• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN WAJAR DIKDA 9 TAHUN BAGI ANAK DARI KELUARGA MISKIN :Studi Evaluasi Kinerja Kebijakan di Kabupaten Cianjur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN WAJAR DIKDA 9 TAHUN BAGI ANAK DARI KELUARGA MISKIN :Studi Evaluasi Kinerja Kebijakan di Kabupaten Cianjur."

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PERNYATAAN ...………...…... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… .……….. iii

HALAM PENGESDAHAN KETUA PROGRAM STUDI ... ABSTRAK ……… iv

KATA PENGANTAR ………...………… vi

UCAPAN TERIMA KASIH ……… ix

DAFTAR ISI ………. …xi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ………...…xiii

BAB I. PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Identifikasi Masalah ………...12

C. Fokus Kajian ... 18

D. Rumusan Masalah ………... 18

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 19

F. Kerangka Berpikir dan Premis Penelitian ...………... 21

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 26

A. Kebijakan Publik ... 26

B. Implementasi Kebijakan ... 28

C. Analisis Kebijakan ... 38

D. Evaluasi Kebijakan ... 44

E. Kebijakan Pendidikan Nasional ... 56

1. Beberapa Masalah Pelik ... 56

2. Kebijakan Umum Pendidikan Nasional ... 60

3. Desentralisasi Pendidikan ... 64

4. Kebijakan Wajar Dikdas 9 Tahun ... 67

F. Pendidikan dan Kemiskinan ... 81

1. Kompleksitas Diseputar Kemiskinan ... 82

2. Problem Pendidikan Bagi Anak Dari Keluarga Miskin ... 92

3. Hasil Penelitian yang Relavan ... 100

BAB III, METODOLOGI PENELITIAN ... 100

A. Metode Penelitian ... 102

B. Teknik dan Instrumen Penelitian ... 102

C. Unit Analisis dan Sumber Data ... 104

D. Validasi Data ... 105

E. Analisis dan Penafsiran Data ...107

F. Prosedur Penelitian ...110

BAB IV. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ………… ………...….113

A. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur ………. 114

(2)

ii

C. Target Wajar Dikdas 9 Tahun yang Ingin Dicapai ………. 137

D. Bentuk-bentuk Program Implementasi Untuk Mencapai Target .141 1. Pembentukan Tim Koordinasi ………... 142

2. Sosialisasi Wajar Dikdas ………. 146

3. Pendataan Sasaran ………..………. 147

4. Upaya Peningkatan Akses………. 150

a. Peningkatan Akses Melalui Pengembangan SMP Cerdas Seatap ... 150

b. Peningkatan Akses Melalui SD/SMP Seatap... 156

c. Peningkatan Akses Melalui Pesantren Salafiyah ... 158

d. Peningkatan Akses Melalui SMP Terbuka ...159

e. Peningkatan Akses Melalui Pembukaan Kelas Jauh ... 162

f. Peningkatan Akses Melalui Jalur Pendidikan Non Formal ... 164

g. Peningkatan Akses Melalui Jalur SLB ... 174

5. Upaya Peningkatan Daya Tampung ... 175

a. Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB)... 175

b. Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB)... 176

c. Rehabilitasi Ruang Kelas... 178

6. Pemberian Bantuan Untuk Meringankan Pembiyaan Bagi Anak dari Keluarga Miskin ... 180

7. Dukungan Anggaran ... 190

E. Kinerja Kebijakan ... 192

1. Keberhasilan Meningkatkan Akses Pelayanan ... 193

2. Peningkatan Angka Melanjutkan Sekolah ...196

3. Peningkatan Angka Partsisipasi ... 197

G. Potret Anak Dari Keluarga Miskin yang Belum Tersentuh Kebijakan ... 204

1. Potret Sejumlah Kasus ... 205

2. Lima Faktor Utama Penyebab... 213

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Kajian Terhadap Arah Kebijakan yang Ditempuh... 220

B. Kajian Terhadap Program Implementasi ... 225

C. Kajian Terhadap Anak dari Keluarga Miskin yang Tidak Bisa Mengakses Pendidikan ... 245

D. Beberpa Isu Strategis ... 250

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ………. 253

A. Kesimpulan ……….…...…. 253

B. Implikasi Penelitian ……….. 255

C. Rekomendasi ……….. 260

(3)

iii

A. Analsis SWOT... 264

B. Makna dan Latarbelakang... 268

C. Tujuan ... 274

D. Sasaran ... 275

E. Bedah Pendidikan Melalui 8 Langkah Strategisnya ... 275

F. Bentu-bentuk Program Intervensi dan Pendekatannya ... 288

G. Mekanisme Pengendalian ... 294

H. Hasil yang Diharapkan ... 297

DAFTAR PUSTAKA ... 299

(4)

iv

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Diagram Causal Loops Tentang Kompleksitas

Masalah Wajar Dikdas 9 Tahun ………. 13

Gambar 1.2 Kerangka Penelitian ……….. …... 21

Gambar 2,1 Kebijakan dan Derivatnya ………. 31

Gambar 2.2 Model Direc and Inndirect Impact on Implementation…..…… 33

Gambar 2.3 Model Implementasi Kebijakan Van Horn ………... 37

Gambar 2.4 Model Analisis Kebijakan Dunn ………... 41

Gambar 2.5 A Basic Policy Analysis ……… 44

Gambar 2.6 Cakupan Evaluasi Kebijakan Publik ………. 46

Gambar 2.7 Hubungan Analisis dan Evaluasi Kebijakan ………. 52

Gambar 2.8 Daur Ulang Penyesuaian Tambahan ………. 56

Gambar 2.9 Siklus Kebijakan yang Lebih Kompleks ………... 56

Gambar 2.10 Kriteria Evaluasi Kebijakan ………...……… 58

Gambar 3.1 Siklus Analisis Data ………...…… 114

Gambar 3.2 Bagan Prosedur Penelitian ………...…. 118

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Cianjur ………...…. 127

Gambar 4.2 Tren Peningkatan Penduduk Usia 7-15 tahun ………... 133

Gambar 4.3 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kecamatan ……...…. 136

Gambar 4.4 Perkembangan Keluarga Pra Serjahtera dan KS 1…... 137

Gambar 4.5 Tabel Keluarga Pra S dan KS I Menrut Kecamatan…... 139

Gambar 4.6 Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan ... 141

Gambar 4.7 Posisi Pencapaian IPM Kabupaten Cianjur 2006 ………….. 142

Gambar 4.8 Arah Kebijakan Pendidikan Kabupaten Cianjur ………... 148

Gambar 4.9 Keterkaitan dan Nilai Strategis Wajar Dikdas …………...150

Gambar 4.10 Target Pencapaian APK –APM ………... 153

Gambar 4.11 Target Peningkatan Indeks Pendidikan …………...…….. 155

Gambar 4.12 Grand Design Implementasi Wajar Dikdas ………...……. 156

Gambar 4.13 Mekanisme Pendataan Wajar Dikdas ………... 167

(5)

v

Gambar 4.15 Perkembangan SS/SMP Seatap ………... 176 Gambar 4.16 Perkembangan Jumlah Warga Belajar PLS …...………… 188 Gambar 4.17 Kontribusi Pendidikan Non Formal ………...……. 191 Gambar 4.18 Kontribusi Pendidikan Non Formal dibanding

Jumlah total Siswa Wajar Dikdas 9 tahun …...…………. 191 Gambar 4.19 Penambahan Data Tampung Melalui USB………...……. 193 Gambar 4.20 Penambahan Daya tampung melalui RKB………... 195 Gambar 4.21 Perkembangan Program Pemberian Bantuan

Melalui BOS 2006-2008 ………... 200 Gambar 4.22 Perkembangan Pemberian Bantuan Bagi Anak Miskin…... 203 Gambar 4.23 Tren Peningkatan Dukungan Anggaran………...… 208 Gambar 4,24 Daya Tampung Lembaga Pendidikan terhadap Siswa

Usia 7-15 Tahun ... 211 Gambar 4.25 Tren Peningkatan APK dan APM SD- Sederajat ... 214 Gambar 4.26 Indikator Keberhasilan Wajar Dikdas pada Jenjang

SLTP ... 216 Gambar 4.27 Pencapaian Angka Partisipasi Sekolah ... 218 Gambar 4.28 Diagram Causal Loops Faktor Saling Terkait

Penyebab Anak Tidak Bisa Mengakses Pendidikan ... 234 Gambar 6.1 Model ”Gempar Pendidikan” Untuk Akselerasi Wajar

Dikdas 9 Tahun Bagi Anak dari Keluarga Miskin ... 245 Gambar 6.2 Delapan Langkah Bedah Pendidikan ... 268

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak pertama kali dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun 1984, sampai saat ini pemerintah telah lebih dari dua dasawarsa melaksanakan kebijakan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 6 tahun, dan telah 13 tahun melaksanakan Wajar Dikdas 9 tahun yang dicanangkan sepuluh tahun berikutnya, tahun 1994.

