IMPLIKATUR KONVENSIONAL
HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.2 Analisis Data
4.2.2 Implikatur Ejekan
Seperti ditulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:220) bahwa ejekan adalah perbuatan mengejek. Sedangkan mengejekmerupakan aktivitas mengolok-olok (mempermainkan dengan tingkah laku, menertawakan) untuk menghinakan.
Ejekan merupakan ucapan yang sifatnya buruk tentang sebuah objek. Implikatur ejekan meletakan oranglain atau diri sendiri menjadi objek tertawaan, cercaan bahkan cibiran dengan memakai ucapan, gambaran dan perlakuan yang buruk. Selain itu ejekan juga merendahkan objek. Tentu saja dengan tingkatan ejekan yang berbeda satu sama lain.
Tuturan di kartun editorial Oom Pasikom juga mengandung unsur mengejek jika dipadukan dengan gambar tertentu. Gambar yang bernuansa aktifitas berlebihan, menggunakan simbolisasi hewan atau penggambaran di luar kelumrahan manusia akan menjadikan kartun editorial tersebut masuk ke dalam jenis kartun editorial yang menggunakan cara mengejek.
Dalam kartun editorial, ejekan bukan berarti karikaturis membenci atau memandang rendah objek. Namun ia ingin menyampaikan sesuatu yang perlu masyarakat ketahui. Mewakili sikap dari media tersebut dengan cara semenarik mungkin. Mengejek dalam kartun editorial masih dalam kerangka jurnalistik, yaitu mengedepankan segala hal seobjektif mungkin. Meskipun kebanyakan media atau khususnya kartun editorial cenderung lebih memihak kepada masyarakat. Memihak tidak lalu secara frontal memihak. Lebih tepatnya media berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat dalam wujud kritik terselubung
yang bernuansa ejekan. Oleh karena itu, kartun editorial dengan cara mengejek juga sangat terkait dengan disiplin ilmu pragmatik, dalam hal ini implikatur,
Sama dengan kartun editorial dengan implikatur sindiran, kartun editorial dengan implikatur ejekan juga mengandung makna tersirat. Bukan makna tersurat. Ini merupakan kajian implikatur tentu saja, karena kartun editorial dengan implikatur ejekan memuat maksud yang letaknya berada diluar tuturan. Artinya, maksud dari ejekan tersebut merupakan muatan utama dari tuturan.
4.2.2.1Implikatur Ejekan Egois
Egois dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:219) mengandung arti orang yang selalu mementingkan diri sendiri. Implikatur ejekan egois diatas menggunakan perbandingan terhadap satu issue atau lebih. Perbandingan yang dimaksudkan yaitu mengetengahkan kejadian yang sedang atau akan berlangsung dengan kejadian yang telah berlangsung sebelumnya. Implikatur ejekan egois mengedepankan kepentingan diri sendiri dengan mengindahkan kepentingan orang lain, bahkan hingga menjadikan oranglain dirugikan karena tindakan mementingkan diri sendiri.
Dalam gambar ini, karikaturis menggunakan ejekan yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesan berlebihan terhadap sebuah issue yang memang semakin berlarut-larut dan dirasakan betul oleh masyarakat.
Gambar 4.33Berbagai kasus membelit politisi tidak kunjung tuntas, masyarakat sudah harus menanggung kesengsaraan lain demi pemilu 2014. (8 Januari)
Kartun editorial ini digolongkan oleh penulis termasuk dalam implikatur ejekan egois. Pada akhir tahun 2010 dan awal tahun 2011 banyak kejadian di masyarakat yang begitu melelahkan. Masyarakat dibuat sangat lelah terhadap permasalahan yang tidak kunjung tuntas, bahkan semakin mencekik kehidupan mereka seiring naiknya harga kebutuhan ekonomi. Di sisi lain para elit politik menggunakan permasalahan tersebuat sebagai senjata politik guna menyudutkan lawan politik. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 nanti menjadi tujuan yang terkesan lebih mereka pentingkan, daripada permasalahan yang menimpa masyarakat.
Hiruk pikuk permasalah yang tidak kunjung tuntas ditangkap dengan lugas oleh karikaturis. Ia menggunakan cara mengejek untuk benar-benar menyampaikan maksud. Ejekan yang sampaikan cukup menohok karena beberapa muka dari para elit politik digambarkan tengah tersenyum lebar. Menaiki
kendaraan politiknya yang sekaligus juga menyeret seorang yang berpakaian compang-camping. Pada saat itu tengah terjadi kejadian yang sangat menyedihkan. Antara lain keracunan tiwul seperti diberitakan KOMPAS (8/1), rentetan kejadian bunuh diri pada KOMPAS (7/1), pemerkosaan terhadap TKI di KOMPAS (7/1), wacana pengubahan status keistimewaan DIY pada KOMPAS (7/1), kemudian lumpur Lapindo di KOMPAS (3/1) dan kasus Bank Century (6/1). Seolah terjadi pembiaran terhadap berbagai permasalahan di atas. Tidak kunjung usai. Justru semakin berlarut-larut penanganannya.
