• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Teori-Teori HAM di Indonesia

Dalam dokumen Implementasi Teori Teori Hak Asasi Manus (Halaman 29-46)

BAB II LANDASAN TEORI

2.4 Implementasi Teori-Teori HAM di Indonesia

prioritas mereka mengenai hak asasi manusia. Bagi mereka, hak asasi manusia telah secara alamiah dimiliki oleh seorang individu dan harus diakui secara penuh dan dihormati oleh pemerintah. Bagi negara-negara Timur dan non-liberal, hak asasi manusia dianggap ada hanya dalam suatu masyarakat dan dalam suatu negara. Hak asasi manusia tidak ada sebelum adanya negara, melainkan diberikan oleh negara. Dengan demikian, negara dapat membatasi hak asasi manusia jika diperlukan. Perbedaan lain muncul pada tingkat implementasi dalam memajukan dan menegakkan hak asasi manusia. Bagi negara-negara Barat, konsep “keseimbangan” antara kepentingan untuk menghormati urusan dalam negeri negara asing dan keperluan untuk melakukan apapun yang mungkin bagi penghormatan terhadap hak asasi manusia seorang individu.

Apa yang ditawarkan oleh para penganut teori-teori ini adalah kontekstualisasi HAM dalam suatu cara seperti yang dinyatakan oleh Asosiasi Anthropolog Amerika (American Anthropologial Association) di hadapan Komisi HAM PBB ketika Komisi ini sedang mempersiapkan rancangan Deklarasi Universal HAM. Pernyataan itu pada intinya menginginkan perlunya dipikirkan, dalam rangka menyusun Deklarasi, untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti: bagaimana Deklarasi nantinya dapat berlaku bagi seluruh manusia dan tidak merupakan suatu pernyataan mengenai hak-hak (statement of rights) yang hanya menggambarkan nilai-nilai yang lazim terdapat di negara-negara Eropa Barat dan Amerika.48

2.4Implementasi Teori-Teori HAM di Indonesia

1) Teori Hak Kodrati

Teori hak kodrati melahirkan Fundamental Rights atau Basic Rights, yaitu: a) Hak untuk hidup

b) Hak bebas dari penyiksaan c) Hak untuk bebas dari perbudakan d) Hak untuk bebas beragama e) Equlity before the law

f) Hak untuk tidak dituntut oleh hukum yang berlaku surut atau non retroaktif atau ex post facto

48 Andrey Sujatmoko, op. cit., hlm. 7. Lihat dalam Scott Davidson, op. cit., hlm. 10. Lihat juga dalam Rhona K. M. Smith, op. cit., hlm. 19-20.

27

g) Hak untuk tidak dituntut secara pidana atas kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual.

Di Indonesia cenderung menggunakan teori hak kodrati karena setiap warga Negara telah memiliki hak asasi manusia/fundamental rights sejak mereka lahir bahkan sejak dalam kandungan. Ada atau tidak adanya hukum/konstitusi yang mengatur tentang HAM, hak tersebut tidak akan hilang dan tetap dimiliki oleh warga Negara. Adanya konstitusi atau aturan yang mengatur tentang Hak asasi manusia tersebut, adalah untuk menegaskan atau menguatkan bahwa HAM yang melekat itu diakui oleh Negara. Sehingga Negara yang menjamin adanya hak asasi manusia.

Landasan hukum yang mengatur mengenai hak-hak tersebut adalah: a) Hak untuk bebas dari perbudakan dan penyiksaan

• Pasal 3 DUHAM

Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.

• Pasal 4 DUHAM

Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan, perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang.

• Pasal 5 DUHAM

Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina.

• Pasal 8 CCPR

Tidak seorang pun dapat diperbudak, perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuknya harus dilarang.

• Pasal 7 CCPR

Tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Pada khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan obyek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas.

• Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

28 • Pasal 28I UUD NRI 1945

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

▪ Contoh :

Benjina merupakan pulau terpencil di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku, Indonesia yang menjadi salah satu kawasan industri perikanan laut dunia yang terdapat di Indonesia. Salah satu perusahaan industri perikanan di Pulau Benjina yaitu PT. Pusaka Benjina Resources. PT. Pusaka Benjina Resources adalah perusahaan asal Thailand yang berafiliasi dengan perusahaan Indonesia untuk menjalankan usaha pada sektor perikanan di Indonesia. Hasil usaha yang diperoleh PT. Pusaka Benjina Resources dikirim ke Thailand dan kemudian diekspor ke berbagai negara melalui perdagangan internasional.