Landasannya sangat jelas dan kuat. Bukan semata dalam rangka mewujudkan komitmen global seperti yang antara lain tercantum dalam kesepakatan Dakkar 2000 tentang “Education For All” (EFA) serta tujuan pembangunan millenium (Millenium Development Goals – MDGs) atau bentuk-bentuk komitmen global yang lainnya, melainkan adalah amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang secara eksplisit mengikat negara atau pemerintah untuk melaksanakannya.

Lebih jelasnya, pasal 31 ayat 1 dan 2 UUD 1945 secara explisit menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, dan setiap warga negara wajib menikmati pendidikan dasar, dan karenanya pemerintah punya kewajiban untuk memenuhinya. Bahkan secara operasional, hal itu juga telah dipertegas melalui Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (USPN).

Pasal 5 ayat 1 dalam undang-undang dimaksud dengan tegas mengatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

(7)

pendidikan yang bermutu. Bahkan dalam ayat berukutnya, ayat 2, diungkapkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Khusus mengenai Wajar Dikdas 9 tahun, simak pula Pasal 6 ayat 1 yang menegaskan bahwa setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam ayat berikutnya, ayat 2, diungkapkan bahwa setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.

Untuk mewujudkan semua itu, tidak sedikit kebijakan, termasuk upaya dan langkah telah dilakukan oleh pemerintah. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 10 tahun 1971 tentang pembangunan sekolah dasar yang diikuti dengan Inpres-inpres lainnya cukup menjadi isyarat bahwa sejak lama pemerintah punya tekad untuk bisa memberikan pelayanan pendidikan yang bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk oleh masyarakat dari kalangan tidak mampu, baik dilakukan melalui jalur pendidikan formal maupun non-formal.

(8)

1980-1990-an sebagai antisipasi pelaksanaan Wajar Dikdas yang waktu itu ditergetkan bisa terwujud pada tahun 2003.

Bukan hanya itu, berbagai program layanan pendidikan, baik yang dilakukan melalui jalur pendidikan formal maupun non formal terus dikembangkan, disamping dilakukan pula melalui penyelenggaraan berbagai bentuk bantuan yang diharapkan bisa membantu meringankan beban pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu alias miskin.

Munculnya partisipasi masyarakat yang mewujud dalam lembaga yang dikenal dengan sebutan GNOTA (Gerakan Nasional Orang Tua Asuh), salah satunya, adalah bukti kalau di negeri ini masih ada kalangan masyarakat, khususnya kalangan masyarakat mampu yang peduli akan arti pentingnya membantu anak dari keluarga miskin dalam mengakses pendidikan dasar ini. Melalui GNOTA, beban sebagian keluarga miskin dalam menyekolahkan anaknya bisa terbantu.

(9)

dari keluarga miskin.

Tidak sampai di situ, pemerintah provinsi Jawa Barat yang memiliki greget untuk bisa mewujudkan pencapaian angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 80 pada tahun 2010 juga telah menggulirkan antara lain dalam bentuk program yang dikenal dengan sebutan “Bantuan Gubernur untuk Sekolah” atau disingkat “Bagus” yang intinya ditujukan dalam rangka akselerasi pencapaian IPM melalui percepatan pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun sebagai salah satu parameter yang akan banyak menentukan peningkatan indeks pendidikan.

Namun dalam dua dekade lebih perjalanannya, tidak sedikit masalah, hambatan serta tantangan yang harus dihadapi. Kondisi ini diperparah oleh datangnya gelombang krisis tahun 1997 yang telah membuat porak poranda hampir seluruh aspek kehidupan di negeri ini, termasuk didalamnya dalam aspek pendidikan. Bahkan karena krisis berkepanjangan, sektor pendidikan begitu terasa kian terpinggirkan.

(10)

Sumber data Balitbang Depdiknas (2007) juga mengungkap bahwa angka siswa drop-out yang semula dapat dikendalikan dan cenderung menurun, mulai tahun 1998 kembali menunjukan peningkatan. Gambarannya, angka putus sekolah yang pada tahun 1998 mencatat angka 458 ribu atau 4,91 persen, dua tahun setelah krisis ekonomi membengkak menjadi sebesar 1,4 juta atau 14,7 persen.

Gambaran lainnya, dari 28,51 juta siswa SD/MI yang terdaftar pada tahun ajaran 1999/2000, ada sebanyak 960,7 ribu siswa yang terpaksa putus sekolah di tengah jalan, dan ada 770,5 ribu siswa yang walaupun berhasil menamatkan pendidikan SD/MI, namun mereka tidak mampu melanjutkan ke jenjang SLTP atau MTs, apalagi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tidak mengherankan pula jika target Wajar Dikdas yang semula diharapkan bisa dicapai dalam kurun waktu 15 tahun, bahkan kemudian dipercepat menjadi hanya dalam kurun waktu 10 tahun sejak dicanangkannya pada tahun 1994, realisasinya sampai saat ini ternyata menunjukan hasil yang masih jauh dari yang telah ditargetkan.

(11)

Fakta berikut lebih memprihatinkan lagi. Jumlah anak usia SD yang tidak bersekolah, putus sekolah, dan lulus SD tetapi tidak melanjutkan ke jenjang SLTP sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 diperkirakan mencapai angka 12,8 juta, serta jumlah anak putus pada jenjang SLTP mencapai angka 4,3 juta (Balitbag Depdiknas, 2000).

Masih menurut sumber data dari dari Dikdasmen (2007), jumlah anak usia 7-15 tahun yang belum pernah sekolah pada saat ini masih mencatat angka 693,7 ribu orang anak atau 1,7 persen dari jumlah total anak usia 7-15 tahun. Sementara yang tidak bersekolah, baik karena alasan putus sekolah maupun karena memang tidak melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs dan dari SMP/MTs ke jenjang pendidikan menengah mencapai angka 2,7 juta anak atau sekitar 6,7 persen dari jumlah total anak usia 7-15 tahun.

Angka-angka itu sengaja diungkap sekedar untuk menegaskan bahwa betapa berat beban yang harus dipikul negara selama ini. Bahkan tidak mengherankan kalau United Nation Development Programme (UNDP) 2004 melaporkan bahwa rata-rata lama sekolah (rate of years schooling) untuk Indonesia ternyata baru mencapai angka 7,1 tahun. Yang sangat memprihatinkan, sumber laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa masih ada sekitar 10,5 persen dari total penduduk dewasa di Indonesia ternyata masih berstatus buta huruf.

(12)

dengan masalah kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan tingkat SLTP bagi anaknya. Dua faktor itu, faktor ekonomi dan kesadaran, memang merupakan faktor yang sulit untuk dipisahkan satu sama lainnya. Seperti kata Amartya Sen (2001), dalam kemiskinan ekonomi itu selalu melekat secara inheren bentuk kemiskinan lain, termasuk miskin ilmu pengetahuan, motivasi atau kesadaran, bahkan miskin kebebasan. Padahal kebebasan merupakan modal penting yang memungkinkan seseorang bisa mengakses haknya untuk mengenyam pendidikan.

Pendapat senada dikemukakan Santoso (1969), Bruner (1970), Beeby (1979), serta Manap dkk. (1995). Intinya, bahwa kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah dapat mengurangi hasrat orang tua dan semangat anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam kaitan itu, orang tua lebih merasa tertolong jika anaknya dapat membantu pekerjaannya, atau cepat bekerja untuk menunjang pendapatan keluarganya.

(13)

Sebagai akibat dari kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, maka bagi sebagian masyarakat biaya pendidikan dirasakan mahal. Bahkan karena ketidakmampuannya, didukung pula oleh karena kekurangsadaran akan arti pentingnya pendidikan, mereka manganggap bahwa sekolah hanyalah pemborosan semata (Manap, 1993). Dalam bahasa Engkoswara (1991), nilai ekonomis hasil pendidikan dirasakan oleh mereka belum seimbang dengan biaya pendidikan yang dikeluarkan.

Kemiskinan dengan banyak karakteristiknya, itulah salah satu faktor kunci yang menurut penulis hadir menjadi salah satu akar penyebab sulitnya pencapaian target Wajardikdas 9 athun selama ini. Kondisi itu diperparah pula oleh lemahnya komitmen, disamping terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan fasilitas layanan pendidikan dasar yang bisa dijangkau masyarakat miskin.

Bahkan kalaupun komitmen pemerintah terhadap sektor pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini cenderung menunjukan adanya peningkatan yang antara lain ditandai dengan semakin meningkatnya anggaran yang dialokasikan untuk mendukung pembangunan disektor yang satu ini, namun dalam penjabarannya dilapangan masih belum menunjukan hasil yang diharapkan. Dengan kata lain, ada faktor-faktor external, disamping faktor internal sistem pendidikan yang bisa diangkat untuk menjelaskan tantangan yang menghambat kelancaran pelaksanaan Wajar Dikdas selama ini.

(14)

ekonomi, demografis serta iklim geografis yang kurang menguntungkan. Secara sosial dan budaya, misalnya, pelaksanaan pendidikan tidak bisa lepas dari kondisi lingkungan sosial serta nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, termasuk persepsi mereka terhadap arti pentingnya pendidikan. Secara ekonomi, misal lain, pendidikan tidak lepas dari kemampuan ekonomi masyarakat dan pemerintah untuk mendukung pembiayaannya. Masalah kependudukan yang sampai saat ini belum sepenuhnya berhasil dikendalikan, adalah faktor lain yang tidak bisa begitu saja diabaikan pengarhnya terhadap pendidikan.

