• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monitoring dan evaluasi Kepala Puskesmas dan stafnya harus memastikan ketersediaan kelengkapan mekanisme pengaduan, apalagi kotak saran secara

Dalam dokumen ee25bdae 671d 412e 9aa9 b1c90cbd3846 (Halaman 102-110)

Pengelolaan Pengaduan: Sarana Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Manajemen Puskesmas

Gambr 2. Publikasi SMS hotline di salah satu USAID Kinerja

6. Monitoring dan evaluasi Kepala Puskesmas dan stafnya harus memastikan ketersediaan kelengkapan mekanisme pengaduan, apalagi kotak saran secara

reguler. Alat tulis dan kertas saran selalu harus tersedia (jika mengunakan kotak saran), dan poster/stiker dengan nomor HP untuk pengaduan melalui SMS (jika menggunakan sistem SMS). Monitoring ini dilakukan secara informal tiap minggu. Setiap tahun, Puskesmas bersama MSF bisa mengevaluasi sistem pengaduan secara utuh untuk menemukan dan mengatasi persoalan serta menjadikan prosesnya lebih efisien.

Sebagai catatan, proses pengelolaan pengaduan ini akan lebih efektif apabila melibatkan forum para pihak (MSF) pada level dimana unit layanan tersebut berada. Berdasarkan pengalaman Kinerja, keberadaan MSF di tingkat kecamatan dapat mengoptimalkan penerapan mekanisme pengelolaan pengaduan di Puskesmas. MSF memiliki peran penting dalam memastikan pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat pengguna layanan, direspon dan ditindaklanjuti oleh penyedia layanan. MSF di tingkat kecamatan ini, biasanya juga terlibat sebagai tim dalam melakukan perbaikan pelayanan di unit layanan,atau dalam bahasa PermenPAN 13/2009 disebut sebagai Tim Pelaksana Peningkatan Kualitas Pelayanan. Mereka juga berperan melakukan koordinasi dengan MSF di tingkat kabupaten/kota untuk mengawal rekomendasi teknis yang disampaikan kepada Dinas Kesehatan atau pihak lain, sebagai tindak lanjut dari upaya perbaikan di puskesmas.

Anggaran yang diperlukan

Pelaksanaan mekanisme pengaduan tidak perlu anggaran besar. Biaya yang dikeluarkan untuk lokakarya tata kelola pelayanan publik yang baik dan pengelolaan pengaduan berkisar kurang dari sepuluh juta, bergantung pada perserta dan narasumber. Lokakarya ini dapat berisi berbagai topic, missal SPM Puskesmas, tata kelola yang baik, manajemen fasilitas kesehatan yang terbuka, dan manfaat mekanisme pengaduan, serta proses pengelolaan pengaduan yang efektif dan efisien.

Selain lokakarya, biaya juga diperlukan untuk membelo kelengkapan mekanisme pengaduannya, misal: HP untuk mendukung sistem pengaduan melalui SMS, dan bahan untuk membuat dan memasang kotak saran. Sedangkan pembuatan SOP pengelolaan pengaduan tidak perlu biaya apapun.

Hasil dan dampak program

Sebelum mekanisme pengaduan dijalankan, banyak staff puskesmas mitra Kinerja marah dan tidak senang jika mendapat pengaduan dari pasien. Mereka kurang menghargai saran dan masukan masyarakat dan mengaggapnya sebagai kelemahan.

Namun, respon staff puskesmas sekarang sudah berubah setelah mendapatkan pendampingan dari USAID Kinerja. Mereka lebih memahami tentang manfaat pengaduan masyarakat untuk perkembangan kualitas pelayanan puskesmas. Staff puskesmas merasa lebih banyak memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat setelah mendapat pengaduan sehingga mereka siap menerima saran dan pengaduan dan sangat terbuka untuk melakukan perbaikan. Puskesmas mitra Kinerja senang menerima.

Selain itu, masyarakat juga lebih memahami fungsi kotak saran sebagai alat pengaduan dan tidak lagi menganggapnya sebagai kotak amal. Masyarakat juga merasa lebih

senang karena harapan mereka mendapatkan pelayanan yang lebih baik sudah mulai dipenuhi oleh puskesmas.

Setelah puskesmas mitra menerapkan survei pengaduan, pasien mulai banyak memberikan pengaduan. Sebagian besar pengaduan yang diterima oleh puskesmas mitra Kinerja berfokus pada persoalan pelayanan dan kebersihan. Beberapa contoh yang sering diberikan seperti “kamar mandi kurang bersih”, “tarif dan retribusi pelayanan kurang jelas”, “penyuluhan kurang”, dan “tenaga kesehatan tidak datang tepat waktu”. Meskipun isu tersebut sudah lama disadari oleh puskesmas, pengaduan masyarakat menjadi bukti bahwa pelayanan mereka kurang memadai. Pengaduan ini juga digunakan sebagai dasar advokasi kepada dinas kesehatan untuk permohonan dukungan dana, alat, obat, barang, dll.