Dalam menjalankan usahanya, PT. Pusaka Benjina Resources membutuhkan sumber daya manusia atau pekerja yang bekerja untuk menangkap ikan. Para pekerja tersebut adalah pria yang sebagian besar berasal dari Myanmar (tergolong sebagai negara miskin di dunia). Para pekerja tersebut dikirim ke Indonesia melalui Thailand untuk menangkap ikan. Namun, PT. Pusaka Benjina Resources menjalankan usaha tersebut tidak sejalan dengan tindakan yang menghargai hak asasi manusia. Dengan kata lain, PT. Pusaka Benjina Resources tidak menganggap para pekerja sebagai pekerja, melainkan sebagai budak.

Dalam Pasal 28I ayat (1), memberikan gambaran bahwa ada hak asasi manusia yang tak dapat disimpangi atau tak dapat diderogasi. Hak untuk tidak diperbudak menjadi hak yang tak dapat disimpang, berbeda seperti hak menyatakan pendapat yang masih dapat diderogasi. Pemerintah sebagai nahkoda dalam penyelenggaraan negara wajib bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia. Berdasarkan asas teritorial yang dianut oleh Negara Indonesia, yang menyatakan bahwa warga negara Indonesia dan warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia harus tunduk terhadap ketentuan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Prinsip ini lahir dari pandangan bahwa sebuah negara memiliki kewenangan absolut terhadap orang, benda, dan terhadap kejadian-kejadian di dalam wilayahnya, sehingga dapat menjalankan yurisdiksinya terhadap siapa saja dalam semua jenis kasus hukum.

Dengan begitu, para nelayan yang merupakan warga negara asing juga dijamin oleh UUD 1945. Berdasarkan asas teritorial yang dianut oleh Indonesia tersebut, maka PT. Pusaka Benjina Resources terikat dan harus tunduk terhadap ketentuan UUD 1945. Oleh

29

karena itu, perbuatan yang dilakukan oleh PT. Pusaka Benjina Resources tidak sesuai dengan ketentuan UUD 1945 dan Hak Asasi Manusia. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa peristiwa yang dialami oleh para nelayan adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi dimana seharusnya seseorang/warga Negara memiliki hak untuk bebas penyiksaan dan perbudakan yang diatur dalam pasal 28I UUD NRI 1945, Pasal 3, 4, dan 5 DUHAM, pasal 7 CCPR, dan Pasal 4 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.49

b) Hak untuk Hidup

• Pasal 28A UUD NRI 1945

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

▪ Pasal 3 DUHAM

Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.

• Pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.

(2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin. (3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

• Pasal 6 CCPR

Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.

• Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh siapapun.

49 http://pelanggaranham-kelompok4.blogspot.co.id/2015/05/hukum-hak-asasi-manusia-pelanggaran-ham.html, Diakses pada 10 Mei 2017, pkl. 13.50 WIB.

30 • Contoh :

Komnas HAM membentuk tim investigasi dalam kasus antara masyarakat dengan korporasi yaitu, adanya penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal dan luka dalam penolakan penambangan pasir ilegal di Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Dalam peristiwa tersebut, terdapat sejumlah bukti yang cukup untuk menduga adanya pelanggaran HAM.

Sesuai dengan data yang ada, terdapat korban yang meninggal dunia atas nama Salim Kancil akibat mengalami tindak kekerasan yang berujung pada kehilangan hak untuk hidup. Hal itu, terbukti dari tindakan pelaku yang tega menganiaya dan membunuh Salim Kancil secara sadis karena berani menolak penambangan pasir besi secara terang-terangan. Tindakan pembunuhan tersebut secara jelas melanggar hak hidup sesuai yang tertera di dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.” dan dikatakan bahwa setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Hak untuk hidup merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights) sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945, Pasal 4 dan 9 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 6 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-hak Sipik dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU 12 Tahun 2005.50

Lebih lanjut, pembunuhan berencana yang dipelopori oleh Kepala Desa dan Tim 12 yang mengakibatkan tewasnya Salim Kancil adanya hal tersebut, merupakan salah bentuk kelalaian negara untuk melindungi hak atas hidup dari warga negaranya dan menunjukkan kemandulan aparat penegak hukum di Indonesia karena tidak berkutik menghadapi kelompok kekerasan.51

c) Hak untuk bebas beragama

• Pasal 28E UUD NRI 1945

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan

sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

50Ibid.

51 Amicus Curiae dalam Sidang Perkara Pembunuhan Berencana terhadap Aktivis Tani Salim Kancil dan Tosan & Pelanggaran Izin Usaha Tambang oleh PT. IMMS dan Kepala Desa Selok Awar-Awar, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, 2016, hlm. 24.

31 • Pasal 29 UUD NRI 1945

(1) Negara berdasar atas Ketuhahan Yang Maha Esa.

(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamnya dan kepercayaannya itu.

• Pasal 18 DUHAM

Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

• Pasal 18 CCPR

(1) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.

(2) Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.

(3) Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.