Secara internal, demikian diungkapkan oleh Unesco (1973) dan Hayes (1974), pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan faktor-faktor hasil (out put), antara lain ditandai dengan ketatnya syarat kelulusan dan terbatasnya variasi jenjang dan jalur program yang ditawarkan ; masukan dasar (raw input) yang heterogen karakterstik dan latarbelakangnya; masukan instrumental (instrumen input) yang terbatas, yakni kurangnya sumber belajar mengajar seperti buku, guru, laboratorium serta fasilitas penunjang lainnya; faktor proses dan kelemahan manajerial sistem pendidikan.

(15)

Pengawasan masih belum dilaksanakan secara sistemik dan berkelanjutan akibat faktor-faktor keterbatasan dan kondisi geografis.

Temuan itu sekaligus mengungkap bahwa selama ini tidak sedikit kebijakan berhasil dirumuskan dan disahkan atau dilegitimasi, namun proses implementasinya, karena berbagai faktor dan alasan, masih sering dipersoalakan. Meminjam kata-katanya Gunn (1978), dalam Wahab (2004), selama ini para pakar sering keasyikan dengan persoalan-persoalan perumusan kebijakan, namun kurang perhatian atau sering melupakan pada tataran implmentasinya. Itulah pula masalah lain yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini ; Studi mengenai Efetivitas Implementasi Kebijakan Percepatan Penuntasan Wajardikdas 9 tahun bagi Anak dari Keluarga Miskin (Studi Evaluasi Kinerja Kebijakan di Kabupaten Cianjur).

Dipilihnya Cianjur sebagai lokus dalam penelitian ini bukan tanpa alasan. Dilihat dari raihan pendidikan, khususnya pendidikan dasar 9 tahun, rata-rata lama sekolah di kabupaten Cianjur baru mencapai angka 6,1 tahun (National Human Development Report 2004). Padahal dalam waktu yang sama, rata-rata lama sekolah pada tingkat provinsi Jawa Barat dan Nasional, secara berurutan sudah mencapai angka 7,2 dan 7,1 tahun.

(16)

Penelitian mengenai implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun dengan mengambil lokus di kabupaten Cianjur, dan dengan fokus yang akan diarahkan kepada anak dari keluarga miskin, diharapkan bisa mengungkap semua masalah di atas. Yang lebih penting lagi, melalui penelitian ini juga diharapkan bisa dirumuskan alternatif model akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun sebagai rekomendasi bagi para pengambil keputusan untuk menyempurnakan kebijakan-kebijakannya.

Beberapa pertimbangan di atas juga didukung oleh beberapa penelitian yang sama yang mengangkat dan membahas masalah pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas ini. Hasil penelitian HT. Efendi Suryana (2004) tentang Implementasi Perencanaan Stratejik Penyelenggaraan Pendidikan Dasar di Kabupaten Subang, serta hasil penelitian Manap Somantri (1999), antara lain menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan Wajardikdas tersebut belum dapat dilakukan secara optimal mengingat masih adanya berbagai hambatan, baik itu menyangkt hambatan internal dari para pengelolan pendidikan dan manajerialnya, maupun hambatan berkait dengan aspek sosio-kultural masyarakatnya. Akibatnya, baik proses maupun hasilnya belum sesuai dengan harapan.

(17)

salah satu akar permasalahan (the root cause) dari sekian banyak masalah krusial yang selama ini sering muncul menjadi kendala dalam upaya untuk menuntaskan pelaksanaan Wajardikdas 9 tahun.

Bahkan hampir bisa dipastikan, bahwa sebagian besar, kalau pun tidak seluruhnya dari mereka yang tidak bisa mengikuti pendidikan dasar selama ini adalah anak dari keluarga yang tidak mampu. Salah satu buktinya, pada saat rata-rata angka partisipasi kasar (APK) jenjang SMP/MTs mecapai angka 81,08 persen, APK kelompok kaya (Quintile 5) telah mencapai 99,51 persen, sementara APK kelompok termiskin (Quintile 1) baru mencapai 61,13 persen (Depdiknas, 2007).

Karena kemiskinan, singkatnya saat ini banyak anak yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah hanya karena orang tuanya tidak lagi mampu membiayainya kalau memang bukan karena sengaja ditarik dengan alasan semata untuk membantu orang tuanya. Karena kemiskinan, program Wajar Dikdas 9 tahun menjadi sulit untuk mencapai target yang telah ditetapkan.

Itulah salah satu gambaran yang bisa diangkat untuk menjelaskan bahwa betapa masih beratnya beban yang harus dipikul pemerintah dalam pembangunan pendidikan ini. Jangankan untuk tingkat pendidikan jenjang menegah, apalagi jenjang pendidikan tinggi. Untuk tingkat pendidikan dasar sekali pun masih menyisakan sasaran serta beban yang tidak ringan., bahkan begitu kompleks.

B. Identifikasi Masalah

(18)

dasar bagi anak dari keluarga miskin, maka bisa dibuat diagram causal loop sebagaimana dikembangkan oleh Peter Senge (1992) sebagai berikut :

Melalui diagram tersebut, setidaknya ada tiga hal penting yang ingin ditegaskan di sini. Pertama, bahwa membahas masalah Wajardikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin merupakan masalah yang demikian kompleks karena melibatkan banyak masalah lain yang saling terkait dan menentukan. Di situlah pula arti pentingnya untuk menggunakan cara berpikir sistemik dalam mengungkap dan memecahkan sebuah persoalan. Berkait dengan itu, kedua,

Rendahnya Angka Melanjutkan Sekolah SD ke SLTP Keterbatasan Kemampuan Pemerintah Dalam Menyediakan Anggaran Pendidikan Kessadaran Masyarakat dan Minat Anak Sekolah Ketersediaan Tenaga, Sarana, dan Prasarana Pendidikan Tingginya Angka Kemiskinan Drop Out Sekolah Sulit Dihindarkan Rendahnya Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Pendidikan Masalah Komitmen Pemerintah Target Wajar Dikdas 9 Th Sulit Bisa Diwujudkan Laju Pertumbuhan Penduduk tinggi Peningkatan Penduduk Usia Sekolah 7-15 Th Meningkatnya Tuntutan Kebutuhan Tenaga, Sarana dan Prasarana Pendidikan Beban Pemerintah dan Masyarakat Meningkat

(19)

bahwa di balik rendahnya faktor kemampuan pemerintah maupun masyarakat dalam mendukung penyediaan anggaran pendidikan yang selama ini paling sering diangkat sebagai isu sentral, masih sesungguhnya terdapat banyak faktor yang satu sama lain saling berkaitan dalam sebuah dinamika sistem yang melibatkan banyak sektor dan aktor.

Sekedar untuk menyebut beberapa, maka aspek kesadaran dan motivasi masyarakat, termasuk di dalamnya persoalan minat anak, aspek komitmen pemerintah, masalah kemiskinan sampai kepada persoalan kependudukan dengan segala dampaknya, adalah beberapa saja dari sekian banyak faktor penting yang layak untuk diangkat dan diperhitungkan dalam mendiskusikan upaya penuntasan Wajar Dikdas saat ini.

Bahkan dari sudut pemikiran sistem sebagaimana tergambar dalam diagram, maka masalah keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat dalam pembiayaan pendidikan yang selama ini banyak diangkat kepermukaan itu, sesungguhnya hanya merupakan akibat yang tidak diinginkan saja (undesirable effect) yang muncul karena banyak faktor lain yang saling berkaitan itu, terutama dipengaruhi oleh faktor kemiskinan masyarakat di satu sisi, dan keterbatasan kemampuan pemerintah pada sisi yang lainnya..

(20)

mengidentifikasi sekaligus menentukan faktor yang akan sangat berpengaruh sebagi faktor pengungkit atau leverage dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan kebijakan Wajardikdas.

Karena faktor kemiskinan, misalnya, kemampuan sebagian masyarakat untuk membiayai sekolah anaknya rendah. Padahal dampak baliknya, ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk bisa menyekolahkan anaknya, pada gilirannya akan menambah sekaligus memperkuat kemiskinan. Karena kemiskinan pula, misal lain, laju pertumbuhan penduduk akan kian sulit untuk dikendalikan. Padahal tingginya laju pertumbuhan penduduk ini akan menjadi masalah bukan semata karena besar pengaruhnya terhadap peningkatan beban pembangunan secara keseluruhan yang mesti ditanggung pemerintah dan masyarakat, tetapi secara langsung akan semakin menambah beratnya beban biaya yang mesti disediakan untuk pembangunan pendidikan.

Sebagai ilustrasi, dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1,64 persen pertahun seperti yang masih dialami kabupaten Cianjur saat ini, maka setiap tahunnya kabupaten Cianjur yang kini sudah dihuni oleh lebih 2,1 juta jiwa penduduknya ini masih akan bertambah tidak kurang dari 34.000 jiwa, termasuk di dalamnya adalah tambahan jumlah anak usia 7-15 tahun yang akan menjadi tambahan sasaran baru Wajar Dikdas. Kondisi ini diperparah oleh fakta lain yang menunjukan bahwa lebih dari dua puluh persen penduduk Cianjur masih tergolong penduduk miskin (BPS, 2005).