Imlikatur dalam kartun editorial di atas melalui kombinasi dari tulisan yang tergambar di dalam asap kendaraan dipadukan dengan keseluruhan gambar. Pernyataan “Century, Lapindo, SARA, mafia jaksa, polisi, hakim, pajak, TKI, gudeg Jogja terobok-obok dan tiwul” dilihat dari aspek pragmatik, pernyataan yang berpadu dengan gambar di atas masih tentang tuturan dan hubungannya dengan konteks tertentu. Konteksnya mengenai kasus Century, Lapindo, SARA, mafia jaksa, polisi, hakim, pajak, TKI, keistimewaan Jogja danbeberapa warga yang meninggal keracunan tiwul yang tidak kunjung dapat dituntaskan dan kepentingan para elit politik untuk dapat menduduki kursi kepresidenan melalui pemilu tahun 2014. Hubungan pragmatik antara tuturan dengan konteks dari gambar tersebut cukup sulit untuk ditemukan jika pembaca tidak memahami betul kedua konteks yang disajikan. Memahami kartun editorial ini perlu pengetahuan lebih dari pembaca, khususnya mengenai perkembangan sejumlah issue tersebut. Jika pembaca mengetahui mengenai bagaimana issue tersebut berkembang
kemudian dihubungakan dengan konteks maka maksud dari gambar tersebut akan dapat diketahui.
Lokusi dalam kartun editorial diatas adalah tuturan “Century, Lapindo,
SARA, mafia jaksa, polisi, hakim, pajak, TKI, gudeg Jogja terobok-obok dan
tiwul”. Ilokusinya adalah permasalahan yang terdapat di tengah masyarakat begitu banyak dan pemerintah lamban bahkan cenderung membiarkan permasalahan tersebut menjadi semakin semakin berlarut-larut. Perlokusinya adalah masyarakat menganggap elite politik acuh terhadap permasalahan yang dirasakan masyarakat. Bukannya memberikan perhatian sebagai wujud tanggungjawab moral mereka terhadap masyarakat, namun malah mengejar kepentingan ptibadi dan golongan.
Sindiran disampaikan dengan keras menggunakan visualisasi gambar yang sadis. Karena tidak disamaikan secara langsung oleh karikaturis implikatur dalam kartun editorial ini cukup sulit untuk ditemukan. Implikaturnya adalah kebingungan masyarakat berubah menjadi penderitaan manakala issue tertentu yang berkembang dan berlarut-larut penuntasannya terkesan tidak digubris oleh pemangku jabatan. Implikatur lain berbicara bahwa para elit politik merasa tidak bersalah dengan segala keruwetan yang terjadi di masyarakat. Mereka lepas tanggungjawab, padahal di diri mereka tersemat pertanggungjawaban atas kepercayaan yang telah diberikan oleh masyarakat.
Kartun editorial di atas termasuk ke dalam implikatur percakapan khusus. Termasuk dalam implikatur percakapan khusus karena untuk memahami makna dari kartun editorial pembaca harus mengenali terlebih dahulu konteks dari
kejadian yang digambarkan. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Purwo (1990:20) bahwa implikatur merupakan hubungan atau keterkaitan antar tuturan penutur dengan mitra tutur yang maknanya tidak terungkap secara literal pada tuturan itu sendiri. Kata-kata seperti “Century, Lapindo, SARA, mafia jaksa, polisi, hakim,
pajak, TKI, gudeg Jogja terobok-obok dan tiwul” maknanya tidak terungkap secara literal pada tuturan, namun ketika pembaca memliki kesepahaman konteks dengan karikaturis maka pembicara akan dapat memahami maksud dari implikatur tersebut. Senada dengan Yule (2006:74) yang mengatakan bahwa implikatur percakapan khusus mengasumsikan informasi yang diketahui secara lokal. Artinya tuturan yang terjadi dapat terjalin dengan baik, asalkan memiliki pemahaman terhadap konteks yang sangat khusus terlebih dahulu.
Jenis implikatur ejekan egoisnampak pula pada kartun editorial pada gambar dibawah ini. Implikatur ejekan egois seperti dijelaskan sebelumnya adalah tindakan yang mementingkan kepentingan seseorang atau segelintir orang dengan mengubah tatanan orang lain. Dapat dikatakan keegoisan ini menimbulkan kerugian bagi orang lain.