• Contoh :

Citra Indonesia sebagai negara pluralis yang menghormati keberagaman agama, keyakinan, suku, dan ras sempat tercoreng pasca peristiwa penyerangan terhadap warga Ahmadiyah di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Padegelang, Banten yang terjadi pada tanggal 6 Februari 2011.52 Berdasarkan laporan dari Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), peristiwa penyerangan tersebut telah menyebabkan tiga orang meninggal, yakni Roni Passaroni, Tubagus Candra Mubarok Syafai, dan Warsono.53 Selain itu, terdapat korban luka-luka yakni Muhammad Ahmad alias Bebi, Ahmad Masihudin, Ferdias, Apip Yuhana, dan Deden Sudjana. Peristiwa tersebut

52Ibid., Laporan Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Negara tak kunjung terusik hlm. 1.

32

ternyata menjadi perhatian masyarakat internasional. Beberapa hari setelah kejadian tersebut, ada tiga surat keprihatinan yang dikirimkan oleh pemerintah Amerika Serikat, Kanada, dan perwakilan Uni Eropa.

Paska terjadinya kekerasan terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (selanjutnya disingkat dengan JAI) di Cikeusik, tensi penolakan terhadap keberadaan JAI semakin meninggi. Pada tanggal 13 Januari 2012 Front Umat Islam yang terdiri dari berbagai organisasi massa mengerahkan ratusan orang untuk menggelar aksi di komplek SMK Piri I Yogyakarta. Massa aksi tersebut menuntut agar aktivitas pengajian gerakan Ahmadiyah Indonesia dibubarkan. Aksi tersebut baru berakhir ketika Walikota dan Kepolisian Yogyakarta meminta Jemaat Ahmadiyah tidak lagi melanjutkan pengajian karena situasi yang tidak kondusif.54

Selain itu, Eskalasi penyerangan JAI juga terjadi di Kampung Cisalada, Desa Ciampea Udik, Kecamatan Ciampea, Bogor, Jawa Barat tanggal 13 Juli 2012. Penyerangan tersebut dilakukan oleh ratusan warga dari Kampung Pasar Salasa dan Kebon Kopi yang mendatangi daerah tersebut dan melakukan pelemparan seusai shalat jumat yang mengakibatkan 5 (lima) rumah Jemaat Ahmadiyah mengalami kerusakan.55 Bupati Bogor yang menjabat pada saat itu adalah Rachmat Yasim meminta jemaat Ahmadiyah untuk tidak melakukan aktivitas keagamaannya agar tidak mengundang emosi warga dan mematuhi Surat Keputusan Bersama 3 (tiga) Menteri (selanjutnya disingkat dengan SKB 3 Menteri) dan Peraturan Gubernur Jawa Barat nomor 12/2011 tentang pelarangan Ahmadiyah.56

SKB 3 Menteri sebagaimana dimaksud adalah Surat yang diterbitkan bersama oleh Menteri Agama Muhammad M. Basyumi, Menteri Dalam Negeri H. Mardiyanto, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji berupa Surat Keputusan Bersama Nomor 3 Tahun 2008, KEP-033/A/JA/6/2008, dan Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (selanjutnya disebut SKB 3 Menteri) yang mengatur pelarangan JAI untukmelakukan kegiatan di Indonesia. Terbitnya SKB 3 (tiga) menteri tersebut ternyata oleh sejumlah kalangan justru dipandang sebagai perenggutan hak-hak JAI dalam berkeyakinan, beragama dan beribadah. Dengan adanya kasus tersebut mengindikasikan

54 Wahyudi Djafar dan Roichatul Aswidah, Intimidasi Dan Kebebasan: Ragam, Corak dan Masalah Kebebasan Berekspresi di Lima Propinsi Periode 2011-2012, (Jakarta: ELSAM, 2013) hlm. 134.

55 http://nasional.tempo.co/read/news/2012/07/14/063416960/serangan-kampungahmadiyah-terkait-jurnalis-asing, Diakses pada 15 Mei 2017, pkl. 14.57 WIB.

56 Halili, et. al.,Kepemimpinan Tanpa Prakarsa Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2012, (Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2013), hlm. 102.

33

bahwa negara telah melakukan pelanggaran HAM. Di satu sisi negara menerbitkan peraturan-peraturan yang mendiskriminasikan Jemaat Ahmadiyah sedangkan di sisi lain negara tidak melakukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan kelompok intoleran terhadap kaum jemaat Ahmadiyah. Hal ini tentu menjadi ironi karena kebebasan untuk memeluk agama dan meyakini kepercayaannya di Indonesia yang sesungguhnya telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), khususnya di dalam Pasal 28 huruf E yang pada intinya menyatakan setiap orang bebas untuk memeluk agamanya, bebas untuk meyakini kepercayaannya dan bebas untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat. Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM) juga menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama atau keyakinannya dan beribadat sesuai agama dan keyakinannya serta menjamin kemerdekaan setiap orang dalam beragama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.57