(21)

pengentasan kemiskinan. Dalil demografisnya, semakin banyak penduduk yang jatuh miskin, akan semakin meningkat pula angka fertilitasnya, karena bagi penduduk miskin, anak adalah investasi atau mesin produksi ekonomi yang diharapkan bisa membantu orang tua dalam mengurangi beban hidupnya.

Itulah pula yang menjadi salah satu penyebab, kenapa banyak anak usia 7-15 tahun yang tidak mau melanjutkan sekolah, atau putus sekolah, meskipun pemerintah telah menyiapkan dana untuk membebaskan kebutuhan sekolah mereka. Ini semua menjadi isyarat bahwa upaya untuk menggalakan kembali program Keluarga Berencana (KB) harus menjadi bagian penting dari upaya penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.

Masalah kesadaran dan motivasi masyarakat akan arti pentingnya pendidikan, adalah faktor penting dan strategis tersendiri yang secara sosiologis akan sangat besar kontribusinya terhadap upaya penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini. Logika sederhananya, semakin tinggi aspek kesadaran masyarakat ini, akan semakin kuat pula motivasi mereka untuk menyekolahkan anaknya.

(22)

Bahkan sebagaimana nampak dalam diagram, semakin tinggi aspek kesadaran masyarakat ini, akan besar pengaruhnya dalam rangka membangun dan memperkokoh komitmen pemerintah terhadap pembangunan pendidikan ini. Demikian sebaliknya, semakin tinggi komitmen pemerintah, termasuk komitmen para elit politik, maka dampak baliknya diharapkan akan semakin meningkatkan dan memperkuat pula motivasi dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya pendidikan ini.

Itu sebabnya, apa pun kebijakan yang akan dirumuskan dan diimplementasikan oleh pemerintah dalam mewujudkan target Wajar Dikdas 9 tahun saat ini sejatinya harus bisa mengintervensi sekaligus menjawab kompleksnya masalah yang ada di balik dinamika sistem tersebut. Dengan kata lain, semakin banyak variabel atau faktor yang bisa diintervensi oleh sebuah kebijakan, maka akan semakin efektif sumbangan yang bisa diberikan oleh kebijakan itu. Sebaliknya, semakin parsial kebijakan yang dibuat, maka akan semakin kurang efektif sumbangan yang bisa diberikan sebuah kebijakan.

Di situlah pula relavansinya bagi pemerintah untuk menjadikan gerakan sekaligus akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini dalam keterpaduan dengan pelaksanaan gerakan yang sama pada sektor-sektor pembangunan yang lainnya, terutama sektor pembangunan yang bisa menyentuh ketertinggalan-ketertinggalan masyarakat dalam banyak aspek kehidupan yang lainnya. Itulah pula yang selama ini belum dilakukan.

(23)

karakter masyarakat miskin, termasuk karakter budayanya, bahkan menyentuh aspek keyakinannya. Di situlah pula relavansinya berbicara menyoal arti pentingnya pendekatan yang lebih komprehensif yang mampu menjawab masalah yang dihadapi anak dari keluarga miskin.

C. Fokus Kajian

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang serta identifikasi permasalahan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka begitu banyak faktor saling terkait sebagai penghambat yang bisa bisa dikaji berkaitan dengan implementasi kebijakan percepatan penuntasan Wajardikdas 9 tahun yang sampai saat ini masih menyisakan banyak masalah dan kendala.

Namun dari begitu banyak faktor saling berpengaruh dan saling berkaitan itu, penelitian ini hanya akan menyoroti faktor kemiskinan, dalam hal ini anak dari keluarga miskin dengan karakteristiknya yang begitu kompleks sebagai fokus pembahasannya, tentu tanpa harus mengabaikan arti pentingnya membahas keterkaitannya dengan banyak faktor yang lainnya.

D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan fokus kajian sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini akan diajukan beberapa pokok pertanyaan penelitian yang sekaligus juga merupakan rumusan masalahnya sebagai berikut :

(24)

2. Bagaimana arah kebijakan itu diimplementasikan dalam berbagai program yang diharapkan bisa membantu meringankan beban anak dari keluarga miskin dalam mengakses layanan pendidikan dasarnya.

3. Seberapa jauh dampak dari implementasi kebijakan percepatan Wajar Dikdas 9 tahun tersebut dalam rangka membantu meningkatkan jangkauan layanan pendidikan dasar bagi anak dari keluarga miskin

4. Mengapa masih banyak anak dari keluarga miskin yang sampai saat ini belum tersentuh dengan penyelenggaraan program percepatan Wajar Dikdas 9 tahun yang dijalankan pemerintah.

5. Alternatif model apa yang bisa direkomendasikan untuk memecahkan masalah pendidikan dasar 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tentang seberapa jauh efektivitas implementasi kebijakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun dikaitkan dengan upaya untuk membantu meringankan beban pendidikan dasar bagi anak dari keluarga miskin. Secara khusus penelitian ini ditujukan untuk :

a. Memperoleh gambaran tentang arah kebijakan yang ditempuh Kabupaten Cianjur dalam upayanya untuk mempercepat program penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.

(25)

c. Menggali kebutuhan sekaligus masalah yang dihadapi anak dari keluarga miskin yang selama ini menjadi penyebab anak dari keluarga miskin tidak bisa mengakses pendidikan dasar 9 tahun.

d. Membuat alternatif model penyelenggaraan akslerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin.

2. Manfaat Penelitian

Pada tataran teoretik, dari hasil penelitian ini diharapkan bisa dirumuskan sebuah model hipotetik yang bersifat komprehensif berkait dengan penyelenggaraan pendidikan dasar 9 tahun khusus bagi anak dari keluarga miskin dengan segala karakteristik yang dimilikinya.

Model komprehensif di sini dimaksudkan bahwa model yang ingin ditawarkan tidak semata ditujukan dalam rangka melakukan kegiatan intervensi yang bersifat parsial, melainkan sebuah model yang bersifat integral dengan melibatkan banyak intervensi kegiatan sektor lain yang secara tidak langsung akan banyak mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin.

(26)

Lebih jauh, kedua, hasil penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan salah satu rujukan siapa saja yang punya minat untuk melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan penyelenggaraan program akselerasi penuntasan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun pada umumnya, dan penyelenggaraan pendidikan dasar bagi anak dari keluarga miskin pada khususnya.

Yang tidak kalah pentingnya, terakhir, hasil penelitian ini juga diharapkan bisa menyumbangkan masukan banyak hal bagi para perumus dan pemutus kebijakan dalam proses pengambilan keputusan publik secara tepat sesuai dengan kebutuhan, tuntutan dan aspirasi publik atau masyarakat di lapangan. Lebih-lebih, sebuah kebijakan publik yang baik adalah kebijakan yang dirumuskan berdasarkan tuntutan dan kebutuhan publik di lapangan. F. Kerangka Pikir dan Premis Penelitian

1. Kerangka Pikir

Hasil akhir yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah diperolehnya gambaran mengenai efektivitas implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun dalam rangka membantu meringankan beban pendidikan bagi kalangan anak dari keluarga miskin yang sedang berjalan selama ini.

(27)

Melalui dua kajian sasaran yang satu sama lain sulit dipisahkan itu, yakni para perumus dan pelaku kebijakan di satu sisi serta anak dari keluarga miskin sebagai sasaran kebijakan, penelitian ini diharapkan bisa menghasilkan sebuah deskripsi mengenai berbagai masalah sekaligus tantangan yang dihadapi pelaksanaan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin sebagai landasan empirik dalam proses penyempurnaan kebijakan dan atau program Wajar Dikdas 9 tahun pada waktu berikutnya.

Atas dasar kajian empirik ditambah dengan hasil kajian teoretik itulah dirumuskan disain model kebijakan serta program yang diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi anak dari keluarga miskin dalam rangka memenuhi haknya untuk bisa mengakses pendidikan dasar sekaligus merupakan rekomendasi akhir dari penelitian ini sebagaimana tertuang dalam kerangka pikir sebagai berikut :

STRATEGI AKSELERASI PENUNTASAN WAJAR DIKDAS 9

TAHUN BAGI ANAK DARI KELUARGA MISKIN (MODEL KONSEPTUAL) LAYANAN PENDIDIKAN DASAR 9 TAHUN

(SUPPLY SIDE)

TUNTUTAN / KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK DARI KELUARGA MISKIN (DEMAND SIDE) KAJIAN TEORETIK KAJIAN EMPIRIK STUDI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

(28)

Dari figur di atas bisa dijelaskan, pertama, bahwa fokus penelitian ini diarahkan kepada studi implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun dilihat dari aspek efektivitasnya, yakni seberapa jauh nilai hasil guna dari kebijakan yang dilaksanakan dalam rangka membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin.

