• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

B. Implikasi Penelitian

Karena fokus penelitian ini lebih banyak difokuskan kepada kajian mengenai implementasi kebijakan, khususnya kebijakan publik berkait dengan penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun yang keberhasilannya sangat dipertaruhkan dalam mengukur keberhasilan pembangunan manusia (IPM) ini,

maka ada beberapa implikasi yang bisa dan perlu diangkat dari hasil penelitian ini, meliputi :

1. Implikasi Bagi Para Pembuat Kebijakan

Adalah amandemen Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 yang secara eksplisit menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan setiap warga negara wajib menikmati pendidikan dasar, dan karenanya, pemerintah punya kewajiban untuk memenuhinya. Bahkan secara operasional, amanat itu juga telah dipertegas lagi melalui Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bukan hanya itu, adalah Undang-undang Dasar 1945 yang juga dengan tegas mengamanatkan bahwa fakir miskin dan anak terlantar wajib dipelihara oleh negara.

Dengan landasan itu, tidak ada alasan bagi para penyelenggara negara untuk tidak merealisasikannya. Dengan landasan yuridis itu pula, maka adalah tugas dan kewajiban para penyelenggara negara, termasuk tugas dan kewajiban para wakil rakyat, yang secara politis punya kewajiban moral untuk mendesak pemerintah disemua tingkatan untuk bisa menjabarkan sekaligus mengimplementasikan amanat Undang-undang itu. Bukan hanya itu, adalah tugas para penyelenggara juga untuk menyediakan dukungan anggaran, tenaga dan sarana yang diperlukannya.

Tegasnya, adalah tugas dan kewajiban para penyelenggara negara, tentu dengan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya, untuk bisa mengontrol dan memastikan bahwa seluruh warga negara, termasuk anak dari keluarga miskin bisa menikmati pendidikan dasarnya.

2. Implikasi Bagi Para Pelaksana Kebijakan

Jika para penyelenggara negara, dengan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya punya kewajiban untuk menyediakan landasan politis dan yuridis sekaligus mengontrol dan mengendalikan pelaksanaannya, termasuk menyediakan dukungan dana, tenaga dan sarana yang menjadi prasyarat keberhasilannya, maka adalah tugas birokrasi atau pelaksana pemerintahan disemua tingkatan untuk menjabarkan amanat Undang-undang yang telah dirumuskan para penyelenggara negara kedalam berbagai bentuk program dan kegiatan yang mampu memastikan bahwa seluruh anak usia 7-12 tahun, anak usia pendidikan dasar, bisa mengakses dan menikmati pendidikan dasarnya, lebih-lebih bagi anak dari keluarga yang kurang beruntung (diasadvantage families) alias miskin.

Namun perlu digaris bawahi bahwa bentuk program yang perlu dirumuskan tidak saja berkait dengan upaya untuk memperluas dan mengembangkan pembangunan pendidikan dari aspek supply-sidenya, sebutlah pula dari aspek pelayanannya, melainkan juga dari aspek demand- sidenya, dari aspek penggerakan dan motivasi masyarakatnya.

Harus jujur diakui, walaupun saat ini telah banyak upaya dilakukan pemerintah dalam rangka memperluas dan mendekatkan pelayanan pendidikan dasar kepada masyarakat, namun masih banyak anak dari keluarga tidak mampu, termasuk anak yang tinggal di daerah terpencil, yang belum tersentuh dengan pelayanan pendidikan. Bahkan kondisi itu diperburuk oleh miskinnya prasarana jalan dan sarana transfortasi yang

sering menjadi kendala bagi anak dari keluarga yang tinggal di daerah terpencil tidak bisa mengakses pendidikan dasar.

Bukan hanya itu, program pengembangan pelayanan pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah selama ini pun ternyata masih banyak menyisakan agenda krusial. Sebagian diantara mereka masih ada yang menganggap, terutama dari kalangan masyarakat tidak mampu, bahwa sekolah bagi mereka bukanlah solusi yang dapat membantu memberdayakan kehidupan mereka, melainkan justeru dirasakan jadi beban. Persepsi itu tentu saja merupakan masukan sekaligus kritik bahwa kualitas pendidikan yang diselenggarakan pemerintah selama ini, terutama yang dilakukan dalam bentuk penylenggaraan pendidikan alternatif seperti SMP Terbuka dan sejenisnya masih dipertanyakan, dan karenanya harus diperbaiki.