2) Teori Positivisme

Dalam teori ini, setiap warga Negara baru mempunyai hak setelah ada aturan yang jelas dan tertulis yang mengatur tentang hak-hak warga Negara tersebut. Jika terdapat pengabaian atas hak-hak warga Negara tersebut dapat diajukan gugatan atau klaim. Individu hanya menikmati hak-hak yang diberikan Negara. Indonesia menganut teori ini dengan landasan hukum pengaturan hak-hak yang diatur oleh negara sebagai berikut:

a. Hak pendidikan

▪ Pasal 28C UUD RI 1945

Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

▪ Pasal 28E ayat (1) UUD RI 1945

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

• Pasal 13 CESCR tentang Pendidikan

1. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang atas pendidikan. Mereka menyetujui bahwa pendidikan harus diarahkan pada perkembangan kepribadian

34

manusia seutuhnya dan kesadaran akan harga dirinya, dan memperkuat penghormatan atas hak-hak asasi dan kebebasan manusia yang mendasar. Mereka selanjutnya setuju bahwa pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam suatu masyarakat yang bebas, meningkatkan rasa pengertian, toleransi serta persahabatan antar semua bangsa dan semua kelompok, ras, etnis atau agama, dan lebih memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memelihara perdamaian.

2. Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui bahwa untuk mengupayakan hak tersebut secara penuh:

a) Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-cuma bagi semua orang; b) Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk pendidikan teknik dan kejuruan tingkat lanjutan pada umumnya, harus tersedia dan terbuka bagi semua orang dengan segala cara yang layak, dan khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;

c) Pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan, dengan segala cara yang layak, khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;

d) Pendidikan mendasar harus sedapat mungkin didorong atau ditingkatkan bagi orang-orang yang belum mendapatkan atau belum menyelesaikan pendidikan dasar mereka; e) Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkatan harus secara aktif diupayakan, suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk dan kondisi-kondisi materiil staf pengajar harus terus menerus diperbaiki.

2. Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan wali yang sah, bila ada, untuk memilih sekolah bagi anak-anak mereka selain yang didirikan oleh lembaga pemerintah, sepanjang memenuhi standar minimal pendidkan sebagaimana ditetapkan atau disetujui oleh negara yang bersangkutan, dan untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka.

• Contoh :

Di Indonesia hak pendidikan bisa didapatkan oleh warga Negara jika dia memiliki akta kelahiran. Salah satu syarat agar warga Negara bisa sekolah adalah harus memiliki akta kelahiran. Sehingga hak untuk mendapatkan pendidikan tergantung akan adanya akta kelahiran. Akta Kelahiran, sebagai identitas formal, sangat penting begitu seorang anak memasuki usia sekolah. Dokumen tersebut mencerminkan sebuah tiket yang harus dipegang

35

setiap anak untuk mendapakan fasilitas pendidikan yang layak. Pendidikan yang menjadi tanggung jawab negara. Kalau pendidikan menjadi alat untuk menggapai impian di masa depan, bisa dikatakan Akta Kelahiran merupakan kunci gerbangnya.

Salah satu contohnya adalah kasus Macicha Muochtar yang menuntut adanya pengakuan atas status perkawinannya dan status anaknya. Anak Macicha Mochtar tidak bisa memiliki akta kelahiran karena orang tuanya (Macicha Mochtar) tidak memiliki surat nikah dengan Almarhum Moerdiono. Sebelumnya Macicha dan Moerdiono menikah secara dengan bukti adanya saksi pada waktu pernikahan siri tersebut terjadi. Dalam hal ini, hak pendidikan anak Macicha tidak bisa timbul tanpa adanya akta kelahiran.58 Hal ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, karena hak seorang anak bisa hilang karena tidak memiliki akta kelahiran dan ketentuan dalam Pasal 13 CESCR tidak dapat terlaksana bahwa setiap orang memiliki hak atas Pendidikan. Padahal kewajiban Negara tercantum dalam pasal Pasal 6

The Convention on The Rights of the Child bahwa :

1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai hak yang melekat atas kehidupan.

2. Negara-negara Pihak harus menjamin sampai pada jangkauan semaksimum mungkin ketahanan dan perkembangan anak.

Oleh karena itu, seharusnya pembatasan tentang hak anak terutama hak pendidikan yang bisa didapatkan setelah memiliki akta kelahiran lebih dipertimbangkan lagi. Mengingat pendidikan adalah salah satu sarana untuk mewujudkan masa depan anak yang lebih baik. b. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (hak dalam soal perkawinan)

• Pasal 16 ayat 1 DUHAM

Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.

• Pasal 28B UUD RI 1945

(4) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

(5) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak

Dalam dokumen Implementasi Teori Teori Hak Asasi Manus (Halaman 29-46)

Dokumen terkait