Itu sebabnya, kedua, ada dua sasaran utama yang akan menjadi fokus penelitian studi implementasi kebijakan ini, yakni implementasi kebijakan dilihat dari aspek supply-sidenya, yakni bentuk layanan program yang disediakan pemerintah, serta implementasinya dilihat dari aspek demand side-nya, yakni sampai sejauh mana implementasi kebijakan itu mampu menjawab tuntutan dan kebutuhan realistik anak dari keluarga miskin.

Atas dasar kajian terhadap implementasi itulah, ketiga, studi ini diharapkan bisa membuat deskripsi sekaligus analisis mengenai efektivitas kinerja yang dihasilkan oleh kebijakan yang dilaksanakan dengan dua sasaran pembahasan pokok, yakni deskripsi mengenai kinerja kebijakan yang ditandai dengan peningkatan indikator angka partisipasi sekolah serta deskripsi mengenai informasi tentang penyebab anak tidak melanjutkan atau dropout sekolah. Informasi yang terakhir ini menjadi begitu penting untuk mengetahui kelemahan dan kekuangan dari implementasi kebijakan yang dilaksanakan.

(29)

hasil studi lapangan yang diperkaya atau didukung dengan kajian teoretis, diharapkan bisa menjadi landasan dalam perumusan model dimaksud.

2. Premis Penelitian

Sesuai dengan latarbelakang, fokus, rumusan masalah, tujuan serta kerangka pikir penelitian seperti telah diuraikan di atas, maka ada beberapa premis yang akan diajukan dalam penelitian ini, yaitu :

Pertama, bahwa membahas masalah Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin pada prinsipnya merupakan masalah yang demikian kompleks karena akan melibatkan banyak faktor lain yang saling terkait, saling berpengaruh bahkan saling menentukan dalam sebuah dinamika sistem yang juga melibatkan banyak sektor dan aktor.

Kedua,, bahwa hubungan antara banyak faktor yang saling berpengaruh dan saling berkaitan itu berlangsung tidak linear, tetapi melingkar. Artinya, masing-masing faktor yang saling berkaitan itu selalu hadir dalam dua fungsinya sekaligus, sebagai penyebab sekaligus juga akibat. Di situlah pula arti pentingnya upaya untuk mengidentifikasi sekaligus menentukan faktor yang akan sangat berpengaruh sebagi faktor pengungkit atau leverage dalam menentukan keberhasilan implementasi kebijakan Percepatan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin.

(30)

Dengan kata lain, semakin banyak faktor yang bisa diintervensi oleh sebuah kebijakan, maka akan semakin efektif sumbangan yang bisa diberikan oleh implementasi kebijakan itu. Sebaliknya, semakin parsial kebijakan yang dibuat, maka akan semakin kurang efektif sumbangan yang bisa diberikan oleh sebuah kebijakan.

Keempat, apapun juga bentuk program yang akan dilakukan, maka dalam pelaksanaannya perlu mempertimbangkan dan sekaligus menyesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya anak dari keluarga miskin yang umumnya berbeda dengan kondisi sosial budaya anak dari kalangan masyarakat kelas yang lainnya. Tanpa pendekatan sosial budaya yang spesifik itu, akan sulit bagi pemerintah untuk mengimplementasikannya.

(31)
(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah, tujuan dan subyek penelitian serta karakteristik data yang akan ditelitinya, serta memperhatikan pula rumusan hasil akhir yang diharapkan dari penelitian ini, yakni studi evaluasi kinerja Implementasi Kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin, maka tanpa mengabaikan arti pentingnya penyajian angka-angka yang bersifat statistis, pendekatan yang dianggap tepat untuk melakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, sebuah metode yang pas digunakan untuk mengkaji permasalahan sekaligus memperoleh makna yang lebih dalam tentang banyak fenomena sosial berkait dengan implementasi kebijakan penyelenggaraan Wajar Dikdas dalam rangka membantu anak dari keluarga miskin.

Pilihan untuk menentukan pendekatan atau metode kualitatif dalam penelitian ini bukan tanpa alasan. Pertama, dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk mengembangkan konsep pemikiran, pemahaman dari pola yang terkandung dalam implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun dalam rangka meringankan beban anak dari keluarga miskin.

Kedua, melalui penelitian ini, peneliti bermaksud untuk menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa yang berkait dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin dalam konteks ruang dan waktu yang sangat alami.

(33)

Ketiga, bidang kajian penelitian ini berkenaan dengan proses dan kegiatan manajemen yang melibatkan proses ineraksi antara beberapa stakeholders terkait, bahkan dengan komuniti masyarakat tertentu, masyarakat miskin, yang tentunya memiliki karakter unik karena dikonstruksi oleh latarbelakang kultur yang berbeda dengan komuniti masyarakat lainnya.

Oleh karena substansi penelitian ini tidak dirancang untuk menguji hipotesis keculai mendeskripsikan kecenderungan fenomena–fenomena simbolik dan merefleksikan fenomena itu apa adanya, maka teknis studi deskriptif menjadi sangat relavan digunakan untuk tujuan penelitian ini.

Dalam penelitian ini, study deskripsi digunakan untuk mengidentifikasi sekaligus mengambarkan apa adanya mengenai dua hal pokok yang menjadi sasaran penelitian, yakni deskripsi mengenai rumusan dan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin. Seperti dikemukakan Best (1987 :116) : “A descriptive study describes and interprets wahat is. It is concerned with condition or relationship that exist, opinion that are held, processes that are going on, affects that are evidents, or trend that are developing”. Singkatnya, metode deskriptif itu bersifat menjabarkan, menguraikan dan menafsirkan kondisi, peristiwa dan proses yang sedang terjadi dalam konteks permasalahan.

(34)

dari keluarga miskin. Seperti diungkapkan Lincoln dan Guba (1985 : 189) : “....take their meaning as much from their contex as they do from themselves” .

Sesuai dengan sasaran dalam penelitian ini, maka studi deskripsi ini akan menitik berakan pada studi kasus terhadap daerah-daerah yang memiliki banyak kantong-kantong kemiskinan, baik yang ada dipedesaan maupun yang ada di perkotaan. Sementara fokus studinya selain akan diarahkan kepada upaya untuk menggali tingkat partisipasi mereka, yakni anak dari keluarga miskin dalam mensuskseskan program Wajar Dikdas, juga akan difokuskan untuk menggali persepsi sekaligus respon terhadap implementasi kebijakan Wajar Dikdas yang sedang gencar dilaksanakan.

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, dan sesuai pula dengan jenis dan karakteristik data yang dibutuhkannya, akan digunakan beberapa metode yang relavan, yang meliputi eksplorasi, yaitu upaya untuk menelusuri secara cermat berbagai dokumen yang terkait dengan masalah penelitian, wawancara yang bersifat luas dan mandalam (deep interview), dan pengamatan langsung atau observasi, termasuk juga focus group discussion untuk menggali informasi berkat fokus penelitian, yakni implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin.

(35)

FGD, disamping akan digunakan untuk menggali pemahaman mendalam tentang sikap dan perilaku anak dari keluarga miskin sebagai penerima dari dampak kebjakan, juga dalam beberapa aspeknya akan digunakan untuk menggali informasi dari para orang tua murid, termasuk tokoh masyarakat dari komunitas masyarakat miskin.

Diperolehnya informasi akurat berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi dan dirasakan anak dari keluarga miskin, adalah tujuan inti dari penggunaan FGD. Bukan hanya itu, informasi mengenai harapan sekaligus kebutuhan yang merupakan tuntutan mereka dalam rangka bisa mengakses layanan pendidikan dasar, merupakan tujuan inti lain dari pemakaian metode FGD dimaksud.

(36)

penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan; dan (7) manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, menyimpang justru diberi perhatian.

C. Unit Analisis dan Penentuan Informan Kunci

Sesuai dengan fokus masalah dan pendekatan yang akan digunakan, yakni pendekatan kualitatif, maka unit analisis dalam penelitian ini adalah meliputi sekelompok orang atau individu, termasuk di dalamnya lembaga, obyek atau kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan implementasi Kebijakan akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun bagi anak dari keluarga miskin di Kabupaten Cianjur.

Sementara sumber data atau informasi dalam penelitian ini ialah pilihan peneliti terhadap aspek apa, peristiwa apa, dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu berkaitan dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin. Karenanya, pemlihan nara sumber (atau sampel dalam istilah penelitian kuantitatif) akan dilakukan terus-menerus sepanjang penelitian, atau akan menggunakan tehnik yang sering disebut dengan snowball sampling technique ( bekembang mengikuti informasi atau data yang diperlukan). Melalui pengunaan tehnik ini, peneliti diharapkan bisa memperoleh informasi yang lebih bervariasi dan memperluas informasi yang diperoleh terdahulu sehingga dapat dipertentangkan dan diminimalisir kesenjangannya.

(37)

dalam hal ini adalah para pejabat dari Dinas Dikbud, Departemen Agama dan Bappeda Kabupaten Cianjur.