Dari hasil penelitian ini juga terungkap bahwa program intervensi yang dilakukan pemrintah selama ini ternyata belum mampu menjawab masalah yang melekat pada anak dari keluarga miskin. Miskinnya kesadaran sebagian masyarakat miskin akan arti pentingnya pendidikan yang berakumulasi dengan kesulitan hidup yang harus dihadapi mereka, adalah masalah krusial tersendiri yang belum terjawab oleh implementasi kebijakan Wajar Dikdas yang diselenggarakan selama ini. Di situlah pula arti pentingnya merumuskan kebijakan dan program dengan menggunakan pendekatan integral, bukan parsial, apalagi sektoral.

Artinya, saatnya kini pemerintah mengintegrasikan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun ini dengan berbagai kebijakan dan program yang mampu menjawab semua masalah yang dihadapi anak dari keluarga

miskin. Tanpa pendekatan yang integral dan terpadu, akan sulit bagi pemerintah untuk bisa memastikan bahwa seluruh anak dari keluarga miskin bisa mengakses pendidikan dasar.

Hal itu juga sesuai dengan tesisnya Amartya Sen yang peraih Nobel Ekonomi tahun 2004 itu, bahwa dalam kemiskinan itu selalu melekat kemiskinan secara total, miskin secara ekonomi, miskin pengetahuan, miskin kesehatan, dan bahkan miskin kesadaran. Di situlah pula arti pentingnya mengintegrasikan program Wajar Dikdas 9 tahun dengan program pembangunan lainnya, terutama dengan program pemberdayaan ekonomi keluarga.

3. Implikasi Bagi Masyarakat

Dari hasil penelitian juga terungkap bahwa salah satu penyebab dari kurang efektifnya pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten Cianjur selama ini adalah karena masyarakat ternyata belum banyak dilibatkan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta pengendaliannya.

Peran apa yang bisa disumbangkan masyarakat dalam mendukung keberhasilan Wajar Dikdas 9 tahun, adalah pertanyaan mendasar yang selama ini belum terjawab. Padahal melalui potensi yang dimilikinya, kehadiran partisipasi mereka dalam mendukung program Wajar Dikdas akan sangat membantu dalam menutupi keterbatasan yang dimiliki pemerintah. Bukan saja keterbatasan dalam penyediaan dukungan dana, tetapi mungkin juga keterbatasan dalam merumuskan gagasan atau pemikiran.

Bukan hanya itu, melalui keterlibatan masyarakat maka rasa tanggung jawab bahkan rasa memiliki mereka terhadap pembangunan pendidikan bisa dibangun. Memadukan kekuatan yang dimiliki pemerintah dengan potensi yang dimiliki masyarakat, itulah agenda strategis yang harus jadi pertimbangan ke depan. Itu pun jika semua pihak punya komitmen untuk meningkatkan efektivitas implementasi sebuah kebijakan.

Bahkan dalam konteks pembangunan yang berpusat kepada kepentingan manusia – poeple centered development sebagai paradigma baru pembangunan yang sering disuarakan belakangan ini, maka adalah kekeliruan besar jika keberadaan masyarakat diposisikan hanya sebagai obyek pembangunan, atau bahkan hanya sebagai pelaku pembangunan. Lebih jauh lagi, dalam paradigma baru pembangunan ini, masyarakat tidak hanya dijadikan semata sumber energi yang cenderung hanya dijadikan subyek atau pelaku pembangunan, melainkan mesti diposisikan sebagai ”sumber informasi” tempat banyak gagasan lahir. Singkatnya, dalam paradigma baru pembangunan ini – pembangunan yang berpusat pada kepetingan manusia – people centered development, adalah manusia, bukan yang lainnya, yang harus jadi sentral, dan karenanya harus menjadi tujuan pembangunan.