Isu-isu seperti ini memang sudah diketahui oleh Puskesmas, tapi dengan adanya pengadua, terbukti bahwa pelayanan mereka kurang memadai, dan bukti ini bisa menjadi dasar advokasi kepada Dinas Kesehatan untuk permohonon dukungan (dana, alat, obat, barang, dll). Umumnya,

Ada beberapa contoh menarik hasil dari pengelolaan pengaduan di puskesmas mitra Kinerja:

1. Puskesmas Nanga Pinoh, di Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat akan menjadi puskesmas akreditasi nasional dan akan diberikan Sertifikasi ISO 9000 (Standar Internasional) pada tahun 2015. Pemerintah kabupaten Melawi telah memilih puskesmas ini sebagai puskesmas percontohan, dan banyak puskesmas lain terinspirasi dari capaiannya. Masyarakat di sekitar Puskesmas Nanga Pinoh mendukung status akreditasi yang akan diberikan kepada puskesmas tersebut karena perubahannya sangat signifikan dan mereka selalu menerima dan menindaklanjuti masukan masyarakat.

2. Puskesmas Batua, di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan mengalami kemajuan setelah kotak saran mereka berfungsi maksimal. Puskesmas sudah

mengakui peran penting masyarakat dalam pelayanan kesehatan dan menganggap mereka sebagai mitra kesehatan. Sekarang, puskesmas memberikan lebih banyak kesempatan kepada masyarakat untuk mengadu dan mereka juga lebih siap membantu pasien kapan saja.

Salah satu contoh perubahan di Puskesmas Batua yang muncul dari keluhan adalah tentang antrian panjang di loket. Keluhan ini dibahas secara bersama dan terbuka, dan kemungkinan solusi dipikirkan oleh tenaga kesehatan, petugas, PKK, dan MSF. Solusi yang dipilih adalah memisahkan loket menjadi dua – satu loket untuk pasien umum, dan satu loket untuk anak balita. Metode ini sangat mempercepat waktu tunggu di loket, karena ada sekitar 200 pasien per hari yang membutuhkan pelayanan kesehatan di Puskesmas Batua ini.

3. Puskesmas mitra Kinerja sering menerima pengaduan tentang biaya dan retribusi bantuan persalinan karena bantuan jaminan persalinan (Jampersal) diganti dengan JKN/ BPJS. Banyak ibu hamil yang kurang memahami asuransi baru ini dan mengalami masalah pembiayaan saat bersalin. Mereka mengeluh tentang ketiadaan informasi tentang JKN/BPJS di puskesmas. Untuk merespon pengaduan ini, puskesmas mitra memasang lebih banyak informasi tariff dan retribusi serta prosedur dan syarat JKN di ruang tunggu dan KIA. Sekarang, pasien jauh lebih mudah mendapat informasi tentang sistem JKN di puskesmas.

Monitoring dan evaluasi

Bentuk monitoring yang paling penting untuk memastikan berfungsinya mekanisme pengaduan adalah monitoring informal, yaitu monitoring yang dilakukan secara mandiri oleh staf Puskesmas selama bertugas. Monitoring ini dilakukan setiap minggu dan menjadi bagian dari tugas rutin penangggungjawab pengelolaan pengaduan, missal Kasubbag TU.

Monitoring informal ini memastikan mekanisme pengaduan berjalan dan alat pendukungnya tersedia. Misal, alat tulis dan kertas saran harus ada di samping kotak saran, dan untuk menambahkannya apabila sudah habis (kertas) atau hilang (pena). Poster dan stiker promosi SMS pengaduan yang disertai nomor yang dapat dihubungi perlu disebarluaskan kepada pasien.

Selain monitoring informal, evaluasi resmi juga dilaksanakan setiap tahun untuk menilai sistem pengaduan puskesmas secara utuh, dan mencari dan mengatasi persoalan agar sistemnya dijadikan lebih efisien. Evaluasi ini dilakukan oleh Kepala Puskesmas dan staffnya serta perwakilan masyarakat (MSF).

Tantangan yang dihadapi

Ada dua tantangan utama dalam proses mengadakan mekanisme pengaduan yang terkait ketidakbiasaan.

Pada awal pendampingan Kinerja, Kepala Puskesmas dan tenaga kesehatan kurang memahami bahwa partisipasi aktif masyarakat merupakan syarat pelayanan publik yang baik. Para staff puskesmas tidak terbiasa menerima pengaduan masyarakat sehingga mereka menganggap pengaduan sebagai kritik bukan sebagai bantuan untuk memperbaiki pelayanan. Namun, setelah mengikuti beberapa lokakarya dan diskusi tentang manfaat keterbukaan dan tata kelola yang melibatkan masyarakat, staff puskesmas lebih terbuka menerima saran dan kritik.