Kedua, adalah nara sumber yang diharapkan bisa menjadi sumber informasi berkait dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun, yakni para implementor kebijakan pada lingkup Dinas Pendidikan Kabupaten Canjur serta stakeholders dari lembaga terkait lainnya, termasuk para penyelenggara pendidikan pada satuan pendidikan setingkat sekolah dasar dan SMP/ MTs. Yang terakhir, ketiga, adalah sampel yang diharapkan bisa jadi representasi dari objek yang menjadi sasaran kebijakan, dan yang akan menerima dampak kebijakan, yakni anak usia SD/SLTP dari keluarga miskin.

D. Validasi Data

Guna memperoleh data yang sahih dan absah, terutama data yang diperoleh melalui wawancawa dan observasi, diperlukan sebuah tehnik pemeriksaan atau uji data untuk membuktikan kesahihan (validtas) dan keandalan (reliabilitas) yang merupakan hal penting dalam sebuah penelitian. Upaya untuk memvalidasi dibutuhkan untuk membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti telah sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi dalam dunia kenyataan (Nasution, 1988 : 105).

(38)

bahwa hasil penelitian memiliki kecockan (fittingness) sehingga memungkinkan untuk diaplikasikan oleh peneliti yang lainnya..

Dengan mengacu kepada model yang dikemukakan Lincoln dan Guba sebagaimana dikutip Burhan Bungin (2003:60), dalam penelitian ini akan dilakukan langkah sebagai berikut :

1. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan. Caranya antara lain dilakukan dalam bentuk peningkatan frekuensi pertemuan peneliti dengan responden sebagai sumber informasi, atau peningkatan frekuensi kontak dengan menggunakan berbagai momentum yang relavan dengan masalah penelitian.

2. Melakukan observasi secara terus menerus dan sungguh-sungguh terhadap masalah yang menjadi fokus penelitian, dalam hal ini berkait dengan isu menyoal implementasi kebijakan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin. Langkah ini sangat diniscayakan agar si peneliti betul-betul bisa memperoleh sekaligus membedakan antara informasi yang bermakna dan kurang atau bahkan tidak bermakna berkait dengan maslah yang diteliti. 3. Melakukan trigulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang

diperoleh dari satu sumber dan membandingkannya kepada sumber yang lainnya dalam waktu yang berbeda, atau membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber dengan menggunakan metode yang berbeda. 4. Melibatkan teman sejawat yang tidak terlibat dalam penelitian untuk

(39)

untuk menyempurnakan keterbatasan peneliti dalam mengkaji dan menganalisis hasil penelitian.

5. Mengupayakan referensi yang cukup untuk meningkatkan keabsahan informasi yang diperlukan dengan memperbanyak dukungan bahan referensi seperti buku, media cetak maupun elektronik, journal, makalah, artikel yang berkait dengan impelemtasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun dalam rangka merngankan beban anak dari keluarga miskin.

6. Melakukan pemeriksaan ulang atau sering disebut dengan “memberchek pada setiap kali selesai melakukan wawancara untuk meyakinkan bahwa informasi yang diperoleh peneliti mengenai segala masalah berkait dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin telah sesuai dengan yang dimaksud responden.

E. Analisis dan Penafsiran Data

Setelah data seluruhnya terkumpul dan dipandang wajar, selanjutnya dilakukan persiapan analisis yang menurut Moleong (1990 : 198) sulit dipisahkan dari proses penafsiran data. Menurutnya, analsis data dimulai sejak dilapangan karena sejak saat itu sudah ada proses penghalusan data, penyusunan kategori, dan ada upaya dalam rangka penysusunan hypothesa, yaitu teorinya itu sendiri. Jadi, proses analisis data selalu terjalin secara terpadu dengan penafsiran data.

(40)

analytic question, (4) plan data collection sessions in light of what you find in previous observation, (5) write many “observer’s comments” about ideas you generate, write memos to yourself about you are learning”.

Sejalan dengan pendapat di atas, Nasution (1988 : 126) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif adalah proses proses menyusun data (mengolongkan ke dalam tema dan kategori) agar dapat ditafsirkan atau diinterpretasikan. Dengan demikian, dalam proses analisis data kualitatif ini sangat diperlukan daya kreatif dari penelti untuk mengolah data hasil peneltiannya sehingga memiliki makna.

Berangkat dari pemahaman itu, maka proses analisis data dalam penelitian ini akan mengacu pada model analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1994: 429), dikutip Burhan Bangin (2003), yang menyajikan sebuah model siklus analisis data seperti bisa dilihat dalam gambar di bawah ini

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Simpulan : Verifikasi Penyajian

Data

(41)

Model siklus analisis data seperti dikemukakan di atas menjelaskan bahwa proses analisis data dalam penelitian ini senantiasa berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Jelasnya, setelah data terkumpul (data collection), penulis mengadakan reduksi data (data reduction) dengan jalan merangkum laporan lapangan, mencatat hal-hal pokok yang relevan dengan fokus penelitian.

Langkah berikutnya adalah menyusun secara sistematik temuan hasil penelitian berdasarkan kategori dan klasifikasi tertentu yang diikuti oleh pembuatan display data (data display) dalam bentuk tabel ataupun gambar sehingga hubungan antara data yang satu dengan yang lainnya menjadi jelas dan utuh (tidak terlepas-lepas). Proses berikutnya adalah melaukan cross site analysis dengan cara membandingkan dan menganalisis data secara mendalam. Terakhir adalah menyajikan temuan, menarik kesimpulan (conclussion) dalam bentuk kecenderungan umum dan implikasi penerapannya, dan rekomendasi bagi pengambangan.

(42)

F. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, yaitu mendiskripsikan rumusan kebijakan dan implementasinya, maka penelitian ini akan dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut :

1. Persiapan (Pra-lapangan)

Dalam tahap paling awal ini, ada tiga langkah pokok yang dilakukan, yaitu : a. Melakukan studi penjajagan untuk menentukan arah dan fokus penelitian. b. Melakukan studi kepustakaan atau dokumentasi untuk menemukan acuan

dasar sekaligus mempertajam arah penelitian.

c. Menyusun rancangan atau desain penelitian sebagai pedoman pelaksanaan penelitian

2. Orientasi.

a. Melakukan pembicaraan pendahuluan dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kantor Departemen Agama Kabupaten Cianjur untuk menjelaskan sekaligus meminta informasi yang relavan berkait dengan rencana penelitian yang akan difokuskan kepada “Implementasi Kebijakan Wajar Dikdas 9 Tahun dalam rangka membantu anak dari keluarga miskin. b. Menghimpun data awal melalui studi dokumentasi dan wawancara dengan

(43)

Budaya pada Bappeda Kabupaten Cianjur, disamping lembaga terkait lainnya sesuai dengan sasaran penelitian.

c. Menganalisis temuan data awal untuk mempertajam arah dan fokus penelitian sekaligus fokus wilayah yang akan diteliti dikaitkan dengan sasaran penelitian.

3. Pelaksanaan Penelitian Lapangan

a. Melakukan pengumpulan data dan penggalian informasi melalui studi dokumentasi, wawancara, observasi, fokus group discussion (FGD), dan penulusuran terhadap subyek-subyek penelitian yang dipandang perlu dan ditentukan secara snowball dengan memperhatikan saran-saran dari informan tedahulu

b. Menginterpretasikan, menganalisis dan memprediksi data dan informasi yang telah berhasil dikumpulkan dan digali

c. Sementara penelitian dan penulisan laporan ini berlangsung, peneliti selalu berupaya untuk selalu melengkapi dan memperbaharui data, serta melakukan trianggulasi atau memberchek hingga akhir penelitian di lapangan

4. Penyusunan Laporan

(44)

1. ORIENTASI DAN PERENCANAAN PENELITIAN

1.

2.PERSIAPAN LAPANGAN / PRA LAPANGAN

3. PELAKSANAAN PENELITIAN LAPANGAN

4. PENGAMBILAN DATA RUMUSAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM (DATA

DOKUMENTER)

5.PENGAMBILAN DATA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DAN

PROGRAM (DOKUMENTER DAN LAPANGAN)

6.PENGAMBILAN DATA TTG MASALAH PENDIDIKAN BAGI ANAK

DARI KELUARGA MISKIN YANG MENJADI SASARAN KEBIJAKAN

(DATA LAPANGAN)

TEORI DAN HASIL PENELITIAN

REKOMENDASI PENGEMBANGAN MDEL WAJAR DIKDAS 9 TAHUN BAGI ANAK DARI KELUARGA MISKIN

KAJIAN TEORETIK

KAJIAN TEORETIK DAN EMPIRIK

KAJIAN EMPIRIK HASIL ANALISIS 2

HASIL ANALISIS 3

HASIL ANALISIS 1,2 DAN 3 HASIL ANALISIS 1

KAJIAN TEORETIK

[image:44.595.117.501.246.721.2]

Secara keseluruhan, proses pelaksanaan penelitian sebagaimana diuraikan diatas bisa dilihat dalam chrat di bawah ini yang mengambarkan tahapan-tahapan penelitian, mulai dari tahap persiapan yang diawali dari kegiatan orientasi dan perencanaan penelitian, persiapan lapangan, dan pelaksanaan penelitian itu sendiri sampai kepada analisis hasil penelitian serta perumusan rekomendasi, termasuk pengajuan model hipotetik penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun yang didasarkan hasil kajian empirik dan teoretik dengan menggunakan sumber-sumber yang relavan.

