjutnya, partisipasi masyarakat relatif lebih meningkat oleh karena masyarakat merasa telah dilibatkan pada tahap awal sampai monitoring.
b. Inisiatif dan kreativitas serta inovasi pemerintah daerah
Meskipun ada kebutuhan dari masyarakat bila tidak direspon oleh pemerintah daerah, usulan tersebut akan mengalami kemandekan. Dalam ranah ini, pemerintah daerah kabupaten Luwu secara responsif mengembangkan inisiatif dan pemikiran inovatif guna memagangkan bidan di RSUD Batara Guru Belopa. Kegiatan yang inovatif dapat meningkatkan dampak yang lebih efektif dan efisien.
c. Kolaborasi sinergis mengikis ego sektoral
Kegagalan program kesehatan biasanya disebabkan oleh metode penggerakan program yang bersifat sektoral. Kegiatan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa sektor-sektor lain memiliki peranan yang penting dalam mencapai sasaran kegiatan. Penurunan angka kematian ibu terutama dalam peningkatan kapasitas bidan memiliki peran lembaga seperti RSUD Batara Guru Belopa, organisasi profesi IBI, kelompok masyarakat, dan pemerintahan desa.
d. Metode pemangangan cara efektif meningkatkan keterampilan tanaga kesehatan
Program magang bidan desa dalam bentuk latihan dalam pelayanan nyata di rumah sakit telah meningkatkan keterampilan di kalangan bidan desa lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan metode pelatihan APN selama ini. Keahlian lunak yang diperoleh berupa motivasi, kerjasama, kepemimpinan, dan manajemen kasus sangat berdampak terhadap keterampilan utamanya dalam memberikan pelayanan teknis kebidanan.
Tentu saja kegiatan ini masih menyisakan ruang yang banyak untuk penyempurnaannya. Berdasarkan hasil observasi dan catatan-catatan pertemuan monitoring dan evaluasi diusulkan beberapa poin rekomendasi, diantaranya:
1. Durasi waktu magang perlu ditambah menjadi tiga bulan dengan target pembelajaran: tiga minggu di ruang pemeriksaan kehamilan dan pengenalan risiko, enam minggu di ruang bersalin, dan satu bulan di perawatan bayi baru lahir dan nifas.
2. Pengawasan intensif di lapangan dari dinas kesehatan dalam mempertahankan perilaku professional bidan desa.
3. Dinas kesehatan melakukan kolaborasi dengan IBI dalam pembinaan berkelanjutan dan peningkatan kemampuan tenaga kebidanan.
4. Pertemuan regular antara dinas kesehatan dan RSUD dalam memonitoring efektivitas pelaksanaan magang.
5. Penyusunan kurikulum magang yang sistematis sehingga proses magang dapat terstandardisasi dan hasil-hasil belajar dapat diukur secara benar dan nyata.
6. Peningkatan mutu monitoring dan evaluasi dengan membuat model dan standar untuk pengukuran efektivitas luaran.
7. Bagi pemerintah daerah yang memiliki kemampuan finansial terbatas, model pembiayaan seperti yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kab. Luwu ini dapat menjadi pembelajaran untuk dipraktekkan.
Informasi kontak
Fatimah Fitri
Koordinator Bidan Tingkat Kabupaten Luwu Dinas Kesehatan Luwu
Jalan Topoka no. 41 Belopa
Email/ no. telp : [email protected] / (0471) 21145
Program kesehatan USAID Kinerja bekerjasama dengan pemerintah daerah dan puskesmas meningkatkan pelayanan kesehatan di tiga sektor: Persalinan Aman, ASI Eksklusif dan Inisasi Menyusui Dini, serta Manajemen Puskesmas.