Tantangan kedua adalah ketidakbiasaan masyarakat dalam memberikan pengaduan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal: (1). masyarakat menganggap pelayanan kesehatan sebagai tanggungjawab pemerintah dan petugas kesehatan – bukan sebagai tanggungjawab semua pihak. Mereka berpendapat orang awam tidak perlu berperan dalam pelayanan kesehatan karena sudah ada instansi pemerintah yang bertanggungjawab mengadakannya dan memperbaikinya. (2). masyarakat terbiasa dengan zaman Orde Baru ketika orang awam tidak boleh berpendapat tentang pelayanan publik dan hak asasi manusia. Hal ini menyebabkan banyak anggota

masyarakat merasa kurang nyaman untuk mengajukan pengaduan atau saran karena takut akan diberikan pelayanan yang buruk ataupun tidak dilayani jika puskesmas mengetahui mereka membuat pengaduan. Tantangan ini dapat diatasi jika staff puskesmas sering mengajak masyarakat untuk memberikan saran melalui mekanisme pengaduan yang sudah tersedia. Pada akhirnya, pasien akan merasa berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan dapat meminta hak kesehatan mereka terpenuhi.

Keberlanjutan dan peluang replikasi

Mekanisme pengaduan di puskesmas dapat berfungsi baik dan berlanjut jika kepala puskesmas dan staffnya siap menerima dan mendengarkan saran masyarakat. Kepala puskesmas harus mengawasi proses pengelolaan pengaduan secara utuh, dan bertanggungjawab untuk memastikan sistem menjadi efisien dan efektif. Beliau juga harus bertanggungjawab untuk memulai proses perbaikan mekanisme pengaduan, misalnya untuk meminta staf membuat kotak saran, menyusun SOP Pengelolaan Pengaduan, dan memilih penanggungjawab pengaduan.

Kesediaan staff puskesmas mengelola pengaduan juga sangat penting untuk memastikan inisiatif ini terus berlanjut. Mereka harus siap membantu pasien yang ingin memberikan saran atau kritik menggunakan mekanisme pengaduan, dan memastikan alat yang diperlukan selalu tersedia dan terjangkau. Staf Puskesmas juga harus terbuka untuk menerima saran dari masyarakat untuk perbaikan.

Mekanisme pengaduan ini dapat direplikasi ke seluruh fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Pengaduan dan saran yang masuk melalui mekanisme seperti kotak saran dan sistem SMS, sangat membantu Puskesmas dan fasilitas kesehatan lain untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatannya. Pada akhirnya, perbaikan mekanisme pengaduan akan bermanfaat bagi puskesmas dan masyarakat; pasien akan menerima pelayanan yang lebih baik, dan staf puskesmas akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien.

Hasil pembelajaran dan rekomendasi

Salah satu hasil pembelajaran dari proses pengadaan mekanisme pengaduan adalah terkait pilihan mekanisme yang sesuai dengan kondisi setempat. Pada saat ini, ada anggapan bahwa hampir semua orang bisa membaca dan menulis, namun sayangnya, ini tidak sepenuhnya benar. Masih ada kelompok rentan yang buta huruf, apalagi dalam masyarakat di tingkat bawah, seperti nelayan miskin, petani miskin, dan tukang becak. Ini merupakan persoalan besar, karena puskesmas sering melayani kaum miskin dan rentan. Jika pengguna layanan ini tidak bisa mengeluh secara tertulis, dan mekanisme pengaduan tersedia hanya dalam bentuk kotak saran, bagaimana sarannya akan didengar? Maka dari itu, kita harus menyesuaikan mekanisme pengaduan agar sesuai dengan kondisi setempat.

Berdasarkan pengalaman USAID Kinerja, puskesmas telah memiliki beberapa jenis mekanisme pengaduan. Tapi, mekanisme ini jarang dimanfaatkan. Banyak tenaga kesehatan dan petugas loket tidak mendorong pasien menggunakan kotak saran dan memberikan masukan. Selain itu, pasien juga sering tidak dapat memberikan saran karena tidak ada alat pendukung. Selain itu, masyarakat juga enggan memberikan masukan karena puskesmas tidak pernah menindaklanjuti saran mereka.

Tantangan ini dapat diatasi melalui SOP pengelolaan pengaduan dan/ atau alur layanan. SOP ini mewajibkan puskesmas menindaklanjuti setiap pengaduan dengan cara yang sama, tercatat dalam buku pengaduan dan dimonitor. Prosedur ini juga dilengkapi tenggat waktu tindak lanjut masukan masyarakat. Berdasarkan pembelajaran ini, mekanisme pengaduan harus dilengkapi dengan SOP dan alat pendukungnya.

Untuk itu, setiap puskesmas perlu mengadakan minimal satu mekanisme pengaduan yang sesuai dengan kondisi setempat, dan didukung dengan proses pengelolaan resmi.

Informasi kontak

Dr. Sien Setiawan

Kepala Puskesmas Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi No. telp. : 0568 21043

Program kesehatan USAID Kinerja bekerjasama dengan pemerintah daerah dan puskesmas meningkatkan pelayanan kesehatan di tiga sektor: Persalinan Aman, ASI Eksklusif dan Inisasi Menyusui Dini, serta Manajemen Puskesmas.

Dalam dokumen ee25bdae 671d 412e 9aa9 b1c90cbd3846 (Halaman 102-110)