(45)

BAB IV

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

Berikut ini adalah uraian mengenai dua hal penting yang akan menjawab tujuan penelitian ini. Yang pertama, adalah deskripsi mengenai rumusan serta bentuk-bentuk program implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang telah dan sedang dilaksanakan di Kabupaten Cianjur dalam kaitannya dengan upaya untuk membantu meringankan beban anak dari keluarga miskin. Termasuk dalam bagian ini adalah uraian mengenai kondisi umum kabupaten Cianjur dilihat dari aspek geografis, demografis dan struktur pemerintahan serta kondisi sosial ekonomi dan budaya penduduknya. Informasi yang terakhir itu penting untuk diangkat guna memberikan pemahaman yang lebih utuh tentang lingkungan kebijakan yang melatarbelakangi sekaligus akan mempengaruhi rumusan kebijakan yang akan dilaksanakan.

Yang kedua, adalah deskripsi mengenai hasil atau kinerja kebijakan dalam bentuk kecenderungan pencapaian tingkat partisipasi anak usia 7-15 tahun dalam mengkases pendidikan dasar 9 tahun. Lebih jauh lagi, dalam sub bab ini juga akan diangkat sejumlah potret kasus anak dari keluarga miskin yang sampai saat ini belum tersentuh dengan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun, diangkat dari hasil penelitian terhadap sejumlah kasus anak yang pada saat dilakukan penelitian sedang tidak berada di sekolah, baik karena alasan tidak melanjutkan ataupun karena putus di tengah jalan alias dropout. Alasan tentang mengapa masih banyak anak usia 7-15 tahun dari keluarga miskin belum atau tidak bisa mengikuti pendidikan dasar 9 tahun alias belum tersentuh dengan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah, adalah fokus dari uraian di atas.

(46)

Informasi tersebut juga menjadi sangat penting dan relevan dalam penelitian ini untuk menilai sampai sejauh mana tingkat efektivitas pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang digencarkan pemerintah selama ini dalam rangka membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin. Bahkan dari informasi itulah pula, salah satunya, pengembangan model peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun bagi anak dari keluarga miskin yang sekaligus merupakan rekomendasi hasil penelitian ini akan dirumuskan.

A. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur

Secara geografis, Cianjur yang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat ini memiliki letak yang cukup strategis karena posisinya yang berada di tengah Propinsi Jawa Barat dengan jarak sekitar 65 Km dari Ibu Kota Provinsi (Bandung) dan 120 Km dari Ibu Kota Negara (Jakarta). Karena letaknya yang strategis itulah, Kabupaten Cianjur dengan jumlah penduduknya yang telah mencapai angka 2 juta jiwa lebih ini tidak saja merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, melainkan dalam banyak aspeknya juga juga sangat diperhitungkan sebagai daerah penyangga yang diharapkan bisa mendukung pembangunan kawasan yang dikenal dengan sebutan Botabekjur (Bogor, Tanggerang, Bekasi dan Cianjur).

(47)
[image:47.595.118.504.188.606.2]

disebelah Selatan, dan Kabupaten Bandung dan Garut disebelah Timur sebagaimana tergambar dalam peta wilayah berikut ini :

Gambar 4.1 : Peta Kabupaten Cianjur

(48)

1. Cianjur Bagian Utara

Merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede yang sebagian besar merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan areal perkebunan dan persawahan, dengan ketinggian sekitar 2.962 m di atas permukaan laut. Termasuk dalam wilayah ini adalah daerah Puncak dengan ketinggian sekitar 1.450 m, Wilayah perkotaan Cipanas (Kecamatan Pacet dan Sukaresmi) dengan ketinggian sekitar 1.110 m, serta Kota Cianjur dengan ketinggian sekitar 450 m di atas permukaan laut. Sebagian daerah ini merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan perkebunan dan persawahan. Di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor terdapat Gunung Salak yang merupakan gunung api termuda dan sebagian besar permukaannya ditutupi bahan vulkanik.

Kecamatan yang termasuk wilayah Utara dan relatif memiliki infra struktur dan sarana pendidikan yang memadai ini adalah Kecamatan Cibeber, Bojongpicung, Ciranjang, Karangtengah, Cianjur, Warungkondang, Cugenang, Pacet, Mande, Cikalongkulon, Sukaluyu, Cilaku, Sukaresmi, Gekbrong dan Cipanas.

2. Cianjur Bagian Tengah

(49)

terdiri dari Kecamatan Tanggeung Pagelaran, Kadupandak, Takokak, Sukanagara, Campaka dan Campaka Mulya.

3. Cianjur Bagian Selatan

Merupakan dataran rendah yang terdiri dari bukit bukit kecil diselingi oleh pegunungan yang melebar ke Samudra Indonesia, di antara bukit-bukit dan pegunungan tersebut terdapat pula persawahan dan ladang huma. Dataran terendah di selatan Cianjur mempunyai ketinggian sekitar 7 m di atas permukaan laut. Seperti halnya daerah Cianjur bagian Tengah, bagian Cianjur Selatan pun tanahnya labil dan sering terjadi longsor. Di wilayah pembangunan ini terdapat juga areal perkebunan dan pesawahan tetapi tidak begitu luas.

Kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan ini adalah Agrabinta, Leles, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, Cibinong, Cikadu dan Cijati. Di kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan inilah pula banyak desa yang karena keterisolasiannya tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Masalah jarak antara tempat tinggal anak dengan lokasi sekolah, adalah merupakan persoalan berat tersendiri yang sering dihadapi anak diwilayah Cianjur selatan ini. Bahkan kondisinya menjadi tambah parah ketika sarana jalan dan transformasinya pun sering jauh dari keadaan yang memadai.

(50)

memiliki potensi pertanian ini jatuh pada angka 107,40. Arti demografisnya, jumlah penduduk laki-laki di kabupaten yang banyak mengirim tenaga kerja perempuan (TKI) ke luar negeri ini lebih besar dibanding jumlah penduduk perempuan. Persisnya, 100 penduduk perempuan berbanding 107 penduduk laki-laki. Karakteristik demografis ini sengaja diangkat di sini karena ada kecenderungan bahwa keutuhan sebuah keluarga akan sangat mempengaruhi dan menentukan kelangsungan pendidikan anak-anaknya.

Dibanding dengan luas daerahnya, maka tingkat kepadatan penduduk (densitas) kabupaten ini sudah mencapai angka 598,14 jiwa / km2 dengan sebaran penduduk yang relatif kurang merata sehingga dalam beberapa aspeknya kurang menguntungkan, termasuk jika dikaitkan dengan penyelenggaraan pembangunan dibidang pendidikan

Menurut persebarannya, kepadatan penduduk di kecamatan-kecamatan yang berlokasi di wilayah Cianjur utara jauh lebih tinggi dibanding kecamatan yang berada di wilayah Cianjur tengah dan Cianjur bagian selatan. Hal ini terjadi karena sangat berkaitan erat dengan faktor daya tarik daerah, terutama dengan faktor ekonomi dan kondisi sarana atau infrastruktur yang tersedia, termasuk tentunya sarana pendidikan. Umumnya di wilayah pembangunan ini, masalah jarak dan ketersediaan sarana pendidikan, termasuk tenaga pendidikan relatif lebih memadai dibanding daerah yang ada diwilayah pembangunan yang lainnya.

(51)

wilayah pembangunan inilah pula, masalah transportasi dan ketersediaan sarana pendidikan, termasuk tenaga pendidikan sering menjadi masalah. Itulah pula beberapa faktor yang selama ini sering hadir menjadi salah satu penghambat dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun.

Beberapa kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi adalah kecamatan Cianjur dengan kepadatan sebesar 6.275,98 jiwa/km2, disusul kecamatan Karangtengah (3.073,68/km2), kecamatan Ciranjang (2.276,98/km2), kecamatan Cipanas (1.834,47 jiwa/km2), kecamatan Pacet (1.496,18 jiwa/km2, kecamatan Sukaluyu (1.546,98 jiwa/km2, dan kecamatan Cugenang sebesar 1.424,14 jiwa/km2. Sementara kecamatan dengan tingkat kepadatannya yang relatif rendah adalah kecamatan Naringgul sebesar 180,75 jiwa/km2 disusul kecamatan Agrabinta sebanyak 184,80 jiwa/km2.

Dilihat dari aspek pertumbuhannya, Susenas 2005 mengungkap bahwa laju pertumbuhan penduduk (LPP) di kabupaten Cianjur ini mencatat angka 1,86 persen pertahun, atau naik dari posisi hasil Sensus penduduk tahun 2000 sebesar 1,57 persen. Ini semua menunjukan bahwa tren kependudukan di kabupaten ini masih menjadi ancaman karena akan besar pengaruhnya terhadap kelancaran pembangunan hampir seluruh sektor pembangunan, termasuk pembangunan di sektor pendidikan. Logika demografisnya, semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk, maka akan semakin tinggi pula pertambahan jumlah absolutnya, termasuk pertambahan penduduk usia sekolah yang menjadi sasaran Wajar Dikdas 9 Tahun.

(52)

melainkan justeru oleh faktor fertilitas yang trennya masih cukup mengkhawatirkan. Masih menurut sumber BPS yang diambil dari hasil Suseda tahun 2005, angka kelahiran total (Total Fertility Rate-TFR) untuk kabupaten Cianjur selama ini masih bertengger pada angka 2.45 anak. Artinya, setiap wanita usia subur di Kabupaten Cianjur saat ini masih berpotensi memiliki anak antara 2-3 orang, tentu dengan segala implikasi demografisnya terhadap struktur penduduk Kabupaten Cianjur.

Bandingkan dengan angka kelahiran atau TFR Jawa Barat yang posisinya sudah mendekati angka 2.3. Itulah pula fakta demografis yang akan menghambat upaya akselerasi pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun. Di sini berlakuk kaidah demografis sebagai berikut : semakin tinggi angka kelahiran, maka akan semakin muda struktur umur penduduknya, dan pada gilirannya akan semakin besar pula peningkatan penduduk usia sekolahnya, termasuk struktur umur dalam kelompok usia 7-15 tahun yang menjadi sasaran Wajar Dikdas 9 tahun.

(53)
[image:53.595.117.503.143.631.2]

Tabel 4:2. Tren Peningkatan Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun

TAHUN JUMLAH

PENDUDUK

PENDUDUK USIA 7-15 TAHUN

% DARI TOTAL PENDUDUK 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1.877.650 1.932.204 2.009.785 2.035.122 2.070.123 2.094.365 2.122.756 357.400 372.666 376.152 388.773 393.365 398.365 402.918 19,03 19,29 18,82 18,56 19,00 19,03 18,98

Sumber : Hasil Pendataan Keluarga BKKBN

Dari tabel di atas terungkap bahwa dalam periode enam tahun sejak tahun 2001 sampai dengan 2007, telah terjadi peningkatan jumlah penduduk usia 7-15 tahun dari 357.400 jiwa pada tahun 2001 menjadi 402.918 jiwa pada akhir tahun 2007, atau bertambah sebanyak 52.504 jiwa, atau sekitar 7.586 anak untuk tambahan setiap tahunnya.

(54)

Itulah fenomena demografis yang dalam pandangan peneliti sangat tidak menguntungkan anak dari keluarga miskin. Alasannya, semakin terbatas sarana pendidikan yang tersedia, maka akan semakin kecil kesempatan yang dimiliki anak dari keluarga miskin untuk bisa menikmatinya. Dan di situlah pula letak strategisnya upaya pengendalian kelahiran melalui intensifikasi program Keluarga Berencana (KB) dalam menunjang sukses Wajar Dikdas 9 Tahun.

Sesuai dengan potensi yang dimilikinya, maka sektor pertanian menjadi mata pencaharian pokok penduduk kabupaten Cianjur, yakni mencapai angka 59,18 persen, disusul sektor jasa sebesar 7,20 persen, sektor transportasi dan kominikasi sebesar 7,17 persen, sektor perdagangan 6,03 persen, sektor industri 5,0 persen, dan sektor keuangan sebesar 0,61 persen. Itulah pula gambaran mengenai potensi ekonomi kabupaten Cianjur yang dalam banyak aspeknya akan berpengaruh dalam melihat potensi pembangunan di kabupaten ini, termasuk potensi pembangunan di bidang pendidikan.

Namun perlu dicatat, meskipun mayoritas penduduknya banyak berkiprah pada sektor pertanian, namun dilihat menurut kepemilikan lahan dan statusnya ternyata menunjukan kondisi yang tidak menggembirakan. Berdasarkan hasil sensus pertanian tahun 2003, sebesar 14,54 persen dari rumah tangga yang bergerak dibidang pertanian adalah merupakan rumah tangga penggarap lahan pertanian yang dimiliki orang lain, dan hanya 4,07 persen rumah tangga yang mengolah tanah sendiri.

(55)

lahan di atas 0,5 hektar. Tidak mengherankan kalau tingkat kesejahteraan petani di kabupaten Cianjur ini relatif sulit ditingkatkan karena sebagain besar diantara mereka itu statusnya justeru hanya sebagai buruh tani. Itulah pula fakta yang ada di balik besarnya angka kemiskinan di Kabupaten Cianjur ini. Bahkan dalam pandangan peneliti, itulah pula salah satu kendala utama dalam mensuskseskan implementasi pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun di Kabupaten berbasis pertanian ini.

Berkait dengan itu, masalah partisipasi angkatan kerja yang berdampak terhadap angka pengangguran, merupakan persoalan pelik tersendiri yang dihadapi kabupaten Cianjur. Sebagai gambaran, dari jumlah angkatan kerja yang ada pada tahun 2004, hanya 55,57 persen mereka yang bekerja. Bahkan kondisi ini turun dari tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) tahun 2000 sebesar 57,37 persen, bahkan jauh lebih rendah lagi jika dibanding dengan partisipasi angkatan kerja tahun 1995 yang sudah mencapai angka 59,31 persen.

Tidak mengherankan jika laju pertumbuhan ekonomi kabupaten Cianjur pada tahun 2006 ini masih berkutat pada angka 3,82 persen, sebuah angka yang menurut kajian Bappeda masih sangat tidak memadai. Disebut tidak memadai, karena dengan LPE sebesar itu diperkirakan hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak sekitar 600.000 orang. Bahkan masih menurut hasil kajian Bappeda, dengan LPE yang tidak memadai itu kini diperkirakan bakal ada penganggur sebanyak sekitar 210.000 orang.

(56)
[image:56.595.119.508.251.740.2]

memiliki basis pertanian dan pariwisata ini masih mencapai angka 651.329 jiwa, atau mencapai 30,6 persen dari total jumlah penduduk kabupaten Cainjur (BPS Cianjur, 2006). Di bawah ini adalah daftar jumlah penduduk miskin menurut sumber paling akhir, tahun 2006, yang dikeluarkan Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Cianjur Menurut Kecamatan

No Kecamatan

Jumlah Total Penduduk Jumlah Penduduk Miskin Prosentase 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Agrabinta Leles Sindangbarang Cidaun Naringgul Cibinong Cikadu Tanggeung Kadupandak Cijati Takokak Sukanagara Pagelaran Campaka Campakamulya Cibeber Warungkondang Gekbrong Cilaku Sukaluyu Bojongpicung Ciranjang Mande Karangtengah Cianjur Cugenang Pacet Cipanas Sukaresmi Cikalongkulon 38.158 34.600 50.221 63.323 45.436 59.251 36.212 64.430 49.119 32.539 50.661 47.311 86.458 62.650 24.318 117.651 64.701 47.430 90.866 69.004 104.886 88.109 64.654 124.855 151.981 94.325 98.422 91.405 78.006 94.040 13.763 10.590 12.589 15.844 13.540 17.854 12.770 20.464 15.854 9.198 13.893 16.515 27.544 .19.707 6.021 38.167 21.655 15.134 26.098 23.107 29.596 34.327 25.729 35.085 44.456 26.256 23.655 21.507 24.710 35.597 35,94 30,06 25,06 25,02 29,80 30,13 35,26 31,76 32,27 28,26 27,42 34,90 31,85 31,45 24,75 32,44 33,46 31,90 28,72 33,48 28,21 38,95 39,79 28,07 29,25 17,23 24,03 23,52 31,67 37,85

Jumlah 2.125.023 651.239 30,6

(57)

Gambar

Gambar 3:2. Bagan Prosedur Penelitian
Gambar  4.1 : Peta Kabupaten Cianjur
Tabel 4:2. Tren Peningkatan Jumlah  Penduduk Usia 7-15 Tahun
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Cianjur  Menurut Kecamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu perlu dibangun suatu sistem yang mengarahkan Puskesmas, Klinik Pratama, dan Tempat Prak k Mandiri Dokter/ Dokter Gigi untuk melakukan pengukuran,

Secara ekonomi, usaha ini sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan pendapatan pemerintah melalui pajak yang lebih lanjut dapat digunakan untuk menambah subsidi

Adalah suatu area atau fasilitas yang mampu menjadi tempat melepas kepenatan, area rekreasi juga merupakan suatu fasilitas yang menyediakan permainan dan hiburan

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui komposisi tanaman di lahan HKm Desa Margosari dan mengetahui apakah hasil tanaman

Artinya ayah lebih me- miliki peluang memilih preferensi latar belakang keluarga calon pasangan hidup anak perempuan- nya dibandingkan preferensi karakteristik

Rasa malu terbentuk karena hasil evaluasi individu yang menilai bahwa perasaannya yang diperoleh dari pengalaman emosionalnya terjadi tidak sesuai dengan standard

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kredibilitas pendamping (keahlian, kepercayaan dan dinamisme) dalam penyuluhan dan bimbingan sosial anak jalanan di kota Bandung,

Untuk mendapatkan kondisi ekstraksi terbaik senyawa fenolik dari gambir dengan aktivitas antioksidan yang tinggi dilakukan proses optimasi menggunakan metode permukaan respon